• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJUAN PUSTAKA. a. Standar Kompetensi Sarjana Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJUAN PUSTAKA. a. Standar Kompetensi Sarjana Farmasi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kompetensi

a. Standar Kompetensi Sarjana Farmasi

Standar Kompetensi Sarjana Farmasi merupakan standar nasional yang harus dicapai lulusan pendidikan S1 Farmasi di seluruh Indonesia termasuk lulusan pendidikan Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kompetensi utama lulusan S1 Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sesuai dengan Surat Keputusan Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia Nomor: 12/APTFI/MA/2010 tentang Kompetensi Sarjana Farmasi Indonesia adalah:

1) Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kefarmasian di bidang klinis meliputi sistem kardiovaskuler, pernafasan, saraf, endokrin, ophtalmologi, THT, urologi, tulang & persendian, obsgyn, ginjal, dan gangguan dermatologi secara profesional.

2) Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kefarmasian di bidang komunitas secara profesional.

3) Mahasiswa mampu menerapkan aspek etik dan legal dalam melakukan pekerjaan kefarmasian.

4) Mahasiswa mampu mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen apotek, RS, dan industri di bidang kefarmasian.

(2)

5) Mahasiswa mampu menjalin hubungan interpersonal.

6) Mahasiswa mampu mengembangkan profesionalisme melalui penelitian

b. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (PP RI No 51 2009 Pasal 1 Poin 5).Menurut Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Nomor : 058/SK/PP.IAI/IV/2011 Tentang Standar Kompetensi Apoteker Indonesia adalah :

1) Mampu Melakukan Praktik Kefarmasian Secara Profesional dan Etik

2) Mampu Menyelesaikan Masalah Terkait dengan Penggunaan Sediaan Farmasi

3) Mampu Melakukan Dispensing Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

4) Mampu Memformulasi dan Memproduksi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Sesuai Standar Yang Berlaku

5) Mempunyai Keterampilan dalam Pemberian Informasi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

6) Mampu Berkontribusi dalam Upaya Preventif dan Promotif Kesehatan Masyarakat

7) Mampu Mengelola Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Standar Yang Berlaku

(3)

8) Mempunyai Keterampilan Organisasi dan Mampu Membangun Hubungan Interpersonal dalam Melakukan Praktik Kefarmasian

9) Mampu Mengikuti Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Yang Berhubungan dengan Kefarmasian

Apoteke rsebagai pelaku utama pelayanan kefarmasian yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibannya. Kompetensi dan kewenangan apoteker tersebut menunjukkan kemampuan profesional yang baku dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan tersebut. Apoteker kesehatan yang melaksanakan tugas sesuai standar profesinya akan mendapatkan perlindungan hukum.

Apoteker sebagai pendukung upaya kesehatan dalam menjalankan tugasnya harus diarahkan dan dibina sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pembinaan dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi dan kemampuannya, sehingga selalu tanggap terhadap permasalahan kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya.Sedangkan pengawasan dilakukan terhadap kegiatannya agar tenaga kesehatan tersebut dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan kebijaksanaan peraturan perundang-undangan dan sistem yang telah ditetapkan.

(4)

2. Kurikulum

a. Pengertian Kurikulum

Kurikulum berarti suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematika atas dasar norma-norma yang berlaku dan dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan (Dakir, 19 20 2004: 3).

b. Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (SK Mendiknas nomor 045/U/2002).Dengan pengertian tersebut maka kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai model atau desain kurikulum yang dirancang secara khusus untuk menyiapkan peserta didik kompeten dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Mulyasa berpendapat bahwa kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu

(5)

Mulyasa(2004:39).Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menerapkan KBK dengan metode pembelajaran Problem

Based Learning (PBL). 3. Problem Based Learning

Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran

yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan pada era globalisasi saat ini. Problem Based Learning pertama dikembangkan untuk pertama kali oleh Prof. Howard Barrow sekitar tahun 1970-an dalam pembelajaran ilmu medis di McMaster University Canada (Amir, 2009). Model pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah.

Menurut Glazer (2001), mengemukakan Problem Based Learning

merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata. Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif pada siswa.Problem

Based Learning adalah pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran.Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam PBL di Program Studi Farmasi UMY yaitu, kuliah pakar, tutorial, praktikum

(6)

keterampilan farmasi, praktikum ilmu farmasi, plenary discussion,

Interprofessional Education (IPE) dan Early Pharmaceutical Exposure

(EPE).

