• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PROGRAM PEMBIBITAN KERBAU DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN PROGRAM PEMBIBITAN KERBAU DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN PROGRAM PEMBIBITAN KERBAU DI

KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

(Development of Buffalo Breeding Program in District Humbang

Hasundutan North Sumatra Province)

HASANATUN HASINAH1,B.TIESNAMURTI1danJ.PARDOSI2

1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16151

e-mail: hasanatun1@yahoo.co.id

2 Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Humbang Hasundutan

Jl. Siborong-Borong KM. 2, Doloksanggul 22457

ABSTRAK

Ternak kerbau mempunyai potensi untuk dikembangkan dan membantu pemenuhan kebutuhan daging bagi masyarakat Indonesia. Kabupaten Humbang Hasundutan (Sumatera Utara) mempunyai peluang untuk pengembangan ternak kerbau, hal ini terlihat dari potensi sumber daya alam yang dimiliki. Dalam upaya meningkatkan usaha ternak kerbau, pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan melaksanakan program pembibitan ternak kerbau. Sistem pemeliharaan ternak kerbau di Kabupaten Humbang Hasundutan masih dilaksanakan secara tradisional dan semi intensif, hal ini mengakibatkan lambatnya perkembangan ternak kerbau di Kabupaten Hasundutan. Permasalahan lain yang dihadapi dalam pengembangan ternak kerbau ini antara lain kurangnya pengetahuan peternak/petani dalam menangani produksi dan reproduksi ternak kerbau. Dalam upaya membantu peternak untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi telah dilakukan berbagai upaya yaitu dengan meningkatkan pembinaan dan penyuluhan serta pelatihan kepada peternak tentang teknik budidaya ternak yang baik, sistem perkandangan, perkawinan, penanganan penyakit, dan sebagainya. Mengingat potensi populasi yang cukup besar, diperlukan adanya input teknologi agar pengembangan dan produktivitas kerbau dapat meningkat sehingga mempunyai peluang untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Campur tangan Pemerintah maupun swasta dalam penyediaan bibit ternak yang bermutu baik sangat dibutuhkan oleh masyarakat baik berupa pengawasan mutu bibit maupun melalui kegiatan-kegiatan penyediaan dana untuk pengadaan bibit yang baik.

Kata Kunci: Kerbau, Pembibitan, Humbang Hasundutan ABSTRACT

Buffaloes have a potential to be developed to meet need of the meat for Indonesian people. The Humbang Hasundutan district (North Sumatra) has opportunities for development buffaloes, it is seen from the potential of natural resources owned. In effort to improve the business buffaloes, the Humbang Hasundutan district government are implement buffalo breeding program. The system of buffaloes keeping in the district are still traditionally and semi-intensive, this has resulted a slow development of buffaloes. The problems of buffaloes development are farmers have poor knowledge in handling production and reproduction. In an effort to help farmers to overcome the problems, various efforts have been made i.e. counseling and training to farmers on good animal husbandry techniques, the system housing, mating, disease management, and so on. Given the the potential for a large population, it is necessary a technology to increase of buffaloes productivity so as to have an opportunity to increase of farmer’s economy. Government and private sectors intervention have been needed in the provision of good quality breeding stock in the form of quality control activities as well as through the provision of funds for the procurement of good quality of buffaloes breed.

(2)

PENDAHULUAN

Kebutuhan daging mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pemenuhan protein hewani (daging, susu dan telur). Pada umumnya, kebutuhan daging di Indonesia dipenuhi dari daging sapi, ayam dan kambing/domba. Salah satu ternak yang juga berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan daging adalah ternak kerbau. Terkait dengan Program Swasembada Daging Sapi Kerbau (PSDSK) 2014 sebagai salah satu program Nasional Kementerian Pertanian, peran ternak kerbau sebagai penghasil daging memiliki posisi yang cukup penting, mengingat daging kerbau dapat menjadi komplemen bahkan substitusi daging sapi.

