• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi merupakan buah karya dari perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.

Disamping itu, matematika memberikan kontribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui sikap kritis dan berpikir logis (Suminarsih, 2007:1). Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar yang bertujuan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (BSNP, 2006).

Berdasarkan kenyataan di atas, maka pembelajaran matematika yang benar oleh seorang guru sangat diperlukan dalam menanamkan konsep-konsep matematika di Sekolah Dasar. Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar yang tertulis dalam Badan Standart Nasional Pendidikan 2006 yaitu untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Di samping itu, siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Terlihat bahwa matematika sangat penting untuk menumbuhkan penataan nalar atau kemampuan berpikir siswa yang berguna dalam mempelajari ilmu pengetahuan maupun dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan berpikir yang selalu dipupuk akan membentuk kemampuan siswa untuk berpikir lebih kritis.

Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal,

(2)

2 dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.

Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya (BSNP, 2006).

Tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan, aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak sesuai dengan tujuan di atas. Materi yang disampaikan hanya berupa informasi yang lebih mengaktifkan guru, sedangkan siswa pasif mendengarkan dan menyalin dalam buku catatan. Sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab, guru memberi contoh soal dilanjutkan dengan memberi soal latihan yang sifatnya rutin dan kurang melatih daya nalar/logika siswa untuk berlatih untuk untuk aktif mencari dan menyelesaikan persoalan dalam pembelajaran.

Hal ini disebabkan oleh tuntutan kurikulum yang lebih menekankan pada pencapaian target. Artinya, semua bahan harus selesai diajarkan dan bukan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika yang diutamakan. Akhirnya terjadilah proses penghafalan konsep atau prosedur, pemahaman konsep matematika rendah, dan tidak dapat menggunakannya jika diberi permasalahan yang kompleks dengan tingkat pemahaman dan logika berpikir yang lebih tinggi. Siswa menjadi robot yang harus mengikuti aturan atau prosedur yang berlaku dan terjadilah pembelajaran mekanistik. Akibatnya, pembelajaran bermakna yang diharapkan tidak terjadi.

Cara-cara menghafal semakin intensif dilakukan anak menjelang ujian. Anak belajar mengingat atau mengecamkan materi, rumus-rumus, definisi, unsur-unsur, dan sebagainya. Namun ketika waktu ujian berlangsung, anak seperti menghadapi kertas buram. Anak tidak mampu mengoperasionalkan rumus-rumus yang dihafalnya untuk menjawab pertanyaan.

Menurut Mukhayat (2004), belajar dengan menghafal tidak terlalu banyak menuntut aktivitas berpikir anak dan mengandung akibat buruk pada perkembangan mental anak. Anak akan cenderung suka mencari gampangnya saja dalam belajar. Anak kehilangan sense of learning, kebiasaan yang membuat anak bersikap pasif atau menerima begitu saja apa adanya tanpa berpikir dari mana mendapatkannya. Hal ini mengakibatkan anak tidak terbiasa untuk berpikir kritis, bagaimana mencari bahkan menyelesaikan persoalan dalam pelajaran secara

(3)

3 tepat, teliti, dan teratur sesuai dengan aturan logika yang sesuai dengan pemikiran atau realitas. Siswa tidak dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi. Mereka tidak dibiasakan belajar dengan mencoba menjawab mengapa, apa, dan bagaimana sesuatu itu bisa terjadi dan bisa didapatkan. Kebiasaan inilah yang membuat siswa mempunyai daya nalar yang rendah dan logika matematika yang sangat rendah.

Keadaan inilah yang membentuk pemahaman siswa bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sangat sulit, membosankan, menyeramkan, bahkan menakutkan. Kemampuan berpikir siswa sangat rendah sehingga mereka akan mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal dalam bentuk soal cerita. Hal ini jelas sangat berakibat buruk bagi perkembangan pendidikan matematika ke depan. Oleh karena itu, perubahan proses pembelajaran matematika yang menyenangkan harus menjadi prioritas utama. Hasil empiris di atas jelas merupakan suatu permasalahan yang merupakan faktor penting dalam mewujudkan tujuan pembelajaran matematika sesuai yang diamanatkan dalam kurikulum pendidikan matematika.

