• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Karbon Monoksida

a. Pengertian Karbon Monoksida

Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa, dan juga tidak berwarna. Oleh karena itu lingkungan yang telah tercemar oleh gas CO tidak dapat dilihat oleh mata (Wardhana, 2004).

Karbon monoksida dibuat manusia karena pembakaran tidak sempurna bensin dalam mobil, pembakaran di perindustrian, pembangkit listrik, pemanas rumah, pembakaran di pertanian, dan sebagainya. Gas ini tidak berwarna atau berbau, tetapi amat berbahaya (Sastrawijaya, 2009).

b. Sumber-sumber Karbon monoksida

Sumber gas CO yang terbesar terutama dari kendaraan-kendaraan yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar. Di daerah perkotaan dengan lalu lintas yang padat konsentrasi gas CO berkisar antara 10-15 ppm. (Wardhana, 2004).

Sumber CO yang kedua adalah pembakaran hasil-hasil pertanian seperti sampah, sisa-sisa kayu di hutan dan sisa sisa tanaman di perkebunan. Proses pembakaran tersebut sengaja dilakukan untuk berbagai tujuan, misalnya mengontrol hama termasuk insekta dan

(2)

commit to user

mikroorganisme, mengurangi volume sampah dan bahan buangan, dan membersihkan serta memperbaiki mutu tanah (Fardiaz, 1992).

Sumber CO yang ketiga setelah transportasi dan pembakaran adalah proses-proses industri. Dua industri yang merupakan sumber CO terbesar yaitu industri besi dan baja. CO dihasilkan selama beberapa tahap proses dalam produksi besi dan baja (Fardiaz, 1992).

Menurut Sartono (2001), Batas Paparan (BP) dalam lingkungan industri adalah 35 ppm, sedangkan WHO merekomendasikan sebagai berikut :

Tabel 1. Batas paparan Gas CO yang di rekomendasikan WHO No Paparan Gas CO Waktu Paparan

mg/m3 Ppm 1 100 87 15 menit 2 60 52 30 menit 3 30 26 1 jam 4 10 9 8 jam Sumber : WHO, 2004 c. Efek Karbon Monoksida

Telah lama diketahui bahwa kontak antara manusia dengan CO pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian. Tetapi CO sebenarnya sangat berbahaya karena pada konsentrasi relatif rendah (100 ppm atau kurang) juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Hal ini penting untuk diketahui terutama dalam hubungannya dengan masalah lingkungan karena konsentrasi CO di udara pada umumnya memang kurang dari 100 ppm (Fardiaz, 1992).

(3)

commit to user

Keracunan gas monoksida (CO) dapat ditandai dari gejala yang ringan, berupa pusing, sakit kepala dan mual. Keadaan yang lebih berat dapat berupa menurunnya kemampuan gerak tubuh, gangguan pada sistem kardiovaskuler, serangan jantung sampai pada kematian (Wardhana, 2004).

d. Penyebaran Karbon Monoksida di Udara

Mekanisme alami karbon monoksida hilang dari udara dan pembersihan CO dari udara kemungkinan terjadi karena beberapa proses sebagai berikut :

1) Reaksi atmosfer yang berjalan sangat lambat sehingga jumlah CO yang hilang sangat sedikit.

2) Aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam tanah dapat menghilangkan CO dengan kecepatan relatif tinggi dari udara.

Kecepatan reaksi yang mengubah CO menjadi CO2

(2CO+O22CO2) yang terjadi pada atmosfer bawah hanya dapat

menghilangkan sekitar 0,1% dari CO yang ada per jam dengan adanya matahari. Berdasarkan kecepatan ini, CO di atmosfer di perkirakan mempunyai umur rata-rata 3,5 bulan. Konsentrasi CO di udara per waktu dalam satu hari dipengaruhi oleh kesibukan atau aktivitas kendaraan bermotor yang ada (Fardiaz, 1992).

(4)

commit to user e. Pengendalian

1) Tindakan Pencegahan

a) Kadar karbon monoksida dalam udara sekeliling kita harus dibawah batas paparan yang telah ditentukan antara lain dengan ventilasi ruangan yang memadai.

b) Semua alat dengan proses pembakaran harus terkena udara ditempat terbuka (Sartono, 2001).

2) Tindakan Penanggulangan

Pertolongan bagi orang yang keracunan gas karbon monoksida pada tingkat yang relatif masih ringan dapat dilakukan dengan membawa korban ke tempat yang berudara terbuka (segar) dan memberikan kesempatan kepada korban untuk bernafas dalam-dalam (Wardhana, 2004).

