• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK KULTUR ROTIFER (Branchionus plicatilis) DI PT. ESAPUTLI PRAKARSA UTAMA (BENUR KITA) KABUPATEN BARRU, PROVINSI SULAWESI SELATAN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK KULTUR ROTIFER (Branchionus plicatilis) DI PT. ESAPUTLI PRAKARSA UTAMA (BENUR KITA) KABUPATEN BARRU, PROVINSI SULAWESI SELATAN TUGAS AKHIR"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK KULTUR ROTIFER (Branchionus plicatilis)

DI PT. ESAPUTLI PRAKARSA UTAMA (BENUR KITA)

KABUPATEN BARRU, PROVINSI SULAWESI SELATAN

TUGAS AKHIR

YULIANUS

1422010279

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENEKEPULAUAN PANGKEP

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segalah puji syukur bagi Tuhan sang pencipta alam semesta, Dialah

satu-satu-Nya yang memeiliki kebesaran dan keagungan. Karena Dialah saya dapat

menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan baik.

Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi pada program Budidaya Perikanan, yang dibuat berdasarkan hasil PKPM yang

dilaksanakan di, PT. Esaputli Prakarsa Utama (Benur Kita).

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini, yaitu :

1. Bapak Dr.Ir. Yani Narayana, M.Si. selaku pembimbing I yang telah

memberikan masukan dalam penulisan laporan tugas akhir mahasiswa.

2. Bapak Ir. Nawawi, M.Si selaku pembimbing II yang banyak memberikan

bimbingan, arahan dan petunjuk dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

3. Bapak Ibu tercinta yang telah membesarkan dan mendidik saya, memberikan

dukungan moril maupun material serta memberikan dukungan perhatian dan

kasih sayang.

4. PT. Esaputlii Prakarsa Utama (Benur Kita) yang telah memberikan tempat

dan kesempatan untuk melaksanakan PKPM.

5. Kepada Ketua Jurusan Budidaya Perikanan Bapak Ir. Rimal Hamal, M.P.

6. Kepada Bapak Dr. Ir.Darmawan, M.P selaku Direktur Politeknik Pertanian

(4)

7. Bapak dan Ibu dosen program studi budidaya perikanan yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis.

8. Para teknisi program, laporan pada studi budidaya perikanan yang telah

berbagi pengalaman dan ilmunya.

9. Teman-teman juga adik-adik mahasiswa lainnya yang selalu memberikan

dukungan dan masukan.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini tidak akan selesai tanpa

adanya saran dan dorongan yang telah diberikan oleh semua pihak kepeda penulis.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.

Pangkep,...2017

(5)

RINGKASAN

YULIANUS, 1422010279 Teknik kultur Rotifer (Branchionus plicatilis) di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten Barru. Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh. Yani Narayana dan Nawawi

Jenis pakan alami yang baik dan memiliki nilai gizi yang tinggi dapat menunjang kehiduopan larva bandeng antara lain jenis Chlorella sp dan Rotifer (Banchionus plicatilis). Jenis pakan alami ini memiliki kemampuan berkembang baik dalam waktu relatife singkat sehingga ketersediaannya dapat terjamin sepanjang waktu.

Tujuan tugas akhir adalah memperkuat penguasaan teknik kultur Rotifer (Br anchionus plicatilis)) di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten Barru. Sulawesi. Manfaat tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan, kopetensi keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik kultur Rotifera (Branchionus plicatilis).

Metode pengumpulan data yaitu: observasi dan partisipasi aktif untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang dikumpulkan sesuai hasil praktik yang dikerjakan secara langsung pada saat kegiatan berlangsung. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti data yang diperoleh dari instansi terkait yang digunakan untuk membantu dalam menjawab tujuan tugas akhir yang tidak bisa dilakukan secara langsung di lapangan.