Menurut GUNAWAN dan ROMJALI (2009) bahwa pengembangan ternak kerbau di peternak sudah dilakukan sejak tahun 2006 dengan nama Program Aksi Perbibitan dan akan terus dievaluasi serta dimantapkan pada tahun-tahun selanjutnya. Dengan demikian untuk mendukung keberhasilan program ini perlu adanya persiapan yang memadai, baik di tingkat pusat maupun di daerah sampai tingkat kelompok peternak. Disamping itu perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian secara berjenjang, yaitu ditingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kelompok peternak. Revitalisasi peternakan kerbau harus dilakukan karena di beberapa daerah tertentu seperti di NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, daging kerbau lebih disukai dan populer dibandingkan dengan daging sapi (Triwulaningsih, 2007).

Tingginya permintaan daging dalam negeri merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi usaha peternakan dalam negeri, dalam hal ini menunjukkan bahwa ternak kerbau mempunyai potensi untuk dikembangkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat Indonesia. Hal ini seperti yang ada dalam data Ditjen PKH (2012) bahwa konsumsi daging segar per kapita per tahun pada tahun 2011 sebesar 5,110 kg, atau mengalami kenaikan sebesar 5,38 persen

dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 4,849 kg per kapita per tahun.

POPULASI

Selama 5 (lima) tahun terakhir, perkembangan ternak kerbau di Indonesia kurang menggembirakan. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya populasi ternak kerbau disebabkan oleh keterbatasan bibit unggul, mutu pakan ternak yang rendah, perkawinan silang dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi ternak (PERMENTAN, 2008).

Berdasarkan Statistik Peternakan pada tahun 2012, populasi kerbau saat ini diperkirakan total sekitar 1.378.153 ekor, yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dengan tingkat kepadatan berbeda. Sepuluh provinsi dengan jumlah populasi tertinggi dijumpai di provinsi NTT, NTB, NAD, Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah dan Jambi (Tabel 1).

POTENSI TERNAK KERBAU

Secara umum usaha ternak kerbau telah lama dikembangkan masyarakat di Indonesia sebagai salah satu mata pencaharian dengan skala pemilikan yang kecil. Oleh para petani di pedesaan tujuan utama pemeliharaan kerbau sebagi tenaga kerja untuk mengolah sawah dan dimanfaatkan sebagi ternak penghasil daging (KUSNADI et al., 2005), selain itu ternak kerbau diambil manfaatnya untuk produksi susu dan kulit. Pada segmen pasar tertentu permintaan produk daging kerbau masih relatif terbatas, namun di beberapa wilayah tertentu produk daging kerbau sangat diminati masyarakat. Dibandingkan dengan daging sapi, daging kerbau lebih merah karena mempunyai pigmentasi yang lebih banyak dan kurang lemak intramuskulernya (HARDJOSUBROTO, 1994). Kondisi ini menyebabkan daging kerbau relatif lebih keras dibandingkan dengan sapi, tetapi justru kondisi inilah yang disukai sebagian konsumen yang memiliki resep makanan tradisional yang unik. Di Sumatera

(3)

Tabel 1. Populasi Kerbau di Indonesia Tahun 2008 – 2012 (Per Provinsi)

Provinsi Tahun (ekor)

2008 2009 2010 2011 2012

Nusa Tenggara Timur 148.772 150.403 163.551 150.038 153.038 Nusa Tenggara Barat 161.450 155.307 158.064 105.391 144.110

Aceh 280.662 290.772 306.259 131.494 134.117 Jawa Barat 145.847 142.465 139.730 130.157 128.778 Banten 153.004 151.976 153.204 123.143 123.537 Sumatera Utara 155.341 156.210 158.741 114.289 116.575 Sumatera Barat 196.854 202.997 207.648 100.310 108.073 Sulawesi Selatan 130.109 124.141 130.097 96.505 100.695 Jawa Tengah 102.591 105.506 111.097 75.674 78.313 Jambi 72.008 73.852 76.143 46.538 47.808 Sumber: Ditjen PKH, 2012

Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan lain-lain, sebagian besar masyarakat pedesaan justru lebih menyukai daging kerbau dibandingkan sapi.

Dalam keadaan khusus, ternak kerbau dianggap mewah oleh sebagian masyarakat Indonesia di wilayah tertentu, tingginya permintaan ini disebabkan oleh faktor kebiasaan, adat istiadat dan selera masakan yang lebih menyenangi daging kerbau daripada daging ternak ruminansia lain seperti ternak sapi, kambing dan domba (BURHANUDDIN, 2002).

