• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Kampung Kreatif sebagai Strategi Kota Tangguh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Kampung Kreatif sebagai Strategi Kota Tangguh"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Identifikasi Kampung Kreatif sebagai Strategi Kota Tangguh

Saraswati T. Wardhani, Stefani N. Sabatini, D. Rachmaniatus, Tamiya M. S Kasman

Magister Arsitektur Riset, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.

Abstrak

Permasalahan permukiman padat dan tingginya angka pengangguran selalu terjadi di pusat kota di Indonesia. Strategi khusus untuk meningkatkan kelayakan lingkungan tempat tinggal dan keber-langsungan ekonomi penduduknya diperlukan demi mencapai kota yang beker-lanjutan. Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah kampung kreatif dengan kegiatan utama ekonomi wisata kreatif. Konsep wisata kreatif yang ditawarkan adalah wisata budaya dan kerajinan tradisional. Pengembangan potensi kampung tersebut memberikan manfaat berupa ruang kreasi yang lebih luas, kesempatan lapangan kerja, dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari tulisan ini adalah mema-hami proses pembentukan kampung kreatif, faktor-faktor yang dominan berpengaruh, serta konsep perancanaannya. Diketahui bahwa, keberhasilan implementasi wisata kreatif di kampung kota sangat dipengaruhi kondisi sosial-budaya masyarakatnya dan kerjasama antara para pelaku kepentingan (stakeholder).

Kata-kunci: kampung kreatif, komunitas kreatif, integrasi stakeholder

Pengantar

Peningkatan jumlah penduduk dan perkemba-ngan teknologi menyebabkan munculnya bera-gam masalah baru bagi kota-kota di seluruh dunia. Salah satu masalah yang ditimbulkan adalah kekurangan lahan tempat tinggal dan pe-kerjaan. Akibatnya, tumbuh permukiman padat dan kumuh serta meningkatnya jumlah penga-ngguran di pusat kota. Salah satu gagasan untuk mengurangi angka pengangguran dan menciptakan tempat tinggal yang sehat adalah kampung kreatif. Tujuan dari pembentukannya kampung-kampung yang kreatif di pusat kota adalah menciptakan citra kota dan menjadikan kota tersebut tangguh.

Kampung Kota sebagai Kampung Kreatif Kampung kota serta penduduk di dalamnya merupakan bagian penting dari penciptaan kota yang tangguh. Widjajanti (2013) menyebutkan bahwa kampung kota adalah permukiman yang membentuk karakter suatu kota. Sementara me-nurut Landry (2008), kawasan (kampung) yang kreatif dapat dengan mudah beradaptasi pada perubahan lingkungan dan bertahan terhadap

segala jenis permasalahan yang menimpanya. Selain itu, masyarakat yang bertempat tinggal di kampung-kampung kota merupakan potensi yang dapat dibina untuk memperkuat citra kota. Hal tersebut sesuai dengan anggapan Lynch (1990) bahwa untuk membentuk suatu citra kota perlu memperhatikan rasa, pengalaman, dan persepsi masyarakat terhadap lingkungan-nya. Ismurdyawati (2013) menyampaikan bah-wa komiditi pada kampung kreatif adalah ide dan kondisi sosial, budaya, serta lingkungan kampung.

Kampung Kreatif sebagai Strategi Ekonomi Kota Peran kampung kreatif terhadap ekonomi kota adalah kemandirian penduduk melaksanakan kegiatan kreatif dibidang seni dan wisata. Yoeti dalam Chaerunnisa (2012) menjelaskan kam-pung kreatif merupakan bagian dari kegiatan wisata yang dapat mempercepat pemerataan pendapatan, meningkatkan kesempatan kerja, penerimaan pajak, meningkatkan pendapatan nasional, meningkatkan nilai tambah produk hasil kebudayaan, memperluasan pasar produk dalam negeri, dan memperkuat posisi neraca pembayaran. Kampung kreatif menjadi

(2)

kam-pung dengan daya tarik tersendiri mampu me-narik wisatawan dibanding dengan konsep per-mukiman lainnya.