Berdasarkan hasil pemeliharaan rotifer selama 7 hari diperoleh jumlah populasi tertinggi yaitu pada hari ke5 (2,86x106 ekor /30 ton) selanjutnya menurun pada hari ke-6 (0,99 ekor/30 ton) dan pada hari ke-7 turun menjadi 0,440x106 ekor/30

ton). Kualitas air yang terpantau selama 7 hari diperoleh kisaran suhu 27,5-29 0,c kisaran pH antara 7,5-8 dan kisaran salinitas 30-35 ppt

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat ditentukan waktu panen yang tepat adalah hari ke-4 dan ke5. Kisaran kualitas air yang terpantau sebagaimana telah ditulis sebelumnya semuanya dalam kisaran optimal. Dengan demikian dapat disarankan waktu yang paling tepat untuk panen rotifer adalah hari ke -4- ke 5, agar kuantitas dan kualitas rotifer yang dipanen paling baik.

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

RINGKASAN ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAMFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ...

1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Taksonomi dan Klasifikasi ... 3

2.2 Morfologi ... 3

2.3 Habitat Rotifer ... 5

2 4 Reproduksi Rotifer ... 5

2.5 Teknik Kultur Rotifer ... 7

2.5.1 Kultur Rotifer Skala Laboratorium ... 7

2.5.2 Kultur Rotifer Skala Semi Massal ... 8

2.5.3 Kultur Rotifer Skala Massal ... 10

(7)

2.7 Tahap Pengamatan, Pengukuran dan Pencatatan ... 12

2.8 Pemanenan Rotifer ... 14

III. METODOLOGI ... 16

3.1 Waktu dan Tempat ... 16

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 16

3.3 Metode Kerja ... 17

3.3.1 Alat dan Bahan ... 17

3.3.2 Prosedur Kerja ... 18

3.3.3 Pengukuran Kualitas Air ... 20

3. 4 Parameter yang di amati dan di analisa ... 21

3.4.1 Parameter yang di amati ... 21

3.4.2 Analisa data ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Jumlah Populasi Rotifer ... 22

4.2 Kualitas Air ... 23

V. KESIMPULANDAN SARAN ... 25

5.1 Kesimpulan ... 25 5.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

LAMPIRAN ... 28

RIWAYAT HIDUP ... 30

(8)

DAFTAR GAMBAR

1. Morfologi Rotifer ... 4

(9)

DAFTAR TABEL

1. Alat dan bahan ... 17

2. Jenis bahan yang digunakan ... 18

3. data kepadatan rata – rata Rotifer ... 24

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan Sumber daya hayati perairan saat ini merujuk kepada sistem

pengelolaan akuakultur berkelanjutan yang mencakup beberapa komoditi dengan

sistem perairan yang terdiri dari air tawar, air payau dan air laut.Pemanfaatan pada

budidaya air payau saat ini terus digalakkan dengan komoditi budidaya ikan

bandeng. Teknologi yang diterapkan juga berkembang pesat dari mulai tradisional

yang mengandalkan benih dari alam sampai dari hatchery–hatchery dengan pola

budidaya yang terencana. Potensi nener atau benih bandeng di Indonesia cukup

melimpah, terutama nener hasil pemijahan alami, (Kordi 2005).

Ketersediaan benih secara berkesinambungan merupakan masalah utama

yang dialami oleh para pembudidaya saat ini. Dengan melihat keadaan yang ada

pada ketersediaan nener dari alam tidak menjamin kebutuhan para penggelondong

maupun kebutuhan pembudidaya di tambak dan Keramba Jaring Apung,

walaupun kualitas nener yang bersumber dari alam masih lebih unggul bila

dibandingkan produksi nener di hatchery tetapi dari segi kuantitas harus tetap

merujuk ke hatchery.

Usaha para pengelola pembenihan bandeng untuk menghasilkan nener yang

memiliki kualitas sama dengan alam terus diupayakan dengan cara melakukan

pengelolaan kualitas air, pemberian pakan alami dan pakan buatan serta

pengendalian hama dan penyakit secara kontinyu dan frekuensi yang telah

(12)

menguntungkan dengan produksi nener yang memiliki kualitas baik dan kuantitas

yang tinggi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas diperlukan suatau bentuk keterampilan dan

etos kerja maksimal yang harus dilakukan untuk menghasilkan target produksi

yang sudah ditetapkan. Salah satu tahap kegiatan penting dalam pembelahan ikan

bandeng yaitu pengelolaan larva ikan bandeng. Untuk menghasilkan nener (benih)

ikan bandeng yang berkualitas dan berkuantitas perlu dilakukan manajemen

pemberian pakan alami dan pakan buatan yang tepat dosis, dan manajemen kualitas

air secara kontinyu dan frekuensi yang telah ditetapkan.

