TEKNIK KULTUR ROTIFER (Branchionus plicatilis)
DI PT. ESAPUTLI PRAKARSA UTAMA (BENUR KITA)
KABUPATEN BARRU, PROVINSI SULAWESI SELATAN
TUGAS AKHIR
YULIANUS
1422010279
JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENEKEPULAUAN PANGKEP
KATA PENGANTAR
Segalah puji syukur bagi Tuhan sang pencipta alam semesta, Dialah
satu-satu-Nya yang memeiliki kebesaran dan keagungan. Karena Dialah saya dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan baik.
Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi pada program Budidaya Perikanan, yang dibuat berdasarkan hasil PKPM yang
dilaksanakan di, PT. Esaputli Prakarsa Utama (Benur Kita).
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini, yaitu :
1. Bapak Dr.Ir. Yani Narayana, M.Si. selaku pembimbing I yang telah
memberikan masukan dalam penulisan laporan tugas akhir mahasiswa.
2. Bapak Ir. Nawawi, M.Si selaku pembimbing II yang banyak memberikan
bimbingan, arahan dan petunjuk dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
3. Bapak Ibu tercinta yang telah membesarkan dan mendidik saya, memberikan
dukungan moril maupun material serta memberikan dukungan perhatian dan
kasih sayang.
4. PT. Esaputlii Prakarsa Utama (Benur Kita) yang telah memberikan tempat
dan kesempatan untuk melaksanakan PKPM.
5. Kepada Ketua Jurusan Budidaya Perikanan Bapak Ir. Rimal Hamal, M.P.
6. Kepada Bapak Dr. Ir.Darmawan, M.P selaku Direktur Politeknik Pertanian
7. Bapak dan Ibu dosen program studi budidaya perikanan yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis.
8. Para teknisi program, laporan pada studi budidaya perikanan yang telah
berbagi pengalaman dan ilmunya.
9. Teman-teman juga adik-adik mahasiswa lainnya yang selalu memberikan
dukungan dan masukan.
Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini tidak akan selesai tanpa
adanya saran dan dorongan yang telah diberikan oleh semua pihak kepeda penulis.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Pangkep,...2017
RINGKASAN
YULIANUS, 1422010279 Teknik kultur Rotifer (Branchionus plicatilis) di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten Barru. Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh. Yani Narayana dan Nawawi
Jenis pakan alami yang baik dan memiliki nilai gizi yang tinggi dapat menunjang kehiduopan larva bandeng antara lain jenis Chlorella sp dan Rotifer (Banchionus plicatilis). Jenis pakan alami ini memiliki kemampuan berkembang baik dalam waktu relatife singkat sehingga ketersediaannya dapat terjamin sepanjang waktu.
Tujuan tugas akhir adalah memperkuat penguasaan teknik kultur Rotifer (Br anchionus plicatilis)) di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten Barru. Sulawesi. Manfaat tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan, kopetensi keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik kultur Rotifera (Branchionus plicatilis).
Metode pengumpulan data yaitu: observasi dan partisipasi aktif untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang dikumpulkan sesuai hasil praktik yang dikerjakan secara langsung pada saat kegiatan berlangsung. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti data yang diperoleh dari instansi terkait yang digunakan untuk membantu dalam menjawab tujuan tugas akhir yang tidak bisa dilakukan secara langsung di lapangan.
Berdasarkan hasil pemeliharaan rotifer selama 7 hari diperoleh jumlah populasi tertinggi yaitu pada hari ke5 (2,86x106 ekor /30 ton) selanjutnya menurun pada hari ke-6 (0,99 ekor/30 ton) dan pada hari ke-7 turun menjadi 0,440x106 ekor/30
ton). Kualitas air yang terpantau selama 7 hari diperoleh kisaran suhu 27,5-29 0,c kisaran pH antara 7,5-8 dan kisaran salinitas 30-35 ppt
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat ditentukan waktu panen yang tepat adalah hari ke-4 dan ke5. Kisaran kualitas air yang terpantau sebagaimana telah ditulis sebelumnya semuanya dalam kisaran optimal. Dengan demikian dapat disarankan waktu yang paling tepat untuk panen rotifer adalah hari ke -4- ke 5, agar kuantitas dan kualitas rotifer yang dipanen paling baik.
