i
TUGAS AKHIR
APLIKASI JAMUR ENDOFIT DAN Trichoderma spp.
UNTUK PENGENDALIAN
PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG LADA
DI PEMBIBITAN
SUKMAWI 1422040291
JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN 2017
iv
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER
INFORMASI DAN PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul “Aplikasi Jamur Endofit Dan Trichoderma spp. Untuk Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada Di Pembibitan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari tugas akhir saya kepada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Pangkep, Juli 2017
v
RINGKASAN
SUKMAWI. 1422040291. Aplikasi jamur endofit dan Trichoderma spp. untuk pengendalian penyakit busuk pangkal batang lada di pembibitan. Di bimbing oleh Sri Muliani dan Nildayanti.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma dan jamur endofit terhadap penyakit busuk pangkal batang di pembibitan. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu (1) penyiapan inokum Trichoderma dan jamur endofit, (2) cara mendeteksi inokulum tanahnya mengandung inokulum Phytophthora, (3) cara aplikasi Trichoderma dan jamur endofit. Parameter yang di amati adalah tanaman yang mati, tanaman yang masih bertunas dan tanaman yang masih berdaun. Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi jamur endofit + Trichoderma spp. memberikan hasil yang terbaik untuk pngendalian penyakit busuk pangkal batang lada di pembibitan.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul ”Aplikasi Jamur Endofit Dan Trichoderma spp. Untuk Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada Di Pembibitan”. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.
Tugas akhir disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Jurusa Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Bakri dan Ibunda Sofyana serta segenap keluarga yang telah memberikan bantual moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Sri Muliani, S.P., M.P. selaku Dosen Pembimbing I. 2. Nildayanti, S.P., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II.
3. Dr. Ir. Darmawan, MP, selaku direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. 4. Sulkifli, S.Pi, M.Si selaku Pembantu Direktur Bidang Kemahasiswaan beserta
Wahyuni, SE, Wahida, SE, Irawan, S.Pi, M.Si, Ahmad Daud, S.TP, M.Si selaku staff Bidang Kemahasiswaan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. 5. Dr. Junaedi, S.P., M.Si. selaku ketua jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan 6. Dr. Dono Wahyuno selaku pembimbing di Laboratorium Balittro
7. Unang Mangsur, S.P. dan Wawan Lukman selaku pembimbing lapangan. 8. Dosen beserta Staf Akademik Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan. 9. Seluruh staf dan pegawai Kebun Percobaan Sukamulya Jawa Barat.
10. Sahabat tercinta Deka Nanda, Riswan, Surahman, Wahyu Idul Fitrah, Ayu Dewi Jaya, Citra Wardani, Siti Fatimah Paride, Nursiah, kanda Paramita A.Md. Pi.
11. Rekan-rekan penelitian Dian Yuliana, Rica Armeti, Wayan Mariati, dan Yusmita serta seluruh rekan-rekan yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
12. Seluruh rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan XXVII atas kebersamaan, kerjasama, dan dukungan selama penulis melaksanakan pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
vii
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih sangat jauh dari kata sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan kedepannya. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat kepada masyarakat secara umum dan kepada penulis secara khusus.
Pangkep, Juli 2017
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... Vii DAFTAR ISI ... Viii DAFTAR GAMBAR ... iX
DAFTAR LAMPIRAN... x
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit busuk pangkal batang ... 3
2.2. Jamur endofit ... 9
2.3. Trichoderma spp. ... 10
III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat ... 11
3.2. Alat dan Bahan... 11
3.3. Metode ... 11
3.3.1. Penyiapan inokulum (jamur endofit dan Trichoderma spp.) ... 11
3.3.2. Cara mendeteksi tanahnya mengandung inokulum Phytophthora ... 12
3.3.3. Cara aplikasi jamur endofit dan Trichoderma ... 12
3.3.4. Parameter pengamatan ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tanaman yang mati ... 14
4.2. Tanaman yang bertunas ... 14
4.3. Tanaman yang masih berdaun... 15
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 17
5.2. Saran ... 17
DAFTAR PUSTAKA ... 18
ix DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Siklus Hidup Jamur Phytophthora capsici ... 5
2. Persentase Tanaman Lada Yang Mati Setelah Perlakuan ... 14
3. Persentase Tanaman Lada Yang Bertunas Setelah Perlakuan... 15
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Persentase benih mati, bertunas, dan masih berdaun pada
pengamata pertama ... 21 2. Persentase benih mati, bertunas, dan masih berdaun pada
pengamata kedua ... 22 3. Persentase benih mati, bertunas, dan masih berdaun pada
pengamata ketiga ... 23 4. kegiatan penelitia di Kebun Percobaan Sukamulya, Balittro Bogor. .. 24
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Lada merupakan jenis tanaman rempah yang memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional. Namun pada kurung waktu 2003-2012 ekspor lada Indonesia menurun akibat rendahnya produktivitas dan mutu lada nasional, yaitu dengan produktivitas hanya 800 kg/ha atau hanya 50% dari kemampuan genetiknya (Wahyuno dkk., 2009; Kusumawardani dkk., 2015). Hal tersebut disebabkan serangan penyakit busuk pangkal batang (BPB) oleh jamur P. capsici.
