• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI PUSDIKLAT PEGAWAI DEPARTEMEN SOSIAL RI SURYA WIJAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI PUSDIKLAT PEGAWAI DEPARTEMEN SOSIAL RI SURYA WIJAYA"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PEGAWAI DEPARTEMEN SOSIAL RI

SURYA WIJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA

TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI PUSDIKLAT

PEGAWAI DEPARTEMEN SOSIAL RI

SURYA WIJAYA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(3)

Judul Tesis : Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pusdiklat Pegawai Departemen Sosial RI. Nama : Surya Wijaya

NIM : P 051034011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sumardjo, MS Prof. Dr. Pang S. Asngari Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(4)

ABSTRAK

SURYA WIJAYA. Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap

Prestasi Kerja Pegawai Pusdiklat Pegawai Departemen Sosial RI. Dibimbing oleh

SUMARDJO dan PANG S. ASNGARI.

Penelitian dilakukan di Pusdiklat Pegawai Departemen Sosial RI dengan tujuan untuk: (1) Menganalisis pengaruh kepemimpinan, karakteristik pegawai, dan budaya organisasi terhadap motivasi kerja; dan (2) Menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap prestasi kerja pegawai. Penelitian dirancang sesuai dengan eksplanatory research. Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai Pusdiklat Pegawai Departemen Sosial RI yang pada saat kajian tidak sedang tugas belajar. Penelitian dilakukan secara sensus terhadap 60 orang pegawai. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Motivasi kerja pegawai pada saat ini masih belum tinggi; (2) Prestasi kerja pegawai pada saat ini belum maksimal baik dalam konsistensi bekerja maupun dalam perilaku bekerja. (3) Budaya organisasi yang terdiri atas nilai

(value), keyakinan (belief) dan sistem merit terbukti berpengaruh secara nyata

terhadap motivasi; dan (4) Motivasi kerja pegawai belum mendasari prestasi kerjannya. Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan hal-hal sebagai berikut: (1) Perlu mengembangkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik melalui kepemimpinan dan kejelasan budaya organisasi dan penerapan prinsip-prinsip dasar kepemim-pinan.

Kata kunci: Kepemimpinan (Leadership), Motivasi kerja (Job motivation), Prestasi kerja (Work performance).

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 11 Agustus 1954 dari pasangan Bapak H. Abusakim (Alm) dan Ibu Hj. Maryani. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara. Riwayat pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Sekolah Rakyat 1 Kepahyang, Kecamatan Kepahyang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTPN) no. 1 Kepahyang , kemudian melanjutkan pada Sekolah Menengah Atas (SMAN) no.1 Bengkulu.

Pada tahun 1973 setelah menamatkan SLTA, penulis sempat melanjutkan pada Akademi Tekstil Berdikari (ATB) Bandung Jurusan Tekstil hingga Semester II namun tidak selesai, Tahun 1974 penulis melanjutkan pendidikan pada Fakultas Publisistik Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung dengan Jurusan Jurnalistik, sambil bekerja di Harian Umum ”Pikiran Rakyat Bandung” mulai pada tahun 1975 sampai dengan 1984. Kemudian masuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Sosial RI Jakarta dari tahun 1984 hingga saat ini. Jabatan di PNS yang pernah penulis pegang: tahun 1986 sebagai Kasubag Bagian Gaji dan Perjalanan Dinas Departemen Sosial sampai tahun 1994, kemudian pada tahun 1994 sampai tahun 1996 menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Pimpinan dan tahun 1996- 1998 Kepala Bagian Pemberitaan dan Perag aan Biro Humas Depsos. Pada tahun 1998 penulis diangkat menjadi Kepala Bidang Bina Program Kantor Wilayah (Kanwil) Depsos Jawa Barat sampai tahun 2000. Ketika Depsos Bubar diangkat menjadi Kepala Dinas Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu dari tahun 2000-2003. Pada tahun 2003 penulis ditarik kembali Departemen Sosial menjadi tenaga fungsional Widyaiswara di Pusdiklat Pegawai Depsos RI hingga saat ini dengan pangkat Pembina Utama Muda Golongan IV/c.

(6)

PERNYATAAN

Saya menyatakan Tesis ”Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pusdiklat Pegawai Departemen Sosial RI” merupakan karya nyata pribadi dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi atau institusi lainnya.

Bogor, 20 Juni 2006

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Masalah Penelitian... 4 Tujuan Penelitian ... 6 Kegunaan Penelitian ... 6 Definisi Istilah ... 7 TINJAUAN PUSTAKA Prestasi Kerja ... 10

Motif dan Motivasi ... 12

Kepemimpinan ... 23

Karakteristik Pegawai ... 38

Budaya Organisasi ... 39

Tugas Pokok dan Fungsi Pusdiklat Pegawai ... 42

Program Pusdiklat Pegawai ... 45

Kelembagaan Pusdiklat Pegawai... 46

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir... 47

Hipotesis ...50

METODE PENELITIAN Populasi dan Responden ... 51

Rancangan Penelitian ... 51

Data dan Instrumentasi ... 51

Data ... 51

Instrumentasi ... 52

Definisi Operasional ... 52

Uji Validitas... 55

Analisis Data ... 56

HASIL DAN PEMBAHAS AN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

Gambaran Umum Responden ... 58

Kepemimpinan Pusdiklat Depsos ... 60

Budaya Organisasi ... 63

Motivasi Kerja ... 66

(8)

Halaman

Prestasi Kerja ... 67

Pengaruh Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja ... 69

Pengaruh Karakteristik Pegawai terhadap Motivasi Kerja ... 72

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi Kerja ... 73

Pengaruh Kepemimpinan terhadap Prestasi Kerja ... 74

Pengaruh Karakteristik Pegawai terhadap Prestasi Kerja ... 79

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Prestasi Kerja ... 82

Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Prestasi Kerja ... 83

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 86

Saran ... 87

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis telah dapat menyelesaikan Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan.

Tesis ini melihat aspek Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Prestasi pegawai. Penelitian dilaksanakan pada pegawai Pusdiklat Pegawai Depsos RI di Jakarta, mulai dari bulan Januari sampai bulan Maret 2006. Penelitian ini merupakan suatu upaya penulis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, di Pusdiklat Pegawai Depsos RI, melalui perbaikan kepemimpinan, motivasi kerja, dan prestasi kerja pegawai.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat: (1) Bapak Dr. Ir. Sumardjo, MS selaku ketua komisi pembimbing.

(2) Bapak Prof. Dr. Pang S. Asngari, selaku anggota komisi pembimbing.

(3) Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan.

(4) Bapak Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU, selaku penguji luar komisi. (5) Bapak Kapusdiklat Pegawai Departemen Sosial RI beserta staf.

(6) Ibunda Hj. Maryani dan kakak dan adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan yang tidak terhingga.

(7) Isteri dan anak-anak tercinta penulis yang dengan sabar telah memberikan semangat hingga dapat menyelesaikan studi ini hingga selesai.

(8) Rekan-rekan yang telah membantu kelancaran kegiatan penelitian.

Semoga amal dan budi baik Bapak/Ibu mendapat balasan dari Allah SWT, serta semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi Departemen Sosial RI khususnya kepada pegawai Pusdiklat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Bogor, 20 Juni 2006

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel:

1. Karakteristik responden ... 58

2. Distribusi responden berdasarkan penilaian terhadap prinsip-prinsip kepemimpinan ... 61

3. Distribusi responden berdasarkan budaya organisasi ... 63

4. Distribusi responden berdasarkan motivasi kerja ... 66

5. Distribusi responden berdasarkan prestasi kerja ... 68

6. Pengaruh prinsip-prinsip kepemimpinan terhadap motivasi kerja ... 70

7. Pengaruh unsur-unsur karakteristik pegawai terhadap motivasi kerja ... 72

8. Pengaruh unsur-unsur budaya organisasi terhadap motivasi kerja ... 72

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Berpikir Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pusdiklat Pega wai Depsos RI...50

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Variabel dan Indikator Penelitian ... 81 2. Angket untuk responden ... 98

(13)

Latar Belakang

Menurut Ruky (2004:14-15), istilah kinerja atau prestasi sendiri sebenarnya adalah pengalihbahasaan dari kata Inggris "Performance". Dalam Kamus The New Webster Dictionary memberi tiga arti bagi kata "performance " yang akan disebut di bawah ini:

(1) Performance adalah "Prestasi" yang digunakan dalam konteks atau kalimat misalnya tentang "mobil yang sangat cepat" ("high performance car").