Jenis kegiatan ekonomi yang ditawarkan kam-pung kreatif adalah wisata kreatif. Kegiatan wi-sata tersebut melibatkan komunitas lokal (mas-yarakat kampung) dalam pelaksanaannya. Wisa-ta kreatif menyokong dan mendorong kampung untuk berkembang dengan cepat menjadi kam-pung kreatif. Pengembangan wisata kreatif dapat memberikan keuntungan berupa sumber baru untuk aktivitas wisata, mendorong tum-buhnya atmosfer pembangunan berkelan-jutan, dan sebagai alat pengembangan bisnis (produ-sen kerajinan dan usaha kecil menengah). Komunitas Kreatif sebagai Pembentuk Kampung Kreatif

Florida (2002) pada artikel The Washington Monthly menyebutkan salah satu pembentuk kota yang kreatif adalah adanya komunitas kre-atif. Komunitas diperlukan untuk membantu menguatkan serta membentuk ruang yang krea-tif. Komunitas kreatif kemudian dideskripsikan sebagai sekumpulan individu yang mengharap-kan suatu tempat untuk dapat menerima kebe-ragaman dan terbuka terhadap gagasan-gaga-san baru (Widiastuti, 2015). Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan peran aktif antara pe-laku wisata kreatif yakni penggagas dan mas-yarakat kampung.

Kampung kreatif merupakan strategi yang di kembangkan pemerintah Indonesia untuk mem-perbaiki kualitas lingkungan dan hidup masya-rakat perkotaan. Beberapa kampung kreatif da-pat ditemukan di kota-kota besar seperti Ban-dung, Jakarta, Surabaya, Solo, Bali, dan Yogya-karta. Konsep yang digunakan pun beragam yakni kampung wisata, kampung seni dan buda-ya, kampung musik, kampung cyber, kampung industri, dan beberapa konsep lainnya yang dibuat menyesuaikan potensi masalah atau kon-teks masing-masing kampung. Konsep krea-tif yang akan dibahas pada tulisan ini adalah kam-pung wisata. Kasus kamkam-pung kreatif yang dipilih adalah Kampung Wisata Dago Pojok di Kota Bandung dan Kampung Wisata Batik Kau-man di Kota Solo.

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mema-hami proses pembentukan kampung kreatif, faktor-faktor yang dominan berpengaruh, serta konsep pembentukannya.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif (Creswell, 2008) dan bersifat deskriptif (Groat & Wang, 2002).

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian di Kampung Dago Pojok, Kota Bandung dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan awal adalah obser-vasi awal yakni untuk melihat dan mengenal kondisi lapangan serta kegiatan penduduknya. Tahapan kedua adalah wawancara tokoh-tokoh kampung dan komunitas kreatif. Tahapan ketiga adalah pengumpulan data atau arsip dari inter-net seperti foto, video, dan berita terkait kegia-tan wisata di Kampung Dago Pojok dari tahun ke tahun. Sementara, pengumpulan data di Kampung Batik Kauman, Kota Solo dilakukan melalui pengkajian terhadap penelitian-peneli-tian sebelumnya dan arsip dari Komunitas Krea-tif Solo atau Solo Creative Community Network (SCCN).

Metode Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan beberapa dua metode yakni content analysis dan deskriptif. Metode content analysis atau analisis isi berguna untuk membandingkan kaji-an teori terkait kampung kreatif dkaji-an kota tangguh serta kondisi data dari dua obyek litian. Metode kualitatif digunakan karena pene-litian bermaksud mengungkap pemahaman ter-hadap suatu permasalahan sosial yang ditulis secara rinci (Creswell, 2008). Sementara sifat deskriptif digunakan untuk membantu penulis menggambarkan secara faktual hubungan antar instrument yang diteliti.

atau yang pernah dilakukan sebelumnya (Cres-well, 2008). Dalam hal ini, analisis ini dilakukan untuk mengetahui kriteria-kriteria yang diguna-kan untuk menilai kota yang baik berdasardiguna-kan yang sudah dilakukan sebelumnya.