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
RINGKASAN ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAMFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ...
11.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Taksonomi dan Klasifikasi ... 3
2.2 Morfologi ... 3
2.3 Habitat Rotifer ... 5
2 4 Reproduksi Rotifer ... 5
2.5 Teknik Kultur Rotifer ... 7
2.5.1 Kultur Rotifer Skala Laboratorium ... 7
2.5.2 Kultur Rotifer Skala Semi Massal ... 8
2.5.3 Kultur Rotifer Skala Massal ... 10
2.7 Tahap Pengamatan, Pengukuran dan Pencatatan ... 12
2.8 Pemanenan Rotifer ... 14
III. METODOLOGI ... 16
3.1 Waktu dan Tempat ... 16
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 16
3.3 Metode Kerja ... 17
3.3.1 Alat dan Bahan ... 17
3.3.2 Prosedur Kerja ... 18
3.3.3 Pengukuran Kualitas Air ... 20
3. 4 Parameter yang di amati dan di analisa ... 21
3.4.1 Parameter yang di amati ... 21
3.4.2 Analisa data ... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1 Jumlah Populasi Rotifer ... 22
4.2 Kualitas Air ... 23
V. KESIMPULANDAN SARAN ... 25
5.1 Kesimpulan ... 25 5.2 Saran ... 25DAFTAR PUSTAKA ... 26
LAMPIRAN ... 28
RIWAYAT HIDUP ... 30
DAFTAR GAMBAR
1. Morfologi Rotifer ... 4
DAFTAR TABEL
1. Alat dan bahan ... 17
2. Jenis bahan yang digunakan ... 18
3. data kepadatan rata – rata Rotifer ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan Sumber daya hayati perairan saat ini merujuk kepada sistem
pengelolaan akuakultur berkelanjutan yang mencakup beberapa komoditi dengan
sistem perairan yang terdiri dari air tawar, air payau dan air laut.Pemanfaatan pada
budidaya air payau saat ini terus digalakkan dengan komoditi budidaya ikan
bandeng. Teknologi yang diterapkan juga berkembang pesat dari mulai tradisional
yang mengandalkan benih dari alam sampai dari hatchery–hatchery dengan pola
budidaya yang terencana. Potensi nener atau benih bandeng di Indonesia cukup
melimpah, terutama nener hasil pemijahan alami, (Kordi 2005).
Ketersediaan benih secara berkesinambungan merupakan masalah utama
yang dialami oleh para pembudidaya saat ini. Dengan melihat keadaan yang ada
pada ketersediaan nener dari alam tidak menjamin kebutuhan para penggelondong
maupun kebutuhan pembudidaya di tambak dan Keramba Jaring Apung,
walaupun kualitas nener yang bersumber dari alam masih lebih unggul bila
dibandingkan produksi nener di hatchery tetapi dari segi kuantitas harus tetap
merujuk ke hatchery.
Usaha para pengelola pembenihan bandeng untuk menghasilkan nener yang
memiliki kualitas sama dengan alam terus diupayakan dengan cara melakukan
pengelolaan kualitas air, pemberian pakan alami dan pakan buatan serta
pengendalian hama dan penyakit secara kontinyu dan frekuensi yang telah
menguntungkan dengan produksi nener yang memiliki kualitas baik dan kuantitas
yang tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut diatas diperlukan suatau bentuk keterampilan dan
etos kerja maksimal yang harus dilakukan untuk menghasilkan target produksi
yang sudah ditetapkan. Salah satu tahap kegiatan penting dalam pembelahan ikan
bandeng yaitu pengelolaan larva ikan bandeng. Untuk menghasilkan nener (benih)
ikan bandeng yang berkualitas dan berkuantitas perlu dilakukan manajemen
pemberian pakan alami dan pakan buatan yang tepat dosis, dan manajemen kualitas
air secara kontinyu dan frekuensi yang telah ditetapkan.
1.2 Tujuan dan manfaat
Tujuan tugas akhir adalah untuk memperkuat penguasaan teknik, Teknik
kultur rotifera (Branchionus plicatilis) di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten
Barru. Sulawesi Selatan.
