Penerapan
Lean Six Sigma
untuk
Meningkatkan Kualitas Produksi
dengan Memperhatikan
Faktor
Lingkungan
.
Studi Kasus: PT Loka Refractories Wira Jatim
Penulis : Aditya Yanuar Dwi P. ( NRP. 2510 100 074 )
Pembimbing : H. Hari Supriyanto ( NIP. 196002231985031002 )
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014
Latar belakang penelitian
Grafik 2014
Industri pengolahan selain makanan dan
logam naik 10,71 %
Meningkatkan persaingan
industri
Butuh metode
improvement untuk daya saing
Sumber : Muthiah & Huang (2007) Sumber : Wahyudi (2014)
PT. Loka Refractories Wira Jatim :
meningkatkan daya saing Perusahaan pengolahan bahan galianProduksi refractories atau bahan tahan api
Jenis Produk :
Unformed Refractories
Formed Refractories (Bata Tahan Api)
Formed Refractories Unformed Refractories
Latar belakang penelitian (cont..)
Big Picture Mapping
Big Picture Mapping PT Loka Refractories
Customer Supplier
PENERIMAAN
BAHAN PEMBUATAN MASSE PEMBENTUKAN PEMBAKARAN
VARIABLE Aggregate 1-3 hari PENGERINGAN PERSIAPAN BAHAN I Variable Penjadwalan Pelanggan Perencanaan Produksi Perencanaan Material Pemesanan Material Perencanaan Penerimaan I Variable Q I Variable INSPEKSI BAHAN Q I Variable Variable I PENGEPAKAN & PENYIMPANAN Reject Kapasitas
pengangkutan = 5 ton Variable Quantity
0,5 – 1,5
jam 2 – 4 jam menit2 – 4 0,5 – 1,5 menit menit3 – 5 12 – 24jam 54 – 60jam 0,5 – 1,5 jam
Inspeksi Laborat Inspeksi visual (gradasi) & kandungan
material
Gudang material
Jumbo bag & forklift
Jaw Crusher A : 2 operator 2 shift Kapasitas 10 ton/shift Kollergang 6A & 8: 2 operator 2 shift Kapasitas 8 ton/shift Hammer Mill A & B: 2 operator 2 shift Kapasitas 2 ton/shift Mixer A : 5 operator 2 shift Kapasitas 10,8 ton/shift Timbangan Hosting system Friction Press 1: 3 operator 2 shift Kec. 1 produk/press Friction Press 2 : 3 operator 2 shift Kec. 1 produk/press Friction Press 3 : 3 operator 2 shift Kec. 1produk/press
Kereta produk Shuttle Kiln 1 & 2 : 2 operator 2 shift Kapasitas 12 ton Shuttle Kiln 3 : 2 operator 2 shift Kapasitas 6 ton Pallet Forklift
Total Production Lead Time : 69,1 – 115,1 jam : 4146 – 6906 menit Value Adding : 62,075 jam
: 3724,5 menit 1 menit 1 menit
0,5 menit 3 menit 8 jam 54 jam
Clay tuban 1 hari
Latar belakang penelitian (cont..)
Proses Produksi Unformed Refractories
Sumber : PT Loka Refractories (2014)
RAW MATERIAL STORAGE JAW CRUSHER KOLLERGANG VIBRATING
SCREEN BALANCE - RAMMING MATERIAL - GUNNING MATERIAL - CASTABLE - MORTAR JAW CRUSHER KOLLERGANG VIBRATING SCREEN BALANCE MIXER
Proses Produksi Formed Refractories (BTA)
Sumber : PT Loka Refractories (2014)
RAW MATERIAL STORAGE
AGGREGATE
JAW CRUSHER KOLLERGANG VIBRATING SCREEN
BALANCE
BALANCE VIBRATING
SCREEN
HAMMER MILL MIXER
SHUTLE KILN DRIYER FRICTION PRESS HIDROLIC PRESS MASSE PRESS HOSTING SYSTEM BALANCE VIBRATING SCREEN BALL MILL
PRODUCT STORAGE PRODUCT READY TO SENT
CONTROL REJECT
Debu
Defect
PROBLEM
Emisi
karbon
DEFECT atau produk afkir
234.472 180000 200000 220000 240000 2011 2012 2013 Out put Produks iGrafik Total Produksi Formed Refractories Tahun 2011-2013
209.352 199.386
Sumber : PT. Loka Refractories (2014)
Jumlah defect tinggi, hingga 6,621 % Kualitas produksi turun
Jenis Defect :
Cacat dimensi Retak rambut Pecah atau cuil
Flek hitam
Produk baik
Cacat cuil/pecah
Flek hitam
Cost untuk rework tinggi
DEBU
EMISI KARBON
Konsumsi Energi tinggi
Menyebabkan pemanasan global
Konsumsi listrik mesin Shuttle Kiln
Konsumsi bahan bakar minyak
dan gas mesin Shuttle Kiln
Menyebabkan kerusakan mesin
Mesin penghancur clay tuban
Hammer Mill
Material dijadikan
serbuk
Proses bersifat kering
(tidak terkena air)
Umur mesin
terlalu tua,
sehingga banyak lubang keluarnya debu
Problem
Kualitas
Problem
Lingkungan
Lean Six Sigma untuk
meningkatkan kualitas
produksi dengan
memperhatikan faktor
lingkungan
Bagaimana mengatasi adanya
waste
dan
non-value adding
activity
guna meningkatkan
kualitas produksi
diperusahaan
menggunakan metode
lean six sigma
dengan memperhatikan
faktor lingkungan
?
