BAB V
SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai Hubungan Antara Komunikasi Orangtua Dengan Regulasi Emosi Pada Remaja di Sekolah Menengah Atas DKI Jakarta maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada Hubungan antara Komunikasi ibu (X1) dengan Regulasi Emosi Pada Remaja (Y). Berdasarkan perhitungan analisis Korelasi dengan menggunakan SPSS Versi 21.00, diperoleh nilai korelasi (rhitung) untuk variabel X1 (Komunikasi Ibu) adalah sebesar 0.638, sedangkan nilai rtabel untuk N = 250 adalah sebesar 0.12. Jadi 0.638 > 0.12, dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel Komunikasi Ibu memang mempunyai hubungan yang positif dengan Regulasi Emosi Pada Remaja.
2. Ada Hubungan antara Komunikasi Ayah (X2) dengan Regulasi Emosi Pada Remaja (Y). Berdasarkan perhitungan analisis Korelasi dengan menggunakan SPSS Versi 21.00, diperoleh nilai korelasi (rhitung) untuk variabel X2 (Komunikasi Ayah) adalah sebesar 0.672, sedangkan nilai rtabel untuk N = 250 adalah sebesar 0.12. Jadi 0.672 > 0.12, dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel Komunikasi Ayah memang mempunyai
3. Ada Hubungan antara Komunikasi Ibu (X1) dan Komunikasi Ayah (X2) dengan Regulasi Emosi Pada Remaja (Y). Berdasarkan hasil uji ANOVA atau Ftest atau Fhitung di dapat nilai sebesar 102.020 dimana lebih besar dari Ftabel N= 250 sebesar 2.41 atau 102.020 > 2.41 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 karena 0,000 < 0,05, maka dapat dikatakan variabel Komunikasi Ibu (X1) dan variabel Komunikasi Ayah (X2) secara bersama-sama (Simultan) berhubungan dengan variabel Regulasi Emosi Pada Remaja (Y).
4. Besarnya kontribusi variabel Komunikasi Ibu (X1) dan variabel Komunikasi Ayah (X2) dengan variabel Regulasi Emosi Pada Remaja (Y) berdasarkan tabel model Summary diperoleh nilai R sebesar 0.673, hal ini menunjukan bahwa sebesar 67.3% Komunikasi Ibu dan Komunikasi Ayah secara simultan (bersama-sama) memang berhubungan positif dengan Regulasi Emosi Pada Remaja dan sisanya sebesar 32.7% berhubungan dengan faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
5.2. Diskusi
Penelitian mengenai hubungan antara komunikasi orangtua dengan regulasi emosi pada remaja ini telah membuktikan bahwa ternyata komunikasi ibu dan komunikasi ayah memiliki hubungan dengan regulasi emosi pada remaja. Menurut Israel (2009), orang tua memiliki pengaruh dalam emosi anak-anaknya. Orang tua menetapkan dasar dari perkembangan
emosi anak dan hubungan antara orangtua dan anak menentukan konteks untuk tingkat perkembangan emosi di masa remaja.
Jika dihubungkan dalam penelitian ini, apabila makin baik komunikasi orang tua, maka regulasi emosi pada ramaja akan semakin baik. Hal ini dikarenakan hubungan antara orang tua dan anak menentukan konteks untuk tingkat perkembangan emosi di masa remaja. komunikasi yang efektif di dalam rumah akan membantu remaja mengembangkan empati agar indentitas diri remaja secara efektif dan meneimbangkan perasaan individualitas dan keterhubungan. Dengna komunikasi yang baik, remaja memiliki kemajuan dalam kemampuan sosialnya yang berkorelasi positif dengan self-esteem,
well-being, coping dan dukungan sosial (Bistra, Bosma & Jackson, dalam
Xia, 2004).
Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini, ternyata nilai dari komunikasi ayah dengan remaja memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan komunikasi ibu dengan remaja. Sedangkan dalam Palkovits (dalam Hidayati, 2011) ibu lebih bertanggung jawab pada pengasuhan dasar dan ayah secara primer memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Interaksi dari ayah terbagi menjadi tiga. Pertama, Paternal
engagement yaitu pengasuhan yang melibatkan interaksi langsung seperti
mengajari sesuatu atau aktivitas santai lainnya. Kedua, adalah aksesibilitas atau ketersediaan waktu untuk berinteraksi dengan anak pada saat dibutuhkan saja. Ketiga, tanggung jawab pada pengasuhan anak walaupun pada
komponen terakhir ayah tidak terlibat dalam pengasuhan atau interaksi dengan anaknya (Lamb, dalam hidayati, 2011).