Manfaat tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan, kopetensi
keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi dan Klasifikasi
Rotifer merupakan zooplankton dari famili Brachioninae. (Koste 1980) mengatakan, rotifer memiliki klasifikasi:
Phyllum : Rotifer
Kelas : Monogonata
Ordo : Ploima
Famili : Brachioninae
Genus : Brachionus
Spesie : Brachionus plicatilis
2.2 Morfologi
Rotifer memiliki susunan morfologi yang sederhana. Tubuhnya berwarna transparan, beberapa berwarna hijau, merah atau coklat yang disebabkan oleh
warna makanan yang ada disekitar saluran pencernaannya. Tubuhnya terdiri atas
tiga bagian yaitu kepala yang pendek, badan yang besar, dan kaki atau ekor. Pada
bagian kepala terdapat enam buah duri, diantaranya terdapat sepasang duri yang
panjang dibagaian tengah.
Pergerakannya dilakukan oleh sekumpulansilia yang membudar di sekitar
bagian kepala yang disebut corona. Kulit luar yang keras menutupi tubuhnya dise
but lorica memberikan rotifer bentuk tubuh yang jelas. Kadangkadang lorica me
pertahanan diri dari predator atau sebagai alat pengapung. Kaki yang memanjang
pada bagian posterior digunakan untuk melekat. Panjang tubuh rotifer antara
60-273 µm dengan lebar 92-170 µm (Suminto 2005).
Antara jenis jantan dan betina terdapat perbedaan bentuk yang menyolok.
Secara umum yang jantan mempunyai bentuk tubuh yang jauh lebih kecil daripada
yang betina dan muncul pada masa-masa tertentu saja, sedangkan yang betina
memiliki ukuran tubuh lebih besar hampir setiap saat selalu berkembang biak
secara partenogenesis (tanpa kawin). Bahkan banyak diantara jenisnya yang tidak
dikenal pejantannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Rotifer Sumber: (Mujib, 2008).
2.3 Habitat Rotifer
Rotifer dapat hidup di perairan telaga, sungai, rawa, danau, dan sebagian besar terdapat di perairan air payau (Murtidjo 2002) . Rotifer bersifat om
nivora sehingga di habitat asalnya membutuhkan melimpahnya jenis makanan yang terdiri dariperifiton, nannoplankton, dentritus dan semua partikel organik
yang sesuai dengan lebar mulut larva. Jumlah dan kualitas makanan rotifer sangat
mempengaruhi populasi rotifer. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa
kepadatan Tetraselmis dan Chorella sp. sebesar 5 juta sel/ml dan roti sebanyak
500-700 ekor/ml. Oleh sebab itu untuk mendapatkan rotifer yang lebih baik disarankan
agar dalam memberikan pakan Chlorella sp. sebaiknya dengan kepadatan 2,13-3,5
x 1 juta sel/ml (Rachmasari 1989).
2.4 Reproduksi Rotifer
Rotiferdi dalam media kultur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara sexual dan asexual. Perkembangbiakan secara asexsual (tidak kawin) yang
disebut dengan parthenogenesis terjadi dalam keadaan normal. Untuk menghasilk
an spermatozoa, Rotifer jantan siap berkopulasi setelah satu jam telur menetas. Sifat
yang khas pada rotifer adalah adanya dua tipe jenis betina yaitu betina miktik dan
amiktik. Betina amiktik menghasilkan telur yang akan berkembang menjadi betina
amiktik pula. Tetapi dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan (tidak
normal) seperti terjadi perubahan salinitas, suhu air dan kualitas pakan, maka telur
betina amiktik tersebut dapat menghasilkan individu dari jenis jantan dan betina,
Betina miktik tidak melakukan fertilisasi maka akan menghasilkan telur
yang akan berkembang menjadi jantan atau hiploid. Bila jantan dan betina miktik
tersebut kawin, maka betina miktik akan menghasilkan telur dorman (dorman egg)
dengan cangkang yang keras dan tebal yang tahan terhadap kondisi perairan yang
jelek dan kekeringan, dan dapat menetas bila keadaan perairan telah normal
kembali (Effendi, I 1978). Pada populasi yang rendah banyak dijumpai yang
amiktik. Pada keadaan dimana lingkungan yang tidak mendukung walaupun
populasi sedang meningkat, betina miktik tidak akan melakukan reproduksi secara
seksual.
