• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nordic Walking Recreational Exercise Community:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nordic Walking Recreational Exercise Community:"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Nordic Walking Recreational Exercise

Community:

Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita

Parkinson melalui Komunitas Berbasis Recreational

Exercise dengan Memperhatikan Faktor

Neuroprotection dan Psikologi

(2)

Nordic Walking Recreational Exercise Community:

Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita

Parkinson melalui Komunitas Berbasis Recreational

Exercise dengan Memperhatikan Faktor

Neuroprotection dan Psikologi

Luthfi Arifudin Putra

D3 Fisioterapi Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia luthfi.fisio18@gmail.com Naufal Adila D4 Fisioterapi Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia naufaladilacf@gmail.com Jauharol Faiqoh D4 Fisioterapi Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia faiqohjauharol@gmail.com I. PENDAHULUAN

Parkinson’s Disease (PD) adalah penyakit

neurodegenerative kedua setelah penyakit Alzheimer yang

paling banyak terjadi. Pada tahun 2005, 4 juta orang terkena PD dan diperkirakan antara 8,7 sampai 9,3 juta orang akan menderita PD pada tahun 2030 [1]. Penyakit ini diperkirakan diderita oleh sekitar 1,5% dari populasi dunia yang berusia lebih dari 65 tahun [2]. Prevalensi PD meningkat seiring dengan bertambahnya usia, baik pada pria maupun wanita [3]. Di Indonesia, belum terdapat data resmi yang memublikasikan jumlah pasien Parkinson secara keseluruhan, namun demikian, PD diperkirakan menyerang 1 per 272 orang populasi di Indonesia [4].

Tingginya prevalensi Parkinson memberikan tantangan bagi penyedia layanan kesehatan untuk memberikan intervensi yang tepat sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup penderitanya. Hilangnya kualitas hidup penderita Parkinson akan meningkat sebanding dengan peningkatan progresivitas penyakitnya [5]. Pada penelitian menyebutkan bahwa indikator peningkatan kualitas hidup pada pasien Parkinson harus ditinjau dari aspek motorik maupun non-motorik serta efek samping pengobatannya [6].

Indikator motorik pada kualitas hidup penderita Parkinson mempunyai beberapa parameter yaitu, 1) progresivitas penyakit atau perkembangan penyakit 2) komplikasi motorik akibat pengobatan 3) ketidakstabilan postural 4) gangguan gaya berjalan. Sedangkan pada indikator non-motorik, depresi telah menjadi penentu kualitas hidup yang utama, tetapi gejala lain seperti kecemasan, gangguan kognitif, kelelahan, gangguan tidur, nyeri, dan dysautonomia juga merupakan penyebab utama [6].

Oleh karena itu, dengan memperhatikan kedua indikator kualitas hidup penderita Parkinson kemudian dihubungkan dengan adanya faktor neurologi berupa neuroprotection dan faktor psikologi berupa kesehatan mental penderitanya maka penulis mempunyai inisiatif untuk memberikan suatu intervensi fisioterapi yang memberikan output peningkatan kualitas hidup secara utuh bagi penderita Parkinson melalui program nordic walking recreational exercise community. Suatu program fisioterapi bagi penderita Parkinson yang diberikan melalui komunitas sebagai media melakukan

exercise yang bersifat recreational dengan berjalan

menggunakan tongkat yang dirancang khusus mirip dengan tongkat ski.

II. ISI

PD merupakan penyakit neurodegenerative yang bersifat progresif [5]. Secara idiopathic PD merupakan proyeksi nigrostriatal dopaminergik yang mengalami degenerasi [7]. Kerusakan ganglia basalis sebagai ciri khas PD dapat menghasilkan berbagai gangguan pergerakan sesuai dengan area yang terganggu [19].