Beberapa permasalahan yang menyebabkan perkembangan ternak kerbau sangat lambat adalah pola pemeliharaan tradisional, berkurangnya lahan penggembalaan, tingginya pemotongan pejantan yang berdampak pada kekurangan pejantan, pemotongan ternak betina produktif, kematian pedet yang cukup tinggi, rendahnya produktivitas, pengembangan sistem pemeliharaan semi intensif yang masih terbatas. Namun demikian, usaha ternak kerbau memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan terutama di beberapa wilayah yang memiliki sumberdaya pakan melimpah. Secara biologis, kerbau memiliki kemampuan untuk hidup di kawasan yang relatif sulit dimana sumber pakan yang tersedia berkualitas rendah. Selain itu, kerbau mampu berkembangbiak dalam rentang kondisi

kondisi yang kering (DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN, 2006). Namun demikian, dalam sistem produksinya hampir sebagian besar peternak kerbau merupakan user atau

keeper, oleh karena itu, perlu ada revitalisasi

peternakan kerbau agar usaha kerbau lebih mengarah pada konsep agribisnis pada umumnya. Upaya penyelamatan populasi dan pengembangannya dapat dilakukan melalui berbagai macam usaha dari berbagai pihak antara lain pemberdayaan kelompok ternak dan penerapan teknologi tepat guna.

PROGRAM PEMBIBITAN KERBAU DI KABUPATEN HUBANG HASUNDUTAN

(SUMATERA UTARA)

Beberapa wilayah di Indonesia memiliki potensi dalam pengembangan ternak kerbau seperti di NTT, NTB, Aceh, Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.

Dari fluktuasi kebutuhan daging yang terus meningkat setiap tahunnya, baik secara nasional maupun untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daerah, Kabupaten Humbang Hasundutan (Sumatera Utara) mempunyai peluang untuk pengembangan ternak kerbau, hal ini terlihat dari potensi yang dimiliki mulai dari sumber daya alam, sumber pakan, iklim, dan topografi serta sumber daya manusia.

(4)

Utara dapat dijadikan sentra pengembangan kerbau di Indonesia untuk mendukung swasembada daging. Hal ini didukung oleh populasi kerbau di Provinsi Sumatera Utara yang merupakan populasi ke-6 terbesar di Indonesia.

KONDISI UMUM

Humbang Hasundutan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara, merupakan Kabupaten Pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 28 Juli 2003, sesuai dengan UU No.9 tahun 2003. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 2.335,33 km² dan beribukotakan Dolok Sanggul. Jarak kabupaten ini dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan, sekitar 284 km. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 penduduknya berjumlah 171.650 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduknya 68,59 Jiwa / km2 yang tersebar di 10 kecamatan yaitu Dolok Sanggul, Baktiraja, Lintong Nihuta, Onan Ganjang, Pakkat, Paranginan, Parlilitan, Pollung, Sijama Polang dan Tarabintang. Mayoritas penduduk Humbang Hasundutan adalah petani (http://www.humbanghasundutan kab.go.id/profil/sekilas-daerah).

Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki banyak potensi sumber daya alam yang sangat bagus. Sumber daya air yang dimiliki Humbang Hasundutan berasal dari Danau, Sungai dan rawa - rawa. Kabupaten Humbang Hasundutan berada pada dataran tinggi yang memiliki beberapa hulu sungai (DAS) untuk beberapa kabupaten tetangga. Potensi sumber daya alam sangat mendukung berkembangnya sektor-sektor di daerah tersebut, salah satunya adalah sektor peternakan.

Potensi peternakan di Kabupaten Humbang Hasundutan antara lain adalah sapi, kerbau, kuda, babi, kambing, ayam ras dan itik. Ternak dimaksud tersebar di seluruh kecamatan, namun saat ini pengelolaan ternak umumnya dilaksanakan secara tradisional dan baru dikelola untuk kebutuhan/konsumsi masyarakat setempat (lokal). Jika pengelolaan ternak dimaksud diolah/dikembangkan dengan menggunakan teknologi mungkin mempunyai peluang tinggi dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, karena lahan untuk itu cukup luas untuk dipergunakan. Populasi

dan sebaran ternak di Kabupaten Humbang Hasundutan tercantum pada Tabel 2.

PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK KERBAU

Di Kabupaten Humbang Hasundutan masyarakatnya sudah terbiasa bahkan sudah membudaya dalam pemeliharaan ternak kerbau, akan tetapi belakangan perkembangan ternak kerbau di daerah ini menjadi sangat lambat. Populasi kerbau yang tersebar di masyarakat petani dan peternak mencapai 12.378 ekor (Tabel 3). Salah satu faktor yang menyebabkan lambatnya perkembangan ternak kerbau adalah keterbatasan bibit unggul yang tersedia, kurangnya pejantan unggul, mutu pakan ternak rendah, perkawinan secara

inbreeding dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi ternak tersebut, seperti yang diungkapkan oleh TRIWULANINGSIH dan PRAHARANI (2006) bahwa lambatnya peningkatan populasi dikarenakan tingginya tingkat pemotongan kerbau, rendahnya performa reproduksi serta terjadinya

inbreeding.

Sistem pemeliharan kerbau di Kabupaten Humbang Hasundutan sudah berlangsung sejak turun temurun. Umumnya pemeliharaan masih dilakukan secara tradisional tanpa ada Input teknologi di dalamnya dan dilaksanakan sebagai usaha sampingan. Mengingat potensi populasi yang sangat besar, diperlukan adanya input teknologi agar pengembangan dan produktivitas kerbau dapat lebih baik lagi seperti teknologi reproduksi, pakan, manajemen dan pemuliaan seperti yang disampaikan oleh DARMINTO et al., (2009).

Bibit ternak mempunyai peranan yang sangat strategis dalam proses produksi ternak, sehingga dalam perkembangannya diperlukan selain kuantitas juga kualitas bibit ternak. Dalam upaya meningkatkan usaha ternak kerbau, pemerintah Kabupaten Humbang

Hasundutan melaksanakan program

pembibitan ternak kerbau seperti yang terlihat pada Tabel 4. Kebijakan pengembangan usaha pembibitan kerbau diarahkan pada suatu kawasan, baik kawasan khusus maupun terinteraksi dengan komoditas lainnya serta terkonsentrasi di suatu wilayah untuk

(5)

Tabel 2. Sebaran Populasi ternak di Kabupaten Humbang Hasundutan

Kecamatan Sapi

Potong Kerbau Kuda Kambing Babi

Ayam Buras itik Pakkat 124 607 - 550 2.989 38.940 8.915 Onan Ganjang 65 1.013 4 58 2.945 13.673 2.990 Sijamapolang 300 743 - - 966 7.250 4258 Lintong Nihuta 4 2.078 34 - 4.702 29.481 2.918 Paranginan - 1.157 8 - 4.389 18.023 761 Doloksanggul 14 3.094 540 143 6.597 50.542 1.628 Pollung 27 2.037 46 22 6.985 15.022 1.266 Parlilitan 31 607 22 95 1.867 16.383 8.915 Tarabintang - 209 - 655 1.627 6.630 1.663 Baktiraja - 103 - 22 1.096 10.250 1. 750 Jumlah 566 12. 378 654 1.545 34.163 206.194 30.694 Sumber: http://www.humbanghasundutankab.go.id/system/files/DATA%20POTENSI%20SUMBER%20DAYA %20ALAM%20DAN%20INDUSTRI%28DATA%29_0.pdf

Tabel 3. Populasi Ternak Kerbau di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2010, 2011 dan Prediksi Tahun 2012

Kecamatan Tahun Prediksi Tahun

2012 2010 2011 Doloksanggul 3097 3094 3095 Lintong Nihuta 2079 2078 2121 Paranginan 1159 1157 1158 Pollung 2302 2307 2308 Baktiraja 98 103 104 Onan Ganjang 1012 1013 1014 Sijama Polang 758 743 744 Pakkat 1068 1067 1068 Parlilitan 595 607 624 Tarabintang 209 209 210 Jumlah 12.377 12.378 12.446

mempermudah pembinaan dan

pengawasannya. Hal ini seperti yang disampaikan DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN (2006) bahwa untuk memudahkan monitoring dan evaluasi peningkatan produktivitas perlu ditetapkan suatu kawasan sebagai sumber bibit. Daerah-daerah dengan populasi kerbau yang tinggi dan mempunyai rataan produktivitas

yang baik dapat ditetapkan sebagai daerah kawasan sumber bibit.

