BAB II
PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN / DAERAH TERHADAP PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN / DAERAH
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Semenjak lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945, prinsip
penyelenggaraan otonomi daerah telah menjiwai ketatanegaraan Republik Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, menunjukkan adanya perhatian yang sangat besar
dari para founding fathers terhadap bentuk dan susunan pemerintahan daerah
sebagaimana yang tertuang dalam amanat konstitusi, termasuk lembaga Dewan
yang dipandang sangat penting dalam mewujudkan pembangunan daerah yang.
Dengan perkataan lain, keberadaan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) merupakan wujud untuk menegakkan dan membina kehidupan demokrasi di
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didasarkan pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas menganut
prinsip demokrasi yang diberi nama “kedaulatan rakyat” atau “kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” atau
“kedaulatan berada ditangan rakyat”.50
Konstelasi diatas menunjukkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) adalah merupakan bahagian integral dalam sistem demokrasi Pancasila, yang
pada hakekatnya merupakan perwujudan keikutsertaan masyarakat daerah melalui
lembaga legislatif daerah dalam turut mengatur jalannya pemerintahan di daerah, baik
dengan cara ikut merumuskan berbagai kebijaksanaan maupun melalui fungsi
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Berdasarkan realitas tersebut, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
rangka mengatur dan mengurus dirinya sendiri, membawa konsekuensi terhadap
pengawasan lembaga legislatif daerah kepada lembaga eksekutif daerah, khususnya
yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran.
Dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah ini, H.M.
Laica Marzuki mengemukakan:
50 Hal ini dapat diperhatikan dari rumusan Pancasila (Sila ke 4) dan pembukaan Undang-Undang
Pemerintahan daerah yang bersih pertama-tama harus dipahami dalam makna rechtmatige bestuur atau rechtmatigeheid van bestuur. Rechtmatigeheid atau sifat kesesuaian hukum suatu lembaga pemerintahan daerah harus beranjak dari peraturan perundang-undangan (algemene verbindende voorschriften) yang mengatur tatanan institusi pemerintahan itu, sehingga terwujud bangunan pemerintahan daerah in het werkelijkheid.51
Oleh karena itu, dalam perkembangannya, kedudukan dan fungsi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota mengalami berbagai pergeseran sesuai
dengan perubahan dan perkembangan peraturan perundang-undangan pemeintahan
daerah. Perubahan dan pergeseran ini merupakan gambaran proses perkembangan
dan pertumbuhan sistem ketatanegaraan Indonesia dalam rangka mewujudkan
cita-cita pembentukan pemerintahan daerah yang otonom guna pelaksanaan desentralisasi
dan tugas pembantuan.
Berikut akan diuraikan tentang pengaturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota terhadap pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota:
A. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
DPRD adalah merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten /kota yang terdiri atas
anggota partai politik yang dipilih melalui pemilihan umum sesuai dengan Pasal 341
51 H.M. Laica Marzuki, Berjalan-Jalan Diranah Hukum, Pikiran-Pikiran Lepas, (Jakarta:
dan 342 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam Pasal 343 DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan,
ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam rangka representasi rakyat di kabupaten/kota.
Fungsi pengawasan sangat berhubungan dengan tugas dan wewenang serta hak dan
kewajiban DPRD, dalam Pasal 344 ayat (1) disebutkan tugas dan wewenang DPRD
kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
a. Membentuk peraturan daerah kabupaten/kota.
b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai APBD yang di ajukan oleh bupati/walikota.
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan terhadap pelaksanaan
peraturan daerah dan APBD kabupaten/kota.
d. Mengusulkan pengangktan dan pemberhentian bupati/walikota dan wakil
bupati/wakil walikota kepada menteri dalam negri melalui gubernur untuk
mendapat pengesahan pengangkatan dan atau pemberhentian.
e. Memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil bupati/wakil walikota.
f. Memberikan pertimbangan dan pendapat kepada pemerintah daerah terhadap
rencana perjanjian internasional di kabupaten/kota.