(3)

Analisis dan Interpretasi

Kampung Wisata Dago Pojok

Konsep umum pembentukan kampung kreatif di Dago Pojok adalah mengubah kampung yang semula kumuh menjadi kampung wisata untuk memperbaiki serta meningkatkan kualitas hidup. Permasalahan yang ditemui pada Kampung da-go Pojok sebelum dibina adalah rawan krimina-litas, kurang eratnya tali kekeluargaan antar warga, tingkat ekonomi rendah, dan lingkungan tempat tinggal yang belum sehat. Sementara potensi pada kampung ini adalah semangat war-ga untuk meningkatkan kualitas hidup mereka, adanya pelaku seni Sunda, banyak anak-anak yang tertarik untuk belajar kesenian dan penge-tahuan umum.

Hal penting yang dipelajari dari pembentukan dan pengembangan kampung wisata di Dago Pojok adalah peran aktif para pelaku ( stake-holder). Para pelaku yang terlibat di dalam pe-ngembangan kampung wisata Dago Pojok ter-bagi menjadi tiga kategori yakni, pelaku utama, pelaku pendukung, dan pelaku kepen-tingan kunci (Crosby, 1992). Pelaku utama adalah warga Kampung Dago Pojok yakni pelaku seba-gai penerima dampak positif ataupun negatif dari suatu kegiatan kreatif. Pelaku pendukung kegiatan wisata kreatif yakni Rahmat Jabaril, Ko-munitas Taboo, BCCF, KoKo-munitas kreatif, dan sukarelawan. Pelaku pendukung adalah pelaku yang berperan sebagai perantara dalam mem-bantu proses penyampaian kegiatan. Mereka dapat digolongkan atas pihak penyandang dana, pelaksana, pengawas, serta organisasi advokasi seperti organisasi pemerintahan, Lembaga Swa-daya Masyarakat (LSM), dan pihak swasta. Pada beberapa kegiatan, pelaku pendukung dapat merupakan perorangan atau kelompok kunci yang memiliki kepentingan baik formal maupun informal. Sementara pelaku kepentingan kunci adalah pelaku yang memiliki pengaruh kuat atau penting yakni Pemerintah Kota Bandung dan donator. Pengaruh tersebut dapat berkaitan de-ngan masalah, kebutuhan, dan perhatian terha-dap kelancaran kegiatan wisata kreatif di Dago Pojok. Kegiatan terkait pengembangan wisata yang diselenggarakan di Dago Pojok bersifat fisik dan nonfisik. Kegiatan fisik adalah penataan

koridor jalan dan gang sebagai ruang kreatif masyarakat seperti mural, penyediaan akomo-dasi wisata seperti penginapan dan warung makan. Kegiatan yang termasuk nonfisik yakni pelatihan seni tari, pencak silat, dan melukis, ke-giatan edukasi oleh Komunitas Taboo, penge-lolaan akomodasi wisata, kegiatan wisata ming-guan open trip, dan festival seni tahunan. Kampung Wisata Batik Kauman

Kampung Kauman terbentuk dari kebiasaan dan kesadaran masyarakat setempat untuk melesta-rikan budaya batik. Sebelum tahun 2006, mas-yarakat kampung Kauman bergerak di sektor batik secara individu hingga akhirnya dibentuk paguyuban dengan tujuan memperhatikan serta menjaga kesejahteraan masyarakat. Tugas uta-ma paguyuban ini adalah mengkoordinasikan kegiatan perdagangan dan kegiatan budaya, menyediakan tempat untuk masyarakatnya ber-kreasi, serta meningkatkan potensi kampung. Sistem kelembagaan yang jelas pada paguyuban, membuat kampung ini secara mandiri mampu tumbuh dan berkembang. Keberlanjutan prog-ram kegiatan wisata kreatif di kampung ini, kini menjadi isu penting yang dilindungi dan didu-kung Solo Creative Community Network (SCCN). Pemerintah daerah Kota Solo bersama Kemente-rian PerindustKemente-rian kemudian mendukung kegia-tan wisata dengan melakukan promosi dan menyelenggarakan pameran batik (Nugraheni, 2009).