Disamping itu guru matematika yang ada belum bisa menciptakan situasi belajar yang melibatkan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, belum memanfaatkan kejadian di sekitar siswa yang berhubungan dengan matematika sebagai media dalam pembelajaran. Mereka jarang diajak untuk berdiskusi untuk membahas suatu masalah dalam matematika. Kejadian yang ada di sekitar siswa akan memberi gambaran nyata dan menjadi sumber masalah bagi siswa untuk dicari penyelesaiannya didasarkan pada materi yang saat itu sedang dipelajari.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, perlu diusahakan perbaikan pembelajaran yang sudah ada dengan mengubah paradigma mengajar menjadi paradigma belajar. Pembelajaran yang lebih memfokuskan pada proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk menemukan kembali (reinvent) konsep-konsep, melakukan refleksi, abstraksi, formalisasi, dan aplikasi. Salah cara yang dapat dilakukan adalah dengan cara mempersiapkan para calon guru khususnya di Program Studi S1 PGSD dengan model pembelajaran yang menggunakan metode yang inovatif serta mengaktifkan siswa dalam belajar. Dimana pembelajaran yang digunakan dapat mendukung proses pembelajaran matematika yang menyenangkan dan bukan menyeramkan dan terpusat pada siswa. Dengan adanya pembiasaan pembelajaran yang seperti ini harapannya setelah lulus mereka akan melakukan hal yang sama. Sehingga pembelajaran yang dilakukan akan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan persoalan yang ada disekitarnya yang bisa dijadikan masalah dalam proses pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk memikirkan penyelsaian dari masalah itu melalui diskusi dengan teman sekelasnya. Dengan demikian akan melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan dapat menyelesaikan persoalan matematika dengan pemikiran matematika tingkat tinggi dengan logika yang benar sesuai

(4)

4 dengan realitas yang ada. Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi sehingga para siswa mampu menyelesaikan persoalan-persoalan sehari-hari yang terkait dengan matematika yang dikemas dalam soal cerita. Salah satu metode pembelajaran matematika yang bisa digunakan adalah metode pembelajaran matematika berbasis masalah/Problem-based learning (PBL).

Problem-based learninf (PBL) adalah metode pembelajaran yang memusatkan pada kegiatan identifikasi, analisa, dan diskusi permasalahan dalam kelompok kecil dengan sebuah masalah sebagai stimulus dalam pembelajaran. Pembelajaran ini akan merangsang mahasiswa/siswa mengidentifikasi, mendiskusikan dan meneliti permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran. Metode ini sesuai dengan bagaimana seharusnya mahasiswa/siswa belajar matematika, dimana mahasiswa/siswa menggunakan pengalaman-pengalamannya untuk mengkonstruksi pengalaman baru melalui proses penyelidikan dan pemecahan masalah. Dosen/Guru hanya bertugas untuk memotivasi mahasiswa/siswa dengan memberikan persoalan-persoalan yang menarik perhatian dan membuat mahasiswa/siswa termotivasi untuk mencari solusinya (Bergeson, 2000:39; Countryman, 1992:2)

Permasalahan yang digunakan diambil dari permasalahan nyata di lingkungan sekitar dalam pembelajaran matematika sebagai stimulus untuk memunculkan pemikiran kritis mahasiswa/siswa. Pemikiran kritis akan membentuk kreativitas mahasiswa/siswa mengembangkan “keterampilan memproses” secara individu maupun kelompok untuk menumbuhkan pemikiran kritis para mahasiswa/siswa. Selain itu pembelajaran dengan metode problem-based learning akan memberikan fasiltas kepada mahasiswa/siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri maupun bersama dalam kelompok. Kegiatan pembelajaran ini membuat mahasiswa/siswa belajar sesuai dengan minat dan perhatiannya yang mengakibatkan mahasiswa/siswa semakin termotivasi untuk belajar (Pannen, Dina Mustafa & Mestika Sekarwinahyu, 2001 : 85-86). Metoda ini dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, banyak kerja sama dan interaksi, mendiskusikan hal-hal yang tidak atau kurang dipahami serta berbagi peran untuk melaksanakan tugas dan saling melaporkan (Kiley, Mullins & Peterson, 1969).

