• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam berkomunikasi atau ketrampilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam berkomunikasi atau ketrampilan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak yang mempunyai gejala autism dikenal sebagai anak yang mempunyai kondisi yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam berkomunikasi atau ketrampilan berbahasa, kurangnya respon terhadap orang lain atau lingkungan, adanya kecenderungan melakukan ekolalia atau pengulangan kata, dimana perilaku tersebut berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Sutadi (2002, dalam Abdul Hadis 2006: 43) yang berpendapat bahwa anak autistik ialah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat yang antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.

Anak yang mempunyai gejala autism dikenal sebagai anak yang mengalami banyak gangguan dalam banyak aspek. Diantaranya gangguan dalam interaksi sosial, bahasa/komunikasi gangguan sensoris, perilaku dan emosi, serta dalam pola bermain. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Hanafi (2002, dalam Abdul Hadis 2006: 43) yang mengartikan autism merupakan gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi kemampuan anak dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya. Gangguan yang dialami oleh anak yang mempunyai gejala autism memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan pribadi anak, diantaranya sikap dan tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari, hal ini menyebabkan anak kurang mandiri dalam banyak hal sehingga anak selalu bergantung pada orang lain dalam

(2)

2 melakukan kegiatan hariannya, termasuk kegiatan yang sifatnya mendasar yakni toilet training.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak upaya dan kerja keras yang dilakukan berbagai pihak, secara khusus yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki anak yang mempunyai gejala autism. Upaya yang dilakukan tersebut bertujuan untuk membantu anak-anak yang mempunyai gejala autism agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal di bidang fisik, psikis, emosional, mental, kepribadian, pola perilaku, komunikasi, pola bermain, dan interaksi sosial, maka keterlibatan pihak orangtua, guru dan staf sekolah lainnya, dan warga masyarakat untuk bekerjasama dengan baik sangat diharapkan. Peranan orang tua anak autistik dalam membantu anak untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak yang bersangkutan secara optimal sangat menentukan. Danuatmaja (2003: 9).

Pelaksanaan pembelajaran individual, pendampingan yang terus menerus semuanya diperuntukkan supaya anak dapat berkembang secara optimal dan maksimal. Bahkan tak jarang kita temui bahwasanya banyak orang tua yang kurang sadar akan kondisi dan situasi anaknya, sehingga senantiasa lebih memfokuskan dan menuntut anak-anaknya untuk mengikuti pelajaran yang mengasah kemampuan akademiknya, akan tetapi sangat disayangkan pula bahwasanya orangtua kadangkala mengabaikan hal yang sifatnya sederhana dan mendasar yang seharusnya diajarkan dan dibina dalam diri anak, yakni yang menyangkut tentang kemampuan toilet training. Tati Nurul ( dalam Penatalaksanaan Holistik Autism 2003: 212)

(3)

3 Kegiatan pelatihan toilet training merupakan hal sederhana yang kadangkala kurang mendapatkan perhatian yang serius, dan adanya kecenderungan orangtua terlalu melindungi anak serta kurang melatih anak untuk dapat mandiri, sehingga anak selalu bergantung pada orang lain. Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama yang memegang peranan besar dalam keberhasilan untuk mengenalkan dan mengajarkan kepada anak supaya memiliki kemampuan dalam toilet training. Kita menyadari bahwasanya akan sangat sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat mengajarkan dan melatih anak supaya dapat memahami dan mampu untuk melaksanakan toilet training dengan baik, apalagi kita mengajarkan dan menerapkannya pada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, yakni pada anak-anak yang mempunyai gejala autism. (http: // armansyah.multiply.com/journal/item/94).

Memperkenalkan serta mengajarkan toilet training kepada anak secara khusus kepada anak yang mempunyai gejala autism sangatlah penting, karena toilet training ini merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan kita sebagai manusia, dengan kata lain bahwa toilet training merupakan suatu kegiatan yang harus dikuasai dan mampu dilaksanakan oleh setiap manusia. Namun apakah toilet training ini wajib diajarkan dan dilatihkan kepada semua anak yang mempunyai gejala autism?

Toilet training sangat cocok diajarkan pada anak-anak yang memiliki kemampuan dalam berlatih, dengan kata lain sebelum kita mengenalkan dan mengajarkan sesuatu kepada anak kita harus mampu untuk melihat kondisi anak, karena ada anak yang sudah memiliki kemampuan untuk melakukan toilet training dengan melihat situasi lingkungan tanpa diberikan latihan dan pengajaran yang khusus, ada anak yang

(4)

4 memang kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk diberikan latihan dan pengajaran toilet training karena kondisinya yang memang tidak memungkinkan dan selalu bergantung sepenuhnya pada bantuan orang lain, dan ada juga anak yang dianggap layak dan pantas untuk dilatih dan diajarkan toilet training, dengan demikian pengenalan dan pemberian latihan toilet training pada anak yang mempunyai gejala autism harus disesuaikan dengan kondisi dari anak yang akan dilatih.