Ciri khas ganglia basal adalah proyeksi dopamin nigrostriatal dan persarafan dopamin yang intens di striatum. Neuron GABA-ergik Medium Spiny Neurons (MSNs), yang terdiri dari 90% neuron striatal, adalah neuron proyeksi dari striatum. Satu kelompok MSN sangat mengekspresikan reseptor dopamin D1 (D1R) dan kelompok MSN lainnya sangat mengekspresikan D2R. Tingkat ekspresi D1R dan D2R di striatum tertinggi adalah pada otak hewan pengerat dan primata termasuk manusia, yang berperan menyediakan substrat anatomis dan molekuler untuk persinyalan dopamin yang intens di striatum serta untuk efek perilaku dopamin yang mendalam termasuk stimulasi motorik [8].

Pada penyakit Parkinson, aktivitas GABA-ergik neuron di striatum lebih kuat dan dengan demikian terdapat kelebihan aktivitas di lengkung atau jaras ganglia basalis tidak langsung. Pada saat bersamaan, nukleus subthalamus juga menunjukkan peningkatan aktivitas dan dengan demikian menghambat neuron glutaminergik thalamus secara berlebihan. Efek keseluruhan adalah inhibisi murni pada output atau keluaran dari sistem ganglia basalis dan dengan demikian terjadi penurunan aktivasi area motorik kortikal. Parkinson ditandai dengan ciri khas adanya badan inklusi instrasito plasmik yang disebut badan lewy. Komponen utama badan lewy adalah α-sinuklein. Mutasi pada α-sinuklein yang menunjukkan peran patologis langsung pada degenerative neuron dopaminergik [7]. Striatum dan jalur D1-MSN dan D2-MSN yang terpisah bersama dengan proses sistem pengatur dopamin yang intens dan mengintegrasikan informasi sensoris, motorik, kognitif, dan motivasi, dan kemudian menghasilkan sinyal keluaran untuk umpan balik ke area kortikal, subkortikal, dan batang otak. Dengan demikian, striatum dapat memengaruhi perilaku motorik dan non-motorik, sehingga hilangnya regulasi dopamin dapat menyebabkan mekanisme

(3)

kontrol motorik dan kognitif striatum menjadi tidak berfungsi [8].

Gangguan motorik pada penderita Parkinson yaitu, 1) bradykinesia 2) kelambatan dan pengurangan gerakan adalah gangguan yang paling khas terjadi sekitar 77% sampai 98%, 3) tremor istirahat terjadi sekitar 70% tetapi dapat dialami hingga 100% orang pada setiap tahap penyakit 4) rigiditas ditemukan di 89% hingga 99%. Hal ini ditandai dengan peningkatan resistensi yang ada di seluruh rentang gerakan pasif ekstremitas. Hal ini terkait dengan rasa sakit, seperti nyeri bahu, yang biasa muncul. Selain itu, rigiditas pada leher dan trunk dapat terjadi sehingga mengakibatkan postur aksial yang abnormal seperti antekolis dan skoliosis. 5) deformitas postural yang mengakibatkan leher dan postur tubuh serta fleksi siku dan fleksi lutut sering dikaitkan dengan rigiditas, tetapi umumnya terjadi pada tahap lanjut penyakit 6) reaksi keseimbangan yang terganggu akibat hilangnya refleks postural umumnya merupakan manifestasi dari tahap akhir [5].

Sedangkan gangguan non-motorik pada penderita Parkinson terjadi hingga 70% dan kemungkinan muncul pada tahap awal penyakit. Namun penderita Parkinson seringkali tidak menyadari bahwa gangguan-gangguan ini dikarenakan PD. Contoh gangguan non-motorik awal yaitu, 1) disfungsi penciuman 2) gangguan perilaku tidur REM 3) sembelit 4) depresi 5) gangguan mental 6) fungsi eksekutif 7) memori yang terganggu 8) waktu reaksi yang lama. Disfungsi eksekutif dicirikan oleh gangguan pada 1) mengubah perhatian dari satu stimulus ke stimulus lain 2) perencanaan: mengidentifikasi dan mengatur langkah-langkah untuk mencapai tujuan 3) konsentrasi 4) mempertahankan dan menggunakan informasi 5) kinerja tugas ganda 6) pengambilan keputusan: mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari berbagai pilihan 7) interaksi sosial: memahami niat, keinginan dan humor orang lain [5].