Menurut GUNAWAN dan E. ROMJALI (2009) bahwa cakupan perbibitan dalam arti sempit meliputi pemuliaan, perbanyakan, budidaya (produksi), peredaran, pengawasan penyakit, pengawasan mutu, pengembangan usaha, kelembagaan serta pemasukan dan

(6)

Tabel 4. Perkembangan program pembibitan kerbau di Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2010, 2011 dan 2012

Tahun Jumlah awal Perkembangan Sumber dana

Jantan Betina Jantan Betina

2010 3 33 3 26 APBN

2011 2 18 2 16 APBN

2012 8 47 8 47 APBN

Pencatatan/rekording

Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah melakukan rekording untuk ternak-ternak yang akan diikutkan dalam program perbibitan. Seleksi akan dapat berjalan dengan baik jika didasarkan pada identifikasi dan rekording data yang akurat.

Pada umumnya peternak di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah petani peternak, dimana usaha peternakan yang dikelola ditempatkan sebagai usaha sampingan dan sistem pemeliharaan dilaksanakan secara tradisional dan semi intensif. Akibat dari pola pemeliharaan seperti ini peternak masih belum memperhatikan pentingnya pencatatan perkembangan usahanya baik Kelahiran, Kematian, Perkawinan, Status Kebuntingan maupun Ukuran Tubuh. Jadi pada umumnya peternak kerbau di Kabupaten Humbang

Hasundutan belum ada melakukan

pencatatan/rekording usaha peternakan kerbau. Rekording dapat dilakukan untuk catatan dasar dan sederhana seperti rumpun, silsilah, perkawinan (tanggal, pejantan, IB/kawin alam), kelahiran (tanggal, bobot lahir), bobot sapih, catatan pertumbuhan dan catatan kesehatan. Di samping itu, juga perlu dibuat catatan tentang perkawinan untuk mengetahui daya reproduksi individu kerbau dan untuk menghindari inbreeding atau informasi penting lainnya. Identifikasi yang mudah dan murah, serta rekording data yang memadai dapat saja dilakukan oleh peternak terutama pada kelompok-kelompok peternak dengan bimbingan petugas penyuluh atau Dinas Peternakan (DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN, 2006).

PERMASALAHAN

a. Minat peternak untuk melakukan pembibitan kerbau. Minat peternak kerbau

di Kabupaten Humbang Hasundutan untuk melakukan pembibitan kerbau sebenarnya cukup tinggi, dimana sebagian besar peternak yang memelihara ternak kerbau adalah peternak gaduhan dengan sistem bagi hasil, artinya pemelihara ternak baru dapat keuntungan yang lebih baik apabila ternak yang dipelihara sudah beranak. Akan tetapi yang sering menjadi permasalahan yaitu sifat berahi ternak kerbau adalah silent heat dimana peternak kurang memahami untuk menentukan ternak kerbau yang sedang berahi selain itu juga ketersediaan pejantan untuk mengawini ternak kerbau yang sudah berahi sangat terbatas.

b. Kelembagaan/ Organisasi. Organisasi yang khusus mengumpulkan para peternak kerbau ataupun peternak sapi di Kabupaten Humbang Hasundutan belum ada akan tetapi masih tergabung dalam kelompok kelompok tani. Yang sering menjadi permasalahan dalam kelompok tani ini yaitu kerjasama dan kebersamaan anggota belum ada. Kelompok-kelompok tani baru aktif mengadakan pertemuan-pertemuan apabila ada bantuan pemerintah serta kurangnya keterbukaan pengurus kelompok terhadap anggotanya sehingga terjadi saling curiga yang mengakibatkan perpecahan sesama anggota kelompok.

c. Penerapan GBP (Good Breeding Practices). Sistem pemeliharaan ternak

(7)

tradisional dan sebagian kecil semi intensif. Disamping itu juga pola pemeliharaan ternak kerbau oleh peternak hanya sebagai sampingan ataupun tabungan tanpa memperhitungkan untuk rugi pemeliharaan. Dalam pemeliharaan ternak kerbau oleh peternak belum ada suatu pedoman atau SOP (standard operasional prosedur) yang dibuat oleh peternak baik penanganan ternak, penanganan penyakit, pemberian pakan, reproduksi dan pencatatan semuanya berjalan secara alami. Beberapa hal penting perlu diperhatikan dalam program perbibitan kerbau berdasarkan Peraturan

Menteri Pertanian No.

