Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 28 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RIMBA MELINTANG KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2014.
Nislawaty
Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia
ABSTRACT
Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) is an approach to integration in tatalaksanan sick infants and toddlers who come for treatment to health facilities dipelayanan outpatient basis. Reports from the United Nations Children's Emergency Fund (UNICEF) and the World Health Organization (WHO) found approximately 6.6 million children die before reaching the age of 5 years. The main causes of child mortality are pneumonia, prematurity, asphyxia, diarrhea, malaria, and 45% of infant mortality due to malnutrition. This is why the WHO recommends to implement IMCI program. The purpose of this study was to determine how factors associated with IMCI implementation by health workers at Puskesmas Woods Crossing Rokan Hilir. The study design was cross-sectional. Samples were midwives and nurses working in health centers Woods Crossing area Rokan Hilir, amounting to 35 people. In this study sample is total population. Data were analyzed using analysis Univariate and Bivariate. The results showed the relationship of knowledge midwife / nurse with IMCI implementation amounted to 12 people (57.1%), relationship health personnel midwife / nurse with IMCI implementation amounted to 8 people (42.1%), relationship training midwives / nurses with IMCI implementation amounted to 9 people (56.3%), relationship work experience midwife / nurse with IMCI implementation of 10 people (55.6%). Based on Chi-Square test found that the relationship between knowledge, work experience, and there was no correlation Training Health Workers. Expected to implement IMCI health workers to be able to comply with the existing SOPs in IMCI implementation in order to improve the quality of treatment for sick infants.
Keywords : Knowledge, Health Workers, Training and Work Experience Bibliografi : 27 (2006-2013)
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendekatan program perawatan balita sakit yang dipakai selama ini adalah program intervensi secara terpisah untuk masing-masing penyakit, sehingga World Health
Organization (WHO) tahun 2005, merekomendasikan untuk dibentuknya Manajamen Terpadu Balita Sakit (MTBS) serta kebijakan lintas program oleh Unit Kerja Koordinasi Ikatan Dokter Anak
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 29 Indonesia (UKK IDAI) tahun 2008
(Depkes RI dan WHO 2008).
Laporan bersama oleh dana anak-anak PBB United Nations
Emergency Children’s
Fund(UNICEF), WHO dan bank dunia mendapati pada tahun 2012 sekitar 6,6 juta anak meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, angka ini jauh dibandingkan pada tahun 1990 dimana jumlah anak yang meninggal berkisar 12 juta. Penyebab utama kematian anak balita adalah pnemonia, prematuritas, asfiksia, diare, dan malaria. Secara global,WHO mengatakan sekitar 45% kematian balita disebabkan karena kekurangan gizi (WHO,2013).
Secara global, jumlah kematian balita setiap tahunnya menurun dari tahun 1990 ke tahun 2012. Selama 22 tahun terakhir terselamatkan sekitar 90 juta jiwa, menurut laporan tersebut, di Indonesia jumlah kematian anak dibawah 5 tahun telah berkurang dari 385.000 pada tahun 1990 menjadi 152.000,ini jelas berita baik kata ”Angela Kearney, kepala perwakilan UNICEF. Namun jangan lupa bahwa lebih dari 400 anak-anak yang masih meninggal setiap hari di Indonesia, biasanya anak-anak ini berasal dari keluarga miskin dan paling terpinggirkan dan mereka menjadi korban penyakit yang mudah dicegah dan diobati seperti pneumoni, diare. Kita perlu memastikan bahwa layanan pencegahan dan pengobatan tersedia untuk semua anak diindonesia (Profil Depkes RI, 2012).
Data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2013 mencatat angka kematian bayi ada 2 oarang, dimana penyebab kematiannya disebabkan oleh penyakit diare.
Data Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2012 menyebutkan AKB di Provinsi Riau cenderung menurun dari tahun 1994-2012 yaitu 24 kematian per 1000 kelahiran hidup. Kasus Tetanus Neonatorum sebagai penyebab kematian masih ditemukan pada tahun 2011 di Kota Pekanbaru.