Perumusan
Ruang Lingkup Penelitian
Asumsi
yang digunakan dalam penelitian ini :
Batasan Pertama Penelitian dilakukan pada departemen produksi PT. Loka Refractories. Batasan Kedua Penelitian fokus untuk jenis produk BTA (Batu Tahan Api) atau formed
refractories
Batasan Ketiga
Dampak limbah debu fokus pada permasalahan kerusakan mesin Asumsi Pertama Kebijakan perusahaan tidak berubah selama dilakukan penelitian. Asumsi Ketiga
Aktifitas produksi untuk jenis produk unformed
refractories tidak berpengaruh terhadap aktifitas produksi formed refractories. Asumsi Kedua Tidak terjadi perubahan sistem produksi selama dilakukan penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah
Tujuan Pertama
Mengidentifikasi waste yang terjadi pada proses produksi di perusahaan
Manfaat
Memberikan alternatif-alternatif solusi bagi perusahaan untuk
meningkatkan kualitas produksi dengan mengurangi waste
yang terjadi sehingga dapat
menurunkan cost perusahaan
Tujuan Kedua
Mengetahui akar penyebab permasalahan terjadinya wasteTujuan Ketiga
Memberikan alternatif solusi yang bisa dilakukan perusahaan untukmeningkatkan kualitas produksi
TINJAUAN
PUSTAKA
1
Dasar teori serta konsep yang menjadi landasan
untuk melaksanakan penelitian ini antara lain:
Root Cause
Analysis
Failure Mode
and Effect
Analysis
Lean Thinking
Six Sigma
5 4 3 2Value
management
METHODOLOGY
PENELITIAN
Penelitian ini mengacu pada flowchart berikut :
MEASURE
· Membangun CTQ
· Menghitung nilai performansi awal (DPMO dan sigma level)
· Mengukur EHS waste terhdap adanya emisi karbon
· Menghitung kerugian financial dari semua waste
· Penetapan waste kritis
ANALYZE
· Membangun Root Cause Analysis (RCA) menggunakan tools 5 Why’s
· Membangun Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
IMPROVEMENT
· Menyusun alternatif perbaikan dari hasil FMEA
· Memilih alternatif perbaikan dengan metode value engineering
· Menentukan target peningkatan kualitas dari alternatif perbaikan terpilih
CONTROL
· Menyusun SOP untuk mengontrol penerapan alternatif perbaikan
Kesimpulan dan Saran
Tahap An
al
isis dan Perbaikan
Tahap Kesimpulan dan Saran A Identifikasi Masalah Perumusan Masalah Penentuan Tujuan
Studi Pustaka Studi Lapangan
Lean thinking, six sigma,
pengukuran kinerja lingkungan dan tools lain yang
digunakan
Pengamatan proses produksi di perusahaan yang berkaitan dengan metodologi penelitian
DEFINE
· Identifikasi visi, misi, struktur organisasi dan target perusahaan
· Identifikasi peta proses dengan Big Picture Mapping (BPM)
· Identifikasi VA, NNVA dan NVA dengan Activity Classification
· Identifikasi waste Tahap Id en tifikasi Pe rmasalahn Tahap Pengumpulan d an P engolahan D ata A
PENGUMPULAN
DAN
PENGOLAHAN
DATA
DEFINE PHASE
Unformed Refractories
Identifikasi Produk amatan
Formed Refractories (BTA)Jenis Barang Sk
Januari Februari Maret April Mei
Total
Shuttle Kiln Shuttle Kiln Shuttle Kiln Shuttle Kiln Shuttle Kiln
Kg Kg Kg Kg Kg BTA Silica Brick 26 23.024,00 25.278,00 - - - 48.302,00 Chamotte Brick 32 24.554,60 7.246,20 40.952,40 33.656,60 21.942,60 128.352,40 Chamotte Brick 34 39.166,40 10.959,60 19.827,80 14.215,80 29.305,10 113.474,70 Chamotte Brick 36 31,90 1.652,00 1.115,60 1.064,00 - 3.863,50 Chamotte Brick 38 2.956,60 18.370,80 26.401,70 2.327,00 18.599,70 68.655,80 Chamotte Brick 40 20.637,30 21.883,80 7.400,00 9.078,00 10.250,00 69.249,10 Silicon Brick sic - - - 1.421,20 1.320,00 2.741,20
Total 110.370,80 85.390,40 95.697,50 61.762,60 81.417,40 434.638,70 Data produksi BTA Januari-Mei 2014
DEFINE PHASE
Identifikasi Produk amatan (lanjutan)