Kista rotifer dihasilkan selama fase aseksual dalam sirklus hidupnya. Kista
rotifer melindungi embrio dengan menekan proses metabolisme sehingga mampu bertahan selama beberapa tahun. Kista yang dihasilkan hampir sama dengan besar
telur yang dihasilkan melalui fase seksual. Namun bedanya mereka ditutupi oleh
cangkang yang keras serta mereka dapat bertahan dalam lingkungan yang ekstrim.
Ketika berada dalam lingkungan yang sesuai kista tersebut dapat menetas pada usia
24 atau 48 jam pada saat reproduksi, suhu maksimum antara 30-340C (Ayusta 1991)
dengan pencahayaan yang cukup. Rotifer-rotifer yang menetas tidak digunakan
langsung untuk pakan tetapi untuk inokulan untuk kultur massal. Setelah dikultur
massal baru rotifer-rotifer ini digunakan sebagai pakan alami untuk kepiting
2.5 Teknik Kultur Rotifer
Untuk memperoleh pakan alami yang tidak tercampur oleh jenis plankton dan
tumbuhan air lain, dapat dilakukan dengan cara kultur. Pada suatu unit pembenihan,
penyediaan pakan alami untuk larva ikan dibedakan menjadi tiga kegiatan, yaitu
kultur murni (skala laboratorium), kultur semi massal dan kultur massal yaitu dalam
bak bervolume besar (Cahyaningsih, 2003).
2.5.1 Kultur Rotifer Skala Laboratorium
Kultur murni merupakan kultur plankton yang dilakukan di ruangan tertutup
dengan tujuan mendapatkan spesies murni (mono spesies). Kegiatan kultur murni
meliputi tahapan sterilisasi alat dan bahan, isolasi, kultur media agar dan
penyimpanan bibit.
Bibit rotifer dapat diambil dari perairan tawar, payau atau laut. Air media
untuk kultur ini dibuat dari ekstrak pupuk kandang. Ekstrak ini dibuat dengan
merebus pupuk tersebut dalam panci. Dalam tempet perebusan ini dituangkan air
dan kotoran kuda dengan perbandingan 5:4. Larutan ini direbus selama 1 jam,
kemudian didinginkan dan disaring. Air media dimasukkan dalam botol ukuran 1
galon. Selanjutnya, ke dalam air media ini dimasukkan bibit protozoa atau
ganggang renik. Bibit ini sengaja
ditumbuhkan sebagai pakan rotifer. Simpan air media ini selama 1 minggu supaya
pakan ini tumbuh melimpah.Induk dikembangkan secara bertahap dari test tube 5
0 ml sampaielenmey 1000 ml dimedia air laut steril, dengan pencahayaan lampu
TL dan dilengkapi aerasi sebagai suplai oksgen. Dalam waktu 3 – 4 hari, rotifer
lebih besar. Selama pemeliharaan pada skala laboratorium tidak ada perlakuan ganti
air, dan dilakukan penambahan fitoplankton sebagai pakan dari
zooplankton.(Aslamyah 2008).
Media Isolasi
Berdasarkan habitat alaminya pakan alami Rotifer ini dapat hidup pada
perairan yang mengandung unsur hara.Unsur hara ini dialam diperoleh dari hasil
dekomposisi nutrien yang ada didasar perairan.Untuk melakukan budidaya pakan
alami diperlukan unsur hara tersebut didalam media budidaya.Unsur hara yang
dimasukkan kedalam media tersebut pada umumnya adalah pupuk.
Dalam hal mengisolasi satu spesies plankton dari alam ada beberapa metode
yang dapat dilakukan, salah satunya adalah metode media agar. Pada dasarnya
teknik isolasi menggunakan sejumlah cawan petri, pipa kapiler,beaker glass dan
pipet yang sebelum dipergunakan harus steril terlebih dahulu dengan autoclave.