(2) Performance adalah "pertunjukan" yang biasanya digunakan dalam kalimat

"Folk Dance Performance, " atau "Pertunjukan Tari-tarian Rakyat".

(3) Performance adalah "Pelaksanaan Tugas" misalnya dalam kalimat "in

performance his / her duties”.

Dalam bahasa Inggris sendiri sebenarnya ada sebuah kata atau istilah lain yang lebih menggambarkan "prestasi'" dalam pengertian bahasa Indonesia yaitu kata ''achievement”. Kata itu berasal dari kata " to achieve" yang berarti "mencapai" atau "apa yang dicapai."

Hasibuan (1992: 105) memberi pengertian prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja ini adalah gabungan dari tiga faktor penting yaitu (1) kemampuan dan minat seorang pekerja, (2) kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran (3) serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor di atas, maka semakin besar prestasi kerja pegawai bersangkutan. Menurut Hasibuan (1992: 97), definisi dari penilaian prestasi kerja adalah kegiatan manajer/pemimpin untuk mengevaluasi perilaku

(14)

dan prestasi kerja pegawai serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya. Penilaian perilaku yaitu menilai kesetiaan, kejujuran, kepemimpinan, kerja sama, loyalitas, dedikasi dan partisipasi pegawai. Istilah-istilah yang sama artinya dikemukakan oleh penulis buku mengenai manajemen sumber daya manusia tentang penilaian prestasi sering kita temui seperti konduite, employee rating,

performance appraisal, employee evaluation, personel review, service rating

dan atau behavioral asessment. Untuk menilai perilaku ini agak sulit untuk dilakukan karena tidak ada standar fisiknya. Berbeda dengan menilai hasil kerja, yang relatif agak lebih mudah disebabkan standar fisik yang dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk mengukurnya seperti meter, liter, kilogram dan lain-lain. Penilaian prestasi kerja adalah menilai ratio hasil kerja nyata dengan standar baik kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan oleh setiap individu pegawai.

Penilaian prestasi kerja pegawai ini mutlak harus dilakukan karena untuk mengetahui seorang pegawai memiliki prestasi kerja atau tidak dan sekaligus dapat mengetahui kelebihan- kelebihan maupun kekurangan-kekurangan yang dimilikinya. Bagi pegawai yang memiliki prestasi kerja yang tinggi, memungkin dirinya untuk diberikan promosi, sebaliknya pegawai yang prestasinya rendah dapat diperbaiki prestasi kerjanya dengan memindahkan kejabatan atau posisi yang sesuai dengan kecakapannya ataupun melalui pendidikan dan latihan dalam rangka pengembangan pegawai. Singkatnya penilaian prestasi kerja pegawai harus memberikan manfaat bagi pegawai dan berguna untuk instansi/lembaga dalam menetapkan kebijakan-kebijakan program kepegawaian pada masa yang akan datang, sehingga diperoleh kepuasan dan harmonisasi dalam instansi/lembaga.

Penilaian prestasi berarti para bawahan/staf mendapat perhatian dari atasannya sehingga mendorong mereka bergairah bekerja; asalkan proses penilaian secara jujur, obyektif serta ada tindak lanjutnya. Tindak lanjut penilaian

(15)

ini memungkinkan pegawai dipromosikan, didemosikan, dikembangkan, dan atau balas jasanya dinaikkan.

Dimensi peningkatan prestasi kerja dalam suatu instansi/lembaga sangat dipengaruhi berbagai faktor, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perlu suatu pengamatan yang cermat terhadap pengaruh-pengaruh tersebut. Situasi dan kondisi yang ada dari instansi/lembaga tempat pegawai itu bekerja akan sangat mempengaruhi prestasi kerjanya, termasuk kondisi internal dan eksternal dari pegawai yang bersangkutan.

Dalam penelitian ini penulis menggambarkan dan menganalisis prestasi kerja dari dimensi pengaruh kepemimpinan, karakteristik pegawai, budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap prestasi kerja pegawai.

Berdasarkan hasil pengamatan sement ara, prestasi kerja pegawai pada Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Pegawai Departemen Sosial Rl secara umum dapat dikategorikan masih belum maksimal. Hal ini ditandai dengan belum berkembangnya nilai- nilai budaya kerja secara konsisten yang dapat merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan.

Bagi para pegawai penilaian prestasi kerja ini sangat dibutuhkan sekali dan ditindaklanjuti dengan fakta yang ada, sehingga pegawai akan termotivasi untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tentunya diikuti pula dengan hak dan kewajiban yang harus diterima pegawai. Belum berfungsinya secara maksimal penilaian prestasi kerja ini dapat menimbulkan perasaan kurang puas dalam diri, merasa bahwa hasil kerja belum dinilai oleh instansi/lembaga dengan sewajarnya dan sekaligus kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri individu pegawai belum dapat diketahui. Sehingga menimbulkan kesan bahwa produktivitas pegawai

(16)

rendah, berdampak kepada seluruh aspek dan sistem yang berlaku di lembaga/instansi tersebut. Bagi pimpinan hasil ini merupakan masukan yang berarti dalam rangka mengambil langkah-langkah ke depan untuk memajukan instansinya dengan berpegang pada hasil akhir yang diterimanya dari penilaian prestasi tersebut dan ini akan memberikan manfaat bukan saja pimpinan tetapi juga bagi instansi sehingga dapat diwujudkan semboyan penempatan orang yang tepat pada jabatan yang tepat, sehingga dapat meminimalkan terjadinya kesalahan yang akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi lembaga/instansi tersebut.

Masalah Penelitian

Kinerja (performance) sebagai kata benda (noun) mengandung arti "thing

done " (sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Kinerja merupakan suatu hasil kerja

yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing- masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999: 2). Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2000: 3), kinerja diartikan sebagai gambaran meng enai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, organisasi.

Masalah pengukuran kinerja terkait erat dengan akuntabilitas dari kinerja institusi yang bersangkutan. Untuk melihat derajat akuntabilitas birokrasi, diperlukan standar kinerja (performance), yang harus disepakati terlebih dahulu mengenai informasi kinerja dan standar pelaporan informasi tadi. Dengan demikian agar bisa melihat derajat kemajuan yang telah dicapai birokrasi dalam

(17)

menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, harus ditetapkan standar ukuran kinerja dan ini mendapat persetujuan atau kesepakatan terlebih dahulu antara birokrasi dengan pihak yang memberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab tersebut.

Di Pusdiklat Pegawai Depsos RI diduga belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari fenomena bahwa mekanisme, prosedur yang ada belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Semangat budaya kerja dan budaya disiplin masih relatif rendah, sehingga keluaran (output) yang dihasilkan belum seimbang dengan asupannya sehingga lulusan Pusdiklat kurang kompeten dalam bidang tugasnya.

Diduga ada masalah-masalah di sekitar kinerja ini, yang ditandai dengan kurangnya konsistensi antara tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh pimpinan dalam rangka mencapai tujuan, visi dan misi organisasi, dan didukung komunikasi yang ada di lingkungan kerja organisasi untuk mensosialisasikan program/kegiatan belumlah tersosialisasi secara baik.

Berdasarkan dengan masalah dan kondisi di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian tentang pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap prestasi kerja pada pegawai Pusdiklat Pegawai Departemen Sosial RI Jakarta dengan permasalahan penelitian yang ingin diketahui yaitu:

(1) Seberapa jauh aspek kepemimpinan, karakteristik pegawai, budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai di Pusdiklat. (2) Seberapa jauh motivasi kerja pegawai berpengaruh terhadap prestasi kerjanya.

(18)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(1) Menganalisis pengaruh kepemimpinan, karakteristik pegawai, budaya organisasi terhadap motivasi kerja pegawai Pusdiklat Pegawai Depsos Rl. (2) Menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap prestasi kerja pegawai

Pusdiklat Pegawai Depsos RI.

Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan, dan para praktisi yang berkecimpung langsung dalam lembaga organisasi formal. Secara umum: Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumber bagi instansi terkait dalam membina pegawai sehingga dapat memperbaiki kualitas kinerja lembaga. Secara khusus:

(1) Penelitian ini dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai Pusdiklat Pegawai Depsos RI.