11% 29% 26% 1% 16% 16% 1% SK-26 SK-32 SK-34 SK-36 SK-38 SK-40 sic
Pie Chart Produksi BTA tahun 2014
Produk SK-32
merupakan produk kritis
DEFINE PHASE
Big Picture Mapping (BPM)
Customer Supplier
PENERIMAAN
BAHAN PEMBUATAN MASSE PEMBENTUKAN PEMBAKARAN
VARIABLE Aggregate 1-3 hari PENGERINGAN PERSIAPAN BAHAN I Variable Penjadwalan Pelanggan Perencanaan Produksi Perencanaan Material Pemesanan Material Perencanaan Penerimaan I Variable Q I Variable INSPEKSI BAHAN Q I Variable Variable I PENGEPAKAN & PENYIMPANAN Reject Kapasitas
pengangkutan = 5 ton Variable Quantity
0,5 – 1,5
jam 2 – 4 jam menit2 – 4 0,5 – 1,5 menit menit3 – 5 12 – 24jam 54 – 60jam 0,5 – 1,5 jam
Inspeksi Laborat Inspeksi visual (gradasi) & kandungan
material
Gudang material
Jumbo bag & forklift
Jaw Crusher A : 2 operator 2 shift Kapasitas 10 ton/shift Kollergang 6A & 8: 2 operator 2 shift Kapasitas 8 ton/shift Hammer Mill A & B: 2 operator 2 shift Kapasitas 2 ton/shift Mixer A : 5 operator 2 shift Kapasitas 10,8 ton/shift Timbangan Hosting system Friction Press 1: 3 operator 2 shift Kec. 1 produk/press Friction Press 2 : 3 operator 2 shift Kec. 1 produk/press Friction Press 3 : 3 operator 2 shift Kec. 1produk/press
Kereta produk Shuttle Kiln 1 & 2 : 2 operator 2 shift Kapasitas 12 ton Shuttle Kiln 3 : 2 operator 2 shift Kapasitas 6 ton Pallet Forklift
Total Production Lead Time : 69,1 – 115,1 jam : 4146 – 6906 menit Value Adding : 62,075 jam
: 3724,5 menit 1 menit 1 menit
0,5 menit 3 menit 8 jam 54 jam
Clay tuban 1 hari
EHS waste Defect waste
Total lead time : 4146 – 6906 menit
Value adding time : 3724,5 menit
Aliran Material
DEFINE PHASE
Klasifikasi Aktifitas
No Proses Produksi VA Tipe AktivitasNNVA NVA Jumlah
1 Persiapan bahan 20,7% 55,2% 24,1% 100%
2 Pembuatan masse 47,4% 52,6% 0,0% 100%
3 Pembentukan 43,8% 56,3% 0,0% 100%
4 Pengeringan batu 50,0% 50,0% 0,0% 100%
5 Pembakaran 39,1% 56,5% 4,3% 100%
No Proses Produksi VA Tipe AktivitasNNVA NVA Jumlah
1 Persiapan bahan 6 16 7 29 2 Pembuatan masse 9 10 0 19 3 Pembentukan 7 9 0 16 4 Pengeringan batu 1 1 0 2 5 Pembakaran 9 13 1 23 Jumlah 32 49 8 89 Persentase 35,96% 55,06% 8,99% 100%
Rekap klasifikasi aktivitas
Persentase tipe aktivitas tiap proses
NVA tertinggi pada proses persiapan bahan
DEFINE PHASE
Identifikasi waste
Defect Overproduction EHS WaitingNot utilizing talent
(KSA)
Transportation
Inventory
Motion
Excess Processing
Debu dan emisi karbon Produk afal dan afkir Produk jadi dan setengah jadi
Downtime mesin
MEASURE PHASE
EHS (Environmental Healthy and Safety)
Emisi karbon (CO
2)
Satuan konversi karbon :
Solar (diesel) = 0,0687 kg-CO2/L
City gas = 0,0513 kg-CO2/Nm3
Listrik = 0,709 kg-CO2/kwh
Satuan panas per unit :
Solar (diesel) = 38,2 MJ/L
City gas = 41,1 MJ/Nm3
Listrik = 3,6 MJ/kwh
Standar satuan konversi Jepang
Identifikasi CTQ (critical to quality) Tidak ada CTQ
MEASURE PHASE
EHS (Environmental Healthy and Safety) (lanjutan)
Perhitungan sigma level
Perhitungan emisi karbon (CO2)
Januari Februari Maret April Mei Series1 11.233,91 3.677,27 19.350,22 13.155,22 7.631,78 0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 GREENHO US E GA S = KG -CO2
Grafik emisi karbon Januari-Mei 2014
55.048,4 kg-CO2 = 55,05 ton-CO2
MEASURE PHASE
EHS (Environmental Healthy and Safety) (lanjutan)
Perhitungan financial waste
Biaya kompensasi : Rp 133.245,00 1 ha (hektar) hutan tanaman industri menyerap karbon 23,8 ton Menanam pohon
industri 1 hektar butuh biaya sebesar Rp
3.171.250,00
Financial waste
= Rp 133.245,-/ton-CO
2e x 55,05 ton-CO
2e
=
Rp
7.334.968,-MEASURE PHASE
Defect
Afkir : rusak setengah jadi (pembentukan)