Kampung wisata Batik Kauman saat ini memiliki industri rumah tangga yang menjadi produsen tetap bagi pembeli nusantara langganan dan pembeli atau wisatawan mancanegara dari Je-pang, Eropa, Asia Tenggara dan Amerika Serikat. Karakter pelayanan rumah indsutri di kampung ini adalah kegiatan transaksi dilakukan bersama-an dengbersama-an kegiatbersama-an tour wisatawan di rumah produksi tempat berlangsungnya kegiatan mem-batik. Selain itu, beragam fasilitas pendukung kegiatan wisata tersedia di kampung ini sehing-ga memberikan kemudahan dan Kenyamanan bagi wisatawan untuk berkegiatan.

Berdasarkan analisa karakter kegiatan kedua kampung tersebut diperoleh informasi bahwa konsep kampung kreatif pada diterapkan pada

(4)

dua permukiman dengan karakter yang berbeda. Gagasan kreatif disesuaikan dengan karakter lingkungan dan kemampuan penduduknya kare-na kedepannya mereka yang akan menjalankan kegiatan kreatif secara mandiri. Kegiatan eko-nomi di dalam kampung dilakukan secara terin-tegrasi dan berkelompok. Peran aktif seluruh penduduk mempengaruhi keberlangsungan dan perkembangan kegiatan kreatif di dalam kam-pung.

Komunitas Kreatif sebagai Penyelenggara Kam-pung Kreatif

Hal menarik dari keberhasilan kedua kampung kreatif tersebut adalah adanya komunitas kreatif yang bertanggungjawab untuk menaungi dan membina penduduk setempat. Komunitas kreatif yang dimaksud ialah Bandung Creative Commu-nity Forum (BCCF) dan Solo Creative Community Network (SCCN). Latar belakang berdirinya ko-munitas menjadi perbedaan besar BCCF dan SCCN.

BCCF merupakan organisasi yang berdasar pada kegiatan sukarelawan. Perkumpulan ini didirikan oleh beragam lintas komunitas kreatif di Kota Bandung yang memiliki harapan dan tujuan sama. Tujuan dari BCCF adalah memberikan manfaat bagi masyarakat dan komunitas kreatif di kota Bandung. Tema besar yang dibawa Kota Bandung sebagai kota kreatif adalah Design. Secara khusus, BCCF bertujuan memberikan pendidikan berbasis kreativitas, membuat peren-canaan, serta melakukan perbaikan infrastruktur kota sehingga mampu mendukung pengem-bangan ekonomi kreatif dan menciptakan wira-usaha-wirausaha kreatif. BCCF kedepannya kemudian turut memberikan gagasan dalam pengembangan strategi branding dan mem-bangun network yang seluas-luasnya demi men-capai visi kota Bandung sebagai kota kreatif secara global.

Salah satu program BCCF adalah membentuk kampung-kampung berkualitas rendah di Kota Bandung menjadi kampung kreatif. Tujuannya adalah menciptakan ruang bagi masyarakat un-tuk melakukan hal dan menghasilkan produk kreatif. Belum semua kampung di Kota Bandung dibina oleh BCCF karena keterbatasan tenaga

dan perlu pengkajian awal untuk mengetahui kesesuai kampung untuk dibina. Pada akhirnya BCCF memiliki harapan ke depan agar suatu saat ruang-ruang tersebut dapat menjadi pengi-kat simpul-simpul kreativitas dan kola-borasi individu, komunitas, maupun organisasi yang memiliki semangat kreatif yang tak pernah le-kang oleh masa. Demi nama Bandung, sebuah kota yang selalu haus akan perubahan (Bandung Creative City Forum, 2015).