Permasalahan tingginya angka kematian bayi dan balita harus segera ditangani salahsatunya adalah dengan meningkatkan kualitas dan aksespelayanan kesehatan bagi bayi barulahir, bayi, dan anak balita.Pada
tahun 1992,
WHOmulaimengembangkan cara yang cukup efektif serta dapat dikerjakan untuk mencegah sebagianbesar penyebab kematian bayi dan balita, yakni melaluiprogram “Integrated Management ofChildhood Illness(IMCI)”atau dikenal sebagai program Manajemen Terpadu BalitaSakit(MTBS) untuk diterapkan dan direplikasikan di negara-negara yang mempunyai AKB di atas 40per 1000 kelahiran hidup. Hal inilahyang
menyebabkan WHO
merekomendasikan
untukmelaksanakan program MTBS yang diadaptasikan sesuai dengan permasalahan kesehatanbayi dan balita di Indonesia.Indonesia telah mengadopsi pendekatan MTBS sejak tahun 1996dan implementasinya dimulai tahun 1997 (WHO, 2013).
MTBS merupakan suatu pendekatan terhadap balita sakit yang dilakukan secara terpadu dengan memadukan pelayanan promosi, pencegahan, serta pengobatan terhadap lima penyakit penyebab utama kematian pada bayi dan balita di negara berkembang, yaitu pnemonia, diare, campak, dan malaria serta malnutrisi. MTBS
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 30 digunakan sebagai standar pelayanan
bayi dan balita sakit sekaligus sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dan perawat di fasilitas pelayanan kesehatan dasar ( Modul MTBS Dinkes, 2011).
Program MTBS dilakukan pada bayi usia 2 bulan sampai dengan 5 tahun.Selanjutnyauntuk menunjang program MTBS, WHO memperkenalkan 1 set buku pedoman MTBS. BukuPedoman MTBS ini menggunakan suatu bagan yang memperlihatkan langkah-langkah sertapenjelasan cara pelaksanaannya, sehingga dapat menilai, membuat klasifikasi, memberikan pengobatan, konseling, kunjungan ulang serta pelayanan tindak lanjut( Modul MTBS Dinkes, 2011).
Inti dari kegiatan MTBSadalahmelihat balita secarautuh(komprehensif)
sehinggaPetugasbisa menentukan diagnosa apakah balita sakit atau tidak serta melaksanakan kebiasaanpetugas dalamberfikir terpadudan menyeluruh.Penerapan MTBS didahului dengan membangun komitmen di tingkat Kabupatendengan pelatihan petugas. Petugas yang dilatihyaknidokter spesialis, dokter Puskesmas,bidan, perawat, dimana dokter spesialis sebagai rujukan.
Kabupaten (Kasie Kesga)sebagai supervisor, petugas MTBS sebagai tempat pelayanan. Dengan demikian akan terjadimekanisme pelayanan terpadu yang terintegrasi dan diharapkan akan memberi daya ungkitterhadap penurunan kematian bayi dan balita(Depkes RI dan WHO, 2008).
Menurut data laporan rutin yang di himpun dari Dinas Propinsi
seluruh Indonesia melalui pertemuan nasional program kesehatan anak tahun 2010. Hingga akhir tahun 2009 penerapan MTBS telah mencakup 33 Propinsi. Jumlah puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan pendekatan MTBS karena beberapa sebab, antara lain : belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan yang terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen atau kebijakan dari pimpinan puskesmas dan lain-lain (Depkes, 2010).
Sejak tahun 2011 dilakukan pelatihan di Kabupaten Rokan Hilir dan pelaksanan MTBS baru berjalan pada tahun 2012 dan sampai saat sekarang ini. Pelaksanaan MTBS di kembangkan secara bertahap yang telah di laksanakan di 16 puskesmas yang ada di Kabupaten Rokan Hilir.Yang dimulai dengan pelatihan dokter, bidan dan perawat. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, tercatat ada 64 petugas yang telah dilatih MTBS, 32 orang dokter, 16 bidan dan 16 perawat (Dinkes, 2011).
Berdasarkan survey pendahuluan, pelayanan MTBS di puskesmas dilakukan oleh bidan dan perawat sedangkan dokter menerima konsul dan rujukan. Evaluasi dilakukan setiap tahun oleh Dinas Kesehatan untuk mengetahui kendala atau permasalahan yang timbul selama pelaksanaan MTBS. Hasil Rekapitulasi dari bulan Januari - Desember tahun 2013 di 16 Puskesmas yang ada di Kabupaten Rokan Hilir menunjukkan data kunjungan anak balita yang di MTBS adalah standar nilai minimal yang
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 31 dijadikan acuan oleh Depkes RI
adalah 75%. Dengan demikian maka dapat dilihat bahwa tingkat kepatuhan petugas MTBS belum mencapai nilai minimal Depkes. Hasil evaluasi dari data dinas kesehatan Rokan Hilir tahun 2013, yang terdiri dari 16 puskesmas yang paling rendah cakupan pelaksanaan MTBS adalah puskesmas Rimba Melintang. Selain itu juga terdapat permasalahan yang dihadapi pada beberapa Puskesmas yaitu jadwal MTBS yang telah dibuat tidak dipatuhi, tidak semua anak sakit dilakukan pemeriksaan secara MTBS (Dinkes, 2011).