(2) Penelitian ini dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam memperbaiki budaya organisasi.

(3) Terhadap Ilmu Penyuluhan penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam penyuluhan (orientasi) pegawai dalam meningkatkan prestasi kerja sebagai pelayan masyarakat.

(19)

Definsi Istilah

Definisi beberapa istilah dan menjadi peubah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Kerja adalah karya merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya (Anoraga, 2001: 11). Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan sebelumnya.

(2) Prestasi kerja/kinerja adalah merupakan suatu hasil ker ja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono Suyadi. 1999:2). Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2000: 3) kinerja diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi, organisasi.

(3) Motif adalah suatu pernyataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk bertindak atau bergerak baik secara langsung ataupun melalui saluran perilaku yang mengarah kepada sasaran (Soewarno, 1980: 81). Gerungan (1991: 140) mendefinisikan motif sebagai suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Definisi itu menjelaskan betapa semua tingkah laku manusia pada hakekatnya mempunyai motif karena motif itu memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku manusia.

(20)

(4) Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan dengan kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individu ( Robbins, 1994).

(5) Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja (Anoraga, 2001:35). Oleh sebab itu motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.

(6) Kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan mengarahkan, merupakan faktor (aktivitas) penting dalam efektivitas manajer/pemimpin

(Nevertheless, leadership abilities and skill in directing are important factor in managers effectiveness) ( Nawawi, 2003:18). Dalam kenyataannya banyak

organisasi yang tidak cukup hanya dikendalikan oleh seorang manajer/pemimpin. Organisasi itu terutama yang berskala besar dan menengah, bahkan yang berskala kecil, memerlukan juga pemimpin-pemimpin untuk membantu pimpinan puncak dengan menjadi pimpinan-pimpinan pada unit-unit kerja yang jenjangnya lebih rendah. Para pimpinan/manjer unit kerja itu bertugas membantu pimpinan puncak, agar dapat menjalankan kepemimpinannya secara efektif dan efisien. Volume dan beban kerja yang banyak, berat dan kompleks, merupakan sebab seorang pimpinan puncak tidak dapat melaksanakan kepemimpinannya tanpa bantuan pimpinan pada jenjang yang lebih rendah. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin (Soekanto, 2002).

(7) Karakteristik Pegawai yaitu sifat-sifat yang ditampilkan seseorang pegawai yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya di dunia atau lingkungannya sendiri.

(21)

(8) Budaya Organisasi adalah nilai -nilai dominan yang didukung oleh organisasi, falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan, cara pekerjaan dilakukan di tempat itu, dan asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di antara anggota organisasi ( Robbins, 1994).

(9) Merit Sistem adalah sistem kepegawaian dengan pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan didasarkan atas kecakapan orang yang diangkat (Ensiklopedi Admimstrasi, 1989). Kecakapan tersebut harus dibuktikan dengan lulus dalam ujian jabatan. Selanjutnya tidak hanya pengangkatannya saja yang berdasarkan ujian jabatan, melainkan juga kenaikan gaji, kenaikan tingkat dan pangkat. Sistem ini tidak memberikan penghargaan kepada masa kerja, karenanya tidak memberikan kepuasan bagi mereka yang sudah lama bekerja. Dalam praktek, masa kerja memang dapat memberikan kemahiran, sehingga karenanya orang dapat menjadi cakap karena bertambah masa kerjanya.

(22)

Prestasi Kerja

Salah satu kebutuhan manusia yang terkuat adalah kebutuhan untuk merasa berprestasi (sense of achievement), untuk merasa bahwa ia melakukan sesuatu, bahwa pekerjaannya itu penting (Anoraga, 2001: 20).

Seseorang yang merasa, bahwa pekerjaannya itu tidak penting, sering tidak bersemangat dalarn menjalankannya dan sering mengeluh tentang pekerjaannya. Demikian juga pekerjaan yang menuntut keterampilan yang tinggi, sering lebih memuaskan karyawan dari pada pekerjaan yang hampir tidak membutuhkan keterampilan apa-apa. Mereka memperoleh kepuasan setelah berhasil menyelesaikan pekerjaan yang mungkin dapat merenggut nyawa mereka. Kepuasan yang mereka peroleh adalah kepuasan yang lebih bersifat egoistik.

Kinerja (performance) sebagai kata benda (noun) mengandung arti "thing

done" (sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Kinerja merupakan suatu hasil kerja

yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999: 2).

Menurut Nawawi (2003), Penilaian Kinerja (Job Performance Appraisal) yang disebut juga Penilaian Prestasi Kerja, Penilaian Karya atau Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah salah satu kegiatan manajemen sumber daya manusia.

Pengukuran kinerja pegawai merupakan metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(23)

Pengukuran ini digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah.

Untuk melakukan pengukuruan kinerja pegawai diperlukan indikator kinerja, yang bersifat kuantitatif dan yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang ditetapkan. Karena indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur untuk digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan

(ex-ante), tahap pelaksanaan (on-going), maupun tahap setelah kegiatan selesai

dan berfungsi (ex-post). Penilaian Kinerja/Prestasi Kerja pegawai yang efektif harus mampu memberikan umpan balik untuk kepentingan pekerja/anggota organisasi yang dinilai, para pemimpin (manajer) unit kerja, pengelola personalia/SDM, dan organisasi secara keseluruhan.

Selain itu, Penilaian Kinerja/Prestasi Kerja pegawai juga diartikan sebagai proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan seseorang karyawan/ anggota organisasi atau tim (team) kerja. Nantinya dari hasil observasi itu dilakukan pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai yang menunjukkan kelemahan/k ekurangan atau kelebihan serta keberhasilan atau kegagalan seorang karyawan/anggota organisasi dalam melaksanakan pekerjaan/ tugas pokoknya.

Berpijak pada konsep di atas, maka indikator kinerja tidak saja dari aspek inputs, outputs, tapi juga sampai pada outcomes. Benefit dan impact dari kegiatan organisasi publik.

Indikator inputs (masukan), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran (outputs). Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi,

(24)

kebijakan/peraturan perundang-undangan, dan sebagainya. Indikator outputs, adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau nonfisik. Indikator outcomes, adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator benefits (manfaat) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator Impacts, adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pad a setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah digunakan.

Hasil penilaian kinerja/prestasi kerja pegawai juga dapat digunakan sebagai umpan balik bagi pimpinan (manajer) unit kerja, untuk melakukan pemberian konsultasi cara mengatasi kelemahan/kekurangan karyawan/anggota organisasi sebagai anak buahnya agar berusaha meningkatkan kinerjanya. Umpan balik ini juga dipergunakan untuk mengoreksi kegiatan kepemimpinan/manajerialnya, karena kelemahan/kekurangan karyawan/anggota organisasi dalam bekerja, tidak mustahil bersumber dari kepemimpinan yang kurang efektif. Hal ini dapat terlihat pada konsistensi bekerja dan perilaku bekerja pegawai dalam suatu organisasi.

Motif dan Motivasi

Padanan motif dalam bahasa Inggris "motive" yang mempunyai arti suatu pernyataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk bertindak atau bergerak baik langsung ataupun melalui saluran perilaku yang mengarah kepada sasaran (Soewarno, 1980: 81). Gerungan (1991: 140) mendefinisikan motif sebagai suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Definisi itu menjelaskan betapa semua tingkah laku manusia pada hahekatnya mempunyai

(25)

motif karena motif itu memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku manusia. Hampir serupa dengan pendapat Moekijat (1995) dengan pernyataannya bahwa dalam situasi motivasi menggambarkan motif dan tujuan membenluk perilaku yang memperlihatkan aktivitas yang terarah pada tujuan dan aktivitasnya.

Dharma (1992) mengartikan motif sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan ataupun gerak hati dalam diri seseorang, motif inilah kemudian yang akan menentukan seberapa besar tingkat motivasi seseorang. Dengan kata lain motivasi seseorang akan tergantung pada kuat lemahnya motif. Morgan dan King (1996: 204) menjelaskan bahwa motif muncul dari beberapa penyebab yaitu dari adanya kebutuhan yang disebabkan oleh kekurangan sesuatu untuk kelangsungan hidup, kesehatan atau kesejahteraan seseorang dan dari adanya rangsangan baik dari dalam maupun dari luar tubuh.