Hilangnya kualitas hidup penderita Parkinson akan meningkat sebanding dengan peningkatan progresivitas penyakitnya [5]. Penelitian yang sudah dilakukan menjelaskan bahwa selain kontribusi gejala motorik serta efek samping pengobatan terhadap komplikasi motorik nya dalam menentukan kualitas hidup pada penderita Parkinson, bagi sebagian besar penderita, beban utama penyakit ini juga berasal dari efek gejala non-motorik [6]. Oleh karena itu, penilaian terhadap perkembangan PD merupakan hal penting untuk mengukur kualitas hidup penderitanya baik indikator motorik maupun non-motorik. Skala Hoehn dan Yahr (HY) adalah skala yang sering digunakan dalam praktik klinis untuk mengklasifikasikan berdasarkan perkembangan PD. Penderita Parkinson dianggap sebagai 1) fase awal atau tidak rumit yaitu pada HY pertama hingga kedua 2) fase rumit yaitu pada HY ketiga sampai keempat 3) fase akhir yaitu HY kelima. Skala HY ketiga ditandai dengan timbulnya gangguan aksial dan dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup yang nyata. Pada fase akhir diperkirakan hanya terjadi 4% dari penderita Parkinson [5]. Selain menggunakan Skala HY, praktisi kesehatan menggunakan Unified Parkinson’s Disease Rating Scale (UPDRS) atau MDS-UPDRS terbaru. MDS-UPDRS terdiri dari empat sub-skala: Bagian I, pengalaman non-motorik dalam kehidupan sehari-hari; Bagian II, pengalaman motorik dalam kehidupan sehari-hari; Bagian III, pemeriksaan motorik; dan Bagian IV, komplikasi motorik. Item diberi skor pada skala lima poin, mulai dari nol

(normal) hingga empat (parah), dan skor total diperoleh untuk setiap bagian [6]. Pada penderita Parkinson yang dirawat, perkembangan tahunan rata-rata pada gejala motorik kira-kira 2,2 poin pada pemeriksaan motorik UPDRS. Di samping itu, skala penilaian lain untuk non-motorik adalah Non-Motor Symptoms Scale (NMSS) yaitu kardiovaskular, tidur atau kelelahan, suasana hati, persepsi, perhatian atau memori, fungsi gastrointestinal, kemih dan seksual [6].

Hal tersebut memberikan informasi penting bagi penyedia layanan kesehatan agar dalam memberikan manajemen pelayanan kesehatan bagi penderita Parkinson semua aspek dari indikator kualitas hidupnya harus diperhatikan. Beberapa manajemen kesehatan yang dapat diberikan pada penderita Parkinson yaitu, 1) farmakologi, beberapa medikamentosa bagi penderita Parkinson adalah levodopa, MAO-B inhibitor, antikolinergik, amantadine, agonis dopamin, Catechol O Methyltransferase (COMT). Namun, saat ini tidak ada terapi farmakologis yang dapat memodifikasi atau memperlambat penyakit serta melindungi neuron dopamin nya. Terapi farmakologis saat ini hanya mampu meredakan gejala motorik dan tidak dapat mengubah atau memperlambat perkembangan penyakitnya [8] 2) Tindakan bedah, pembedahan ini digunakan untuk pasien yang mengalami penyakit berat karena risiko kerusakan otak yang lain cukup tinggi 3) Rehabilitasi, pada bagian ini yang paling sering terlibat adalah fisioterapis, terapis wicara dan bahasa, terapis okupasi, ahli diet, dan psikolog (saraf) [5].