Dinas kesehatan baru mampu mengembangkan program MTBS sebatas penyelenggaraan pelatihan dan mendorong puskesmas untuk memulai keberhasilan pelaksanaan MTBS tersebut sangat didukung oleh berbagai faktor motivasi kerja dan sumber daya manusia, dalam hal ini petugas puskesmas yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya menyangkut MTBS. Kelengkapan pelayanan MTBS juga dapat dilihat dengan bagaimana petugas itu memberikan pelayanan yang sesuai dengan prosedur pelaksanaan MTBS. Keberhasilan petugas menjalankan MTBS sesuai prosedur sangat dipengaruhi faktor yang mendorong petugas untuk memberikan pelayanan MTBS sesuai prosedur yaitu, pengetahuan petugas tentang MTBS, pendidikan petugas yang menjadi petugas MTBS, pelatihan petugas tentang MTBS, dan pengalaman kerja petugas tentang MTBS. Pelaksanaan MTBS ini terintergasi dengan program-program kesehatan dasar lainnya,untuk itu diperlukan manajemen sumber daya manusia
yang baik. Survey pendahuluan di Puskesmas Rimba Melintang dengan kasus-kasus yang terkait sehingga tidak terlaksanaanya MTBS dengan benar.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Faktor - faktor yang Berhubungan dengan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit(MTBS) di Wilayah
Kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2014, ditinjau dari segi pengetahuan, tenaga kesehatan, pelatihan, dan pengalaman kerja. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraiakan maka perumusan masalah penelitian ini adalah ”Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit(MTBS) di wilayah kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2014? Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaanManajemen Terpadu Balita Sakit(MTBS)Di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2014.
METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitik kuantitatif, dengan rancangan menggunakan pendekatan croos sectional yang bertujuan untuk melihat faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 32 wilayah kerja Puskesmas Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2014.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2014.
Populasi Dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh bidan dan perawat yang aktif bertugas di Wilayah Kerja
Puskesmas Rimba
Melintangsebanyak 35 orang. Sampel adalah bidan dan perawat yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir, yang dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sebanyak 35 orang.
Alat Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan daftar tilik pengamatan tatalaksana MTBS. Kuesioner yang digunakan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan hasil terlampir (lampiran 5). Sumber referensi dalam pembuatan kuesioner pengetahuan diambil dari modul pelatihan MTBS revisi tahun 2011.
RENCANA ANALISIS DATA Analisa Univariat: Pada penelitian ini analisa univariat yang digunakan untuk jenis data kategorik, sehingga menghasilkan suatu distribusi dan persentase dari tiap karakteristik responden.
Analisis Bivariat: Analisa yang dilakukan untuk melihat hubungan kedua variable yang meliputi variabel faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
MTBS dan variable pelaksanaanMTBS di wilayah kerja Puskemas Rimba Melintang tahun 2014. Data yang telah terkumpul kemudian dikelompokkan, ditabulasi dan dilakukan analisis data untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Untuk membuktikan adanya hubungan diantara dua variabel tersebut digunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan 95 %. Hasil analisis yang dinyatakan ada hubungan secara bermakna dengan cara membandingkan nilai (P value) dengan nilai alpa (α 0,05), jika nilai P ≤ α (0,05) maka keputusanya Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara variabel independen dan dependen dan jika nilai P > α (0,05) maka keputusanya Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel dependen dan independen.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir dari tanggal 11 sampai tanggal 13 Agustus tahun 2014. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan mengunakan daftar tilik dan menyebarkan kuesioner yang dibagikan pada tenaga kesehatan khususnya bidan dan perawat yang berjumlah 35 orang dan dijawab secara lengkap. Bab ini menyajikan mengenai hasil penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di wilayah kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2014. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada analisa univariat dan analisa bivariat.