Scott (1964:82) mengemukakan bahwa motif adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Handoko (1995:9) mengatakan motif sebagai suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Dalam motif tersebut dua unsur pokok yaitu dorongan dan tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya terjadilah proses interaksi antara keduanya unsur ini (dorongan dan tujuan yang ingin dicapai) dalam diri ma nusia dipengaruhi oleh faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal) diri manusia sehingga menimbulkan motivasi untuk melakukan sesuatu.

Ditinjau dari sudut asalnya, motif pada diri manusia digolongankan ke dalam tiga bagian (Gerungan, 1991: 142-143), yakni:

(1) Motif Biogenesis

Motif biogenesis adalah motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme orang demi kelanjutan kehidupannya secara biologis. Motif biogenesis ini bercorak universal dan kurang terikat pada lingkungan

(26)

kebudayaan tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif ini merupakan motif yang asli berada di dalam diri manusia dan berkembang dengan sendirinya.

(2) Motif Sosiogenetis

Motif ini berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang. Motif ini tidak berkembangan dengan sendirinya, tetapi berdasarkan pada interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang.

(3) Motif Teogenesis

Motif teogenesis adalah motif yang berasal dari interaksi antara manusia dengan Tuhan, seperti yang nyata dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari di mana ia berusaha merealisasikan norma -norma agama tertentu.

Kekuatan motif pada manusia berbeda-beda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan pengaruh dari beberapa faktor itulah menyebabkan motif pada manusia dapat diukur. Handoko (1992: 59) dalam hal ini menjelaskan untuk mengetahui kekuatan relatif motif- motif yang berada pada diri seseorang dapat dilihat melalui lima hal. Kelima hal itu antara lain: (1) kuatnya kemauan untuk berbuat, (2) jumlah waktu yang disediakan, (3) kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain, (4) kerelaan untuk mengeluarkan biaya demi perbuatan itu, dan (5) ketekunan dalam mengerjakan tugas tersebut.

Gerungan (1991: 140) mendefinisikan motif sebagai suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Definisi itu menjelaskan betapa semua tingkah laku manusia pada hakekatnya mempunyai motif karena motif itu memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku manusia.

Asnawi (2002) menyatakan bahwa motivasi berasal dari kata "motive" yang berarti sesuatu pernyataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk

(27)

bertindak atau bergerak, baik secara langsung maupun melalui saluran perilaku yang mengarah kepada sasaran. Dari kata dasar motive inilah lahir kata "motivasi" yang berarti dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk berbuat dalam rangka mencapai tujuannya.

Padmowihardjo (1994) menyatakan bahwa motivasi berasal dari dua kata, yaitu motif dan asi (action). Motif berarti dorongan dan asi berarti usaha, sehingga motivasi berarti usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan berbuat atau melakukan tindakan.

Motivasi itu tidak dapat dilihat akan tetapi hanya dapat diamati dari perilaku yang dihasilkannya, yaitu dari cara atau pola pemenuhan kebutuhan atau pencapaian yang dikehendaki (Keller, 1984). Motivasi dapat menjelaskan tentang alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan, karena motivasi merupakan daya pendorong yang menyebabkan seseorang berbuat (maupun tidak berbuat) sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan.

Handoko (1992) menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motif adalah suatu alasan/dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau melakukan sesuatu tindakan. Motif terdapat dua unsur pokok yaitu dorongan dan tujuan yang ingin dicapai. Proses interaksi antar kedua unsur ini dalam diri manusia dipengaruhi oleh faktor dalam diri (internal) dan faktor dari luar (eksternal) diri manusia sehingga menimbulkan motivasi untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Perubahan motivasi dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, apabila motivasi yang pertama mendapat hambatan atau tidak mungkin dipenuhi.

Kekuatan relatif motif- motif yang sedang menguasai seseorang pada umumnya dapat dilihat melalui: (1) kuatnya kemauan untuk berbuat, (2) jumlah waktu yang tersedia, (3) kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain,

(28)

(4) kerelaan untuk mengeluarkan biaya demi perbuatan itu, dan (5) ketekunan dalam mengerjakan tugas tersebut (Handoko, 1995). Selanjutnya mengatakan bahwa pada umumnya ada dua cara untuk mengukur motivasi, yaitu: (1) mengukur faktor-faktor luar tertentu yang diduga menimbulkan dorongan dalam diri seseorang, dan (2) mengukur aspek tingkah laku tertentu yang mungkin menjadi ungkapan dari motif tertentu. Ada tidaknya motivasi dalam diri seseorang dapat juga dilihat dari beberapa segi tingkah lakunya, antara lain : kekuatan tenaga yang mengeluarkan (usahanya), kecepatan reaksinya, dan yang menjadi perhatiannya. Selanjutnya sesuatu yang diterima itu diberi oleh orang yang bersangkutan menurut minat dan keinginannya.

Lebih la njut dikemukakan Handoko (1995) terdapat beberapa kajian teori yang dikemukakan oleh para ahli berkenaan dengan motivasi, diantaranya adalah teori kognitif, teori hedonistis, teori insting, teori psikoanalistis, teori keseimbangan dan teori dorongan. Berdasarkan teori-teori tersebut terjadinya tingkah laku disebabkan oleh adanya kebutuhan yang dirasakan oleh manusia yang mana kebutuhan ditimbulkan oleh adanya suatu dorongan tertentu

Handoko (1995: 9) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Definisi lain tentang motivasi diungkapkan oleh Brata (1971: 72) menurutnya motivasi adalah keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu sasaran. Schifrman dan Kanuk (1992) mendefinisikan motivasi sebagai daya gerak dalam diri individu yang mendorongnya untuk melakukan tindakan yang disebabkan oleh adanya tegangan yang diakibatkan oleh belum terpenuhinya suatu kebutuhan. Terry (1997) menjelaskan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang individu untuk melakukan tindakan-tindakan.

(29)

Motivasi terdiri: atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang. Selanjutnya motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar diri seseorang sehingga melakukan sesuatu hal ( Reece dan Brandt, 1981: 126).

Kajian terhadap motivasi yang dilakukan oleh para ahli pada akhirnya membawa kepada terbentuknya beberapa teori motivasi. Berdasarkan pada siapa yang mempolulerkannya terdapat beberapa teori motivasi sebagaimana dikemukakan oleh Sutarto (1998: 311-325) sebagai berikut:

(1) Teori Motivasi "Klasik" dan Frederick W Taylor

Menurut teori motivasi klasik, seseorang akan bersedia bekerja apabila ada imbalannya. Konsepsi dasar teori motivasi klasik adalah seseorang akan bersedia bekerja dengan baik apabila orang itu berkeyakinan akan memperoleh imbalan yang ada kaitannya langsung dengan pelaksanaan kerjanya. Lebih lanjut teori ini mengemukakan bahwa pemberian imbalan yang paling tepat yang dapat menumbuhkan semangat untuk bekerja lebih baik adalah apabila diberikan pada saat yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Teori Motivasi "Kebutuhan" dari Maslow

Teori ini berpendapat bahwa seseorang berperilaku karena adanya dorongan untuk memperoleh pemenuhan dalam bermacam-macam kebutuhan. Berbagai kebutuhan itu bermacam- macam dan menurut teori ini seseorang akan membutuhkan jenjang kebutuhan itu bermacam- macam dan menurut teori ini seseorang akan membutuhkan jenjang kebutuhan selanjutnya bila kebutuhan sebelumnya sudah tercapai. Sedikitnya ada lima macam kebutuhan yang berjenjang dari kebutuhan dasar sampai kepada kebutuhan lanjutan, yaitu physiological needs, safety needs, love needs, esteem

(30)

bahwa manusia adalah makhluk yang berkeinginan yang selalu ingin lebih lagi dalam suatu proses yang tiada henti. Selain itu, suatu kebutuhan yang telah terpuaskan tidak akan menjadi motivator perilaku, tetapi akan menjadi motivator perilaku hanyalah kebutuhan-kebutuhan yang belum terpuaskan. (3) Teori Motivasi "Dua Faktor" dari Frederick Herzberg

Teori motivasi ini menyatakan bahwa dalam setiap pelaksanaan pekerjaan akan terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi pekerjaan akan dilaksanakan dengan baik atau tidak, yaitu syarat kerja dari faktor pendorong. Apabila kedua faktor tersebut diperhatikan dengan baik, maka pelaksanaan pekerjaan akan berjalan dengan baik pula.