4. Early Pharmaceutical Exposure

Early Exposure merupakan metode pembelajaran berbasis masalah.Di beberapa negara Early Exposure dikenal dengan Early

Clinical Exposure.Konsep Early Clinical Exposure merupakan pemaparan

awal mahasiswa pada dunia klinis dalam bentuk praktik klinis.Praktik klinis merupakan bagian integral dari pendidikan sarjana farmasi.Early

Clinical Exposure diberikan untuk mempersiapkan mahasiswa agar dapat

melakukan dan mengetahui prinsip-prinsip dalam praktik klinis dan merangsang mahasiswa untuk menggunakan keterampilan berpikir kritis mereka untuk memecahkan masalah (Kojuri, dkk, 2012)

Pada Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Early Clinical Exposure dikenal dengan istilah Early

Pharmaceutical Exposuredan diberikan semenjak pendidikan akademik

dalam bentuk praktik klinis..

Pada Program Studi Farmasi UMY, EPE dilaksanakan sebanyak 6 kali yaitu di Puskesmas (blok 5), Industri (blok 8) dan Rumah Sakit (blok 14, blok 16, blok 22 dan blok 24). Peneliti fokus mengevaluasi pelaksanaan dan pengaruh tingkat pengetahuan mahasiswa terhadap EPE yang terdiri dari 6 aspek yang meliputi aspek persiapan, aspek pembimbing, aspek kegiatan, aspek keterampilan mahasiswa, aspek

(7)

kinerja kelompok, aspek mahasiswa di blok 16. Target kompetensi yang diharapkan di blok 16 dibagi menjadi 4, yaitu:

a. Kelengkapan administrasi terkait pelayanan kefarmasian di IFRS b. Pengelolaan obat di IFRS

c. Good dispensing practice di IFRS d. Observasi data dalam rekam medic

5. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetauan

Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai.Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan proses dari usaha manusia untuk tahu (Bakhtiar, 2012).

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan menurut Notoadmodjo (2007) mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah menginat kembali (recall) tehadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

(8)

paling rendah untuk mengukur bahwa seseorang tahu tentang apa yang dipelajari.

2) Memahami (comprehension)

Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yng diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. 3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian.

4) Analisis (analysis)

Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dlam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

(9)

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis (synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

c. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita dapat ukur sesuai dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoadmodjo, 2007).

Menurut Arikunto (2006) yang dikutip Machfoedz (2010), skala pengukuran untuk mengukur tingkat pengetahuan diktegorikan dengan tiga kategori, yaitu :

(10)

1) Baik, bila responden mampu menjawab dengan benar 76%-100%dari seluruh pertanyaan.

2) Cukup, bila responden mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan.

3) Kurang, bila responden mampu menjawab dengan benar <56% dari seluruh pertanyaan.

(11)

B. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep Keterangan: : berpengaruh

C. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Evaluasi pelaksanaan EPE blok 16 Program Studi Farmasi UMY masuk dalam katogori baik.

2. EPE berpengaruh signifikan terhadap pengetahuan mahasiswa.

Problem Based Learning

(PBL) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Standar Kompetensi Apoteker Indonesia Early Pharmaceutical Exposure (EPE) Tingkat Pengetahuan Evaluasi Pelaksanaan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep  Keterangan:   : berpengaruh

Referensi

Dokumen terkait

dan ketentuan pada Perda Kabupaten Deli Serdang tentang IMB sudah memiliki kepastian hukum, tetapi dalam Perda Nomor 14 Tahun 2006 Pasal 9 tentang pencabutan IMB kurang

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat

Perubahan PP Nomor 148 tahun 2000 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah- daerah

Jadi, suatu brand supaya menjadi kuat, maka konsumen harus bisa mengasosiasikan brand dengan sesuatu yang dikehendaki oleh pemasar dimana sesuatu itu berlaku juga sebagai

ALGA (A13), RGMA (A13), FaLGD (A11), FeGMA (A13), menyampaikan bahwa pendidikan yang holistik subjek adalah pendidikan yang memiliki komponen subjek yang menyeluruh dalam

Salah satu gejala penyakit yang juga terlihat pada kebun yang terserang adalah penyakit busuk hitam pada batang dengan ukuran dan posisi busuk hitam pada batang

Adapun dalam penulisan skripsi ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis kebangkrutan dengan Metode Altman (z-score) secara time series (membandingkan

Kegagalan pengeluaran mekonium menimbulkan refluks kolon sehingga muntah- Kegagalan pengeluaran mekonium menimbulkan refluks kolon sehingga muntah- muntah didukung ketidaknormalan