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 33 Analisa Univariat
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
No Pengetahuan Frekuensi Persentase
(%)
1 Rendah 14 40.0
2 Tinggi 21 60.0
Total 35 100.0
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar tenaga kesehatan
memiliki pengetahuan tinggi yaitu 21 orang (60,0%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tenaga Kesehatan
No Tenaga Kesehatan Frekuensi Persentase
(%)
1 Perawat 16 45.7
2 Bidan 19 54.3
Total 35 100.0
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari tenaga kesehatan
yang paling banyak adalah bidan yaitu 19 (54,3%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelatiahan
No Pelatihan Frekuensi Persentase
(%)
1 Tidak pernah 19 54.3
2 Pernah 16 45.7
Total 35 100.0
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tenaga kesehatan yang tidak pernah
mengikuti pelatihan yaitu 19 orang (54,3%).
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
No Pengalaman kerja Frekuensi Persentase
(%)
1 < 5 tahun 17 48.6
2 ≥ 5 tahun 18 51.4
Total 35 100.0
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar tenaga kesehatan
yang masa kerja paling lama yaitu 18 (51,4%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan MTBS
No Pelaksanaan MTBS Frekuensi Persentase
(%)
1 Tidak 22 62.9
2 Ya 13 37.1
Total 35 100.0
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar tenaga kesehatan
yang tidak melaksanakan MTBS yaitu 22 orang (62,9%).
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 34 Hubungan pengetahuan Bidan/Perawat dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.6 Hubungan Pengetahuan Bidan/Perawat dengan PelaksanaanMTBS Pengetahuan
Bidan/Perawat
Pelaksanaan MTBS Total P Value
Tidak Ya
N % N % N %
Rendah 13 92.9 1 7.1 14 100.0 0.008 Tinggi 9 42.9 12 57.1 21 100.0
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan tinggi lebih cendrung melaksanakan MTBS sebanyak 12 orang (57,1%). Berdasarkan uji statistik ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tenaga
kesehatan dengan pelaksanaan MTBS di wilayah kerja Puskesmas Rimba Melintang tahun 2014. Hal ini dibuktikan dengan P Value= 0,008< α = 0,05 sehingga Ho gagal diterima pada derajat kemaknaan 0,05.
Hubungan Tenaga Kesehatan dengan pelaksanaan MTBS
Tabel 4.7 Hubungan Tenaga Kesehatan Bidan/Perawat dengan Pelaksanaan MTBS Tenaga
Kesehatan Bidan/Perawat
Pelaksanaan MTBS Total P Value
Tidak Ya
N % N % N %
Perawat 11 68.8 5 31.3 16 100.0 0.756 Bidan 11 57.9 8 42.1 19 100.0
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS sebanyak 8 orang (42,1%). Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara tenaga kesehatan dengan
pelaksanaan MTBS di wilayah kerja Puskesmas Rimba Melintang tahun 2014. Hal ini dibuktikan dengan P Value= 0,756 >α = 0,05 sehingga Ho diterima pada derajat kemaknaan 0,05.
Hubungan pelatihan bidan/perawat dengan pelaksanaan MTBS Tabel 4.8 Hubungan Pelatihan Bidan/Perawat dengan Pelaksanaan MTBS
Pelatihan Pelaksanaan MTBS Total P Value
Tidak Ya
N % N % N %
Tidak pernah 15 78.9 4 21.1 19 100.0 0.073 Pernah 7 43.8 9 56.3 16 100.0
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 35 Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa
bidan/perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan yaitu 15 orang (78,9%). Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antaraPelatihan dengan pelaksanaan
MTBS di wilayah kerja Puskesmas Rimba Melintang tahun 2014. Hal ini dibuktikan dengan P Value= 0,073 >α = 0,05 sehingga Ho diterima pada derajat kemaknaan 0,05.
Hubungan pengalaman kerja bidan/perawat dengan pelaksanaan MTBS Tabel 4.9 Hubungan Pengalaman Kerja Bidan/Perawat dengan Pelaksanaan MTBS
Pengalaman kerja
Pelaksanaan MTBS Total P Value
Tidak Ya
N % N % N %
< 5 tahun 14 82.4 3 17.6 17 100.0 0.049 ≥ 5 tahun 8 44.4 10 55.6 18 100.0
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa bidan/perawat yang baru bekerja yaitu 14 orang (82,4%). Berdasarkan uji statistik ada hubungan yang bermakna antaraPengalaman kerja dengan pelaksanaan MTBS di
wilayah kerja Puskesmas Rimba Melintang tahun 2014. Hal ini dibuktikan dengan P Value= 0,049 <α = 0,05 sehingga Ho gagal diterima pada derajat kemaknaan 0,05.
