• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 28

METODE PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Fenomena yang ada merupakan fenomena alam berupa kumpulan bintang-bintang dalam gugus terbuka. Variabel terukur berupa data magnitudo semu bintang yang kemudian diolah menjadi diagram Hertzsprung-Russel.

Metode penelitian dilakukan dengan melakukan studi literatur dan pengolahan data, studi literatur dimaksudkan untuk mempelajari seluruh aspek yang berkaitan dengan materi mengenai perbintangan, sedangkan pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan parameter fisis dari data mentah yang dijadikan bahan penelitian.

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan metode aperture

photometry. Aperture photometry adalah metode yang digunakan untuk

mengukur besar fluks atau intensitas cahaya. Prinsip kerja metode aperture

photometry adalah menempatkan tiga buah lingkaran dengan diameter beragam,

dimana ketiga lingkaran tersebut ditempatkan sedemikian rupa sehingga mengurung sumber cahaya. Penggunaan tiga buah lingkaran memiliki fungsi tersendiri, dimana lingkaran terdalam digunakan untuk mengukur besar intensitas dari sumber, lingkaran tengah sebagai area pembatas agar meyakinkan bahwa intensitas terukur merupakan intensitas sumber cahaya tanpa dikotori oleh pengaruh lain, dan lingkaran terluar digunakan untuk mengukur intensitas langit. Sistem fotometri yang digunakan adalah sistem fotometri UBV dengan menggunakan dua buah pita, yakni pita B dan V.

2. Waktu Penelitian

(2)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Pengolahan Data 3.1. Data Observasi

Citra obyek gugus bintang terbuka M67 diambil oleh Dr. Hakim Luthfi Malasan (dari Obs. Bosscha ITB) menggunakan teleskop berdiameter 65 cm dengan panjang fokus 780 cm seperti terlihat pada Gambar (3.1).

Gambar 3.1 Teleskop yang Digunakan Untuk Pengambilan Citra Gugus Bintang terbuka M67 (Sumber: www.astron.pref.gunma.jp) Tempat pengambilan data berlokasi di Gunma Astronomical Observatory (GAO), Jepang yang berada pada 36°35’37 LU dan 138°58’35” BT dengan ketinggian 885 meter dari permukaan laut. Waktu paparan (exposure time) untuk citra dengan pita V selama 60 detik, sedangkan untuk citra dengan pita B selama 120 detik. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 27 Januari 2000. Area gugus bintang terbuka M67 terpotret di langit memiliki ukuran 5,8 menit busur, sedangkan pada citra obyek memiliki ukuran 256 x 256 piksel.

(3)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

warna yang dimaksudkan untuk memudahkan penempatan tiga buah lingkaran untuk mengukur intensitas cahaya. Pada prosesnya pengaturan besar lingkaran dilakukan secara otomatis oleh perangkat lunak.

Gambar 3.2 Citra Obyek Gugus Bintang Terbuka M67 Sebagai Obyek Penelitian

Gambar (3.2) menunjukkan area langit yang terpotret dan merupakan bagian dari gugus bintang terbuka M67 yang berpusat pada α = 8° 41’ 14,62”, δ = 11° 47’ 25,54” dan bukan merupakan keseluruhan gugus, dapat dibandingkan area obyek penelitian merupakan area yang ditandai dalam citra gugus bintang terbuka M67 lain yang berukuran 40 menit busur seperti tampak pada Gambar (3.3).

(4)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.3 Citra Gugus Bintang Terbuka M67 Berukuran 40 Menit Busur (Sumber: http://dss.nao.ac.jp)

Terdapat 10 bintang standar dalam area penelitian yang digunakan sebagai pembanding dan koreksi ekstingsi atmosfer. Kesepuluh bintang tersebut disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.1 Data Bintang Standar dari Bruce Gary, Hereford Arizona Observatory (Sumber: brucegary.net/M67)

R.A.[deg] Dec.[deg] B V 8° 51' 20.053" 11° 46' 42.51" 13.37 12.785 8° 51' 19.865" 11° 47' 02.66" 12.615 12.135 8° 51' 26.352" 11° 43' 53.07" 11.392 11.275 8° 51' 31.155" 11° 45' 52.13" 13.201 12.637 8° 51' 29.845" 11° 47' 18.23" 11.022 9.675 8° 51' 25.354" 11° 47' 35.63" 13.162 12.555 8° 51' 22.734" 11° 48' 04.94" 11.587 10.478 8° 51' 17.120" 11° 48' 17.76" 11.574 10.331

(5)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.2. Instrumen Pengolahan Data

Instrumen pengolahan data yang digunakan berupa perangkat lunak bernama ImageJ. Penggunaan perangkat lunak ImageJ pada penelitian ini sebatas pada pengukuran intensitas sumber. ImageJ merupakan perangkat lunak open source atau perangkat lunak yang dapat diunduh dan dipakai secara gratis, pengoprasiannya memerlukan Java. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh National Institute of Health, Amerika Serikat. ImageJ didesain sebagai alat pemrosesan dan pengolahan citra ilmiah. Penggunaannya sangat fleksibel dengan ribuan plugin dan macros yang dapat di install guna pekerjaan beragam.