Cawan steril diisi larutan agar dan sesudah larutan agar membeku plankton ditebar
dengan pipet tetes yang berujung kecil. Cawan petri ditutup dan disimpan pada suhu
kamar (± 25 ºC) selama beberapa hari. Setiap koloni plankton yang tumbuh
diperiksa dengan bantuan mikroskop, untuk mencari jenis alga yang dikehendaki.
Apabila masih tercampur harus dikultur lagi dalam media agar sampai diperoleh
2.5.2 Kultur Rotifer Skala Semi Massal
Tahap-tahap yang dilakukan dalam kultur semi massal adalah persiapan dan
sterilisasi alat dan bahan, pengisian air media dan pemupukan, pemeliharaan dan
pemanenan
Persiapan dan Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan merupakan sarana yang terpenting dalam kegiatan
kultur.Menyediakan aquarium berukuran 60 x 40 x 50 cm atau fibre
glassberkapasitas 1 ton yang bersih dan kering. Oleh karena itu, persiapan yang optimal akan menghasilkan kultur yang maksimal. Sterilisasi alat dan bahan pada
kultur semi massal sama halnya dengan sterilisasi pada kultur murni.
Media kultur yang digunakan sebelumnya di sterilkan melalui fiber bag
25µ dan peralatan disterilkan dengan chlorinsasi kurang lebih 10 ppm dan
penetralan menggunakan thosulfat kurang dari 5 ppm.Rotifer dikultur dalam media
air laut bersalinitas 30–32 ppt, sumber energi di peroleh dari sinar matahari secara
tidak langsung dan dilengkapi aerasi sebagai suplaioksigen. Kepadatan rotifer yang
digunakan dalam kultur semi masal berkisar 40–50.( Hidayati, dan Saparinto 2007).
Pengisian air media
Wadah yang sudah disterilkan diisi air kolam yang dilewatkan saringan
halus sesuai dengan kapasitasnya. Sumber energi di peroleh dari sinar matahari
Pemberian Pakan untuk Rotifer
Pakan Rotifer adalah phytoplankton misalnya Chlorella sp., pakan ini dapat
tumbuh dengan cara pemberian pupuk kandang berupa kotoran ayam atau kotoran
sapi sebanyak 300-400 gr/liter air. Pupuk ini di bungkus dalam kantong kain strimin
dan dicelupkan menggantung dalam air. Pupuk lain yang biasa digunakan adalah
urea dan TSP, masing-masing sebanyak 2 mg/l.(Yusdar 1992)
Selesai pemupukan ditunggu selama beberapa hari sampai air ditumbuhi
oleh jasad-jasad renik yang merupakan makanan Rotifer. Selama beberapa hari
sejak pemupukan tersebut warna air akan menjadi coklat pirang. Setelah keadaan
ini, bibit rotifer dapat dimasukkan dengan kepadatan 10-15 ekor/ml.
Produksi Rotiferdapat lebih melimpah lagi dengan cara makanan yang
diberikan berupa pakan alami hasil produksi massal pula. Pakan alami ini
diproduksi tersendiri dan kemudian diberikan setiap harinya. Untuk setiap ton
kapasitas wadah produksi massal Rotifer dapat diberikan pakan alami dengan
kepadatan 5 juta sel/ml.
2.5.3 Kultur Rotifer Skala Massal
Kultur masal pada bak volume 5 – 12 m³. Kultur dilakukan dalam ruang
terbuka yang cukup mendapatkan cahaya matahari. Tahap-tahap yang dilakukan
dalam kegiatan kultur skala massal adalah persiapan alat dan wadah budidaya,
pemberian pupuk, pengisisan media, penebaran bibit, pemeliharaan dan
Persiapan Alat dan Wadah
Persiapan kolam untuk produksi ini meliputi pengeringan, pengapuran dan
pemupukan. Kolam dikeringkan selama 3-4 hari. Kemudian kapur dan pupuk
ditebar. Jenis kapur yang dipergunakan adalah kapur tohor (CaO) sebanyak
200-300 gr/m2.(Agriani 2012).