Menurut Manohara dkk., (2005) penyakit busuk pangkal batang pertama kali dilaporkan terjadi di Sekampung (Kampong Pempen), Lampung tahun 1885, dikenal dengan sebutan “Voetrot”. Penyakit BPB dapat menimbulkan kerugian yang besar karena penykit ini dapat merusak tanaman mulai dari masa pembibitan dan tanaman lada muda sampai tanaman yang telah berbuah (Ginting dan Maryono, 2012). Sejauh ini, penyakit BPB masih sulit dikendalikan meskipun berbagai cara telah direkomendasikan. Hal tersebut dikarenakan penyait BPB cepat berkembang dan sulit di deteksi pada awal perkembangannya serta dapat menyebabkan tanaman menjadi layu dan mati dalam waktu yang relatif singkat (Syahnen dan Siahaan, 2011). Kemunculan gejala penyakit busuk pangkal batang lada setelah sebagian besar akar dan pangkal batang membusuk sehingga tanaman layu dan mati dalam waktu singkat dan pada keadaan tersebut tanaman tidak dapat diselamatkanl lagi. Menurut Manohara dkk., (2005) Serangan pada daun menyebabkan gejala bercak daun pada bagian tengah, atau tepi daun. Bercak berwarna hitam dengan tepi bergerigi seperti renda yang akan nampak jelas apabila daun diarahkan ke cahaya. Gejala khas tersebut hanya nampak pada bercak yang belum lanjut dan terjadi pada keadaan lembab (banyak hujan). Oleh
2
karena itu, siasat dan cara untuk mengendalikan penyakit tersebut perlu terus diteliti dan dikembangkan.
Salah satu cara pengendalian yang ramah lingkungan, yaitu dengan memanfaatkan agens hayati berupa jamur endofit dan Trichoderma. Jamur endofit bersifat antagonistik dapat meningkatjkan ketahanan tanaman terhadap penyakit karena menghasilkan alkaloid dan miktoxin (Sudantha dan Abadi, 2007). Trichoderma telah lama dikenal sebagai agensia hayati untuk mengendalikan
penyakit tanaman dan meningkatkan petumbuhan dan perkembangan tanaman (Ginting dan Maryono, 2012). Untuk mengetahui potensi Trichoderma dan jamur endofit dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang maka perlu di lakukan penelitian ini.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi jamur endofit dan Trichoderma terhadap penyakit busuk pangkal batang di pembibitan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Busuk Pangkal Batang (Penyakit BPB)
Penyakit BPB disebabkan olah cendawan Phytophthora capsici = (sinonim: P. Palmivora var. Piperis). Selain di Indonesia, penyakit BPB juga menjadi kendala
utama produksi lada di Malaysia dan India (Manohara dkk., 2005). Phytophthora capsici merupakan patogen terbawa tanah (soil borne pathogen) yang jumlah
populasinya dalam tanah sulit untuk diketahui. Keberadaan patogen Phytophthora capsici pada lahan pertanaman pada umumnya baru diketahui setelah munculnya
gejala penyakit (Bande dkk., 2014). a) Gejala penyakit dan penyebarannya
Cendawan P. capsici dapat menyerang semua umur/stadia tanaman, mulai dari pembibitan sampai tanaman produktif. Serangan yang paling membahayakan adalah pada pangkal batang atau akar karena menyebabkan kematian tanaman dengan cepat. Gejala berupa kelayuan tanaman secara mendadak (daun masih berwarna hijau). Akan nampak apabilah terjadi serangan patogen pada pangkal batang. Pangkal batang yang terserang menjadi berwarna hitam, pada keadaan lembab akan nampak lendir yang berwarna kebiruan (Manaohara dkk., 2005). Serangan pada akar menyebabkan tanman menjadi layu berwarna kuning (Mulya dkk., 2003).