Peran fisioterapi sebagai tim rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup penderita Parkinson mencakup lima area inti yaitu meliputi kapasitas fisik, transfer, aktivitas manual, keseimbangan dan gaya berjalan. Selain area inti, fungsi pernapasan dan manajemen nyeri juga telah diidentifikasi sebagai bagian penting untuk intervensi fisioterapi [5]. Exercise memiliki peran penting yang diberikan fisioterapi bagi penderita Parkinson untuk mencakup area inti tersebut. Exercise mampu memperlambat progresivitas PD dengan memberikan dampak positif pada faktor neurologis yakni adanya

neuroprotective yang mampu dihasilkan atau dikenal

dengan exercise-induced neuroprotection [5]. Studi histokimia kuantitatif telah melaporkan bahwa ekspresi gen BDNF, GDNF dan protein berkurang di substansia nigra pada otak penderita Parkinson. [8]. Sebuah penelitian pada hewan secara konsisten mendokumentasikan dengan melakukan long-term exercise maka terjadi peningkatan konsentrasi faktor neurotropik otak yakni brain-derived

neurotrophic factor (BDNF) dan glial-derived neurotrophic factor (GDNF) yang berperan sebagai neuroprotective untuk

penyakit neurodegenerative seperti Parkinson [9].

Saat ini ditetapkan bahwa neurotropic factor (NTF) adalah protein yang disekresikan dan sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan, pematangan, pemeliharaan, plastisitas, dan perbaikan serta pertumbuhan kembali neuron sistem saraf perifer dan pusat. Saat ini, lebih dari 20 NTF telah diidentifikasi, dan NTF ini dibagi menjadi empat kelompok menurut struktur molekul dan mekanisme persinyalan : kelompok neurotropik termasuk nerve growth

factor (NGF) dan BDNF yang dipelajari secara ekstensif,

keluarga ligan GDNF, kelompok NTF yang baru ditemukan termasuk cerebral dopamin neurotrophic factor (CDNF)

(4)

dan mesencephalic astrocyte derived neurotrophic factor (MANF), dan keluarga neurokin [8].

Selain mampu menghasilkan neuroprotection terhadap neurodegenerative, exercise juga menjadi solusi yang tepat ketika terapi farmakologi dapat mengakibatkan komplikasi motorik pada penderitanya. Levodopa dikenal sebagai terapi pengobatan gold standard untuk mengobati PD sebagai

precursor dopamin yang bisa menembus sawar darah otak.

Namun pada penggunaan jangka panjang akan terjadi ketergantungan dopamin dari levodopa yang disebut

wearing-off symptom. Kondisi ini menyebabkan pasien

mengkonsumsi levodopa dengan dosis yang lebih besar. Pemakaian levodopa dengan dosis yang lebih besar dapat menyebabkan perubahan permanen peningkatan sensitivitas reseptor dopamin sehingga bisa memicu diskinesia dan hiperkinesia [10]. Diskinesia terjadi pada 80% pasien Parkinson ketika menggunakan levodopa selama lebih dari 10 tahun [18].