Pengisian Media
Setelah persiapan alat dan wadah selesai dilakukan, langkah berikutnya
adalah pemasukan air hingga penuh. Biarkan genangan air ini selama 4-5 hari agar
pupuk terurai sempurna. Beberapa organisme air akan tumbuh bersamaan dengan
proses penguraian pupuk.
Penebaran Bibit
` Secara umum dikenal 2 metode kultur rotifer yaitu metode panen harian dan
metode transfer. Metode panen harian lebih praktis dan mudah sedangkan pada
metode trasfer di perlukan bak yang lebih banyak, namun rotifer yang dihasilkan
trasfer lebih bersih. Metode panen harian diawali penumbuhan phytoplankton dan
bak kultur rotifer hingga mencapai kepadatan 3–4 juta sel/ml, setelah fitoplankton
siap, bibit rotifer dapat ditebar dengan kepadatan 40–50 ind/ml yang diperoleh dari
kultur semi massal. Pengisisan media alga dilakukan dengan metode transfer dari
bak kultur phytoplankton. Pengisisan terdiri dari 3 tahap yaitu hari I sebanyak 25%,
hari II 50% dan hari III 100% dari volume bak kultur.
Kepadatan phytoplankton sebanyak 2,5 x 106 sel/ml. Padat tebar sebanyak 20
Pemeliharaan Rotifer
Rotifer dapat tumbuh dengan baik pada suhu 20–300 C, salinitas 30–35 ppt,
pH 7,5–8,5. agar rotiferdapat berkembang dengan baik, sebaiknya dipelihara di
tempat yang mendapat sinar matahari dengan suhu antara 27–290 C dan pH antara
7,7–8,7. Sedangkan untuk salinitas tergantung pada jenis rotifer, untuk jenis air laut
ada yang hidup pada salinitas antara 15–18 ppt dan ada pula hidup pada salinitas
28–30 ppt.( Isanansetyo, dan Kurniastuty 1995 ).
2.6 Pertumbuhan Rotifer
Pertumbuhan Rotifer yang melalui produksi skala laboratorium dalam waktu
3-4 hari, Rotifer yang di kultur dalam akuarium berkembang dan dapat digunakan
sebagai bibit untuk kultur massal, pertambahan populasi Rotifer di hitung setiap
hari dan perhitungan populasi dilakukan di bawah mikroskop dengan alat
bantu sedgwich rafter cell dan hand counter. Sedangkan yang melalui produksi
skala semi massal dan produksi massal, setelah 1 minggu rotifer akan berkembang
biak(Yudisti,2010).
2.7 Tahap Pengamatan, Pengukuran dan Pencatatan
Pemantauan pertumbuhan pakan alami Rotifer di media kultur harus
dilakukan agar tidak terjadi kepadatan populasi yang mengakibatkan tingkat
kematian yang tinggi didalam media. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya
oksigen didalam media kultur. Tingkat kepadatan populasi yang maksimal didalam
media kultur adalah 80 ind/ml, walaupun ada juga yang mencapai kepadatan 120 –
Untuk mengukur tingkat kepadatan populasi Rotifer didalam media kultur
dilakukan dengan cara sampling beberapa titik dari media, minimal tiga kali
sampling. Sampling dilakukan dengan cara mengambil air media kultur yang berisi
Rotifer dengan menggunakan baker glass atau erlemeyer. Hitunglah jumlah Rotifer yang terdapat dalam botol contoh tersebut, data tersebut dapat dikonversikan
dengan volume media kultur.
Perhitung kepadatan Rotifer dapat dilakukan dengan menggunakan mikrosk
op ataupun dengan mata telanjang dengan menggunakan pipet berukuren 1 ml.
Budidaya dengan sistem ini dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan
kebutuhan larva kepiting.