56/Permentan/OT.140/2006 tentang Pedoman Perbibitan Kerbau yang Baik (Good Breeding Practice) antara lain: pemeliharaan, produksi, seleksi bibit, perkawinan, ternak pengganti (replacement

stock), afkir (culling), pencatatan (recording), persilangan, serifikasi dan kesehatan hewan.

d. Penerapan Teknologi.Penerapan teknologi dalam usaha ternak kerbau oleh peternak masih sangat minim karena peternak masih mengandalkan hijauan yang tumbuh secara alami di lahan-lahan penggembalaan dan lahan pertanian. Kemudian dalam

perkawinan ternak juga masih

mengandalkan perkawinan secara alami tanpa ada perlakuan khusus.

UPAYA PEMECAHAN MASALAH

Dalam upaya membantu peternak untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi telah dilakukan berbagai upaya yaitu dengan meningkatkan pembinaan dan penyuluhan serta pelatihan kepada petani tentang teknik budidaya ternak yang baik, sistem perkandangan, penanganan penyakit, sampai dengan perkawinan.

Untuk meningkatkan kualitas pakan ternak telah dilakukan pelatihan penyusunan pakan ternak, penanaman HMT yang dan penyediaan mesin-mesin pengolah pakan ternak yang disebarkan melalui kelompok tani.

Dalam hal peningkatan reproduksi juga telah dilakukan berbagai upaya dengan menyediakan pejantan yang unggul dalam

sehingga terjadinya perkawinan secara

inbreeding dapat dikurangi.

TRIWULANINGSIH (2007) menyampaikan bahwa saat ini telah tersedia banyak pilihan teknologi reproduksi yang dapat diterapkan pada ternak seperti intensifikasi kawin alam (INKA), inseminasi buatan (IB), tranfer embrio (TE) dan lain-lain. Dinyatakan juga bahwa pemilihan teknologi yang akan diterapkan harus memperhatikan kondisi obyektif peternak, karena hal ini terkait dengan efektifitas dan efisiensi yang ditimbulkan akibat penerapan teknologi tersebut.

TINDAK LANJUT PENGEMBANGAN PROGRAM

Untuk keberhasilan program pembibitan kerbau di Kabupaten Humbang Hasundutan Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan telah berupaya untuk melaksanakan berbagai upaya yaitu melalui penempatan petugas peternakan di seluruh kecamatan yang terdiri dari Sarjana Peternakan dan Dokter Hewan, memberikan pelayanan pengobatan ternak dan vaksinasi massal ke desa-desa secara gratis dimana pendanaanya berasal dari APBD Kabupaten Humbang Hasundutan.

PENUTUP

Kerbau merupakan ternak ruminansia besar yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Humbang Hasundutan (Provinsi Sumatera Utara) untuk mendukung pemenuhan kebutuhan protein hewani dan untuk keberhasilan program pemerintah dalam mencanangkan swasembada daging nasional. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan ternak kerbau antara lain kurangnya pengetahuan peternak/petani dalam menangani produksi dan reproduksi ternak kerbau, pemeliharaan masih dilakukan secara tradisional tanpa ada Input teknologi dan sebagainya.

Salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pengembangan budidaya ternak adalah tersedianya bibit ternak yang bermutu baik. Campur tangan Pemerintah maupun swasta dalam penyediaan bibit ternak

(8)

masyarakat baik berupa pengawasan mutu bibit maupun melalui kegiatan-kegiatan penyediaan dana untuk pengadaan bibit yang baik.

Upaya membantu peternak untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi telah dilakukan berbagai upaya yaitu dengan meningkatkan pembinaan dan penyuluhan serta pelatihan kepada petani.