1.2 Tujuan dan manfaat

Tujuan tugas akhir adalah untuk memperkuat penguasaan teknik, Teknik

kultur rotifera (Branchionus plicatilis) di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten

Barru. Sulawesi Selatan.

Manfaat tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan, kopetensi

keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Klasifikasi

Rotifer merupakan zooplankton dari famili Brachioninae. (Koste 1980) mengatakan, rotifer memiliki klasifikasi:

Phyllum : Rotifer

Kelas : Monogonata

Ordo : Ploima

Famili : Brachioninae

Genus : Brachionus

Spesie : Brachionus plicatilis

2.2 Morfologi

Rotifer memiliki susunan morfologi yang sederhana. Tubuhnya berwarna transparan, beberapa berwarna hijau, merah atau coklat yang disebabkan oleh

warna makanan yang ada disekitar saluran pencernaannya. Tubuhnya terdiri atas

tiga bagian yaitu kepala yang pendek, badan yang besar, dan kaki atau ekor. Pada

bagian kepala terdapat enam buah duri, diantaranya terdapat sepasang duri yang

panjang dibagaian tengah.

Pergerakannya dilakukan oleh sekumpulansilia yang membudar di sekitar

bagian kepala yang disebut corona. Kulit luar yang keras menutupi tubuhnya dise

but lorica memberikan rotifer bentuk tubuh yang jelas. Kadangkadang lorica me

(14)

pertahanan diri dari predator atau sebagai alat pengapung. Kaki yang memanjang

pada bagian posterior digunakan untuk melekat. Panjang tubuh rotifer antara

60-273 µm dengan lebar 92-170 µm (Suminto 2005).

Antara jenis jantan dan betina terdapat perbedaan bentuk yang menyolok.

Secara umum yang jantan mempunyai bentuk tubuh yang jauh lebih kecil daripada

yang betina dan muncul pada masa-masa tertentu saja, sedangkan yang betina

memiliki ukuran tubuh lebih besar hampir setiap saat selalu berkembang biak

secara partenogenesis (tanpa kawin). Bahkan banyak diantara jenisnya yang tidak

dikenal pejantannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Rotifer Sumber: (Mujib, 2008).

(15)

2.3 Habitat Rotifer

Rotifer dapat hidup di perairan telaga, sungai, rawa, danau, dan sebagian besar terdapat di perairan air payau (Murtidjo 2002) . Rotifer bersifat om

nivora sehingga di habitat asalnya membutuhkan melimpahnya jenis makanan yang terdiri dariperifiton, nannoplankton, dentritus dan semua partikel organik

yang sesuai dengan lebar mulut larva. Jumlah dan kualitas makanan rotifer sangat

mempengaruhi populasi rotifer. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa

kepadatan Tetraselmis dan Chorella sp. sebesar 5 juta sel/ml dan roti sebanyak

500-700 ekor/ml. Oleh sebab itu untuk mendapatkan rotifer yang lebih baik disarankan

agar dalam memberikan pakan Chlorella sp. sebaiknya dengan kepadatan 2,13-3,5

x 1 juta sel/ml (Rachmasari 1989).

2.4 Reproduksi Rotifer

Rotiferdi dalam media kultur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara sexual dan asexual. Perkembangbiakan secara asexsual (tidak kawin) yang

disebut dengan parthenogenesis terjadi dalam keadaan normal. Untuk menghasilk

an spermatozoa, Rotifer jantan siap berkopulasi setelah satu jam telur menetas. Sifat

yang khas pada rotifer adalah adanya dua tipe jenis betina yaitu betina miktik dan

amiktik. Betina amiktik menghasilkan telur yang akan berkembang menjadi betina

amiktik pula. Tetapi dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan (tidak

normal) seperti terjadi perubahan salinitas, suhu air dan kualitas pakan, maka telur

betina amiktik tersebut dapat menghasilkan individu dari jenis jantan dan betina,

(16)

Betina miktik tidak melakukan fertilisasi maka akan menghasilkan telur

yang akan berkembang menjadi jantan atau hiploid. Bila jantan dan betina miktik

tersebut kawin, maka betina miktik akan menghasilkan telur dorman (dorman egg)

dengan cangkang yang keras dan tebal yang tahan terhadap kondisi perairan yang

jelek dan kekeringan, dan dapat menetas bila keadaan perairan telah normal

kembali (Effendi, I 1978). Pada populasi yang rendah banyak dijumpai yang

amiktik. Pada keadaan dimana lingkungan yang tidak mendukung walaupun

populasi sedang meningkat, betina miktik tidak akan melakukan reproduksi secara

seksual.