Berbeda dengan BCCF, Solo Creative Community Network (SCCN) lahir dari inisiasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf) melalui Dinas Pariwisata Kota Solo. Tujuan awal pembentukan SCCN adalah untuk mengajukan proposal ke UNESCO Creative City Network (UCCN). SCCN berperan sebagai narator dan fasilitator serta kolaborator pada organisasi UCCN. SCCN bertugas memfasilitasi dan meng-integrasikan kegiatan kreatif serta bekerja sama untuk mengembangkan ekonomi kreatif di Solo dan Solo Raya. Susunan kelembagaan SCCN serupa BCCF yakni terdiri dari akademisi, praktisi, komunitas, dan perwakilan masyarakat Solo. Tema yang diangkat Solo sebagai kota kreatif adalah berbasis ekokultural. SCCN didukung penuh oleh Kementerian Pariwisata dan Eko-nomi Kreatif (Kemenkraf), Kementerian Pendi-dikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kemen-terian Pemuda dan Olahraga (Kemenpor). Pembelajaran penting dari analisa dua kampung kreatif di kota besar Indonesia adalah peran aktif pemerintah daerah untuk mengajak dan membina warga untuk bersama-sama mening-katkan kualitas hidup bersama. Hasil yang dapat dinikmati dari kegiatan keratif adalah seluruh kelas masyarakat perkotaan dan tentunya akan berdaampak peningkatan perbaikan sosial dan ekonomi Kota itu sendiri.

Pada awal pembinaan, warga kampung memang tergantung pada bantuan pemerintah dan ko-munitas terkait tetapi setelah pelatihan selesai dilakukan dan warga telah terbiasa melakukan kegiatan kreatif, kedepannya warga kampung menjadi mandiri yang dapat bertahan dan mu-dah beradaptasi pada perubahan kegiatan eko-nomi kota/negara. Warga yang terbiasa

(5)

bertin-dak kreatif menjadi warga yang tangguh ter-hadap ancaman ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan sehingga mampu membentuk kota dan negara tangguh (Solo Creative Community Network, 2015).

Berdasarkan tinjauan karakter kedua komunitas tersebut, dapat diketahui bila komunitas kreatif dapat terbentuk dari beragam individu dan ins-tasi. Namun, kedua komunitas ini memiliki ke-lembagaan dan kontrak pembinaan yang jelas sehingga kampung kreatif dapat berkembang hingga penduduknya mampu menjalankan kegi-atan wisata secara mandiri. Proses pemilihan, perencanaan, dan pembinaan pada kedua kam-pung kreatif dilakukan dengan pola yang sama yakni sebagai berikut:

Gambar 1. Modifikasi Skema Crosby tentang Integrasi antar Stakeholder

Kesimpulan

Kampung kreatif dapat menjadi strategi pem-bangunan kota tangguh dengan berbasis komunitas dan adanya sistem pengelolaan yang terpadu antara semua pelaku kepentingan. Ke-tangguhan suatu kota berkaitan dengan ke-mampuan penduduk untuk mengantisipasi dan ikut serta dalam menanggulangi permasalahan yang muncul. Wujud dari ketangguhan suatu

kota dapat berupa perubahan tata guna lahan namun tetap memfokuskan pada kemam-puan penduduknya untuk beradaptasi pada peruba-han yang terjadi (Walker dkk, 2004).

Perbaikan dan pengembangan infrastruktur tidak akan berfungsi baik bila individu yang menggunakan tidak mampu untuk meman-faatkan infrastruktur dengan efektif. Guna mem-peroleh individu yang dapat berkarya maka di-perlukan pembinaan kreatif bagi masyarakat kampung. Pembinaan dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni swadaya oleh masyarakat kampung, oleh komunitas, atau langsung oleh pemerintah daerah. Tetapi, untuk membentuk kampung kreatif yang berkelanjutan diperlukan sistem pelaku kepentingan (stakeholder) yang jelas dan terpadu. Proses pembinaan dapat dibedakan berdasarkan kategori pelaku kepen-tingan. Pelaku pendukung bertugas melakukan advokasi, pembinaan, pendampingan, dan pe-ngawasan terhadap pelaksanaan kegiatan krea-tif oleh masyarakat di kampung. Pelaku kepen-tingan kunci bertugas mendukung kegiatan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan serta memberikan sokongan dana pengembangan.