Serangan pada daun menyebabkan gejala bercak daun pada bagian tengah, atau tepi daun. Bercak berwarna hitam dengan tepi bergerigi seperti renda yang akan nampak jelas apabila daun diarahkan ke cahaya. Gejala khas tersebut hanya nampak pada bercak yang belum lanjut dan terjadi pada keadaan lembab (banyak hujan). Pengamatan lebih lanjut pada lapisan air yang ada di permukaan bawah bercak daun tampak adanya sporangia patogen. Biasnya daun-daun yang terinfeksi ini merupakan sumber inokulum bagi tangkai atau cabang yang berda di
4
dekatnya. Apabila selama waktu hujan disertai terjadinya angin, maka propagul P. capsici dapat terbawa dan menyebar ke daun tanaman di sekitarnya (Manohara
dkk., 2005). Serangan pada buah menyebabkan buah berwarna hitam, dan busuk; gejala ini biasanya banyak ditemukan pada buah yang letaknya dekat permukaan tanah (Manohara dkk., 2005).
Penyebaran cendawan P. capsici selain oleh air dan angin yang terjadi selama hujan, juga dapat terbawa oleh ternak peliharaan, siput/keong, manusia, alat pertanian bekas dipakai pada tanaman sakit, bahkan dapat terbawa oleh bibit lada sehingga menjadi sumber inokulum bagi daerah pengembangan lada yang baru (Manohara dkk., 2005).
b) Siklus hidup Phytophthora capsici
Cendawan P. Capsici berkembang biak dengan dengan cara aseksual. Secara seksual membentuk sporangium. Pada keadaan lingkungan yang sesuai, lembab dan suhu berkisar antara 25˚ C, sporangium yang telah masak dapat langsung berkecambah membentuk tabung kecambah atau membentuk zoospora yang berlagella sehingga dapat bergerak. Lama geraknya ditentukan oleh suhu air; pada suhu 20-24˚C zoospora dapat bergerak selama 9 jam, sedang pada suhu 28˚ C dan 32˚ C masing-masing selam 5 jam dan 1 jam. Tiga puluh menit setelah zoospora berhenti bergerak, akan terjadi perkecambahan bila lingkungan menguntungkan; sebaliknya apabila keadaan lingkungan tidak menguntungkan, maka akan dibentuk struktur istirahat yaitu berbentuk kista (Manohara, 1988).
Kemampuan patogen bertahan hidup pada sisa tanaman lada yang ada di permukaan maupun di dalam tanah mempunyai peranan penting sebagai sumber inokulum. Propagul cendawan P. capsici dapat bertahan hidup selama 20 minggu di dalam tanah dengan kelengasan 100% kapasitas lapang, tanpa adanya tanaman inang. Di dalam jaringan tanaman terinfeksi seperti daun dan batang,
5
jamu tersebut dapat bertahan hidup masing masing selama 11-13 minggu dan 8-10 minggu (Manohara, 1988) oleh sebab itu sebaiknya bagian tanaman sakit yang telah mati jangan di biarkan di lapang, karena dapat merupakan sumber inokulum. Perkembangan secara seksual apabiala terdapat dua jenis tipe jodoh yang sesuai/serasi menghasilkan oospora. Penelitian di laboratorium membuktikan bahwa oospora dibentuk dalam keadaan gelapa secara in vitro, pada kisaran suhu 16-28˚ C; dan secara in vivo, oospora dapat dibentuk pada batang, akar dan daun lada (Wahyuno dan Manohara, 1995a). Struktur dinding sel oospora yang relatif tebal dan keras memungkinkan oospora dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama. Secara skematis siklus hidup jamur P. capsici diuraikan pada gambar 1.