Apabila jumlah rotifer yang ada sangat banyak, maka dari gelas piala 100 ml
dapat diencerkan, caranya adalah dengan menuangkan kedalam gelas piala 1000 ml
dan ditambah air hingga volumenya 1000 ml. Dari gelas 1000 ml, lalu diambil
sebanyak 100 ml. Rotifer yang ada dihitung seperti cara diatas, lalu kepadatan di
dalam wadah budidaya dapat diketahui dengan cara mengalikan 10 kali jumlah
didalam gelas 100 ml. Sebagai contoh, apabila di dalam gelas piala 100 ml terdapat
200 ekor rotifer, maka kepadatan rotifer diwadah budidaya adalah 10 X 200 ekor =
2000 individu per 100 ml (Gusrina, 2008)
Pencatatan tentang perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan
berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui perkembangan
2.8 Pemanenan
Pemanenan pakan alami rotifer ini dapat dilakukan setiap hari atau seminggu
sekali atau dua minggu sekali. Hal tersebut bergantung kepada kebutuhan suatu
usaha terhadap ketersediaan pakan alami rotifer. Pada saat panen, rotifer pada bak
kultur tidak dihabiskan namun di sisakan sebagian atau minmal 50 % dari tital
sebagai bibit pengkulturan brachionus selanjutnya. Kemudian bak kultur di isi
kembali dengan fitoplankton hingga volume semula.
Pemanenan dapat dilakukan pada hari ke empat sampai sembilan jika
populasinya sudah mencukupi, pemanenan tersebut dilakukan dengan cara
menggunakan seser halus. Waktu pemanenan dilakukan pada pagi hari disaat
matahari terbit, pada waktu tersebut rotifer akan banyak mengumpul dibagian
permukaan media untuk mencari sinar. Dengan tingkah lakunya tersebut akan
sangat mudah bagi para pembudidaya untuk melakukan pemanenan. Rotifer yang
baru dipanen tersebut dapat digunakan langsung untuk konsumsi larva atau benih
ikan.
Pemanenan rotifer dengan cara mengalirkan air media pemeliharan dengan
bantuan selang spiral 1 dim dan menyaring serta menampung rotifer yang terbawa
air media dengan planktonnet 200 – 400 µm. Panen rotiferdapat dilakukan setiap
hari pada bak kultur yang sama. Pada umumnya metode panen harian dapat
berlangsung selama 3 – 4 minggu.Hasil panenrotifer dapat langsung di masukan ke
bak pemeliharaan larva ikan ataupun diperkaya terlebih dahulu untuk meningkatkan
menggunakan bak ukuran kecil maksimal 10 m³ tergantung
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan PKPM yangdilaksanakan
dari tanggal 21 Januari sampai 21 April 2017di PT. ESAPUTLii PRAKARSA
UTAMA (Benur Kita), di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu: observasi dan partisipasi aktif untuk
mengumpulkan data dprimer dan data sekunder:
Data Primer
Data Primer adalah data yang dikumpulkan sesuai hasil praktik yang di
kerjakan secara langsung
Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti
data yang diperoleh dari instansi terkait (KKP, PEMDA, dll) yang digunakan untuk
membantu dalam menjawab tujuan Tugas Akhir yang tidak bisa dilakukan secara
langsung di
3.3 Metode Kerja
3.3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan penanganan pakan alami
Tabel 1. Jenis alat yang digunakan dalam penanganan pakan alami (Rotifer) pada ikanbandeng
No. Alat Fungsi
1 Bak rotifer Wadah pemeliharaan Rotifer 2 Saringan panen Menyaring Rotifer
3 Selang spiral Panen rotiper
4 Sikat/penggosok panci Untuk membersihkan bak pemeliharaan Rotifer 5 Gayung Sebagai takarang
6 Ember Menampung Rotifer setelah panen 7 Selang Batu aerasi Transfer oksigen ke bak pemeliharaan 8
9
DO meterr pH meter
Mengukur oksigen terlarut Untuk mengukur pH air 9 Pompa Distribusi air
10 Blower Menyuplai oksigen 11 Strefoam Landasan saringan
12 Saringan Membersihkan kotoran setelah pemanenan
Adapun bahan yang digunakan dalam kegiatan penanganan pakan alami
(Rotifer) pada ikan bandeng terdapat pada Tabel 2
Tabel 2. Jenis bahan yang digunakan dalam penanganan pakan alami (Rotifer) pada ikan bandeng
No Bahan Fungsi
1 Rotifer Pakan larva
2 Ikan Menumbuhkan bakteri
3 Pakan alami Chlorella Pakan alami untuk rotifer
3.3.2 Prosedur Kerja
Persiapan Wadah
1. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan pencucian bak Rotifer
yaitu penggosok panci atau sikat, selang, dan selang yang berukuran 1 inci.