Melihat peranan fisioterapi yang difokuskan pada perbaikan fungsi motorik pasien, menjadikan penulis berusaha memperluas wawasan pembaca khususnya fisioterapis, berdasarkan teori bahwa kualitas hidup penderita Parkinson tidak hanya pada aspek motorik, tetapi indikator non-motorik seperti kesehatan mental penderitanya juga harus menjadi perhatian penting agar mampu memberikan hasil intervensi yang optimal. Oleh karena itu, dalam memberikan intervensi exercise maka dapat dimodifikasi dengan adanya pendekatan psikologis. Hal ini dapat diwujudkan dengan exercise melalui media komunitas untuk meningkatkan aktivitas sosialnya. Menurut penelitian [11] menunjukkan bahwa orang yang berinteraksi dengan orang lain memiliki dampak meminimalkan stress. Selain itu dalam penelitian [12] partisipasi exercise dalam bentuk tim atau kelompok dapat mendukung perilaku pro-sosial dan menciptakan identitas pro-sosial serta rasa memiliki di antara anggota kelompok. Namun, selain bermanfaat terhadap kesehatan mental, exercise dalam bentuk komunitas juga mampu menghasilkan neuroprotection. Hasil penelitian menunjukkan individu dengan usia dan jenis kelamin sama yang mengalami isolasi sosial cenderung mempunyai BDNF serum yang lebih rendah; sementara itu, adanya dukungan emosional besar dan sepanjang waktu memberikan dampak peningkatan BNDF yang lebih tinggi [13]. Kemudian, modifikasi lain saat memberikan exercise untuk mendukung kesehatan mental penderita Parkinson dapat diberikan melalui exercise yang bersifat recreational.

Istilah “rekreasi fisik” mengacu pada kegiatan olah raga dan isi gerak, seperti: permainan olahraga, menari, hiking,

walking, yang diikuti dengan sukarela di waktu luang nya.

Tujuan rekreasi yaitu, 1) pencegahan penyakit metabolik (obesitas, diabetes, aterosklerosis, penyakit jantung dan pembuluh darah, sistem muskuloskeletal, kecemasan, kurangnya daya tahan tubuh) 2) peningkatan, pemeliharaan kebugaran serta efisiensi fisik, dan secara tidak langsung mempengaruhi stabilitas psikologis 3) pencapaian kesenangan dan kepuasan dengan aktivitas fisik [14].

Berdasarkan hal tersebut, maka jenis exercise berupa

nordic walking menjadi rekomendasi yang tepat karena

pertimbangan efek yang diberikan terhadap perbaikan indikator motorik maupun indikator non-motorik termasuk kesehatan mental penderita Parkinson. Nordic walking awalnya dikenal dengan nama ski walking yang merupakan aktivitas fisik bersifat recreational yang terdiri dari berjalan

dengan tongkat yang mirip dengan tongkat ski [17]. Selain sebagai recreational exercise, nordic walking juga dapat dilakukan secara komunitas. Saat ini, di Indonesia terdapat Komunitas Jalan Nordic Indonesia (KJNI) yang sudah mengadakan kegiatan olahraga di kawasan Candi Borobudur, Yogyakarta. Komunitas ini diperuntukkan bagi individu sehat dengan usia lanjut [20]. Nordic Walking juga telah menjadi budaya olahraga di banyak negara Eropa dan Amerika Utara. Olahraga ini sebagian besar dilakukan oleh orang-orang berusia di atas 30 tahun yang memilih aktivitas sedang dan yang terpenting sistematis [14].

Di samping hal tersebut, perlu diketahui bahwa nordic

walking exercise tidak hanya diperuntukkan bagi individu

sehat. Nordic walking exercise ini tidak hanya direkomendasikan oleh instruktur yang mempromosikan gaya hidup aktif, tetapi juga oleh fisioterapis dan dokter yang merawat rehabilitasi pasien dan pemulihan mereka setelah penyakit serta perawatan atau operasi [14]. Salah satunya bagi penderita Parkinson. Penggunaan nordic

walking sebagai suatu exercise bagi penderita Parkinson

telah banyak dilakukan penelitian dengan hasil yang positif terhadap motorik maupun non-motorik pada penderita Parkinson serta sesuai dengan output yang diharapkan dari peran fisioterapis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nordic walking