2. Hemoglobin

a. Definisi Hemoglobin

Hemoglobin adalah senyawa protein dengan Fe yang dinamakan conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoporphyrin dan globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah merah karena adanya Fe ini. Oleh karena itu hemoglobin dinamakan zat warna darah bersama dengan eritrosit Hb dengan karbondioksida menjadi karboxyhemoglobin dan warnanya merah tua. (Guyton and Hall, 2007)

(5)

commit to user

Hemoglobin merupakan senyawa pembawa O2 pada sel darah

merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hemoglobin/100 ml dalam darah dapat digunakan sebagai indek kapasitas sebagai O2 pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah

dengan demikian mengindikasikan anemia (Supariasa, 2001).

Sebagai salah satu contoh protein, hemoglobin adalah suatu protein majemuk yang mengandung unsur non-protein yaitu heme yang berfungsi mengikat oksigen, mengangkut oksigen, mengangkut elektron dan fotosintesis (Sofro, 2012).

Hemoglobin terdiri dari materi yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam satu sel darah merah. Setiap molekul hemoglobin memiliki empat tempat pengikatan untuk oksigen. Oksigen yang terikat dengan hemoglobin disebut oksihemoglobin (Corwin, 2007).

Menurut Sadikin (2002), dalam menjalankan fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh, hemoglobin di dalam sel darah merah mengikat oksigen melalui suatu ikatan kimia khusus. Reaksi yang membentuk antara hemoglobin dengan oksigen tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Hb+O2 HbO2

Hemoglobin yang tidak atau belum mengikat oksigen disebut sebagai deoksihemoglobin atau deoksiHb dan pada umumnya dapat

(6)

commit to user

ditulis sebagai Hb saja. Hemoglobin yang mengikat oksigen disebut sebagai oksihemoglobin atau HbO2 (Sadikin, 2002)

b. Pembentukan Hemoglobin

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur (Guyton and Hall, 2008).

Suksinil Ko-A dan glisin mengalami kondensasi membentuk asam aminilevulinat (ALA) dengan dikatalisis oleh enzim mitokondria aminolevulinat sintase, yang meninggalkan mitokondria secara difusi pasif dan masuk dalam sitoplasma. Dalam sitoplasma, 2 molekul asam aminolevulinat bersatu membentuk porfobilinogen dengan bantuan enzim aminolevulinat dehidrase. Kemudian 4 molekul porfobilinogen mengalami kondensasi membentuk uroporfirinogen, dengan dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase menjadi koproporfirinogen III, kemudian membentuk protoporfirinogen IX. Protoporfirinogen IX dioksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase menghasilkan protoporfirin IX. Oksidasi ini menghasilkan sistem ikatan rangkap terkonjugasi yang merupakan ciri khas porfirin. Uroporfirinogen tipe I, III dan koproporfirinogen juga dapat

(7)

commit to user

dioksidasi menjadi porfirin. Kemudian terjadi pemasukan ion fero ke dalam cincin porfirin dari protoporfirin dengan dikatalisis enzim feroketalase menghasilkan hem. (Widmann, 1995). Hem disintesis di mitokondria, dan penggabungan dengan globin terjadi dalam sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang. (Hoffbrand, 1996 & Sacher and McPherson, 2002)

Produksi sel darah merah di stimulasi oleh eritropoietin (EPO), suatu hormon yang dilepaskan ginjal sebagai respons terhadap kadar oksigen darah yang rendah (hipoksia) (Ward et al, 2009).

Setiap keadaan yang menyebabkan jumlah oksigen yang ditranspor kejaringan berkurang biasanya meningkatkan kecepatan pembentukan sel darah merah. Pada tempat yang sangat tinggi yang jumlah oksigen dalam udara sangat berkurang, insufisiensi oksigen yang ditranspor ke jaringan, dan sel darah dihasilkan demikian cepat sehingga jumlahnya dalam darah sangat meningkat (Guyton, 1996).

Degradasi hemoglobin berlangsung mengikuti kematian sel darah merah. Sebagaimana telah diketahui, sel darah merah memiliki rentang hidup 120 hari setelah melewati perjalanan sejauh kira-kira 200-300 mil. Kerusakan sekitar 90% sel darah merah yang telah menua terjadi lewat hemolisis ekstravaskular, yang selanjutnya akan diambil dari sirkulasi oleh makrofaga sistem fagosit mononuclear (Sofro, 2012).

(8)

commit to user

Pada kondisi normal, sel darah merah senescene dan heme dari mana saja akan ditelan oleh sel-sel sistem retikuloendothelial. Molekul globinnya didaur ulang atau diubah menjadi asam amino dan selanjutnya didaur ulang atau mengalami katabolisme. Sementara itu, molekul heme dihancurkan di sel-sel retikuloendotelial oleh heme

oxygenase suatu sistem enzim mikrosom yang memerlukan oksigen

dan NADPH (Sofro, 2012).