Kista rotifer dihasilkan selama fase aseksual dalam sirklus hidupnya. Kista

rotifer melindungi embrio dengan menekan proses metabolisme sehingga mampu bertahan selama beberapa tahun. Kista yang dihasilkan hampir sama dengan besar

telur yang dihasilkan melalui fase seksual. Namun bedanya mereka ditutupi oleh

cangkang yang keras serta mereka dapat bertahan dalam lingkungan yang ekstrim.

Ketika berada dalam lingkungan yang sesuai kista tersebut dapat menetas pada usia

24 atau 48 jam pada saat reproduksi, suhu maksimum antara 30-340C (Ayusta 1991)

dengan pencahayaan yang cukup. Rotifer-rotifer yang menetas tidak digunakan

langsung untuk pakan tetapi untuk inokulan untuk kultur massal. Setelah dikultur

massal baru rotifer-rotifer ini digunakan sebagai pakan alami untuk kepiting

(17)

2.5 Teknik Kultur Rotifer

Untuk memperoleh pakan alami yang tidak tercampur oleh jenis plankton dan

tumbuhan air lain, dapat dilakukan dengan cara kultur. Pada suatu unit pembenihan,

penyediaan pakan alami untuk larva ikan dibedakan menjadi tiga kegiatan, yaitu

kultur murni (skala laboratorium), kultur semi massal dan kultur massal yaitu dalam

bak bervolume besar (Cahyaningsih, 2003).

2.5.1 Kultur Rotifer Skala Laboratorium

Kultur murni merupakan kultur plankton yang dilakukan di ruangan tertutup

dengan tujuan mendapatkan spesies murni (mono spesies). Kegiatan kultur murni

meliputi tahapan sterilisasi alat dan bahan, isolasi, kultur media agar dan

penyimpanan bibit.

Bibit rotifer dapat diambil dari perairan tawar, payau atau laut. Air media

untuk kultur ini dibuat dari ekstrak pupuk kandang. Ekstrak ini dibuat dengan

merebus pupuk tersebut dalam panci. Dalam tempet perebusan ini dituangkan air

dan kotoran kuda dengan perbandingan 5:4. Larutan ini direbus selama 1 jam,

kemudian didinginkan dan disaring. Air media dimasukkan dalam botol ukuran 1

galon. Selanjutnya, ke dalam air media ini dimasukkan bibit protozoa atau

ganggang renik. Bibit ini sengaja

ditumbuhkan sebagai pakan rotifer. Simpan air media ini selama 1 minggu supaya

pakan ini tumbuh melimpah.Induk dikembangkan secara bertahap dari test tube 5

0 ml sampaielenmey 1000 ml dimedia air laut steril, dengan pencahayaan lampu

TL dan dilengkapi aerasi sebagai suplai oksgen. Dalam waktu 3 – 4 hari, rotifer

(18)

lebih besar. Selama pemeliharaan pada skala laboratorium tidak ada perlakuan ganti

air, dan dilakukan penambahan fitoplankton sebagai pakan dari

zooplankton.(Aslamyah 2008).

Media Isolasi

Berdasarkan habitat alaminya pakan alami Rotifer ini dapat hidup pada

perairan yang mengandung unsur hara.Unsur hara ini dialam diperoleh dari hasil

dekomposisi nutrien yang ada didasar perairan.Untuk melakukan budidaya pakan

alami diperlukan unsur hara tersebut didalam media budidaya.Unsur hara yang

dimasukkan kedalam media tersebut pada umumnya adalah pupuk.

Dalam hal mengisolasi satu spesies plankton dari alam ada beberapa metode

yang dapat dilakukan, salah satunya adalah metode media agar. Pada dasarnya

teknik isolasi menggunakan sejumlah cawan petri, pipa kapiler,beaker glass dan

pipet yang sebelum dipergunakan harus steril terlebih dahulu dengan autoclave.