Afal : rusak produk jadi (pembakaran)
Identifikasi CTQ (critical to quality)
Defect afkir dan afal Januari-Mei 2014
Pareto chart Afkir
Pareto chart Afal
a. Proses Pembentukan CTQ = 2
Laminasi & pecah pengepresan
b. Proses Pembakaran CTQ = 2
MEASURE PHASE
Defect (lanjutan)
Perhitungan sigma levelDPMO = 𝐷
𝑈 × 𝑂 × 10
6
Sigma level = 0.8406 + 29.37 − 2.221 × ln DPMO Rumus perhitungan :
Sigma level proses pembentukan:
Sigma level proses pembakaran :
Keterangan :
D = jumlah kegagalan
U = jumlah output
O = jumlah CTQ
MEASURE PHASE
Defect (lanjutan)
Perhitungan financial waste
Harga jual SK-32 : Rp
10.000,- Financial waste afkir = Rp 10.000,- x 231 biji = Rp 2.310.000,- Financial waste afal = Rp 10.000,- x 577 biji = Rp
8.080.000,-MEASURE PHASE
Overproduction
Overproduction pembentukan dan pembakaran
Sumber : laporan persediaan produk jadi & setengah jadi
Identifikasi CTQ (critical to quality)
MEASURE PHASE
Overproduction (lanjutan)
Perhitungan sigma level
DPMO = 𝐷
𝑈 × 𝑂 × 10
6
Sigma level = 0.8406 + 29.37 − 2.221 × ln DPMO Rumus perhitungan :
Sigma level proses pembentukan:
Sigma level proses pembakaran :
Keterangan :
D = jumlah kegagalan
U = jumlah output
O = jumlah CTQ
MEASURE PHASE
Perhitungan financial waste
Biaya produksi SK-32 = 90% x Rp 10.000,- = Rp
9.000,- Biaya simpan SK-32 = 5 % x Rp 9.000,- = Rp
450,- Financial waste pembentukan = Rp 450,- x 4.866 biji = Rp 2.189.700,- Financial waste pembakaran = Rp 450,- x 2.059 biji = Rp
926.550,-Total Financial waste = Rp
3.116.250,-Overproduction (lanjutan)
Afkir :
Biaya resiko kerusakan dan pembelian wadah
Afal :
Biaya MH dan pembelian pallet
MEASURE PHASE
Waiting
Rekap downtime proses penggilingan
MEASURE PHASE
Identifikasi CTQ (critical to quality)
Waiting (lanjutan)
Rekap downtime tiap mesin proses penggilingan
Rekap downtime tiap mesin proses pembentukan
CTQ 4
Koll A , Koll B , HM A dan Mixer A
CTQ 2
MEASURE PHASE
Waiting (lanjutan)
Perhitungan sigma levelDPMO = 𝐷
𝑈 × 𝑂 × 10
6
Sigma level = 0.8406 + 29.37 − 2.221 × ln DPMO Rumus perhitungan :
Sigma level proses penggilingan :
Sigma level proses pembentukan :
Keterangan :
D = jumlah kegagalan
U = jumlah output
O = jumlah CTQ
MEASURE PHASE
Waiting (lanjutan)
Perhitungan financial waste
Batu yang hilang proses penggilingan Batu yang hilang proses pembentukan
Penggilingan = Rp 10.000,- x 475 biji = Rp 4.750.000,- Pembentukan = Rp 10.000,- x 325 biji = Rp
8.000.000,-MEASURE PHASE
Excess Processing
Waktu rework produk afkir
Waktu rework produk afal 63,1 jam
109,1 jam
Identifikasi CTQ (critical to quality)
Tidak ada klasifikasi waste CTQ = 1
172,2 jam Waktu rework total
MEASURE PHASE
Excess Processing (lanjutan)
Perhitungan sigma level
DPMO = 𝐷
𝑈 × 𝑂 × 10
6
Sigma level = 0.8406 + 29.37 − 2.221 × ln DPMO Rumus perhitungan :
Sigma level excess processing proses produksi SK-32
Keterangan :
D = jumlah kegagalan
U = jumlah output
O = jumlah CTQ
MEASURE PHASE
Excess Processing (lanjutan)
Perhitungan financial waste
Biaya produksi / kg untuk rework
Jenis
rework Jumlah
Proses
Total Persiapan
bahan Pembuatan masse Pembentukan Pembakaran
Afal 1.677 698.626 573.948 346.566 1.619.140
Afkir 2.576 1.072.742 881.299 532.154 2.872.808 5.359.004
Total 6.978.144
MEASURE PHASE
Pemilihan waste kritis
No Waste Bobot Cost
1 Defect 0,376 Rp 8.080.000 2 Waiting 0,247 Rp 8.000.000 3 EHS 0,118 Rp 7.334.968 4 Excess processing 0,113 Rp 6.978.144 5 Overproduction 0,047 Rp 3.116.250 6 Inventory 0,045 -7 Transportation 0,021 -8 Motion 0,019
-9 Not utilizing employee talent 0,013
-Ranking waste berdasarkan bobot dan financial waste
Waste kritis :