Dengan aktivitas enzim tersebut cincin heme akan terbuka. Pada reaksi ini dihasilkan karbon monoksida dan hemin (Fe3+) yang selanjutnya direduksi menjadi heme (Fe2+). Reaksi ini adalah satu-satunya penghasil karbon monoksida endogen dalam tubuh (Sofro, 2012).

c. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin normal seseorang dibedakan berdasarkan umur dan jenis kelamin menurut WHO (kadar normal/100 ml darah) adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Kadar Hemoglobin berdasarkan umur dan jenis kelamin No. Usia / Jenis Kelamin Kadar Hemoglobin (Hb) (g/dl)

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Anak 6 bulan – 2 tahun Anak 5-11 tahun Anak 12-14 tahun Laki-laki dewasa Wanita tak hamil Wanita hamil ≥11 ≥11,5 ≥12 ≥13 ≥12 ≥11 Sumber : WHO, 2000

(9)

commit to user

Menurut Kiswari (2014) Kadar hemoglobin normal laki-laki dewasa berdasarkan Satuan Internasional (SI) yaitu 14,5-18 g/dL. Sedangkan untuk wanita dewasa yaitu 12-16 g/dL. Perbedaan kadar hemoglobin tersebut dipengaruhi karena beberapa faktor.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kadar Hemoglobin : 1) Umur

Anak-anak, orang tua, ibu yang sedang hamil akan lebih mudah mengalami penurunan kadar Hemoglobin. Pada anak-anak dapat disebabkan karena pertumbuhan anak-anak yang cukup pesat dan tidak di imbangi dengan asupan zat besi sehingga dapat menurunkan kadar Hemoglobin (National Anemia Action Council, 2009).

2) Jenis kelamin

Kadar Hemoglobin (Hb) pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan wanita karena perbedaan hormonal yang mengakibatkan wanita mengalami menstruasi. Pada saat menstruasi wanita mengalami pendarahan dan kekurangan zat besi sehingga kadar hemoglobin pada darah juga menurun (Hidayat dan Utomo, 2004).

3) Tinggi rendahnya daerah

Kadar Hemoglobin (Hb) seseorang di daerah pegunungan lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang tinggal di dataran rendah. Karena semakin tinggi tempat, maka kandungan

(10)

commit to user

oksigennya semakin menurun, yang selanjutnya mengakibatkan sebagian jaringan mengalami hipoksia. Hal ini akan merangsang pengeluaran eritropoitin yang akan mengakibatkan eritropoisis yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit meningkat. Peningkatan

eritrosit akan meningkatkan kadar hemoglobin (Sofro, 2012).

4) Kebiasaan merokok

Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi internasional yang mengandung sekitar 3000 bahan kimiawi. Unsur yang penting antara lain: tar, nikotin, benzopyrin, metil-kloride, aseton, amonia dan karbon monoksida (Bustan, 2007).

CO merupakan 1-5 % dari asap rokok. Zat ini mengusung oksigen dalam darah (eritrosit) dan membentuk carboxyhaemoglobin. Seorang perokok akan mempunyai carboxyhaemoglobin lebih tinggi dari orang normal, sekitar 2-15% (Bustan, 2007).

Perokok dapat dibagi atas perokok ringan sampai berat. Perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang per hari, perokok sedang menghisap 10-20 batang, dan perokok berat jika lebih dari 20 batang (Bustan, 2007).

5) Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk

(11)

commit to user

variabel tertentu. Salah satu penilaian status gizi yaitu dengan survei konsumsi makanan. Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa et al 2001). 6) Paparan karbon monoksida

Paparan karbon monoksida yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan Polisitemia. Polisitemia sekunder adalah peningkatan kadar hemoglobin yang disebabkan peningkatan produksi sel darah merah. Kondisi ini merupakan akibat dari hipoksia kronik atau produksi eritropoietin autonom (Morton et al 2012).

3. Hubungan Gas Karbon monoksida dengan Hemoglobin

Menurut Slamet (2011) Efek gas CO terhadap kesehatan disebabkan karena CO dapat menggeser oksigen yang terikat hemoglobin (Hb) dan mengikat Hb menjadi Karboksi-hemoglobin (COHb) seperti pada reaksi ini :

O2Hb + CO  COHb + O2

Hal ini disebabkan karena afinitas CO terhadap Hb = 210x daripada afinitas O2 terhadap Hb. Reaksi ini mengakibatkan Berkurangnya

kapasitas darah untuk menyalurkan O2 kepada jaringan-jaringan tubuh.