Dilihat dari perspektif anak, keterlibatan dari ayah diasosiasikan dengan adanya kesempatan bagi anak untuk dapat melakukan sesuatu, rasa peduli dari ayah serta terdapat dukungan dan rasa aman (Palkovits, dalam Hidayati, 2011). Remaja yang mendapatkan dukungan dari keluarga lebih bebas dalam menyelami permasalahan identitasnya. Holstein dan Stanley (dalam Barnes, 1985) menemukan bahwa diskusi yang dilakukan antara anak dengan orang tua secara signifikan memfasilitasi perkembangan moral pada remaja. mengacu pada hasil yang didapat pada penelitian ini maka dapat disimpulkan juga jika komunikasi orang tua dengan remaja yang baik juga membantu anak dalam memiliki regulasi emosi yang baik.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan komunikasi ibu antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Sedangkan ada perbedaan komunikasi ibu dengan status orangtua yang bersama, bercerai, salah satu meninggal-ayah dan salah satu meninggal-ibu. Tidak ada perbedaan komunikasi ayah antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Sedangkan ada perbedaan komunikasi ayah dengan status orangtua yang bersama, bercerai, salah satu meninggal-ayah dan salah satu meninggal-ibu. Tidak ada perbedaan regulasi emosi pada remaja laki-laki dan perempuan. Dan tidak ada perbedaan juga regulasi emosi pada remaja yang status orangtuanya bersama, bercerai, salah satu meninggal-ayah dan salah satu meninggal-ibu.
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan diperhatikan antaranya :
1. Penyebaran kuesioner bertepatan dengan libur sekolah sehingga menghambat dalam penyebaran kuesionernya
2. Dikarenakan peneliti menggunakan teknik sampling secara accidental, sehingga pada saat penyebaran kuesioner di lapangan situasinya kurang kondusif bagi responden untuk menjawab kuesioner
5.3. Saran
a. Saran Praktis
1. Ada kemungkinan anak enggan menceritakan masalah pada ibu karena merasa malu, maka ada baiknya bagi para ibu untuk dapat mengambil inisiatif untuk memulai percakapan serta meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan remaja.. Untuk itu ibu bisa mengembangkan sikap yang lebih bersahabat agar remaja mau terbuka terhadap ibunya. Adanya kecakapan dalam mendengar, tutur kata yang cakap dan juga adanya sikap menghargai yang diberikan akan membuat remaja lebih bersedia untuk menceritakan apa yang ada dalam hati dan pikirannya.
2. Diperlukan peningkatan waktu bersama-sama dan berkomunikasi antara ayah dan anak. Hal ini dapat dilakukan dengan berbincang-bincang pada saat makan pagi ataupun makan malam. Cara lainnya
sama dengan keluarga. Walaupun dengan waktu yang sedikit, bila digunakan secara maksimal untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran dapat menumbuhkan rasa saling pengertian. Antara orang tua dan remaja harus dapat saling menerima satu sama lainnya agar tercipta hubungan yang harmonis. Sebaiknya keluarga lebih dianggap penting, dan hal-hal terkait dengan permasalahan keluarga seharusnya tidak dianggap remah dan dinomor dua kan dibandingkan dengan pekerjaan.
3. Upaya yang dapat dilakukan siswa untuk meningkatkan regulasi emosi antara lain yaitu dengan mengekspresikan emosi pada hal-hal yang bersifat positif seperti melakukan hobi, mengontrol emosi yang keluar khususnya emosi negatif dan mengevaluasi setiap emosi yang muncul sehingga siswa tahu strategi untuk menghadapi emosi tersebut. Beberapa upaya yang dapat dilakukan siswa untuk meningkatkan religiusitas antara lain yaitu dengan bergabung dalam organisasi disekolah atau berpartisipasi dalam akivitas keagamaan seperti pengajian atau kegiatan hari besar keagamaan baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
b. Saran Teoritis
1. Dalam penelitian selanjutnya, peneliti bisa lebih spesifik dalam pengambilan sampel, seperti melihat bentuk regulasi emosi pada responden yang keluarganya telah bercerai atau juga dilihat bentuk
regulasi emosi dengan komunikasinya pada ayah saja, maupun pada ibu saja.
2. Peneliti bisa mendapatkan hasil yang lebih dalam dengan
menggunakan data kualitatif. Dengan melakukan wawancara maka akan mendapatkan gambaran yang lebih lengkap.
3. Penelitian bisa dilakukan pada tahap perkembangan yang berbeda seperti masa anak-anak. sehingga bisa terlihat apakah terdapat perbedaan regulasi emosinya.
4. Peneliti dapat menggunakan teknik sampling seperti non-random
sampling dengan tujuan pengambilan data yang lebih mudah dan tidak
memakan waktu dan tenaga sebanyak teknik accidental.
5. Peneliti sebaiknya mengetahui jadwal kegiatan belajar mengajar di sekolah apabila subjek yang dipilih oleh peneliti adalah para siswa yang sedang duduk di bangku sekolah. Hal ini agar dapat memudahkan peneliti dalam pengambilan data.