(4) Teori Motivasi "HumanRelation" dari Rensis Likert

Sesuai dengan istilah human relation, maka teori ini berkaitan erat dengan hubungan kemanusiaan. Inti dari teori ini adalah mengatakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu jika dianggap penting atau berguna. (5) Teori Motivasi "Preference Expectation " dari Vroom

Konsep dasar dari teori ini adalah bahwa seseorang akan terdorong untuk bekerja dengan baik apabila akan memperoleh sesuatu imbalan yang pada saat itu sedang sebagai kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi. (6) Teori Motivasi "X dan Y" dari McGregor

Teori motivasi "X dan Y" mulai muncul sejak adanya pendapat bahwa ada dua kelompok sifat orang, yaitu kelompok orang yang bersifat baik dan kelompok orang bersifat buruk. Sehubungan dengan adanya orang yang bersifat buruk ditumbuhkan oleh teori X dan sehubungan dengan adanya orang yang bersifat baik ditumbuhkan teori Y.

Secara singkat teori X berbunyi bahwa orang pada umumnya akan bekerja sedikit mungkin, mereka tidak memiliki ambisi untuk maju, tidak menyukai

(31)

tanggung jawab, mereka juga melakukan pekerjaan dengan mengutamakan imbalan materi.

Teori Y berbunyi pada dasarnya orang senang bekerja karena menganggap pekerjaan mereka sebagai hobi, sehingga akan bekerja dengan penuh pengabdian, maka pengarahan yang dilakukan menjadi lebih longgar dan dapat menerapkan cara demokratis.

(7) Teori Kebutuhan "Existence, Relatedness dan growth " dari Alderfer

Manusia memiliki tiga macam kebutuhan, yaitu: kebutuhan akan keberadaan, kebutuhan berhubungan dan kebutuhan pertumbuhan. Kebutuhan akan keberadaan berkaitan dengan kebutuhan akan kelangsungan hidup seseorang. Kebutuhan berhubungan bertalian dengan kebutuhan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain baik berupa hubungan antar pribadi maupun hubungan sosial. Sedangkan kebutuhan pertumbuhan berkaitan dengan kebutuhan untuk mengembangkan diri.

(8) Teori Kebutuhan "Berprestasi" dari McClelland

Teori ini mengatakan bahwa individu memiliki tiga macam kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan untuk berkuasa. Dengan demikian menurut teori ini seseorang akan terdorong berbuat dengan sungguh-sungguh apabila merasa akan memperoleh kesempatan untuk dapat menunjukkan sepenuh kemampuan yang dimilikinya hingga dapat diperoleh hasil terbaik. Seseorang juga akan terdorong berbuat dengan sungguh- sungguh apabila merasa bahwa dari hasil kerjanya akan diperoleh persahabatan dengan orang lain. Terakhir seseorang akan terdorong untuk berbuat sesuatu apabila merasa akan memperoleh kedudukan yang diinginkan.

(32)

Teori ini menyatakan bahwa orang akan cenderung bekerja dengan baik apabila akan memperoleh keadilan. Dengan demikian ketidakadilan akan melemahkan semangat kerja seseorang. Ada beberapa kajian teori yang dikemukakan oleh para ahli berkenaan dengan motivasi, diantaranya adalah teori kognitif, teori hedonistis, teori insting, teori psikoanalitis, teori keseimbangan dan teori dorongan (Handoko, 1995: 10-23).

Teori Kognitif

Teori ini mengatakan bahwa tingkah laku seseorang tidak digerakkan oleh motivasi tetapi oleh rasio. Teori ini memiliki kelemahan yaitu tidak menyadari bahwa kadang-kadang tindakan manusia berada di bawah kontrol rasio, sehingga teori ini sukar untuk dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, hal ini akan terjawab bila konsep motivasi mendapat tempat di belakang setiap tingkah laku, baik yang disadari maupun yang tidak disadari.

Teori Hedonistis

Teori Hedonistis menyatakan bahwa setiap tindakan manusia pada dasarnya mempunyai suatu tujuan untuk mencari hal-hal yang menyenangkan serta menghindari hal-hal yang menyakitkan. Teori ini memiliki kelemahan dan dipandang kurang ilmiah karena hanya melandasi diri pada pengalaman subjektif saja. Masalah keadaan menyenangkan dan menyakitkan yang dialami seseorang akan sangat tergantung pada adaptasi seseorang dengan rangsangan yang mendahuluinya.

Teori Insting

Teori insting berpendapat bahwa setiap orang telah membawa potensi biologis sejak ia dilahirkan. Dengan demikian potensi inilah yang menuntun

(33)

seseorang untuk bertindak. Teori ini mempunyai kelemahan karena sangat sukar untuk membuat daftar-daftar insting dasar yang mencakup segala bentuk tingkah laku manusia.

Teori Psikoanalitis

Teori Psikoanalitis (Freud) merupakan pengembangan dan teori insting. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku manusia dipengaruhi oleh dua faktor dasar yaitu insting kehidupan yang mendorong seseorang untuk tetap hidup dan insting kematian yang mendorong seseorang untuk menghancurkan dirinya sendiri. Selain itu, teori ini juga melihat bahwa motif tidak sadar dapat menampakkan diri dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk mimpi dan salah ucap. Kritik terhadap teori ini berkisar pada keraguan bahwa mimpi dan salah ucap merupakan akibat dan motif yang tidak disadari.

Teori Keseimbangan

Teori keseimbangan berpendapat bahwa tingkah laku manusia terjadi karena adanya ketidakseimbangan dalam diri manusia. Prinsip teori ini adalah diawali dan keadaan tidak seimbang kemudian menemukan keseimbangan, setelah itu menimbulkan ketidakseimbangan baru yang diikuti dengan keseimbangan yang baru dan begitu seterusnya.

Teori Dorongan

Teori dorongan memberi tekanan pada hal yang mendorong terjadinya tingkah laku. Teori keseimbangan sebenarnya merupakan penyokong teori dorongan. Dorongan merupakan suatu tenaga dari dalam diri kita yang

(34)

menyebabkan kita melakukan sesuatu. Teori dorongan ini semakin diakui setelah muncul teori keseimbangan karena dorongan merupakan salah satu usaha untuk dapat mengembalikan kepada keadaan seimbang dalam diri seseorang.

Melihat kepada berbagai teori di atas, dapat diketahui bahwa tingkah laku manusia disebabkan oleh adanya kebutuhan dan ditambah dengan adanya dorongan tertentu. Dengan adanya kebutuhan dan dorongan ini seseorang merasa siap untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Jika keadaan siap itu mengarah kepada suatu kegiatan kongkrit disebut sebagai motif. Selanjutnya usaha menggiatkan motif- motif tersebut menjadi tingkah laku kongkrit disebut dengan tingkah laku bermotivasi. Manusia akan termotivasi bila didahului dengan adanya suatu keinginan. Keinginan tersebut muncul melalui proses persepsi yang diterima dan dipengaruhi oleh kepribadian, sikap, pengalaman dan harapan seseorang untuk kemudian sesuatu yang diterima tersebut diberi arti oleh orang yang bersangkutan menurut minat dan keinginannya.

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.

Dengan demikian "Motivasi Kerja" berarti dorongan atau kehendak seseorang untuk melaksanakan tindakan atau kegiatan dalam lingkup tugas-tugas yang merupakan pekerjaan/jabatannya di lingkungan sebuah organisasi (Nawawi, 2003: 328).

(35)

Kepemimpinan

Setiap dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pimpinan tertinggi (pimpinan puncak) dan/atau manajer tertinggi (top manager) yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan

(leadership) dan/atau manajemen (management) bagi keseluruhan organisasi

sebagai satu kesatuan (Nawawi, 2003: 18).

Robbins (1992: 354) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian (tujuan). Pendapat ini memandang semua anggota kelompok/organisasi sebagai satu kesatuan, sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok/organisasi agar bersedia melakukan kegiatan/bekerja untuk mencapai tujuan kelompok/organisasi.