Pengenalan dan pemberian latihan toilet training pada anak yang mempunyai gejala autism akan sangat baik dan efektif apabila diberikan sedini mungkin karena dengan usia yang sedini mungkin masih akan memberikan suatu harapan bahwa anak dapat dilatih dan dapat berkembang dengan lebih baik. Prinsip utama yang harus dipahami dalam mengajarkan toilet training pada anak adalah dengan kesabaran dan pengertian dimana latihan ini harus dilakukan dalam suasana yang santai dan tidak dengan kemarahan dan keterpaksaan, selain dari program yang telah disusun dirumah kita juga harus mengakui bahwa sekolah juga mempunyai peranan yang mendukung orangtua dan keluarga guna mencapai keberhasilan toilet training anak yang mempunyai gejala autism, (http/www.forum keluarga.com/forum/showthread.php). Keberhasilan dalam mengenalkan dan mengajarkan toilet training pada anak yang mempunyai gejala autism hanya dapat terwujud dengan adanya kerjasama yang saling mendukung antara program yang dilaksanakan oleh sekolah serta program yang dilaksanakan di rumah. Bertitik tolak dari kenyataan yang ada di lapangan, yang menyangkut tentang kemampuan toilet training anak yang mempunyai gejala autism, penulis mencoba untuk lebih mendalami tentang kemampuan toilet training pada anak usia 10 tahun yang mempunyai gejala autism serta ingin mengetahui seberapa

(5)

5 besar kemampuan yang telah dimiliki oleh anak yang memiliki gejala autism dalam membina dirinya secara khusus dalam toilet trainingnya dengan segala program dan latihan-latihan yang selama ini diberikan kepada anak melalui penelitian yang akan dilaksanakan pada tempat yang telah ditentukan oleh peneliti.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada kajian tentang kemampuan toilet training pada anak usia 10 tahun yang mempunyai gejala autism di Sekolah Bintang Harapan Kopo Bandung, dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan” bagaimanakah kemampuan toilet training anak yang mempunyai gejala autism di Sekolah Bintang Harapan Kopo Bandung”?

Alasan peneliti memilih fokus kajian di atas didasarkan pada pemikiran bahwa anak-anak yang mempunyai gejala autism mengalami gangguan dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak yang bersangkutan kurang mandiri dalam banyak hal diantaranya dalam kegiatan toilet training.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, selanjutnya dikembangkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut di bawah ini.

1. Bagaimana kemampuan toilet training anak yang mempunyai gejala autism, di Sekolah Bintang Harapan Kopo Bandung

2. Kesulitan apa yang dihadapi dalam pengembangan kemampuan toilet training anak yang mempunyai gejala autism.

(6)

6 3. Program-program apa saja yang telah diberikan kepada anak yang mempunyai

gejala autism dalam mengembangkan kemampuan toilet training.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang hal-hal sebagai berikut.

1. Kemampuan toilet training pada anak yang mempunyai gejala autism.

2. Faktor kesulitan toilet training yang dialami oleh anak yang mempunyai gejala autism.

3. Program-program yang telah diberikan pada anak yang mempunyai gejala autism dalam mengembangkan kemampuan toilet training anak.

4. Intervensi guru yang diberikan pada anak dengan gejala autism, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan toilet training.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi serta memberikan masukan yang bermanfaat bagi lembaga pendidikan ABK, sehingga pihak lembaga dapat mempergunakan hasil penelitian ini, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan toilet training anak yang mempunyai gejala autism.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu informasi bagi orang tua anak yang mempunyai gejala autism supaya mereka dapat turut melatih anak-anaknya dan meningkatkan kemampuan toilet training.

(7)

7 F. Defenisi Konsep

1. Kemampuan

Sebagaimana yang tertulis dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 707), tertulis kata kemampuan yang diartikan sebagai, Kesanggupan dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan sesuatu. Selain pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya, kemampuan juga dapat diartikan sebagai kecakapan atau ketrampilan yang dimiliki oleh seseorang sehingga dapat melaksanakan sesuatu. 2. Toilet training

Toilet training adalah suatu proses untuk mengajarkan kepada anak-anak untuk buang air kecil dan buang besar di kamar mandi (WC). Toilet training merupakan salah satu aspek dalam mengurus diri, dimana mengurus diri identik dengan merawat diri atau memelihara diri. Kemampuan mengurus diri mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan kepentingan anak sehari-hari antara lain: makan dan minum, kebersihan dan kerapihan diri.

Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB). Dengan toilet training diharapkan dapat melatih anak untuk mampu BAK dan BAB di tempat yang telah ditentukan yakni di kamar mandi (WC). Selain itu, toilet training juga mengajarkan kepada anak untuk dapat membersihkan kotorannya sendiri dan memakai kembali celananya tanpa bantuan orang lain, demikian menurut Siti Mufattahah, S.Psi; Psikolog dan staf pengajar dari Jurusan Psikologi Universitas Gunadarma,Depok.

(8)

8 G. Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif kualitatif, dimana metode yang digunakan ini dimaksudkan oleh peneliti untuk memperoleh gambaran yang objektif dan faktual mengenai kemampuan toilet training pada anak yang mempunyai gejala autism. Sebelum melaksanakan suatu penelitian, penentuan suatu metode penelitian akan sangat membantu keberhasilan penelitian yang dilaksanakan, karena dengan metode yang telah ditentukan akan memperjelas langkah-langkah yang harus dilaksanakan dari suatu penelitian.

2. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data lebih menitikberatkan kepada perekaman situasi yang terjadi dalam konteks masalah yang dibahas. Dengan demikian pada penelitian ini alat utama yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data adalah melalui observasi, wawancara serta studi dokumentasi.

a. Observasi

Observasi yang dilakukan sebagai pengamatan langsung untuk melihat kemampuan toilet training pada anak yang mempunyai gejala autism.

Observasi dilakukan sebagai data penguat dari hasil wawancara. Teknik observasi ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung kegiatan anak selama berada di Sekolah Bintang Harapan Kopo Bandung, serta observasi di luar kegiatan sekolah yakni di rumah (tempat tinggal ) subjek yang bersangkutan, sehingga dapat diperoleh gambaran dan informasi mengenai kemampuan toilet training pada anak yang mempunyai gejala autism.

(9)

9 b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap sumber langsung (responden). Yaitu guru dan orang tua dari subyek yang diteliti, dalam penelitian ini peneliti melaksanakan wawancara yang sifatnya fleksibel, artinya bahwa wawancara yang dilakukan tidak terbatas dalam bentuk dialog yang teratur yang telah ditentukan, akan tetapi dapat dilakukan wawancara tambahan apabila hal tersebut dianggap penting dan dapat menjadi sumber data.

c. Studi Dokumentasi

Merupakan suatu teknik pengumpulan data melalui dokumen tertulis yang dikeluarkan oleh lembaga atau pihak sekolah, sebagai sumber informasi atau sumber data. Serta berupa foto saat subjek melakukan kegiatan toilet training dimana foto-foto tersebut dijadikan sebagai data pelengkap.

3. Teknik analisis data

Dalam penelitian ini, data hasil penelitian akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan tiga tahapan, dimana menurut Nasution (1992: 129) mengklasifikasikanya sebagai berikut: a) Reduksi data, b) Display data, c) Kesimpulan dan Verifikasi data.

4. Keabsahan data

Untuk pemeriksaan keabsahan data di dalam penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi yang artinya bahwa peneliti membandingkan data

(10)

10 dari hasil observasi dengan data hasil wawancara dan dokumentasi, kemudian dikonfirmasikan dengan informan melalui kegiatan diskusi pada akhir penyusunan laporan.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

sampel: perusahaan Profitabilitas dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal, struktur aktiva dan tidak dan pertumbuhan penjualan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa rotasi kerja adalah perpindahan pekerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam satu unit kerja pada suatu perusahaan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan

memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding DI pada materi dimensi tiga. TGT memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding DI pada materi dimensi tiga. Pada siswa

Chopped adalah memotong sayuran dengan cara dicincang baik sampai halus atau masih kasar, potongan ini tidak mempunyai bentuk yang pasti. Sayuran yang dapat dipotong dengan

kemampuan mengolah pendengaran. Variabel bebas penelitian ini adalah pembelajaran musik, dimana semua Subjek diberi pembelajaran, dibandingkan kondisi antara sebelum,

Nama pengapalan yang sesuai dengan PBB : Tidak diatur Kelas Bahaya Pengangkutan : Tidak diatur Kelompok Pengemasan (jika tersedia) : Tidak diatur. Bahaya Lingkungan :

Menciptakan konsep desain interior daycare yang dapat memberikan suasana baru yang menyenangkan bagi proses bermain dan belajar anak1. Menghasilkan desain interior daycare