exercise dengan intensitas sedang hingga tinggi pada

penderita Parkinson selama minimal 12 sesi 60 menit dari 6 hingga 24 minggu menghasilkan efek positif pada perkembangan penyakit, gaya berjalan, keseimbangan, kualitas hidup, kemampuan fungsional dan fungsi motorik pada penderita Parkinson [15]. Selain itu, pada area fungsi pernafasan nordic walking juga mempunyai efek positif. Sejumlah penelitian observasi telah menunjukkan bahwa manfaat jangka pendek dari nordic walking dibandingkan dengan jalan cepat tanpa tongkat termasuk peningkatan VO2 11% –23%; denyut jantung puncak 4% - 18%; rasio pertukaran pernafasan 5%; konsentrasi laktat 12%; dan pengeluaran kalori sebesar 18% - 22%. Nordic walking menghasilkan hingga 6,3–7,7 MET pada langkah cepat sedangkan berjalan kaki mencapai 3,3–5,0 MET [16]. Berkenaan dengan skor depresi serta kualitas hidup, nordic

walking menunjukkan kecenderungan menuju perbaikan

[21].

Efek yang diberikan oleh nordic walking exercise tidak terlepas dari mekanisme pergerakannya. Perbaikan ini kemungkinan besar disebabkan oleh keterlibatan yang signifikan dari otot-otot tungkai atas, bahu dan trunk serta otot postural, penstabil tulang belakang dan otot perut selama melakukan nordic walking exercise [15]. Saat berjalan dengan tongkat dengan teknik yang tepat, sekitar 90% otot tubuh manusia aktif bekerja. Penggunaan tongkat meringankan tubuh bagian bawah, seringkali pada tubuh yang kelebihan beban (lutut, pinggul dan tulang belakang lumbar) dan mengaktifkan tubuh bagian atas (tulang belakang leher dan bahu) [14].

Sebelum penderita Parkinson melakukan nordic walking, fisioterapis harus mengajarkan bagaimana persiapan dalam berolahraga nordic walking yang benar dan aman. Pertama-tama pasien diperkenalkan dengan peralatan, pemanasan dan pendinginan, pengaturan hand grip dan ketinggian tongkat, serta teknik dasar penggunaan [14] [17].

(5)

Adapun tata pelaksanaan Nordic walking secara singkat sebagai berikut 1) pemanasan dan pendinginan pasien diajarkan serangkaian latihan peregangan dan pemanasan khusus dengan menggunakan tongkat nordic [14] 2) berikutnya dalam pengaturan hand grip memosisikan tangan di tali pengikat yang dipasang dengan tepat sehingga “beban" secara merata ke tangan maupun pergelangan tangan dan memberikan dukungan pada titik-titik tekanan. Pastikan tali tidak terlalu kencang karena dapat menurunkan rentang gerak dan sirkulasi 3) ketika berjalan pada medan standar dan datar dengan kecepatan berjalan yang stabil, tongkat harus disesuaikan dengan panjang yang memosisikan lengan bawah pada kemiringan ke atas. 4) teknik dasar pelaksanaan dimulai dengan latihan bagaimana menahan tongkat agar selalu stabil miring dan menancap di belakang, belajar mengayunkan tongkat dengan sambil berjalan, dan ketika tongkat tertancap di tanah berikan dorongan agar badan terdorong ke depan serta secara rileks tangan akan mengatur tongkat untuk berayun ke depan dengan sempurna. Lakukan sampai penderita terbiasa melakukan ritme gerakan yang tepat untuk nordic walking.

III. PENUTUP

Berdasarkan paparan di atas didapatkan informasi bahwa dalam menangani penderita Parkinson, layanan kesehatan tidak boleh hanya memperbaiki masalah motorik saja namun juga memperbaiki aspek non-motorik. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan peningkatan kualitas hidup penderita Parkinson, dibutuhkan layanan rehabilitasi yang berorientasi pada faktor neurologi berupa neuroprotection, faktor psikologi berupa kegiatan recreational, dan komunitas sebagai media yang mempengaruhi kedua faktor tersebut.