Owens (1991:132) mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu interaksi antar suatu pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin. Pendapat ini menyatakan juga bahwa kepemimpinan merupakan proses dinamis yang dilaksanakan melalui hubungan timbal balik antara pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan tersebut berlangsung dan berkembang melalui interaksi antar pribadi yang saling mendorong dalam mencapat tujuan bersama. Dengan kata lain kepemimpinan adalah hubungan interpersonal berdasarkan keinginan bersama. Kepemimpinan bukan suatu sebab tetapi akibat atau hasil dari perilaku kelompok, sehingga tanpa ada anggota (pengikut), maka tidak ada pimpinan. Pimpinan yang kuat adalah yang diakui dan didukung seluruh anggota organisasinya.

Sebagai suatu kemampuan, menurut Slamet (Mardikanto, 1993: 205) " kepemimpinan" bukanlah sekedar bakat atau sesuatu yang hanya dapat

(36)

diperoleh sebagai faktor keturunan atau bawaan, tetapi dapat dimiliki oleh setiap orang melalui proses belajar: artinya, kepemimpinan itu dapat dipelajari.

Suatu usaha mempengaruhi orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai sesuatu atau beberapa tujuan (Ivancevich dan Gibson. 1993: 263). Suatu bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas / kemampuan pribadi: yaitu mampu mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan bersama. ( Kartono, 1991: 163).

Dari beberapa pengertian tentang kepemimpinan di atas dapat ditarik ke-simpulan bahwa kepemimpinan erat kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk memprakarsai tindakan anggota kelompok dalam upaya memecahkan masalah kelompok atau mencapai tujuan kelompok.

Kepemimpinan adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan dalam suatu organisasi, sebab kepemimpinan itulah yang setiap kali mengambil keputusan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh organisasi atau kelompok. (Slamet, 2003).

Mengingat kepemimpinan bukan merupakan sifat bawaan atau turunan, maka setiap orang mempunyai peluang untuk dapat melaksanakan fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan dapat dilakukan setiap orang, namun orang yang memiliki hak dan wewenang untuk menjalankan tugas kepemimpinan disebut pimpinan. Meskipun demikian tidak sedikit pemimpin yang kurang mampu menjalankan tugas kepemimpinan dengan baik, sebaliknya seseorang yang bukan pemimpin dapat menjalankan fungsi kepemimpinan secara baik.

Menurut Sutarto (1991), kepemimpinan adalah suatu rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(37)

Andrews yang dikutip oleh Fiedler (1967) menyatakan bahwa dalam mendeskripsikan kepemimpinan senantiasa terdapat variabel-variabel: (1) adanya seorang pemimpin, (2) adanya kelompok yang dipimpin, (3) adanya tujuan yang ingin dicapai. (4) adanya aktivitas, (5) adanya interaksi, dan (6) adanya otoritas.

Slamet (2003) menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya dikemukakan oleh Slamet (2003) bahwa kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan kepemimpinan itu harus meng ena kepada orang yang dipimpinnya. Hal ini berarti harus diakui secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya.

Berkait dengan soal kepemimpinan organisasi dan kemampuan memotivasi, sangat tergantung pada potensi keupayaan dan kemampuan seorang pemimpin membentuk arah, wawasan, tujuan, prinsip, dan membina budaya. Kemampuan memotivasi juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan pernimpin dalam menimbulkan motivasi dalam dirinya, sehingga dapat dijadikan tcladan dalam memotivasi orang lain atau pengikutnya.

Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percay a anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif kelompok dalam mencapai Tujuannya. Dalam hubungan pemimpin dengan anggotanya perlu diperhatikan antisipasi kepuasan anggota dan harus dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota dipertahankan tinggi, kematangan anggota dalam pengambilan keputusan dan adanya tekad yang kuat dalam mencapai tujuan (Slamet, 2003).

(38)

Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan: (1) pendayagunaan pengaruh, (2) hubungan antar manusia, (3) proses komunikasi dan (4) pencapaian suatu tujuan. Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberikan serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Ginting, 1999).

Berdasarkan uraian-uraian di atas berarti setiap dan semua pemimpin dan calon pemimpin perlu memahami pengertian kepemimpinan, sebelum melakukan usaha meningkatkan efektivitas organisasinya. Untuk itu pada giliran berikutnya seorang pemimpin dan calon pemimpin perlu pula mengetahui dan memahami berbagai teori kepemimpinan dan teori-teori pendukungnya, agar memiliki wawasan sejalan dengan orientasi baru dalam kepemimpinan.

Wawasan sebagai orientasi baru itu selain perlu dipahami juga harus dapat diimplementasikan dalam mewujudkan kepemimpinannya untuk inengefektifkan organisasi, agar memberi manfaat yang lebih besar bagi pemimpin, anggota orga-nisasi yang dipimpin, masyarakat khususnya pihak yang dilayani organisasinya, bahkan juga untuk bangsa dan negaranya.

Gaya Kepemimpinan

Gaya kepimpinan adalah merupakan cara- cara orang memimpin (Slamet, 1978).Sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas. (Kartono,1991:29). Sebagai gaya yang diterapkan oleh seorang pemimpin pada situasi tertentu, demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Fiedler dalam Mardikanto. 1993: 208). Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan merupakan cara-cara yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

(39)

(1) Gaya Kepemimpinan Autocratic

Mardikanto (1993) menyebutkan bahwa otokrasi merupakan gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri.

Kartono (1991) mengatakan, kepemimpinan otokratis mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal (one- man show).

Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa otokrasi merupakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pemimpin, di mana segala keputusan dilakukannya sendiri, tanpa mau berkonsultasi dengan anggotanya. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa konsultasi dengan bawahannya.

Pemimpin otokrasi senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal dan merajai keadaan. Pemimpin mau bersikap "baik" sepanjang bawahannya patuh secara mutlak terhadap dirinya.

(2) Gaya Kepemimpinan Autoritarian

Gaya kepemimpinan autoritarian pada hakekatnya sama dengan gaya kepemimpinan otokratis. Prinsip dan gaya ini adalah segala keputusan terpusat pada pemimpin. Anggota atau bawahan hanya menjalankan segala sesuatu yang diputuskan pemimpin tanpa pernah mengajak untuk berkonsultasi. Hubungan antara pemimpin dan anggotanya pada gaya ini sangat kaku.

(3) Gaya Kepemimpinan Task Oriented

Slamet, (2003) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang sepenuhnya berorientasi pada tugas yang harus diselesaikan oleh organisasi disebut dengan gaya kepemimpinan task oriented.

Gaya kepemimpinan ini sangat mengutamakan terlaksananya tugas dengan baik, dengan mengabaikan perasaan tidak senang anggotanya. Dengan

(40)

kata lain, hubungan antara pimpinan dengan anggotanya bukan merupakan sesuatu yang penting.

Ivancevich, Gibson. (1993: 269) menyebutkan bahwa pemimpin yang memusatkan perhatiannya pada pekerjaan dengan melakukan pengawasan yang ketat sehingga bawahan menjalankan tugas mereka dengan menggunakan prosedur khusus, merupakan gaya kepemimpinan job-centered. Selanjutnya dikatakan, bahwa tipe pemimpin ini mendasarkan diri pada paksaan, imbalan, dan kekuasaan yang sah untuk mempengaruhi perilaku dan hasil karya anggotanya.

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa task oriented merupakan suatu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas. Dalam hal ini pemimpin menekankan pentingnya penyelesaian tugas. Sehubungan itu, pengawasan menjadi faktor penting dalam gaya ini.

(4) Gaya Kepemimpinan Initiating

Ivancevih, dan Gibson. (1993: 271) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan initiating menyangkut perilaku pemimpin untuk mengorganisasi dan menentukan hubungan dalam kelompok, menetapkan pola dan saluran komunikasi yang jelas dan menguraikan secara rinci cara menyelesaikan pekerjaan.

Dari definisi di atas penulis memberikan pengertian gaya kepemimpinan

initiating merupakan gaya yang digunakan pemimpin untuk mengorganisasi

suatu kelompok, di antaranya menentukan struktur kelompok, sistem komunikasi, dan rincian tugas kelompok dalam upaya mencapai tujuan kelompok.

(5) Gaya Kepemimpinan Supervisory

Lundin dalam Ivancevich dan Gibson. (1993: 271) menyebutkan bahwa kemampuan supervisory merupakan penggunaan secara efektif dan apa saja

(41)

yang diperlukan untuk melakukan praktek supervisi sebagaimana ditentukan secara khusus oleh situasi.