Alasan utama diterapkannya Problem-based learning (PBL) dalam pelajaran matematika adalah karena adanya keunggulan-keunggulan PBL dalam pembelajaran matematika (Harsono, 2005; Pannen, Dina Mustafa & Mestika Sekarwinahyu, 2001 : 99-102) yaitu:

1. Mahasiswa/siswa memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences) yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah yang dijumpainya,

(5)

5 2. Student-centered: siswa belajar secara aktif dan mandiri (sebagai adult learner) dengan sajian

materi terintegrasi (horisonal dan vertikal) dan relevan dengan real setting (profesionalism) 3. Mahasiswa/siswa mampu berpikir kritis, mengembangkan inisiatif

4. Terjadi perubahan paradigma pengajar sebagai fasilitator

5. Pembelajaran berfokus pada kebermaknaan, bukan fakta (bukan sekedar menghafal tetapi menggunakan informasi untuk memecahkan masalah sehingga informasi tersebut lebih bermakna)

6. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif (karena ada kesempatan untuk belajar mandiri dan kerja kelompok dan diskusi)

7. Mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan mahasiswa/siswa baik dalam mencari informasi maupun ketrampilan menyelesaikan masalah dengan menggunakan pengetahuannya untuk mengkonstruksi pengatahuan yang baru.

8. Pengembangan keterampilan interpersonal maupun dinamika kelompok melalui diskusi kelompok dan kerja sama kelompok

9. Peningkatan jenjang pencapaian jenjang pembelajaran dengan adanya ketrampilan dan pengetahuan lain yang diperoleh selain pada pencapaian pemahaman materi seperti; kerja sama, kemandirian, ketrampilan berpendapat dan rasa percaya diri.

Keberadaan ini membuat metode Problem-based learning cocok diterapkan dalam pembelajaran untuk mencapai kompetensi dan pendekatan yang diharapkan yaitu pemecahan masalah. Selain itu juga sebagai langkah awal untuk mempersiapkan para guru calon guru untuk berlatih menggunakan pendekatan pemecahan masalah melalui metode Problem-based learning .

Untuk melihat bagaimana metode Problem-based learning dapat diterapkan dalam perkuliah matematika maka diperlukan penelitian ini yaitu untuk melihat bagaimana rangcangan pembelajaran dengan metode Problem-based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah matematika bagi mahasiswa S1 PGSD.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah penelitian berikut ini.

1. Bagaimana rancangan pembelajaran dengan metode Problem-based Learning dalam pembelajaran matematika untuk mahasiswa S1 PGSD ?

2. Apakah pembelajaran dengan metode Problem-based learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan memecahan masalah matematika mahasiswa S1 PGSD?

(6)

6 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dalam penelitian ini bertujuan untuk:

1. Membuat rancangan pembelajaran dengan metode Problem-based learning dalam pembelajaran matematika untuk mahasiswa S1 PGSD.

2. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan memecahan masalah matematika mahasiswa S1 PGSD melalui penerapan Problem-based learning.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Praktis

a. Memberi masukkan tentang pembelajaran matematika inovatif

b. Meningkatkan komitmen untuk senantiasa mengembangkan pembelajaran inovatif. c. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis bagi mahasiswa

d. Meningkatkan kemampuan memecahan masalah matematika bagi mahasiswa 2. Manfaat Teoritus

a. Menambah referensi tentang penerapan metode Problem-based learning dalam pembelajaran matematika

b. Sebagai bahan referensi keilmuan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis atau lanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Taufan 2013 dengan tujuan untuk meneliti pengaruh diferensiasi produk dan inovasi produk terhadap loyalitas

106. Apabila  D  dan  F  keduanya  di  lantai  1,  maka  pernyataan berikut ini manakah yang benar?  A.  F tinggal di kamar 1  B.  B tinggal di kamar 1 

Namun, menurut keterangan salah seorang bandar, sebenarnya mereka (bandar kerajinan) tidak sembarangan memberikan pekerjaan kepada siapa saja. Hal ini disebabkan hasil peker;aan

Lempengan Besi Baja Profil Desain Galvanis (Beam) 1 125 Batang 2. Tiang Penyangga

Dalam pelaksanaan Program Induksi, pembimbing ditunjuk oleh kepala sekolah/madrasah dengan kriteria memiliki kompetensi sebagai guru profesional; pengalaman mengajar

Setelah didapatkan hasil peramalan dilanjutkan dengan melakukan perencanaan agregat menggunakan strategi yang menghasilkan biaya paling kecil yaitu strategi penambahan tenaga

To Steven and Sara, he said: ‘Get behind it!’ As they moved to obey, the Doctor stooped and set his arms about the Time Destructor.. The device was surprisingly light as he lifted

Selanjunya dengan cara seperti pada penyelesaian persamaan gelombang, akhirnya diperoleh penyelesaian yang memenuhi syarat batas adalah. Mengingat