Gejala yang terasa dimulai sebagai pusing-pusing, kurang dapat memperhatikan sekitarnya, kemudian terjadi kelainan fungsi susunan saraf pusat, perubahan fungsi paru-paru dan jantung, terjadi rasa sesak nafas,

(12)

commit to user

pingsan pada 250 ppm, dan akhirnya dapat menyebabkan kematian pada 750 ppm (Slamet, 2011).

Menurut Wardhana (2004), dalam keadaan normal sebenarnya darah sudah mengandung COHb sebanyak 0,5 %, berasal dari proses metabolisme di dalam tubuh terutama merupakan hasil pemecahan heme komponen hemoglobin dalam darah itu sendiri, ditambah lagi dari konsentrasi CO yang terdapat di udara dalam konsentrasi rendah. Menurut Ahirawati (2009), masa kerja mempengaruhi CO dalam darah seseorang dimana semakin lama seseorang terpapar karbon monoksida maka CO dalam darah seseorang akan semakin tinggi.

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi CO di udara dan pengaruhnya pada tubuh bila kontak terjadi pada waktu yang lama

Konsentrasi CO di udara (ppm) Gangguan pada tubuh

3 Tidak ada

5 Belum begitu terasa

10 Sistem syaraf sentral

20 Panca indera 40 Fungsi jantung 60 Sakit kepala 80 Sulit bernafas 100 Pingsan-kematian Sumber : Wardhana, 2004

Paparan karbon monoksida yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan Polisitemia. Polisitemia sekunder adalah peningkatan massa sel darah merah yang disebabkan peningkatan produksi sel darah merah. Kondisi ini merupakan akibat dari hipoksia kronik atau produksi eritropoietin autonom.

(13)

commit to user

Kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia kronik adalah tinggal di daratan tinggi, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), apnea waktu tidur, obesitas tidak wajar, malformasi arterionvenosa, dan pajanan karbon monoksida (Morton et al 2012). Salah satu gejala polisitemia adalah peningkatan warna kulit (sering kemerah-merahan) disebabkan oleh peningkatan kadar hemoglobin (Handayani dan Haribowo, 2008).

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dinda Kusumaningrum tahun 2013 tentang Perbedaan Kadar Hemoglobin Darah pada Pekerja Parkir Basement Mall dan Tempat Billiard di Surakarta akibat Paparan Gas Karbon Monoksida (CO). Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan kadar hemoglobin darah pada pekerja parkir basement mall dan tempat billiard di Surakarta akibat paparan gas karbon monoksida (Kusumaningrum, 2013).

(14)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Ada Hubungan Paparan Karbon Monoksida dengan Kadar Hemoglobin pada Karyawan Divisi Engineering PT. Rosalia Indah, Karanganyar Jawa Tengah.

Masuk kedalam tubuh

Berikatan dengan Hb  COHb

O2 dalam darah menurun

Menghasilkan eritrosit lebih banyak

Kadar Hb Meningkat Umur Jenis Kelamin Masa Kerja Status Gizi Merokok Mekanisme kompensasi Hematokrit Meningkat Tinggi rendahnya daerah Paparan Gas CO

Gambar

Tabel 1. Batas paparan Gas CO yang di rekomendasikan WHO
Tabel 2. Kadar Hemoglobin berdasarkan umur dan jenis kelamin
Tabel 3.  Pengaruh konsentrasi CO di udara dan  pengaruhnya pada tubuh  bila kontak terjadi pada waktu yang lama
Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Kedua : Para sahabat yang menyertai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haji Wada’, tidak ada riwayat yang menerangkan salah seorang dari mereka yang beranjak keluar

Kombinasi ekstrak pektin dari albedo kulit jeruk Bali (Citrus grandis) dan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap kualitas

Pen)akit ginal bisa men)ebabkan penurunan sekresi er)t,ropoietin an memiu penurunan akti>itas sumsum tulang aala, faktor pen)ebab penting ari anemia paa

24.Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran

Hasil Uji F pada analisis ragam menunjukkan bahwa waktu aplikasi minyak atsiri serai wangi berpengaruh sangat nyata terhadap persentase tanaman sehat dan

Selain itu, ada 2 variabel yang tidak berpengaruh terhadap Customer satisfaction variabel tersebut antara lain Ease Of Use dan Privacy, dari dua variabel ini

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu untuk mengetahui sistem jaringan distribusi panel utama tegangan rendah

dan Wakil Bupati Kabupaten Sidoarjo Tahun 2015 pada tanggal 19 April sampai dengan 26 April 2015, dengan mengumumkannya dalam Pengumuman Nomor :