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan MTBS oleh bidan/perawat di Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2014 maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan pengalaman kerja bidan/perawat dengan pelaksanaan MTBS
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tenaga Kesehatan dan pelatihan bidan/perawat dengan pelaksanaan MTBS
Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir diharapkan perlu mengadakan pelatihan kembali
tentang MTBS bagi bidan/perawat guna meningkatkan kualitas pelaksanaan MTBS dan mengadakan supervisi ke puskesmas secara berkala untuk memantau pelaksanaan MTBS baik terhadap kepatuhan petugas terhadap protap maupun pemantauan program.
2. Bagi pimpinan Puskesmas diharapkan dapat mengaktifkan kembali petugas yang pernah dilatih MTBS supaya ilmu yang didapat tidak hilang begitu saja dan meningkatkan pengadaan bahan cetakan seperti formulir MTBS, KNI serta melakukan evaluasi tingkat puskesmas secara rutin.
3. Bagi petugas MTBS diharapkan dapat mematuhi protap yang ada dalam pelaksanaan MTBS guna
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 36 meningkatkan kualitas
penanganan balita sakit.
4. Penelitian selanjutnya yang mengenai pelaksanaan MTBS difokuskan untuk penilaian pada satu penyakit saja supaya benar-benar tergambar tingkat keterampilan petugas dalam tata laksana penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.Jakarta. 2006. Azwar,A. (2008), Pengantar
Administrasi Kesehatan, Jakarta: Edisi ke Tiga, Binarupa Aksara.
Departemen Kesehatan RI , (2007). Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. Petunjuk Teknis: Penggunaan dana APBN yang dilaksanakan di Propinsi, Kabupaten/ Kota Program Upaya Kesehatan Masyarakat dan Program Perbaikan Gizi Masyarakat Tahun Anggaran 2007, Jakarta. Departemen Kesehatan RI,(2008)
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Depkes RI dan WHO, ( 2008) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), Modul 1 – 7, Edisi 3 Dirjen Kesehatan RI Jakarta.
Dinas Kesehatan Propinsi Riau. (2012), Data Profil Dinas Kesehatan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir. (2013), Data pelaksanaan MTBS Propil Dinas Kesehatan
Direktorat Bina Kesehatan Anak, (2009). Depkes, MTBS.
Hamzah, H. (2008), Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di bidang pendidikan.Jakarta: BT Bumi Aksara
Hari Pratono, Lutfan Lazuardi dan Hasanbasari. (2008), M.Evaluasi Manajemen Terpadu Balita Sakit di Kabupaten Tanah Laut. Herzberg, F. (2006), Work and The Nature Of Man Cleveland, World. Kepmenkes RI/2009/ Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
857/Menkes/SK/IX/2009 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Sumber Daya Manusia Kesehatandi Puskesmas, Jakarta.
Lampiran Kepmenkes RI Nomor: 153/Menkes/SK/XII/200 2 Tentang Pemberantasan Penyakit Saluran Pernapasan Akut (ISPA), 2002.Availablefrom:http: //bankdata.depkes.go.id/d ata%20intranet/Regulasi/ Kepmenkes/Kepmenkes. htm. diperoleh tanggal 11 juni Malayu S.P Hasibuan. (2007), Organisasi dan Motivasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Samsudin, Sadili, Wijaya E, (2005), Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Cetakan ke- CV Pustaka Setia.
Mawarni. (2006), Biostatistik Lanjut. Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 37 Nursalam. (2008). Konsep dan
Metodologi Penelitian untuk Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo, S.( 2005), Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT Rineka Cipta.
(2010), Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
………..( 2005), Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Prof. Dr. Buchari Lapau, dr.MPH (2013), Metode Penelitian Kesehatan Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Jakarta Unicef.Indonesia.org/ Indonesia/ id/media.http. Diperoleh tanggal September 2013 UUD Kesehatan, no 23. (1992). Undang-undang Kesehatan. Pustaka Widaya Tama Winkelstein, (2009). Wong Buku Anjuran Keperawatan Pediatrik. Jakara : EGC
Undang- Undang (UU) Nomor: 36 TAHUN 2009 Tentang: TENAGA KESEHATAN Wibowo Suprapto H. (2008), Analisis Manajemen Mutu MTBS yang Terkait dengan Mutu Penerapan Kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Puskesmas di Kabupaten Brebes.UNDIP, Semarang.
World Health Organization. (2008) Integrated Management of Childhood Illness: Global status of Implementation. WHO. Dari http : //www.emro.who.int/cah/ MDG-about.htm. Download 17 juni .