DAFTAR PUSTAKA

BURHANUDDIN, S. MASITHOH dan J. ATMAKUSUMA. 2002. Analisis Preferensi dan Pola Konsumsi Daging Kerbau pada Konsumen Rumah Tangga di Kabupaten Pandeglang. Media Peternakan 25(1): 1 – 6.

DARMINTO, E. TRIWULANINGSIH, A. ANGRAENI dan Y. WIDIAWATI. 2009. Aplikasi Inovasi Teknologi Peternakan untuk Meningkatkan Produktivitas Kerbau Lokal. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau. Brebes, 11 – 13 November 2009. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan Direktorat Jendral Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes. hlm. 13 – 24.

DITJEN PKH. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI. Jakarta.

DIWYANTO, K. dan E. HARDIWIRAWAN. 2006. Strategi pengembangan ternak kerbau: Aspek penjaringan dan distribusi. Pros. Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Balitbang Deptan Puslitbangnak bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan DitjenNak, DisPet Provinsi NTB dan Pemda Kab. Sumbawa. Sumbawa 4 – 5 Agustus 2006.

GUNAWAN dan E. ROMJALI. 2009. Program Pengembangan Perbibitan Kerbau. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau. Brebes, 11 – 13 November 2009. Puslitbang Peternakan Peternakan bekerjasama dengan Direktorat Jendral Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes. hlm. 3 – 10.

HARDJOSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

http://www.humbanghasundutankab.go.id/profil/sek ilas-daerah. http://www.humbanghasundutankab.go.id/system/fil es/DATA%20POTENSI%20SUMBER%20D AYA%20ALAM%20DAN%20INDUSTRI%2 8DATA%29_0.pdf.

KUSNADI, U., D.A. KUSUMANINGRUM, R.G. SIANTURI dan E. TRIWULANINGSIH. 2005. Fungsi dan peranan kerbau dalam sistem usahatani di Provinsi Banten. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Puslitbang Peternakan. Bogor 17 – 18 September 2005. Puslitbang Peternakan. PERMENTAN. 2008. Pedoman Pembibitan Kerbau

Yang Baik. Departemen Kementerian Pertanian. Jakarta.

TRIWULANINGSIH, E. 2007. Inovasi Teknologi untuk Mendukung Pengembangan Ternak Kerbau. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22 – 23 Juni 2007. Puslitbang Peternakan Direktorat Jendral Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Jambi dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batanghari. hlm. 16 – 24.

TRIWULANINGSIH, E. dan L. PRAHARANI. 2006. Buffaloes in Indonesia. Proc. International Seminar on Artificial Reproductive Biotechnologies for Buffaloes. Bogor, Agust 29 – 31, 2006. Indonesian Center for Animal Research and Development, Food and Fertilizen Technology Center, ASPAC, Indonesia. hlm. 144 – 120.

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi ini cenderung sama dengan konsentrasi klorofil-a pada daerah fishing ground ikan pelagis besar dengan jarak dari 22-46 mil laut pantai Kabupaten Manokwari,

NIM NAMA MAHASISWA JK

1) Ukuran dan toleransi paving block untuk semua variasi sabut kelapa memenuhi persyaratan British Standar 6717-1 1993.. 4) Kuat tekan tertinggi paving block geopolimer

Oleh karena itu, kuliner asli Indonesia saat ini kalah dengan kuliner asing karena suatu bentukan dari media yang menunjukkan nilai tinggi dalam kuliner asing daripada kuliner lokal

Dengan panjang serat kawat bendrat 60, 80 dan 100 mm dengan konsentrasi serat 1% dari volume adukan disimpulkan hasil terbaik ditunjukkan oleh beton serat dengan panjang serat 80

Thirdly, as has been mentioned in the background of the study, this current study was aimed to investigated the most effective learning method that is discovery learning to the

Sebagai perawat dan tenaga kesehatan yang merawat Tuan A, persetujuan terhadap pernyataan Tuan A harus mempertimbangkan apakan Tuan A telah mendapatkan informasi yang

Soalan 28 hingga Soalan 30 Pilih jawapan yang paling sesuai bagi pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan peribahasa di bawah ini.. Televisyen yang kamu baiki asalnya rosak