2. Wadah terlebih dahulu disiram dengan air laut kemudian dinding dan dasar bak
disikat dan digosok menggunakan penggosok panci kemudian disemprot
dengan air laut menggunakan selang supaya lumut dan kotorannya terlepas.
3. Selain itu selang dan batu aerasi juga dibersihkan dengan cara digosok sampai
bersih.
4. Setiap bak dilengkapi dengan selang aerasi sebanyak 1 titik yaitu ditengah bak.
Kemudian aerasi diatur dengan kekuatan sedang,
5. Seluru rangkai alami an persiapan bak kultur rotife dapat di lihat
pada lampiran 1
Persiapan pakan alami Chlorellah sp
1. Erlenmeyer volume 500 ml dan 1 liter diisi dengan air media steril sebanyak
80% lalu ditambahkan bibit sebanyak 20%
2. Erlemeyer yang telah diisi bibit di pupuk menggunakan pupuk walne untuk
500 ml sebanyak 5 ml dan 1 liter sebanyak 1 ml lalu diaerasi
3. Toplesvolume10liter diisiair sebanyak 80% setelahituditambahkan bibit
sebanyak 20%
Penebaran Rotifer
1. Alat dan bahan berupa ember dan bibit Rotifer
2. Sebelum telur ditebar aerasi diatur dengan kekuatan sedang.
3. Bak diisi dengan Algae sebanyak 7 ton.
4. Bibit yang telah disiapkan ditebar secara perlahan ke dalam bak.
5. Penebaran bibit biasanya dilakukan pada sore hari
6. Keesokan harinya kemudian ditambah kembali algae sesuai dengan kondisi
kepadatan Rotifer.
Pemeliharaan Rotifer
1. Bak Rotifer yang telah penuh sudah siap untuk dipanen
2. Panen Rotiferdilakukan dengan frekuensi dua kali sehari.
3. Panen Rotifer dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06:00 dan siang hari
sekitar pukul 13:00.
4. Pemberian Bento kepada Rotifer dilakukan pada sore hari sekitar pukul
17:00.
5. Pemberian Bento dilakukan seminggu sekali.
6. Pencucian bak Rotifer dilakukan sebulan sekali.
Pengendalian Hama
1. Pemberian bento dilakukan seminggu sekali
3.3.3 Pengukuran Kualitas Air
pH
1. Elektroda dicelupkan ke dalam kolam sampai pH meter menunjukan
pembacaan yang tetap.
2. Mencatat hasil pembacaan pada tampilan dari pH meter.
Suhu
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Ujung termometer dicelupkan kedalam kolam dan ditunggu samapai air
raksa dalam skala termometer berhenti
3. membaca skala thermometer
Salinitas
1. Alat ukur dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan.
2. Setelah proses kalibrasi,penutup prisma dibuka alat dan di teteskan sampel
sebanyak 1-2 tetes dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian menutup
kembali prisma dengan baik dan pastikan air sampel memenuhi area
prisma.
3. Mengamati pada nilai skala, adanya perbedaan warna terang dan gelap, catat
nilai yang tertara pada perbedaan warna tersebut.
3.4 Parameter yang di amati dan analisis data 3.4.1 Parameter yang di amati:
Jumlah populasi rotefer yang diketahui melalui sampling pada empat titik
ekor roifer yang ada dalam 1 ml selanjunya untuk mengetahui jumlah populasi
dalam bak dikalikan dengan volume bak dan beberapa parameter kualitas air seperti
suhu, pH dan salinits
3.4.2 Analisa data
Data disajikan dalam bentuk tabulasi, grafik, selanjutnya di analisis secara
deskriptif dalam bentuk narasi. Untuk menghitung jumlah populasi rotifer
digunakan rumus: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 × volume wadah (Hadisubroto 1985)
Jumlah populasi = S1+ S2+S3+S4/4 (ekor/ml)
Jumlah popusai dalam bak jumlah populasi sampling X volume bak