Defect
Waiting
ANALISIS &
PERBAIKAN
ANALYZE PHASE
Root Cause Analysis (RCA)
Subwaste Why-1 Why-2 Why-3 Why-4 Why-5
Rusak bakar Flek hitam Material tercampur meterial lain
Debu material berterbangan
Kecerobohan operator memindahkan material
WIP terletak di area yang salah
Tercampur sisa material lain
Tidak ada wadah khusus Banyak sisa material pada wadah penampung
Operator kurang peduli kebersihan
Material grog (gragal) kotor
Material tidak dibersihkan dengan baik
Gragal melebihi kapasitas Peralatan tidak memadai
Terkotori lingkungan
Tidak tertutup dari hujan dan sinar matahari
Gragal
ditempatkan pada area terbuka
Gragal bersinggungan langsung dengan tanah
Tidak ada wadah material
Tidak ada inspeksi material
Pembakaran batu kurang sempurna
Temperatur bakar terlalu tinggi
Operator terlambat mematikan burner Operator terlambat membuka pintu Shuttle Kiln
Terlambat check suhu Shuttle Kiln
Bahan Bakar kotor Campuran residu terlalu
tinggi
Kecerobohan operator
ANALYZE PHASE
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Hasil rekap FMEA defect wasteWaste Potential Failure Mode Potential Effect Potential Cause Control Score RPN
Severity (S) Occurance (O) Detection (D) S O D
Defect
Muncul flek hitam pada produk akhir
Batu di reject, Banyak flek hitam pada batu, karena material lain tidak mampu menahan temperatur bakar
Kecerobohan operator
memindahkan material Pengawasan lapangan 5 8 4 160 Muncul flek hitam pada
produk akhir
Batu di reject, Banyak flek hitam pada batu, karena material lain tidak mampu menahan temperatur bakar
Operator kurang peduli
kebersihan Check list SOP 5 7 4 140
Muncul flek hitam pada produk akhir
Batu di reject, warna batu tidak sesuai dengan spesifikasi, batu berwarna gelap dan banyak flek hitam
Tidak ada inspeksi
material Check list SOP 6 6 4 144 Muncul flek hitam pada
produk akhir
Batu di reject, batu hangus, batu berwarna terlalu gelap
Operator terlambat
mematikan burner Pengawasan lapangan 6 6 4 144 Muncul flek hitam pada
produk akhir
Batu di reject, batu hangus, batu berwarna terlalu gelap
Terlambat check suhu
Shuttle Kiln Pengawasan lapangan 6 6 4 144 Batu pecah atau cuwil
setelah dibakar
Batu cuwil (pecah sebagian), retak menjadi lebih lebar, produk di reject
Tidak ada SOP inspeksi untuk operator
Melalui analisis lebih
lanjut 6 6 4 144 Batu mengalami keretakan
setelah melalui proses press
Batu retak dan keropos, produk di
reject
Tidak dilakukan pengecekan oleh operator
Check list SOP 6 5 5 150 Batu mengalami keretakan
setelah melalui proses press
Retak dengan potensi mudah pecah,
karena terlalu padat, batu di reject Kecerobohan operator Check list SOP 5 5 6 150
Batu pecah/cuil setelah proses pembentukan
Komposisi material penyusun batu kurang sempurna, batu terlalu padat atau terlalu keropos, batu pecah dan di reject
Tidak dilakukan pengecekan oleh operator
Check list SOP 6 6 4 144
Batu pecah/cuil setelah proses pembentukan
Batu cuwil (pecah sebagian) dan
ANALYZE PHASE
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) (lanjutan)
Hasil rekap FMEA waiting wasteWaste Potential Failure Mode Potential Effect Potential Cause Control Score RPN
Severity (S) Occurance (O) Detection (D) S O D
Waiting
(FP-1) Stempel atas atau bawah rusak
Stempel tergores dan cuwil, batu yang di press pecah, produk di reject
Posisi mould dan stampel
kurang tepat Pengawasan lapangan 7 8 4 224 (FP-1) Stempel atas atau
bawah rusak
Stempel tergores dan cuwil, batu yang di press pecah, produk di reject
Posisi mould dan stampel
kurang tepat Check list SOP 7 7 4 196 (FP-1) Stempel atas atau
bawah rusak