Cawan steril diisi larutan agar dan sesudah larutan agar membeku plankton ditebar

dengan pipet tetes yang berujung kecil. Cawan petri ditutup dan disimpan pada suhu

kamar (± 25 ºC) selama beberapa hari. Setiap koloni plankton yang tumbuh

diperiksa dengan bantuan mikroskop, untuk mencari jenis alga yang dikehendaki.

Apabila masih tercampur harus dikultur lagi dalam media agar sampai diperoleh

(19)

2.5.2 Kultur Rotifer Skala Semi Massal

Tahap-tahap yang dilakukan dalam kultur semi massal adalah persiapan dan

sterilisasi alat dan bahan, pengisian air media dan pemupukan, pemeliharaan dan

pemanenan

Persiapan dan Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan merupakan sarana yang terpenting dalam kegiatan

kultur.Menyediakan aquarium berukuran 60 x 40 x 50 cm atau fibre

glassberkapasitas 1 ton yang bersih dan kering. Oleh karena itu, persiapan yang optimal akan menghasilkan kultur yang maksimal. Sterilisasi alat dan bahan pada

kultur semi massal sama halnya dengan sterilisasi pada kultur murni.

Media kultur yang digunakan sebelumnya di sterilkan melalui fiber bag

25µ dan peralatan disterilkan dengan chlorinsasi kurang lebih 10 ppm dan

penetralan menggunakan thosulfat kurang dari 5 ppm.Rotifer dikultur dalam media

air laut bersalinitas 30–32 ppt, sumber energi di peroleh dari sinar matahari secara

tidak langsung dan dilengkapi aerasi sebagai suplaioksigen. Kepadatan rotifer yang

digunakan dalam kultur semi masal berkisar 40–50.( Hidayati, dan Saparinto 2007).

Pengisian air media

Wadah yang sudah disterilkan diisi air kolam yang dilewatkan saringan

halus sesuai dengan kapasitasnya. Sumber energi di peroleh dari sinar matahari

(20)

Pemberian Pakan untuk Rotifer

Pakan Rotifer adalah phytoplankton misalnya Chlorella sp., pakan ini dapat

tumbuh dengan cara pemberian pupuk kandang berupa kotoran ayam atau kotoran

sapi sebanyak 300-400 gr/liter air. Pupuk ini di bungkus dalam kantong kain strimin

dan dicelupkan menggantung dalam air. Pupuk lain yang biasa digunakan adalah

urea dan TSP, masing-masing sebanyak 2 mg/l.(Yusdar 1992)

Selesai pemupukan ditunggu selama beberapa hari sampai air ditumbuhi

oleh jasad-jasad renik yang merupakan makanan Rotifer. Selama beberapa hari

sejak pemupukan tersebut warna air akan menjadi coklat pirang. Setelah keadaan

ini, bibit rotifer dapat dimasukkan dengan kepadatan 10-15 ekor/ml.

Produksi Rotiferdapat lebih melimpah lagi dengan cara makanan yang

diberikan berupa pakan alami hasil produksi massal pula. Pakan alami ini

diproduksi tersendiri dan kemudian diberikan setiap harinya. Untuk setiap ton

kapasitas wadah produksi massal Rotifer dapat diberikan pakan alami dengan

kepadatan 5 juta sel/ml.

2.5.3 Kultur Rotifer Skala Massal

Kultur masal pada bak volume 5 – 12 m³. Kultur dilakukan dalam ruang

terbuka yang cukup mendapatkan cahaya matahari. Tahap-tahap yang dilakukan

dalam kegiatan kultur skala massal adalah persiapan alat dan wadah budidaya,

pemberian pupuk, pengisisan media, penebaran bibit, pemeliharaan dan

(21)

Persiapan Alat dan Wadah

Persiapan kolam untuk produksi ini meliputi pengeringan, pengapuran dan

pemupukan. Kolam dikeringkan selama 3-4 hari. Kemudian kapur dan pupuk

ditebar. Jenis kapur yang dipergunakan adalah kapur tohor (CaO) sebanyak

200-300 gr/m2.(Agriani 2012).