Gambar 1. Siklus hidup cendawan Phytophthora capsici c) Pengendalian
Semua jenis lada yang umum dibudidayakan di Indonesia, bersifat rentan terhdap serangan P. capsici. Sampai saat ini belum ada varietas yang resisten, beberapa varietas lada yang dilaporkan bersifat toleran adalah Natar 1, Petaling 2, Chunuk dan Lampung Daun Kecil (Nuryani dkk., 1993). Sifat resistensi terhadap jamur tersebut di miliki oleh jenis lada liar. Perakitan lada hibrida dilakukan dengan
6
cara mengawinkan varietas lada liar dengan lada budidaya. Saat ini telah dihasilkan kurang lebih 20 nomor yang menunjukkan sifat tahan terhadap penyakit BPB pada tingkat uji rumah kaca. Selanjutnya pengujian lapang dari nomor-nomor tersebut sedang dilakukan di daerah endemik penyakit BPB di Lampung (Setiyono dkk., 2001).
Alternatif pengendalian lainnya yang sedang dikembangkan adalah dengan melakukan induksi ketahanan bibit lada, menggunakan jamur Fusarium non patogenik yang berasal dari risosfera tanaman panili. Penelitian yang di pada tahap rumah kaca yaitu merendam setek lada lam suspensi jamur Fusarium non patogenik (FoNP) selama 60 menit, hasilnya setek yan direndam dalam FONP dapat terhindar dari serangan P. capsici sebesar 62,3 – 68,7% (Noveriza dkk., 2005). Di samping itu jamur Glomus spp. (mikoriza) dan T. harzinum yang berasal dari risosfera tanaman lada ternyata dapat juga melindungi bibit lada terhadap serangan P. capsici masng-masing sebesar 52% dan 80% (Noveriza dkk., 2005).
Pada kondisi lapang, kebun lada yang baik harus mempunyai salura drainase dan parit keliling, sehingga tidak ada air yang tergenang di dalam kebun. Adanya air yang tergenang merupakan tempat atau kondisi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan cendawan P. capsici (Manohara dkk., 2005).
Pengendalian secara biologi/hayati menggunakan sisa tanaman seperti padi, palawija, dan serasah tajar yang dibenamkan ke dalam tanah ternyata dapat menekan serangan BPB (Kasim, 1984). Jamur tanah seperti Trichoderma hariziamun, merupakan musuh alami dari P. capsici (Manohara dkk., 2005). Hasil
penelitian mengungkapkan, dengan aplikasi jamur T. hariziamun ternyata dapat menekan intensitas serangan BPB sekitar 50% (Manohara dkk., 2003). Penegendaliah dengan kimia dilakuakan apabila banyak dijumpai tanaman lada diserang penyakit, penggunaan fungisida sistemik berbahan aktif fosetil-Al dan
7
fosfonat merupakan perlakuan yang perlu dilakukan dengan cara tanaman sekelilingnya disemprot (manohara, 2011).
Strategi pengendalian penyakit BPB dibagi menjadi dua macam yaitu : (1) sebelum menanam lada, dan (2) setelah ada pertanaman lada (Manohara dkk., 2005) .
1) Sebelum menanam lada
Apbila daerah yang akan digunakan pernah ditanami tanaman karet, coklat, kelapa, kayu manis, panili, jambu mente, sirih, dan cabe jawa dan kemukus, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah :
a. Menanam varietas lada yang toleran terhadap penyakit BPB.
b. Menggunakan setek sehat (bebas cendawan P. capsici). pengmbilan setek panjang, disarankan langsung dimasukkan dalam keranjang. Bila melakukan persemaian/pembibitan maka media tanah yang digunakan harus bebas jamur patogen, dan sebaiknya diberi starter agen hayati (T. hariziamum). c. Gunakan tajar seperti dadap atau glirisidia, yang selanjutnya diikuti dengan
pemankasan secara teratur.
d. Bila dilakukan tanam langsung (menggunakan setek 7 ruas) maka tanah yang dikeluarkan dari pembuatan lubang tanam, dibolik-balik, diikuti
pembenaman bahan organik seperti sisa tanaman padi, kacang-kacangan, jagug, serasah alang-alang atau pupuk kandang dan ditambah starter agen hayati T. harzianum.
e. Kebun lada yang baik harus mempunyai saluran drainase (lebar 20 cm, dalam 20 cm) dan parit keliling (lebar 30 cm, dalam 40 cm), sehingga tidak ada air yang tergenang di dalam kebun.
f. Membuat pagar keliling dengan tanaman hidup yang brmanfaat untuk membatasi lalu lintas orang/ternak ke dalam kebun. Disarankan menggunakan rumput gajah yang berfungsi sebagai makanan ternak.