Stempel tergores dan cuwil, batu yang
di press pecah, produk di reject Kecerobohan operator Check list SOP 7 8 4 224 (FP-3) Stempel atas atau
bawah rusak
Stempel tergores dan cuwil, batu yang di press pecah, produk di reject
Posisi mould dan stampel
kurang tepat Pengawasan lapangan 7 8 4 224 (FP-3) Stempel atas atau
bawah rusak
Stempel tergores dan cuwil, batu yang di press pecah, produk di reject
Posisi mould dan stampel
kurang tepat Check list SOP 7 7 4 196 (FP-3) Kulit piringan lepas Gaya tekan mesin tidak maksimal, batu
keropos dan tidak sempurna
Tidak ada SOP pengecekan
kulit piringan Check list SOP 6 6 4 144 (FP-3) Pasokan oli tidak
cukup untuk menggerakkan mesin
Mesin press tidak berjalan, tidak
mampu menghasilkan produk Oli sudah kotor Pengawasan lapangan 5 7 4 140 (Koll 6A) Poros batu grinding
aus
Material tidak hancur dengan
sempurna Debu masuk ke dalam bosch Preventive Maintenance 7 6 4 168 (Koll 6A) Saringan rusak
(jebol) Masse kasar dan halus tercampur
Operator malas
membersihkan saringan Check list SOP 7 7 4 196 (Koll 6A) Poros backet
(timba) aus
Backet tidak mampu mengangkat
material, mesin tidak menghasilkan bahan masse
Debu masuk ke dalam bosch Preventive Maintenance 7 6 4 168 (Koll 8) Saringan rusak
(jebol) Masse kasar dan halus tercampur
Operator malas
membersihkan saringan Check list SOP 7 6 4 168 (HM A) Palu penghancur
material rusak (aus)
Material tidak hancur dengan
sempurna Material masuk terlalu cepat Pengawasan lapangan 8 7 4 224 (HM A) Saringan rusak
(jebol) Masse kasar dan halus tercampur
Operator malas
membersihkan saringan Check list SOP 7 7 4 196 (Mixer A) Beering rusak Material tidak tercampur sempurna Debu masuk ke dalam
IMPROVEMENT PHASE
Alternatif perbaikan
Alternatif 1
Membuat perbaikan dan pengawasan Standar Operational Procedure (SOP)
a. Memperbaiki SOP Hammer Mill, Jaw Crusher, Kollergang, Friction press,
Shuttle Kiln, dan set up mesin friction press
b. Menambahkan SOP kebersihan pada mesin Kollergang dan Hammer Mill c. Pengawasan set up mould dan stempel mesin friction press
d. Memperbaiki format laporan aktivitas maintenance
e. Membuat form pencatatan waktu trayek pembakaran dan check list SOP f. Membuat jadwal preventive maintenance
Alternatif 2
Membuat rencana operasional mesin Rotary Kiln pada produksi BTA a. Membuat perencanaan operasional Rotary Kiln
b. Menambahkan SOP untuk memberi campuran air pada material di proses penggilingan
Alternatif 3
IMPROVEMENT PHASE
Pemilihan alternatif perbaikan
Alternatif Bobot kriteria performansiA B C Performansi (P) Cost (C) Value
0,6 0,3 0,1 1444340,6 0 35 35 34 34,9 50.468.148 1,000 1 41 39 35 40,1 51.843.148 1,116 2 38 39 40 38,4 56.700.747 0,978 3 37 35 41 36,6 50.054.837 1,057 1,2 42 40 40 41,3 58.075.747 1,027 1,3 42 43 37 42,0 51.429.837 1,180 2,3 39 41 41 39,7 56.287.436 1,019 1,2,3 45 45 43 44,9 57.662.436 1,124 Value Management
Alternatif terpilih : kombinasi alternatif 1 & 3 Mempunyai value tertinggi
1 2 3
Performansi tertinggi : kombinasi alternatif 1,2 & 3 Mampu meningkatkan semua parameter performansi
Cost terendah : alternatif 3
Biaya produksi turun 1
2 3
IMPROVEMENT PHASE
Alternatif Terpilih
a. SOP perbaikan pada mesin Jaw Crusher b. SOP perbaikan pada mesin Kollergang c. SOP perbaikan pada mesin Hammer Mill
d. SOP perbaikan pada mesin Friction Press 1,2 dan 3 e. SOP perbaikan pada mesin Shuttle Kiln
f. Membuat form aktivitas pemeliharaan
g. Membuat jadwal maintenance (pemeliharaan)
Alternatif 1
Alternatif 3
Mereduksi overproduction yang diijinkan hanya sebesar 5 % untuk proses pembentukan dan 3 % untuk proses pembakaran