Pengisian Media

Setelah persiapan alat dan wadah selesai dilakukan, langkah berikutnya

adalah pemasukan air hingga penuh. Biarkan genangan air ini selama 4-5 hari agar

pupuk terurai sempurna. Beberapa organisme air akan tumbuh bersamaan dengan

proses penguraian pupuk.

Penebaran Bibit

` Secara umum dikenal 2 metode kultur rotifer yaitu metode panen harian dan

metode transfer. Metode panen harian lebih praktis dan mudah sedangkan pada

metode trasfer di perlukan bak yang lebih banyak, namun rotifer yang dihasilkan

trasfer lebih bersih. Metode panen harian diawali penumbuhan phytoplankton dan

bak kultur rotifer hingga mencapai kepadatan 3–4 juta sel/ml, setelah fitoplankton

siap, bibit rotifer dapat ditebar dengan kepadatan 40–50 ind/ml yang diperoleh dari

kultur semi massal. Pengisisan media alga dilakukan dengan metode transfer dari

bak kultur phytoplankton. Pengisisan terdiri dari 3 tahap yaitu hari I sebanyak 25%,

hari II 50% dan hari III 100% dari volume bak kultur.

Kepadatan phytoplankton sebanyak 2,5 x 106 sel/ml. Padat tebar sebanyak 20

(22)

Pemeliharaan Rotifer

Rotifer dapat tumbuh dengan baik pada suhu 20–300 C, salinitas 30–35 ppt,

pH 7,5–8,5. agar rotiferdapat berkembang dengan baik, sebaiknya dipelihara di

tempat yang mendapat sinar matahari dengan suhu antara 27–290 C dan pH antara

7,7–8,7. Sedangkan untuk salinitas tergantung pada jenis rotifer, untuk jenis air laut

ada yang hidup pada salinitas antara 15–18 ppt dan ada pula hidup pada salinitas

28–30 ppt.( Isanansetyo, dan Kurniastuty 1995 ).

2.6 Pertumbuhan Rotifer

Pertumbuhan Rotifer yang melalui produksi skala laboratorium dalam waktu

3-4 hari, Rotifer yang di kultur dalam akuarium berkembang dan dapat digunakan

sebagai bibit untuk kultur massal, pertambahan populasi Rotifer di hitung setiap

hari dan perhitungan populasi dilakukan di bawah mikroskop dengan alat

bantu sedgwich rafter cell dan hand counter. Sedangkan yang melalui produksi

skala semi massal dan produksi massal, setelah 1 minggu rotifer akan berkembang

biak(Yudisti,2010).

2.7 Tahap Pengamatan, Pengukuran dan Pencatatan

Pemantauan pertumbuhan pakan alami Rotifer di media kultur harus

dilakukan agar tidak terjadi kepadatan populasi yang mengakibatkan tingkat

kematian yang tinggi didalam media. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya

oksigen didalam media kultur. Tingkat kepadatan populasi yang maksimal didalam

media kultur adalah 80 ind/ml, walaupun ada juga yang mencapai kepadatan 120 –

(23)

Untuk mengukur tingkat kepadatan populasi Rotifer didalam media kultur

dilakukan dengan cara sampling beberapa titik dari media, minimal tiga kali

sampling. Sampling dilakukan dengan cara mengambil air media kultur yang berisi

Rotifer dengan menggunakan baker glass atau erlemeyer. Hitunglah jumlah Rotifer yang terdapat dalam botol contoh tersebut, data tersebut dapat dikonversikan

dengan volume media kultur.

Perhitung kepadatan Rotifer dapat dilakukan dengan menggunakan mikrosk

op ataupun dengan mata telanjang dengan menggunakan pipet berukuren 1 ml.

Budidaya dengan sistem ini dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan

kebutuhan larva kepiting.