Neuroprotection atau NTF berperan dalam pertumbuhan,

perkembangan, pematangan, pemeliharaan, plastisitas, dan perbaikan serta pertumbuhan kembali neuron di sistem saraf perifer dan pusat. Exercise melalui media komunitas bermanfaat mendukung perilaku pro-sosial dan menciptakan identitas sosial serta rasa percaya diri yang akan meminimalkan stress. Selain dalam aspek kesehatan mental, berkegiatan sosial juga bermanfaat meningkatkan BDNF sebagai NTF dalam menciptakan neuroprotection pada otak.

Recreational bermanfaat terhadap kesehatan mental maupun

memelihara kebugaran fisik. Oleh karena itu, ketiga unsur yaitu neuroprotection, komunitas, recreational sangat penting untuk mewujudkan kualitas hidup penderita Parkinson yang seutuhnya.

Berdasarkan hal tersebut, solusi yang bisa diterapkan pada penderita Parkinson adalah nordic walking recreational exercise community. Program ini bermanfaat

dalam merehabilitasi motorik (perkembangan penyakit, gaya berjalan, keseimbangan, kemampuan fungsional dan fungsi motorik) dan non-motorik (fungsi kardiorespirasi, kesehatan mental) sebagai indikator peningkatan kualitas hidup melalui faktor neuroprotection dan psikologi berdasarkan hasil penelitian yang telah dibuktikan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] F. C. da Silva, R. da R. Iop, B. A. V. Arancibia, E. G. Ferreira, S. S. S. Hernandez, and R. da Silva, “Effects of Nordic walking on Parkinson’s disease: a systematic review of randomized clinical

trials,” Fisioter. e Pesqui., vol. 23, no. 4, pp. 439–447, 2016, doi: 10.1590/1809-2950/15861023042016.

[2] J. Blesa and S. Przedborski, “Parkinson’s disease: Animal models and dopaminergic cell vulnerability,” Front. Neuroanat., vol. 8, no. DEC, pp. 1–12, 2014, doi: 10.3389/fnana.2014.00155.

[3] T. Pringsheim, N. Jette, A. Frolkis, and T. D. L. Steeves, “The prevalence of Parkinson’s disease: A systematic review and meta-analysis,” Mov. Disord., vol. 29, no. 13, pp. 1583–1590, 2014, doi: 10.1002/mds.25945.

[4] [E. Noviani, U. Gunarto, and J. Setyono, “Hubungan Antara Merokok Dengan Penyakit Parkinson,” Mandala Heal., vol. 4, no. 2, pp. 81–86, 2010.

[5] S. Keus et al., “European Physiotherapy Guideline for Parkinson’s disease,” J. Parkinsons. Dis., pp. 1–191, 2014.

[6] J. C. P. Limongi, “Quality of life in parkinson’s disease,” Arq.

Neuropsiquiatr., vol. 75, no. 8, pp. 493–494, 2017, doi:

10.1590/0004-282x20170114.

[7] M. Bähr, M. (Michael) Frotscher, and P. Duus, Duus’ topical diagnosis in neurology : anatomy, physiology, signs, symptoms. 2012. [8] L. Hou, W. Chen, X. Liu, D. Qiao, and F. Zhou, “Exercise-Induced Neuroprotection of the Nigrostriatal Dopamine System in Parkinson ’ s Disease,” vol. 9, no. November, 2017, doi: 10.3389/fnagi.2017.00358.

[9] J. E. Ahlskog, “Aerobic Exercise: Evidence for a Direct Brain Effect to Slow Parkinson Disease Progression,” Mayo Clin. Proc., vol. 93, no. 3, pp. 360–372, 2018, doi: 10.1016/j.mayocp.2017.12.015. [10] A. J. Espay et al., “Levodopa-induced dyskinesia in Parkinson

disease: Current and evolving concepts,” Ann. Neurol., vol. 84, no. 6, pp. 797–811, 2018, doi: 10.1002/ana.25364.