IMPROVEMENT PHASE
Alternatif Terpilih (lanjutan)
IMPROVEMENT PHASE
Target peningkatan performansi
Penilaian performansi alternatif berdasarkan kuisioner
Alternatif A B C 0 70,0% 70,0% 68,0% 1 & 3 84,0% 86,0% 74,0% Kenaikan 14,0% 16,0% 6,0% Perbaikan 20,0% 22,9% 8,8% Alternatif A B C 0 35 35 34 1 & 3 42 43 37 Target perbaikan performansi
Keterangan :
A : Banyaknya produk defect B : Kapasitas mesin
IMPROVEMENT PHASE
Target peningkatan performansi (lanjutan)
Defect waste
Waiting waste
EHS waste
Emisi karbon : 50.447,3 kg-CO2 Financial waste : Rp
6.721.891,-Waiting Lama Sigma Financial waste
menit Rp
Penggilingan 110 4,67 3.350.000
Pembentukan 689 4,11 2.300.000
Total 5.650.000
Defect Jumlah Sigma Financial waste
biji Rp
Afkir 168 4,45 1.680.000
Afal 420 4,16 4.200.000
IMPROVEMENT PHASE
Target peningkatan performansi (lanjutan)
SIGMA LEVEL
Proses Kondisi Eksisting Perbaikan Pembentukan 4,16 4,45 Pembakaran 3,84 4,16 Defect waste Waiting waste Proses Kondisi Eksisting Perbaikan Penggilingan 4,49 4,67 Pembentukan 3,63 4,11 Nilai sigma proses pembentukan naik sebesar
0,29atau 7 % dari sigma level kondisi eksisting Nilai sigma proses pembakaran naik sebesar
0,32atau 8,3 % dari sigma level kondisi eksisting
Proses penggilingan, perbaikan waktu downtime sebesar 29 % atau sebesar 45 menit. Peningkatan nilai sigma sebesar 0,18atau sebesar 4 %dari waktu downtime eksisting.
Proses pembentukan, penurunan waktu downtime sebesar 29,3 %atau sebesar 286 menit.
Peningkatan sigma level proses sebesar 0,48 atau
13,2 %dari kondisi eksisting.
01
IMPROVEMENT PHASE
Target peningkatan performansi (lanjutan)
EHS waste
Proses Kondisi
Eksisting Perbaikan
Emisi karbon 55048,4 50447,3
• Penurunan emisi karbon sebesar 4601,1 kg-CO2 atau sebesar 8,4 % dari emisi
karbon eksisting
SIGMA LEVEL
IMPROVEMENT PHASE
Target peningkatan performansi (lanjutan)
Defect waste
Waiting waste
Financial waste defect mengalami
penurunan sebesar 30,9 % atau
sebesar Rp 2.500.000,- dari
kondisi eksisting di perusahaan.
• Financial waste waiting
mengalami penurunan sebesar
29,4 % atau sebesar Rp
2.350.000,- dari kondisi eksisting di perusahaan. Proses Kondisi Eksisting Perbaikan Financial waste 8.080.000 5.580.000 Proses Kondisi Eksisting Perbaikan Financial waste 8.000.000 5.650.000
FINANCIAL WASTE
01 02IMPROVEMENT PHASE
Target peningkatan performansi (lanjutan)
EHS waste
• Financial waste EHS mengalami penurunan sebesar 8,4 % atau sebesar
Rp 613.077,- dari kondisi eksisting di perusahaan.
Proses Kondisi
Eksisting Perbaikan
Financial waste 7.334.968 6.721.891
03
IMPROVEMENT PHASE
Target peningkatan performansi (lanjutan)
Klasifikasi Aktivitas Eksisting
Perbaikan
• Mengalami penambahan sebanyak 6 aktivitas • Tidak ada lagi non-value added activity
• Value added activity mengalami peningkatan sebesar 0,88 %
• Necessary non value added activity mengalami peningkatan sebesar 8,1 %
No Proses Produksi Tipe Aktivitas
Jumlah VA NNVA NVA 1 Persiapan bahan 6 16 7 29 2 Pembuatan masse 9 10 0 19 3 Pembentukan 7 9 0 16 4 Pengeringan batu 1 1 0 2 5 Pembakaran 9 13 1 23 Jumlah 32 49 8 89 Persentase 35,96% 55,06% 8,99% 100%
No Proses Produksi Tipe Aktivitas
Jumlah VA NNVA NVA 1 Persiapan bahan 8 25 0 33 2 Pembuatan masse 9 10 0 19 3 Pembentukan 8 10 0 18 4 Pengeringan batu 1 1 0 2 5 Pembakaran 9 14 0 23 Jumlah 35 60 0 95 Persentase 36,84% 63,16% 0,00% 100%
CONTROL PHASE
Membuat jadwal pengawasan oleh kepala urusan di lantai
produksi. Untuk mengatasi ketidak patuhan operator terhadap SOP yang dijalankan.
Membuat check list SOP untuk semua proses yang ada di perusahaan.