Apabila jumlah rotifer yang ada sangat banyak, maka dari gelas piala 100 ml

dapat diencerkan, caranya adalah dengan menuangkan kedalam gelas piala 1000 ml

dan ditambah air hingga volumenya 1000 ml. Dari gelas 1000 ml, lalu diambil

sebanyak 100 ml. Rotifer yang ada dihitung seperti cara diatas, lalu kepadatan di

dalam wadah budidaya dapat diketahui dengan cara mengalikan 10 kali jumlah

didalam gelas 100 ml. Sebagai contoh, apabila di dalam gelas piala 100 ml terdapat

200 ekor rotifer, maka kepadatan rotifer diwadah budidaya adalah 10 X 200 ekor =

2000 individu per 100 ml (Gusrina, 2008)

Pencatatan tentang perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan

berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui perkembangan

(24)

2.8 Pemanenan

Pemanenan pakan alami rotifer ini dapat dilakukan setiap hari atau seminggu

sekali atau dua minggu sekali. Hal tersebut bergantung kepada kebutuhan suatu

usaha terhadap ketersediaan pakan alami rotifer. Pada saat panen, rotifer pada bak

kultur tidak dihabiskan namun di sisakan sebagian atau minmal 50 % dari tital

sebagai bibit pengkulturan brachionus selanjutnya. Kemudian bak kultur di isi

kembali dengan fitoplankton hingga volume semula.

Pemanenan dapat dilakukan pada hari ke empat sampai sembilan jika

populasinya sudah mencukupi, pemanenan tersebut dilakukan dengan cara

menggunakan seser halus. Waktu pemanenan dilakukan pada pagi hari disaat

matahari terbit, pada waktu tersebut rotifer akan banyak mengumpul dibagian

permukaan media untuk mencari sinar. Dengan tingkah lakunya tersebut akan

sangat mudah bagi para pembudidaya untuk melakukan pemanenan. Rotifer yang

baru dipanen tersebut dapat digunakan langsung untuk konsumsi larva atau benih

ikan.

Pemanenan rotifer dengan cara mengalirkan air media pemeliharan dengan

bantuan selang spiral 1 dim dan menyaring serta menampung rotifer yang terbawa

air media dengan planktonnet 200 – 400 µm. Panen rotiferdapat dilakukan setiap

hari pada bak kultur yang sama. Pada umumnya metode panen harian dapat

berlangsung selama 3 – 4 minggu.Hasil panenrotifer dapat langsung di masukan ke

bak pemeliharaan larva ikan ataupun diperkaya terlebih dahulu untuk meningkatkan

(25)

menggunakan bak ukuran kecil maksimal 10 m³ tergantung

(26)

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan PKPM yangdilaksanakan

dari tanggal 21 Januari sampai 21 April 2017di PT. ESAPUTLii PRAKARSA

UTAMA (Benur Kita), di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu: observasi dan partisipasi aktif untuk

mengumpulkan data dprimer dan data sekunder:

Data Primer

Data Primer adalah data yang dikumpulkan sesuai hasil praktik yang di

kerjakan secara langsung

Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti

data yang diperoleh dari instansi terkait (KKP, PEMDA, dll) yang digunakan untuk

membantu dalam menjawab tujuan Tugas Akhir yang tidak bisa dilakukan secara

langsung di

3.3 Metode Kerja

3.3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan penanganan pakan alami

(27)

Tabel 1. Jenis alat yang digunakan dalam penanganan pakan alami (Rotifer) pada ikanbandeng

No. Alat Fungsi

1 Bak rotifer Wadah pemeliharaan Rotifer 2 Saringan panen Menyaring Rotifer

3 Selang spiral Panen rotiper

4 Sikat/penggosok panci Untuk membersihkan bak pemeliharaan Rotifer 5 Gayung Sebagai takarang

6 Ember Menampung Rotifer setelah panen 7 Selang Batu aerasi Transfer oksigen ke bak pemeliharaan 8

9

DO meterr pH meter

Mengukur oksigen terlarut Untuk mengukur pH air 9 Pompa Distribusi air

10 Blower Menyuplai oksigen 11 Strefoam Landasan saringan

12 Saringan Membersihkan kotoran setelah pemanenan

Adapun bahan yang digunakan dalam kegiatan penanganan pakan alami

(Rotifer) pada ikan bandeng terdapat pada Tabel 2

Tabel 2. Jenis bahan yang digunakan dalam penanganan pakan alami (Rotifer) pada ikan bandeng

No Bahan Fungsi

1 Rotifer Pakan larva

2 Ikan Menumbuhkan bakteri

3 Pakan alami Chlorella Pakan alami untuk rotifer

(28)

3.3.2 Prosedur Kerja

Persiapan Wadah

1. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan pencucian bak Rotifer

yaitu penggosok panci atau sikat, selang, dan selang yang berukuran 1 inci.