8
g. Di antara tanaman lada ditanam penutup tanah (A. pintoi), yang selanjutnya diikuti perkuan bobokor atau penyiangan terbatas, yaitu hanya disekitar pangkal batang (berbentuk piring).
h. Melakukan pangkas bentuk tanaman lada, membuang sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna dan pemupukan inorganik dan organik sesuai anjuran.
2) Setelah ada pertanaman lada
Tanaman lada telah ada/ditanam di kebun, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah :
a. Membuat pagar keliling dengan tanaman hidup seperti rumput gajah atau tanaman yang dapat digunakan sebagai makanan ternak dan tidak membiarkan ternak peliharaan berkeliaran di dalam kebun.
b. Membuat/memperbaiki saluran drainase dan parit keliling c. Membuang sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna
d. Memotong/mengikat cabang tanaman lada yang berada di dekat permukaan tanah sedemikia rupa, agar pangkal batang tidak terlalu lembab terutama pada musim hujan sehingga dapat terhindar dari serangan P. capsici. e. Tanah di antara tanaman lada jangan dibiarkan bersih (gundul), sebaiknya
ditanami dengan tanaman berguna atau rumput penutup tanah seperti A. pintoi. Penyiangan rumput dilakukan secara terbatas. Apabila
rumput/penutup tanah sudah tinggi/tebal sebaiknya dipangkas untuk dijadikan makanan ternak atau sumber bahan organik/kompos.
f. Pada tanah miring (lereng) yang tanaman penutup tanahnya sedikit (agak gundul) dianjurkan membuat rorak (pangjang 1 m, lebar 20 cm, dalam 30 cm) dengan jumlah seperlunya, untuk mengurangi laju aliran air di permukaan tanah saat hujan. Pangkaan tajar diletakkan dalam rorak itu, diberi
9
dekomposer serta Trichoderma spp. Selanjutnya dapat digunakan sebagai pupuk untuk tanaman lada setelah proses dekomposisi selesai.
g. Pemupukan inorganik dan organik dilakuka sesuai anjuran. Apabilah menggunakan tajar maka seminggu sebelum pemupukan, cabang-cabang tajar harus dipangkas.
h. Aplikasi starter agen hayati (T. harizanum).
i. Alat pertanian bekas dipakai pada tanaman sakit tidak langsung dipakai pada tanaman sehat, tetapi dibersihkan/dicuci terlebih dahulu.
2.2. Jamur endofit
Jamur endofit merupakan salah satu cara alternatif pengendalian ramah lingkungan yang bersifat antagonistik. Menurut (Sudantha dan Abadi, 2007) Jamur endofit dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit karena menghasilkan alkaloid dan mikotoxin. Menurut Beberapa peneliti mengatakan bahwa cendawan endofit akar dilaporkan mempu menekan serangan penyakit. Lisnawati dkk., (2013) menggunakan Fusarium endofit untuk menekan nematoda dan memperbaiki pertumbuhan tanaman pisang, sedangkan Trichoderma asperellum endofit efektif menegendalikan Phytophthora pada buah kakao
(Hakkar dkk., (2014).
2.3. Trichoderma
Cendawan Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme tanah bersifat saprofit yang secara alami menyerang cendawan patogen dan bersifat menguntungkan bagi tanaman. Kemampuan dari Trichoderma sp. yaitu mampu memarasit cendawan patogen tanaman dan bersifat antagonis, karena memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuahan cendawan lain (Gusnawaty dkk., 2014). Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa Trichoderma
10
sp. dapat menegendaliakan patogen pada tanaman diantaranya Rhizoctonia oryzae tanaman padi (Semangun, 2000), Phytophthora capsici penyebab busuk
pangkal batang pada tanaman lada (Nisa, 2010), dan dapat menekan kehilangan hasil pada tanaman tomat akibat Fusarium oxysporum (Taufik, 2008).