Kegiatan berbasis komunitas lokal dan sistem pembinaan yang terpadu dapat menjaga keber-lanjutan kampung kreatif. Meskipun kampung Dago Pojok dan kampung Batik Kauman me-ngembangkan program kegiatan wisata kreatif yang berbeda namun kedua kampung tersebut sama-sama dapat bertahan dari ketidakstabilan ekonomi. Kedua kampung tersebut terbentuk dari keunikan karakter dan peran aktif masyara-kat lokalnya. Sehingga, pilar utama dari pelak-sanaan kampung kreatif adalah karakteristik ka-wasan dan penduduknya. Adanya keselarasan antara komunitas dengan lingkungannya men-ciptakan rasa keterikatan akan tempat. Rasa tersebut yang kemudian membuat kampung kreatif menjadi berkelanjutan. Kemampuan kampung-kampung kota untuk bertahan dan bertindak kreatif terhadap masalah ekonomi di Indonesia merupakan salah satu pembentuk utama elemen kota yang tangguh.

(6)

Daftar Pustaka

_________. (2015). Kampung Wisata Batik Kauman. http://www.jalansolo.com/belanja/kampung-wisata-batik-kauman-solo/#content. Diakses 05-12-2015. Bandung Creative Community Forum. (2015). Tentang

Bandung Creative Community Forum. https://bandungcreativecityforum.wordpress.com/ab out/. Diakses tanggal 09-12-2015.

Chairunnisa, Desy. (2012). Perencanaan Kampung Wisata Dago Pojok Sebagai Wisata Kreatif Berbasis Komunitas Lokal di Kota Bandung. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc.

Florida, Richard. (2002). The Rise of the Creative Class. The Washington Monthly May 2002. http://scholar.harvard.edu/files/glaeser/files/book_r eview_of_richard_floridas_the_rise_of_the_creative_ class.pdf. diunduh tanggal 09-12-2015.

Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Landry, Charles. 2008. The Creative City: A Toolkit of

Urban Innovators. London: Earthscan.

Lynch, Kevin A. (1990). The Image of the City. Massachusetts: The MIT Press.

Nugraheni, Yuli. (2009). Peran Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Dalam Promosi Batik. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Surakarta (Solo): Universitas Sebelas Maret.

Solo Creative Community Network. (2015). Tentang SCCN. http://www.sccn.or.id/about-sccn.html. Diakses tanggal 09-12-2015.

Walker, B., Holling, C. S., Carpenter, S. R., dan Kinzig, A. (2004). Resilience, Adaptability, and Transformability in Social-ecological Systems. Ecology and Society Journal, 9, 5.

Widjajanti, Wiwik W. (2013). Menciptakan Kampung Kota sebagai Hunian yang Ramah dalam Konteks Urban di Surabaya. Jurnal Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya, 4.

Gambar

Gambar  1.  Modifikasi  Skema  Crosby  tentang  Integrasi antar Stakeholder

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan terpenting bagi Indonesia, yang terkait MoI terutama mengenai kejelasan pendanaan, adalah dalam hal mobilisasinya untuk mendukung negara berkembang dan pada saat

PENGARUH TINGKAT PERTUMBUHAN PENJUALAN TERHADAP STRUKTUR MODAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Kecenderungan untuk latah meniru program acara/ yang konon terbukti menarik perhatian penonton/ menjadi jurus jitu/ bagi stasiun televisi/ untuk meraih keuntungan

Badan Kredit Desa merupakan salah satu bagian dari perbankan, hal ini karena Badan Kredit Desa memiliki kegiatan yang sama dengan perbankan yakni simpan pinjam.Keberadaan

akar peringatan hari ibu bermula pada kongres perempuan indonesia pada 22-23 des 09/ di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama// Dihadiri organisasi-organisasi perempuan/

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta mendasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pedoman

Karena saat ini, realitas dan fakta menunjukkan bahwa kondisi umat Islam sangatlah tidak beruntung karena tertinggal dalam segi ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi yang

Pada kutipan novel diatas nilai moral yang diambil yaitu tania yang baik dan santai baginya semua masalah bisa di tanggapi dengan santai itu mengajarkan bagi kita