Dari definisi di atas penulis memberikan pengertian gaya kepemimpinan I

supervisory sebagai gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada

pengawasan proses kerja bawahan atau anggotanya. (6) Gaya Kepemimpinan Democratic.

Mardikanto (1993) mengatakan bahwa demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dan seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan.

Kartono (1991) menyebutkan, kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dengan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu: mau mendengarkan nasihat dan usulan bawahannya. Oleh karena itu kekuatan kepemimpinan demokratis terletak pada partisipasi aktif dari setiap anggota kelompok.

(7) Gaya Kepemimpinan Considerate.

Ivancevicsh dan Gibson. (1993: 271) menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan considerate menyangkut perilaku pemimpin yang menunjukkan persahabatan, saling mempercayai, rasa hormat, kehangatan dan hubungan antara pimpinan dan pengikut.

Dari definisi tersebut penulis memberi pengertian bahwa gaya kepemimpinan considetare adalah gaya kepemimpinan yang menekankan terjalinnya hubungan baik dengan anggotanya.

(8) Gaya Kepemimpinan Partisipalory.

Mardikanto (1993) mengatakan, kepemimpinan partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan kesediaan pemimpin untuk membuka

(42)

pintu lebar-lebar bagi bawahannya untuk berkomunikasi dan berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan.

Dari definisi di atas penulis memberi pengertian bahwa kepemimpinan partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang mengajak anggotanya untuk memberi saran dan gagasan dalam setiap pengambilan keputusan.

Menurut Siagian (1999) ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal secara luas yaitu :

(a) Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dan seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan.

(b) Otokrasi, yaitu kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri.

(c) Laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusan kepada masing-masing anggota sistem sosial itu sendiri.

Gaya kepemimpinan yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat tergantung pada situasi yang terdapat pada kelompok masyarakat tersebut. Dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan cenderung gaya kepemimpinannya bersifat otoriter. Pada situasi di mana hubungan antara anggota dengan pemimpinnya sedang-sedang saja atau anggota kelompok sangat dipentingkan maka gaya kepemimpinan lebih diarahkan pada gaya kepemimpinan yang demokratis.

Posner (1987: 7- I3) mengungkapkan lima prinsip yang memungkinkan pemimpin bisa menyelesaikan banyak hal yang luar biasa. Kelima prinsip tersebut adalah:

(1) Menantang proses

Pemimpin harus berani menantang proses yang berjalan secara alami. Pemimpin adalah pelopor. orang yang bersedia melangkah ke luar dan

(43)

memasuki apa yang belum diketahui. Mereka bersedia mengambil resiko, melakukan inovasi dan percobaan supaya bisa menemukan cara baru dan lebih baik untuk melakukan banyak hal. Pemimpin adalah pengguna awal. Pemimpin adalah orang yang sanggup belajar, mereka belajar dari kegagalan mereka di samping dan keberhasilan mereka.

(2) Menghadirkan wawasan bersama

Untuk mencapai tujuan bersama, pemimpin harus mampu memberi ilham bagi munculnya wawasannya sebagai wawasan orang yang dipimpin. Pemimpin harus memahami kebutuhan, impian, harapan, aspirasi orang yang dipimpin. Pemimpin harus menempa kesatuan tujuan dengan menunjukkan bagaimana impian dapat dicapai dan membangkitkan antusiasme bagi anggotanya. (3) Memungkinkan orang lain bisa bertindak.

Seorang pemimpin akan berhasil jika mampu membuat anak buah merasa kuat, mampu, dan memiliki keyakinan. Pemimpin memungkinkan orang yang dipimpin bisa bertindak dengan berbagi kepemimpinan. Kepemimpinan sebaiknya terjadi akibat adanya hubungan yang berdasarkan kepercayaan dan keyakinan.

(4) Menjadi penunjuk jalan.

Seorang pemimpin akan berhasil jika mampu memberi contoh dan membina komitmen melalui tindakan sehari- hari, yang menciptakan kemajuan. Pemimpin harus dapat menjadi penunjuk jalan melalui contoh pribadi dan pelaksanaan yang penuh pengabdian tanpa pamrih atau mengharapkan adanya imbalan.

(5) Membesarkan hati.

Pemimpin akan berhasil jika mampu membesarkan hati anak buah untuk berjalan terus, menunjukkan kepada anak buah bahwa mereka bisa

(44)

menghadapi segala masalah dan rintangan, dan memberikan pengakuan terhadap keberhasilan individual dan kelompok.

Komitmen Pemimpin

Secara etimologis, komitmen (commitment) dapat diartikan sebagai janji atau tanggungjawab. Dengan demikian seorang pemimpin yang baik harus memiliki tanggungjawab dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Tanggungjawab merupakan salah satu bentuk manifestasi dari kewenangan yang diberikan anggota sistem sosialnya kepada pemimpinnya.

Yuki (1998: 76-77) menguraikan beberapa pedoman untuk mendefinisikan tanggungjawab tugas seorang pemimpin:

(a) Bertemu dengan bawahan untuk bersama-sama mendefinisikan pekerjaan; kapanpun tugas seorang bawahan atau anggota organisasi atau tim diubah maka pertemuan harus segera dilakukan untuk bersama-sama mengembangkan deskripsi tugas bagi para bawahan.

(b) Menetapkan prioritas bagi berbagai tanggungjawab, tidak ada formula yang sederhana untuk menentukan prioritas, namun ia harus mencerminkan pentingnya sebuah kegiatan bagi unit kerja organisasi. Bila persetujuan mengenai prioritas tak dapat diselesaikan, maka pemimpin harus menyatakan dengan jelas apa yang diharapkan agar bawahan atau anggota dapat mengerti.

(c) Menjelaskan jangkauan kewenangan bawahan (anggota); tanggungjawab dan tugas yang dibebankan kepada bawahan harus diuraikan dengan jelas. namun juga memberi peluang kepada anggota untuk memeriksa pengertian tentang kebijaksanaan dan peraturan yang berkaitan dengan tindakan para anggota.

(45)

Posner (1987: 13-276) mengungkapkan dan menguraikan 10 komitmen pemimpin, yang merupakan petunjuk cara pemimpin menyelesaikan banyak hal yang luar biasa dalam organisasi. Kesepuluh komitmen pemimpin tersebut adalah:

(1) Mencari kesempatan yang menantang untuk mengubah, mengembangkan, dan melahirkan inovasi; komitmen ini dapat dilakukan dengan:

- Memperlakukan setiap tugas sebagai petualangan,

- Memperlakukan setiap tugas baru sebagai permulaan, bahkan seandainya bukan,

- Mempertanyakan status quo, - Mendorong orang mencari gagasan,

- Memasukkan pengumpulan gagasan sebagai agenda pemimpin, - Pergi ke luar dan menemukan sesuatu yang perlu diperbaiki, - Menugaskan orang untuk memanfaatkan dan meraih kesempatan, - Memperbaharui tim atau anggota,

- Menambah petualangan dan kesenangan kepada seti ap orang (bawahan).

- Mempelajari keahlian baru dan mengikuti pelajaran tambahan.

(2) Melakukan eksperimen, mengambil resiko, dan belajar dari kesalahan yang menyertai;

- Melakukan eksperimen (percobaan) dalam skala kecil,

- Menciptakan suasana aman bagi orang lain untuk melakukan eksperimen,

- Menyingkirkan tindakan yang dapat memunculkan amarah.

- Bekerja bahkan dengan gagasan yang mula- mula kedengaran aneh, - Menghargai orang yang berani mengambil resiko,

(46)

- Memberikan teladan mengambil resiko,

- Mendorong pemikiran adanya peluang atau kemungkinan, - Memaksimalkan kesempatan untuk berbagai pilihan, - Membuat jabatan resmi sebagai pilihan.

(3) Membayangkan masa depan untuk meningkatkan semangat, hal ini ditempuh dengan :

- Memikirkan lebih du!u masa lalu. - Menetapkan tujuan yang diinginkan.

- Menulis artikel tentang bagaimana membuat perbedaan, - Menulis pernyataan wawasan secara singkat,

- Bertindak berdasarkan intuisi (bisikan hati), - Menguji pengandaian,

- Menjadi pakar masa depan,

- Berlatih dengan visualisasi dan pengukuhan.