Gambar 3.4 Tampilan Standar ImageJ dengan Plugin Astronomi Untuk Pekerjaan Fotometri

Penggunaan perangkat lunak ImageJ untuk pekerjaan fotometri membutuhkan plugin bernama Astronomy yang berisi pengaturan pekerjaan fotometri, multi aperture photometry dan opsi lainnya. Dengan menggunakan

tools multi aperture photometry, pengukuran intensitas bintang anggota

(6)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

intensitas diantara lain intensitas sumber, intensitas langit (background), koordinat dalam piksel, right acsension dan deklinasi.

3.3. Magnitudo

3.3.1. Magnitudo Instrumen

Menggunakan bantuan perangkat lunak ImageJ, multiple

aperture photometry dapat dilakukan sehingga intensitas tiap bintang

anggota gugus dapat terukur. Kemudian dengan menggunakan persamaan (2.2) magnitudo instrumen dari tiap bintang anggota gugus bintang terbuka M67 dapat ditentukan.

Koreksi ekstingsi atmosfer perlu dilakukan pada nilai magnitudo instrumen dikarenakan pengaruhnya yang membuat berkurangnya intensitas radiasi sumber akibat partikel dalam atmosfer bumi. Dampak ekstingsi ini berupa penyerapan dan penyebaran cahaya. Koefisien ekstingsi atmosfer yang terukur merupakan hasil perbandingan nilai antara magnutudo instrumen dengan magnitudo standar. Dengan rajah magnitudo standar versus magnitudo instrumen, besar nilai koefisien untuk masing-masing pita dapat diperoleh. Nilai magnitudo standar haruslah lebih kecil dibandingkan dengan magnitudo instrumen dikarenakan dalam sistem magnitudo obyek yang lebih cerah memiliki nilai lebih kecil, pada kasus ini setelah koefisien ekstingsi dihilangkan maka obyek akan terlihat lebih cerah.

3.3.2. Magnitudo Baku

Bintang standar katalog diperlukan agar pengamat yang berbeda dapat saling membandingkan hasil satu sama lain. Perbandingan hasil pengamatan diperlukan atas dasar bahwa tiap observasi akan memiliki respon yang berbeda, bintang yang sama tidak akan memiliki nilai kecerlangan yang sama dengan pengaturan instrumen yang berbeda. Perbedaan hasil dapat diakibatkan dari perbedaan ukuran dan kondisi teleskop, alat optik, panjang gelombang dan kualitas filter yang

(7)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

observasi terhadap kecerlangan bintang standar. Koefisien transformasi adalah:

𝑀 = 𝑚0+ 𝑡(𝑐𝑜𝑙𝑜𝑢𝑟) + 𝑧 (4.1)

Dimana t merupakan koefisien transformasi dan z adalah zero

point. Persamaan 4.1 dapat ditransformasikan menjadi persamaan

untuk mendapatkan nilai magnitudo baku untuk tiap bintang. Sehingga persamaan transformasinya adalah:

𝑉 = 𝑉𝑜𝑏𝑠 + 𝐶1∗ (𝐵 − 𝑉) + 𝐶2 (4.2) (𝐵 − 𝑉) = 𝐶3∗ (𝐵 − 𝑉)𝑜𝑏𝑠 + 𝐶4 (4.3)

Dimana V dan (B-V) merupakan magnitudo baku yang akan dicari, Vobs dan (B-V)obs telah diketahui sebelumnya dari magnitudo instrumen terkoreksi koefisien ekstingsi atmosfer. Lalu C1, C2, C3 dan

C4 merupakan nilai yang perlu dicari. Karena warna dan magnitudo

bintang standar katalog telah diketahui, maka dengan rajah grafik 𝑉𝑠𝑡𝑑− 𝑉𝑜𝑏𝑠 versus (𝐵 − 𝑉)𝑠𝑡𝑑dan rajah grafik (𝐵 − 𝑉)𝑠𝑡𝑑 versus

(𝐵 − 𝑉)𝑜𝑏𝑠 nilai nilai C1, C2, C3 dan C4 dapat diketahui. Kemudian

dengan menggunakan persamaan (4.2) dan (4.3) maka nilai magnitudo baku untuk tiap bintang dapat diketahui. Dengan diketahuinya seluruh nilai magnitudo baku untuk tiap bintang, maka diagram HR yang dibangun berdasarkan magnitudo baku dapat dibangun.