11
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai Pebruari sampai April 2017 di kebun percobaan Sukamulya Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dan Laboratorium Penyakit di Balittro Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan seperti cawan petri, gelas kimia, pipet hisap, water bath, mixer, mikroskop, cangkul, cutter, gunting pangkas, alat tulis menulis, dan kamera.
Benih lada yang digunakan yaitu varietas natar 1, media diambil dari tanah tanaman yang sudah terserang penyakit busuk pangkal batang dan pupuk kandang, sedangkan benih lada di ambil dari kebun induk yang ada di Kebun Percobaan Sukamulya. Adapun isolat jamur endofit (E-15) dan Trichoderma spp. diperoleh dari Balittro Bogor. Bahan lain yang digunakan seperti polibag, bambu, plastik sungkup, bahan yang di peroleh dari laboratorium Balittro Bogor yaitu air steril, tepung maizena, sukrosa, dan alginate.
3.3 Metode
3.3.1 Penyiapan inokulum (jamur endofit dan Trichoderma spp.)
Inokulum Trichoderma 10 ml + 10 ml air steril di masukkan kedalam tabung reaksi kemudian di aduk dengan menggunakan mixer, selanjutnya masukkan kedalam adonan tepung mizena 20 g + 22 ml alginate + 1% sukrosa kemudian diaduk secara merata dalam gelas kimia. Setelah diaduk dipanaskan ke dalam water bath dengan suhu 50-55˚ C selama 8 menit. Selanjutnya diteteskan kedalam cawan petrit yang berisi larutan CaCl2 (tidak boleh lebih dari 5 menit) kemudian ditiriskan. Untuk jamur endofit (E-15) diperoleh dari isolat yang ada di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
12
Tanah yang di ambil dari lahan tanaman yang terserang penyakit BPB di tempatkan pada wadah (talenan). Daun lada yang diambil dari kebun digunting menjadi 2 bagian kemudian di tancapakan pada wadah yang berisi tanah dan disiram sampai titik jenuh. Setelah satu minggu kemudian, pada bebe rapa daun muncul gejala penyakit busuk pangkal batang yang ditandai dengan warna coklat kehitaman, daun yang menunjukkan gejala tersebut digunting dan disimpan kedalam cawan petri dan di tambahkan air untuk memacu terbentuknya sporangium dari daun yang terinfeksi. Setelah di simpan selama satu minggu daun yang menunjukkan gejala tersebut dilihat dengan menggunakan mikroskop, hasil menunjukkan pada daun terlihat sporangium P. capsici.
3.3.3 Cara Aplikasi Jamur endofit dan Trichoderma spp.
Media disiapkan (tanah : pupuk kandang = 2:1 ) kemudian diaduk rata dan dimasukkan dalam polibag dengan ukuran 15 cm x 15 cm. Polibag yang sudah terisi disusun kedalam kerangka sungkup yang terbuat dari bambu. Media diberi air kemudian didiamkan selama satu minggu. Media tanam dibuat lubang sedalam 3 cm, jamur endofit dimasukkan. Setek lada 1 buku berdaun tunggal disiapkan dan ditanam. Untuk perlakuan Trichoderma ditaburkan diatasnya. Perlakuan yang diujikan yaitu, jamur endofit (A) jamur endofit + Trichoderma spp. (B) Trichoderma spp.(C) dan kontrol (D). Setiap perlakuan diulang 4 kali, dalam jumlah populasi 21 tanaman. Setiap perlakuan jamur endofit dan Trichoderma spp. menggunakan 4 butir formula (perbutir 0,06 g).
Media yang sudah ditanami dan diberi perlakuan, disungkup dengan menggunakan plastik dan dilakukan pemeliharaan. Setiap pagi uap air yang menempel pada permukaan plastik di tepuk-tepuk agar air jatuh kedalam media tanam sebagi sumber air sehingga tidak perlu dilakukan penyiraman. Setelah berumur 1 bulan sungkup mulai dibuka dan dilakukan pengamatan pertama. Untuk
13
pengamatan selajutnya dilakukan dua minggu setelah pengamatan pertama. Pengamatan dilakukan selama tiga kali.
3.3.4 Parameter pengamatan
Parameter pengamatan yang di amati adalah tanaman yang mati, tanaman yang bertunas, dan tanaman yang masih berdaun.