[11] E. Ono et al., “Relationship between social interaction and mental health,” 2011 IEEE/SICE Int. Symp. Syst. Integr. SII 2011, no. December 2011, pp. 246–249, 2011, doi: 10.1109/SII.2011.6147454. [12] G. Di Bartolomeo and S. Papa, “The Effects of Physical Activity on

Social Interactions: The Case of Trust and Trustworthiness,” J. Sports

Econom., vol. 20, no. 1, pp. 50–71, 2019, doi:

10.1177/1527002517717299.

[13] J. Salinas et al., “Associations between social relationship measures, serum brain-derived neurotrophic factor, and risk of stroke and dementia,” Alzheimer’s Dement. Transl. Res. Clin. Interv., vol. 3, no. 2, pp. 229–237, 2017, doi: 10.1016/j.trci.2017.03.001.

[14] M. Kunysz-Rozborska and A. Rejman, “Nordic Walking as a Form of Recreation,” Cent. Eur. J. Sport Sci. Med., vol. 26, no. 2, pp. 77–82, 2019, doi: 10.18276/cej.2019.2-08.

[15] F. Cascaes et al., “Effects of Nordic walking on Parkinson ’ s disease : a systematic review of randomized clinical trials,” pp. 439– 447, 2016, doi: 10.1590/1809-2950/15861023042016.

[16] M. Tschentscher, D. Niederseer, and J. Niebauer, “Health benefits of nordic walking: A systematic review,” Am. J. Prev. Med., vol. 44, no. 1, pp. 76–84, 2013, doi: 10.1016/j.amepre.2012.09.043.

[17] Recreation and Parks Association of The Yukon, “Yukon Nordic Walking Leader Guide”, Yukon Government’s Sport and Recreation Branch and Department of Health and Social Services, and the Public Health Agency of Canada. 2013

[18] Aminoff MJ. Pharmacologic management of parkinsonism and other movement disorders. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, eds. Basic and Clinical Pharmacology. 12th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw Hill. 2012

[19] Lescher PJ. Pathology for the Physical Therapist Assistant. Philadelphia: The F.A. Davis Company. 2011

[20] Setyawan P, “Nordic Ubah Mindset bahwa Tongkat bukan untuk Orang Sakit tapi Untuk Olahraga” Sindonews.com, 23 November 2019, [Online]. Tersedia:

https://daerah.sindonews.com/artikel/jateng/11533/nordik-ubah-mindset-bahwa-tongkat-bukan-untuk-orang-sakit-tapi-untuk-olahraga

[Diakses 2 Mei 2021].

[21] Suija K, Pechter U, Kalda R, Tahepold H, Maaroos J, Maaroos HI. Physical activity ofdepressed patients and their motivation to exercise: Nordic walking in family practice. Int J Rehabil Res 2009;32(2):132– 8

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Kanrung

Proses perubahan bentuk energi dan perpindahan energi pada mesin pembakaran dalam empat langkah di atas bisa dijelaskan seperti ini : Ketika terjadi proses pembakaran,

Dalam penelitian ini, evaluasi dilakukan terhadap kesesuaian antara kecepatan kendaraan saat melaju di ramp dengan kecepatan rencana berdasarkan data geometri,

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan

Implikasi dari fungsi memori pekerja dalam mendesain metode pembelajaran antara lain: (1) perlu memahami tingkat kekompleksan materi yang akan dipelajari atau banyaknya informasi

•   Kurs sekarang ( current spot)  yaitu kurs dimana satu unit mata uang dapat dipertukarkan dengan mata uang lain pada tanggal neraca atau tanggal transaksi.. •   Kurs Historis

Analisis komponen utama (AKU) terhadap rataan spektrum inframerah yang dihasilkan dari kombinasi segitiga kisi 6 ekstrak SDSBL menghasilkan jumlah proporsi kumulatif KU 1 dan KU

Candida albicans dianggap sebagai spesies yang paling patogen dan menjadi penyebab terbanyak kandidiasis, tetapi spesies lain ada juga yang dapat menyebabkan penyakit