3.4. Penentuan Usia, Pemerahan dan Jarak Gugus Bintang Terbuka M67

Usia, pemerahan dan jarak gugus bintang dapat diperkirakan dengan mencocokkan data hasil observasi dengan model isochrone. Dalam evolusi bintang, isochrone merupakan kurva pada diagram HR yang menggambarkan populasi bintang berusia sama. Isochrone dapat digunakan untuk mengetahui usia gugus bintang dikarenakan anggota gugus memiliki usia yang hampir sama.

(8)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Initial mass function (IMF) merupakan fungsi empirik yang

mendeskripsikan distribusi massa awal populasi bintang. IMF memberikan probabilitas fungsi distribusi massa ketika bintang memasuki periode deret utama (memulai proses reaksi fusi). Jika IMF dari gugus bintang diketahui,

isochrone dapat dibangun menggunakan bintang-bintang pada populasi awal.

Kurva isochrone dapat di rajah bersamaan dengan HR diagram yang dibangun berdasarkan data observasi untuk dilihat berapa besar kecocokkan antara keduanya. Apabila kurva isochrone dan HR diagram magnitudo observasi tercocokkan dengan baik, maka asumsi usia isochrone dapat diprediksi mirip dengan usia gugus.

Perbandingan beberapa usia isochrone dengan HR diagram perlu dilakukan dengan masksud mendapatkan hasil yang lebih presisi. Besar pergeseran isochrone sumbu X menggambarkan nilai ekses warna E(B-V) atau pemerahan dan besar pergeseran sumbu Y merupakan besar nilai modulus jarak m-M. Koefisien ekstingsi materi antarbintang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.10). Nilai-nilai tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung jarak gugus menggunakan persamaan (2.9).

(9)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Prosedur Penelitian

Keseluruhan prosedur pengolahan data diberikan dalam Gambar 3.5 berikut:

Studi Literatur

Mengunduh Program Pengolah Data ImageJ

Pengolahan Data Dengan Menggunakan Metode Apperture Photometry

Koreksi Magnitudo Instrumen Dengan Koefisien Ekstingsi Atmosfer

Penentuan Jarak Ke Gugus Bintang M67 Menggunakan

Modulus Jarak RajahGrafik Magnitudo V vs Indeks

Warna B-V (H-R Diagram)

Penentuan Usia Gugus Bintang Berdasarkan Pembelokan Deret Utama Pada Diagram H-R (Fitting

Isochrone)

Transformasi Magnitudo ke Sistem Magnitudo Baku Pengukuran Besar Ekstingsi Atmosfer

Penentuan Besar Nilai Pemerahan dan Absorpsi Materi

Antar Bintang Mendapatkan Chart Pembanding Bintang

(10)

FAJAR RAMADHAN, 2015

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.5 Diagram Alur Penelitian

Gambar

Gambar 3.1 Teleskop yang Digunakan Untuk Pengambilan Citra  Gugus Bintang terbuka M67 (Sumber: www.astron.pref.gunma.jp)  Tempat  pengambilan  data  berlokasi  di  Gunma  Astronomical  Observatory (GAO), Jepang  yang berada pada 36°35’37 LU dan 138°58’35”
Gambar 3.2 Citra Obyek Gugus Bintang Terbuka M67 Sebagai Obyek  Penelitian
Gambar 3.3 Citra Gugus Bintang Terbuka M67 Berukuran 40 Menit  Busur (Sumber: http://dss.nao.ac.jp)
Gambar 3.4 Tampilan Standar ImageJ dengan Plugin Astronomi  Untuk Pekerjaan Fotometri

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan di SDN Citimun II dan SDN Cibeureum II yang berlokasi di Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Alasan pemilihan

Penelitian ini di laksanakan di Madrasah Tsnawiyah (MTs) Ma’arif Bugel An-Nur, yang berlokasi di Jalan Lapangan Bola Desa Bugel Kecamatan Patrol Kabupaten

Tahap pelaksanaan ini terdiri dari 2 tahapan yaitu tahap pembelajaran dan pengambilan data meliputi: pengisian soal pretest-posttest kemampuan pengambilan keputusan,

Dalam pengambilan sampel, penelitian ini menggunakan teknik total sampling atau Saturation , maksudnya adalah pengambilan sampel diambil dari semua populasi yang

54 Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (sampel bertujuan) atau pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. 55

Penelitian berlokasi di workshop IDB JPTM FPTK UPI dan dilakukan selama enam bulan, dimulai pada September 2013 dan berakhir pada Februari 2014. Pemilihan lokasi

Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel penduduk adalah ramdom sampling yaitu “pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa

5 Salah satu alasan peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel probability sampling dengan jenis pengambilan sampel purposive sampling karena guru matematika