2. Wadah terlebih dahulu disiram dengan air laut kemudian dinding dan dasar bak

disikat dan digosok menggunakan penggosok panci kemudian disemprot

dengan air laut menggunakan selang supaya lumut dan kotorannya terlepas.

3. Selain itu selang dan batu aerasi juga dibersihkan dengan cara digosok sampai

bersih.

4. Setiap bak dilengkapi dengan selang aerasi sebanyak 1 titik yaitu ditengah bak.

Kemudian aerasi diatur dengan kekuatan sedang,

5. Seluru rangkai alami an persiapan bak kultur rotife dapat di lihat

pada lampiran 1

Persiapan pakan alami Chlorellah sp

1. Erlenmeyer volume 500 ml dan 1 liter diisi dengan air media steril sebanyak

80% lalu ditambahkan bibit sebanyak 20%

2. Erlemeyer yang telah diisi bibit di pupuk menggunakan pupuk walne untuk

500 ml sebanyak 5 ml dan 1 liter sebanyak 1 ml lalu diaerasi

3. Toplesvolume10liter diisiair sebanyak 80% setelahituditambahkan bibit

sebanyak 20%

(29)

Penebaran Rotifer

1. Alat dan bahan berupa ember dan bibit Rotifer

2. Sebelum telur ditebar aerasi diatur dengan kekuatan sedang.

3. Bak diisi dengan Algae sebanyak 7 ton.

4. Bibit yang telah disiapkan ditebar secara perlahan ke dalam bak.

5. Penebaran bibit biasanya dilakukan pada sore hari

6. Keesokan harinya kemudian ditambah kembali algae sesuai dengan kondisi

kepadatan Rotifer.

Pemeliharaan Rotifer

1. Bak Rotifer yang telah penuh sudah siap untuk dipanen

2. Panen Rotiferdilakukan dengan frekuensi dua kali sehari.

3. Panen Rotifer dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06:00 dan siang hari

sekitar pukul 13:00.

4. Pemberian Bento kepada Rotifer dilakukan pada sore hari sekitar pukul

17:00.

5. Pemberian Bento dilakukan seminggu sekali.

6. Pencucian bak Rotifer dilakukan sebulan sekali.

Pengendalian Hama

1. Pemberian bento dilakukan seminggu sekali

(30)

3.3.3 Pengukuran Kualitas Air

pH

1. Elektroda dicelupkan ke dalam kolam sampai pH meter menunjukan

pembacaan yang tetap.

2. Mencatat hasil pembacaan pada tampilan dari pH meter.

Suhu

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Ujung termometer dicelupkan kedalam kolam dan ditunggu samapai air

raksa dalam skala termometer berhenti

3. membaca skala thermometer

Salinitas

1. Alat ukur dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan.

2. Setelah proses kalibrasi,penutup prisma dibuka alat dan di teteskan sampel

sebanyak 1-2 tetes dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian menutup

kembali prisma dengan baik dan pastikan air sampel memenuhi area

prisma.

3. Mengamati pada nilai skala, adanya perbedaan warna terang dan gelap, catat

nilai yang tertara pada perbedaan warna tersebut.

3.4 Parameter yang di amati dan analisis data 3.4.1 Parameter yang di amati:

Jumlah populasi rotefer yang diketahui melalui sampling pada empat titik

(31)

ekor roifer yang ada dalam 1 ml selanjunya untuk mengetahui jumlah populasi

dalam bak dikalikan dengan volume bak dan beberapa parameter kualitas air seperti

suhu, pH dan salinits

3.4.2 Analisa data

Data disajikan dalam bentuk tabulasi, grafik, selanjutnya di analisis secara

deskriptif dalam bentuk narasi. Untuk menghitung jumlah populasi rotifer

digunakan rumus: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 × volume wadah (Hadisubroto 1985)

Jumlah populasi = S1+ S2+S3+S4/4 (ekor/ml)

Jumlah popusai dalam bak jumlah populasi sampling X volume bak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, terutama data sekunder dan dari pengamatan lapangan, dilakukan inventarisasi masalah dan ditentukan masalah yang harus