- Alat pengingat operator
- Alat pengawas kinerja operator 01
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Terdapat 5 waste di perusahaan dan waste paling kritis yaitu defect, waiting dan EHS waste (dilihat berdasarkan nilai sigma dan financial waste yang ditimbulkan)
2. Dampak lingkungan yang timbul dari aktivitas produksi adalah limbah debu dan emisi gas karbon (CO2)
3. Diketahui beberapa penyebab waste kritis sebagai berikut :
• Penyebab utama terjadinya defect waste adalah kecerobohan operator dan tidak adanya Standar Operational Procedure (SOP) untuk beberapa aktivitas kritis
• Penyebab utama terjadinya waiting waste adalah kesalahan operator perbaikan dalam melakukan set up mesin dan adanya pengaruh limbah debu terhadap kerusakan mesin
• Penyebab EHS waste adalah tingginya aktivitas berlebih dan
overproduction di perusahaan.
4. Alternatif perbaikan terpilih adalah perbaikan SOP, perbaikan pemeliharaan, dan perbaikan overproduction serta aktivitas berlebih.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Perlu analisa lebih dalam terhadap permasalahan limbah lain di
perusahaan, bukan hanya terbatas pada emisi karbon dan limbah
debu.
2. Perlu ditambahkan informasi threshold untuk emisi karbon yang
dihasilkan oleh sebuah industri.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. (2012). Aplikasi Metode Lean Six Sigma Untuk Usulan Improvisasi Lini Produksi Dengan Mempertimbangkan Faktor Lingkungan. Studi Kasus: Departemen GLS (General Lighting Services) PT. Philips Lighting Surabaya. Jurnal Teknik ITS, 1(1), A477-A481.
Besterfield, D. H. (1986). Quality Control, 2nd edition, Prentice-Hall Internasional. Dell'Isola, A. J. (1966). Value Engineering in Construction. Civil Engineering.
Doggett, A. M. (2005). Root cause analysis: a framework for tool selection. Quality Management Journal, 12(4), 34.
Gaspersz, V. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO 9001: 2000, MBNQA, dan HACCP. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gaspersz, V. (2006). Continous [sic] cost reduction through Lean-Sigma approach: strategi dramatik reduksi biaya dan pemborosan menggunakan pendekatan Lean-Sigma: Gramedia Pustaka Utama.
Hines, P., & Taylor, D. (2000). Going lean. Cardiff, UK: Lean Enterprise Research Centre Cardiff Business School.
Ho, Y.-C., Chang, O.-C., & Wang, W.-B. (2008). An empirical study of key success factors for Six Sigma Green Belt projects at an Asian MRO company. Journal of Air Transport
Management, 14(5), 263-269.
Hu, G., Wang, L., Fetch, S., & Bidanda, B. (2008). A multi-objective model for project portfolio selection to implement lean and Six Sigma concepts. International journal of production research, 46(23), 6611-6625.
Jing, G. (2008). Digging for the Root Cause. ASQ Six Sigma Forum Magazine, 7, 19-24.
Kennedy, M. (1998). Failure modes & effects analysis (FMEA) of flip chip devices attached to printed wiring boards (PWB). Paper presented at the Electronics Manufacturing Technology Symposium, 1998. Twenty-Third IEEE/CPMT.
DAFTAR PUSTAKA
McDermott, R., Mikulak, R. J., & Beauregard, M. (1996). The basics of FMEA: Productivity press. Montgomery, D. C. (1990). Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Muthiah, K., & Huang, S. (2007). Overall throughput effectiveness (OTE) metric for factory-level performance monitoring and bottleneck detection. International journal of production research, 45(20), 4753-4769.
Novina, L. (2008). Analisa Kegagalan Pada Proses Produksi Susu Cair Indomilk (SCI) dengan Root Cause Analysis (RCA) dan Grey Fmea. Analisa Kegagalan Pada Proses Produksi Susu Cair Indomilk (Sci) Dengan Root Cause Analysis (Rca) Dan Grey Fmea.
Pande, S. (2002). The Six Sigma Way, Bagaimana GE, Motorola, Dan Perusahaan Terkenal Lainnya, Mengasah Kinerja Mereka. Six Sigma.
Rooney, J. J., & Heuvel, L. N. V. (2004). Root cause analysis for beginners. Quality progress, 37(7), 45-56.
Saaty, T. L. (1993). Decision Making for Leader: The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World. Pinsburgh Lad: Prentice Hall Coy.
Wang, Y.-M., Chin, K.-S., Poon, G. K. K., & Yang, J.-B. (2009). Risk evaluation in failure mode and effects analysis using fuzzy weighted geometric mean. Expert Systems with Applications, 36(2), 1195-1207.
Wedgwood, I. (2006). Lean Sigma: A Practitioner's Guide: Prentice Hall New Jersey. Yang, K., & El-Haik, B. (2003). Design for six sigma: McGraw-Hill New York.
Go for
DISCUSSION