(4) Mengajak orang lain dalam wawasan bersama dengan menghimbau nilai - nilai, perhatian, harapan dan impian mereka; dengan cara-cara berikut: - Mengenali pengikut,

- Menemukan sesuatu landasan bersama, - Mengembangkan kecakapan antarpribadi,

- Menghembuskan nafas kehidupan ke dalam wawasan pemimpin, - Bicara secara positif,

- Membuat apa yang tidak nyata menjadi nyata,

- Mendengarkan lebih dahulu dan sering meminta penjelasan lebih jauh. (5) Menganjurkan kerja sama dengan mengemukan tujuan dengan penuh

kerjasama dan membina kepercayaan;

- Selalu mengatakan kita, bukan 'aku' atau "kami", - Meningkatkan interaksi,

(47)

- Berfokus pada perolehan, bukan kehilangan, - Membuat daftar alat pembayaran alternatif,

- Membentuk kemitraan perencanaan dan pemecahan masalah, - Melakukan pemeriksaan kerjasama,

- Berjalan lebih dahulu atau di depan anggota.

(6) Memperkuat orang dengan memberikan kekuasaan, menyediakan pilihan, mengembangkan kecakapan, memberikan tugas penting, dan menawarkan dukungan yang kelihatan; dengan cara:

- Memperbesar lingkup pengaruh orang lain.

- Memastikan bahwa tugas yang didelegasikan relevan, - Mendidik dan mendidik.

- Melangsungkan pertemuan,

- Membuat dan menjalin hubungan-hubungan dengan pihak lain, - Menjadikan orang lain sebagai pahlawan.

(7) Memberikan teladan dengan berperilaku secara konsisten dengan wawasan bersama; hal ini dapat dilakukan dengan:

- Instrospeksi diri,

- Menulis kegiatan kepemimpinan,

- Menulis pujian pribadi dan pujian kepada organisasi, - Membuka dialog tentang nilai-nilai pribadi dan bersama, - Memeriksa tindakan,

- Bertukar tempat, - Bersikap dramatis,

- Menceritakan kisah (pengalaman) saat memberi pelajaran.

(8) Mencapai kemenangan kecil yang dapat meningkatkan kemajuan secara konsisten dan membina komitmen;

(48)

- Membuat rencana, - Menciptakan model,

- Memecah- mecah dan menurunkan, - Menghimbau sukarelawan,

- Menggunakan papan pengumuman, - Menjual keuntungan,

- Mengajak orang lain makan malam (atau makan pagi).

(9) Menghargai sumbangan individu kepada keberhasilan setiap proyek (kegiatan);

- Bersifat kreatif tentang imbalan dan penghargaan serta memberikannya secara pribadi,

- Memberikan penghargaan di muka umum,

- Merancang imbalan dan penghargaan sistem peranserta, - Memberikan umpan balik sambil berjalan,

- Menciptakan Pygmalion,

- Menemukan orang yang melakukan banyak hal dengan benar, - Melatih anak buah.

(10) Merayakan keberhasilan tim secara teratur, dengan cara: - Jadwalkan perayaan,

- Memberi pujian,

- Menjadi bagian orang yang memberi penghargaan, - Bersenang-senang,

- Menetapkan jaringan sosial dan mendukungnya, - Tetap mencintai,

- Merencanakan perayaan sekarang juga.

Menurut Robinson (Ginting, 1999), para ahli mengemukakan bahwa peranan yang perlu ditampilkan pemimpin adalah: (1) mencetuskan ide atau

(49)

sebagai seorang kepala, (2) memberi informasi, (3) sebagai seorang perencana, (4) memberi sugesti, (5) mengaktifkan anggota, (6) mengawasi kegiatan, (7) memberi semangat untuk mencapai tujuan, (8) sebagai katalisator, (9) mewakili kelompok, (10) memberi tanggung jawab, (11) menciptakan rasa aman dan (12) sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya. Sebagai pemimpin kelompok seseorang harus berperan mendorong anggota beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai. Segala masukan yang datang dari luar, baik berupa ide atau gagasan, tekanan-tekanan, maupun berupa materi, semuanya harus diproses di bawah koordinasi pemimpin. Untuk ini, perlu berperan: (1) sebagai penggerak (aktivator), (2) sebagai pengawas, (3) sebagai martir, (4) sebagai pemberi semangat/kegembiraan, dan (5) sebagai pemberi tanggung jawab kepada anggota.

Menurut Covey (Yuliani, 2002), ada tiga peranan pemimpin dalam kelompok/organisasi antara lain:

(1) Pencarian alur (Pathfinding), mengandung sistem nilai dan visi dengan kebutuhan pelanggan melalui suatu perencanaan strategis yang disebut the

strategic pathway (jalur strategi).

(2) Penyelarasan (Aligning), upaya memastikan bahwa struktur, sistem dan operasional organisasi memberi dukungan pada pencapaian visi dan misi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat.

(3) Pemberdayaan ( Empowerment), suatu semangat yang digerakkan dalam diri orang-orang yang mengungkapkan bakat, kecerdikan dan kreativitas laten, untuk mampu mengerjakan apapun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati untuk mencapai nilai, visi dan misi bersama dalam melayani kebutuhan pelanggan dan pemegang saham lain terlibat.

(50)

Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan ciri-ciri aktivitas seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan "kepemimpinan " adalah ciri-ciri kegiatan dari seorang pemimpin atau atasan langsung dari unit terendah sampai yang paling tinggi di dalam instansi/lembaga tersebut (jabatan struktural/eselonering dan jabatan fungsional).

Karakteristik Pegawai

Karakteristik individu ialah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya di dunia atau lingkungannya sendiri (Reksowardoyo, 1983: 4). Menurut Yusuf (1989: 37), keberhasilan dari suatu program pendidikan ditentukan antara lain oleh karakteristik pengajar dan pelajarnya, dan karakteristik itu berbeda-beda pada setiap warga belajarnya. Seorang pegawai tidak dilahirkan ke muka bumi mi, tetapi dibentuk oleh dirinya sendiri melalui proses interaksi dengan lingkungan sosial dan fisik yang dialami sepanjang kehidupan. Kecerdasan pegawai dimiliki sebagai kemampuan dasar oleh semua individu, namun dalam perkembangannya melalui interaksi dengan lingkungan, menjadi tidak sama antar setiap individu yang satu dengan individu lainnya.

Dengan demikian berarti juga setiap dan semua individu mungkin dapat meningkatkan kemampuan mendayagunakan kecerdasan yang dimilikinya. Kapanpun waktunya atau berapapun usianya seseorang tidak pernah terlambat untuk mengubah dan mengembangkan diri agar menjadi orang yang memiliki dan mampu mendayagunakan kecerdasannya untuk mencapai sukses. Menurut Slamet (1978: 396), perbedaan-perbedaan individu yang mempengaruhi cepat

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik responden
Tabel 2.  Distribusi responden berdasarkan penilaian terhadap  Prinsip-prinsip  kepemimpinan
Tabel 3.  Distribusi responden berdasarkan budaya organisasi
Tabel 4.  Distribusi responden berdasarkan motivasi kerja
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sugeng Nugroho, S.Kar., M.Sn, selaku Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi penyusun

Seorang perempuan yang sedang menjalani iddah baik karena dicerai, fasakh maupun ditinggal mati oleh suami tidak boleh menikah dengan selain dengan laki-laki yang meninggalkan

1) Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai adalah pembantu Kuasa Pengguna Anggaran yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola pelaksanaan belanja

Dalam mengkolaborasikan karakter musik Karo dengan musik barat terdapat kesulitan dalam menggabungkan alat perkusi karo dengan combo band yaitu, ritem pola perkusi

keseimbangan moneter di Indonesia, bank Islam juga dapat ikut berperan dengan melakukan investasi dalam pasar uang syariah dengan menggunakan instrumen pasar uang

Hasil pengamatan pada pelaksanaan tin- dakan kedua ditemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan perencanaan diantaranya adalah saat tiba ditempat (lokasi)

 Dari dalam negeri, pemerintah memberikan insentif beru- pa PPh final 0% atas dividen yang diperoleh subjek pajak luar negeri dan PPh final 0.1% atas keuntungan karena

Abstra k: Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran Matematika kelas VIII G semester 2 SMP Negeri 1