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana sama internasional yang dilakukan
h. Meminta lapotran keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah.
i. Memberikan persetujuan terhadap kerja sama dengan daerah lain atau dengan
pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
j. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesui dengan peraturan
perundang-undangan.
k. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Mengenai tatacara pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut Undang-Undang
Nomor 27 ini mengamanatkan kepada DPRD untuk diatur dalam tata tertip DPRD.
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota tersebut adalah
dimaksudkan untuk menindaklanjuti fungsi legislasi dan fungsi anggaran DPRD,
sehingga produk DPRD dalam fungsi legislasi dan anggaran dapat diawasi
pelaksanaannya oleh DPRD melalui fungsi pengawasan. Untuk menindak lanjuti
pengawasan DPRD dapat meksanakan haknya yaitu hak interplasi, hak angket dan
hak menyatakan pendapat yang lbih lanjut pengaturanya diatur dalam tatatertib
DPRD.
B. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Ketentuan pertama dalam pragaf ini menyatakan ketentuan tentang DPRD
sepanjang tidak diatur dalam Undang ini maka berlaku ketentuan
Berbeda dengan Undang pemerintahan sebelum reformasi,
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
menyatakan struktur pemerintahan daerah tidak lagi terdiri dari kepala daerah dan
DPRD tetapi kepala daerah dan perangkat daerah, dengan adanya pemisahan secara
struktural antara lembaga DPRD dan lembaga eksekutif daerah membuat DPRD
menjadi seimbang sesuai dengan desentralisasi keseimbangan, menurut Pasal 40
Undang-Undang 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa DPRD merupakan lembaga
perwakilan rakyar daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan52
Dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa DPRD
kabupaten/kota mempunyai fungsi: .
a. Legislasi.
b. Anggaran.
c. Pengawasan.
Dalam hal fungsi DPRD menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sama
halnya dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, disamping fungsi DPRD
tersebut juga diatur mengenai tugas dan wewenang DPRD sebagaimana yang terdapat
pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 42 ayat (1), yakni:
a. Membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
52
b. Membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah bersama dengan kepala daerah.
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional didaerah.
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada presiden melalui menteri dalam negeri bagi gubernur dan kepada menteri dalam negeri melalui gubernur bagi bupati/walikota.
e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
g. Memberi persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
i. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah.
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Dari tugas dan wewenang tersebut, dimana yang berhubungan dengan
pengawasan DPRD terdapat pada huruf c, huruf h, dan huruf j. Pengawasan DPRD
sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 42
ayat (1) huruf c, adalah merupakan tugas dan wewenang DPRD, tugas dan wewenang
DPRD tersebut adalah untuk mengawasi: pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah
daerah, dan kerjasama internasional didaerah.
Dalam tulisan ini membahas tentang fungsi pengawasan DPRK terhadap
pelaksanaan APBK. Maka tugas dan wewenang DPRK terhadap pelaksanaan APBK
Dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diatur tentang hak dan
kewajiban DPRD yang meliputi:
1. DPRD mempunyai hak:
a. Interpelasi;
Hak interpelasi, adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara.
b. Angket;
Hak angket, adalah fungsi dan pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
c. Menyatakan pendapat.
Hak menyatakan pendapat, adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi didaerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket53.
2. Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilakukan
setelah diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri
sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil
dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
DPRD yang hadir.
53
HAW. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 190.
3. Dalam menggunakan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk
panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari telah menyampaikan hasil kerjanya
kepada DPRD.
4. Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa seseorang yang dianggap
mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta meminta untuk menunjukkan
dokumen atau surat yang berkaitan dengan hal yang diselidiki.
5. Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan diperiksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) wajib memenuhi panggilan panitia angket kecuali ada alasan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan.
6. Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi
panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), panitia angket dapat memanggil
secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
7. Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia.
8. Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat
diatur dalam peraturan tata tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan.
Dalam rangka melaksanakan pengawasan DPRD, maka sebagaimana diatur dalam
Pasal 44 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, disebutkan:
a. Mengajukan rancangan peraturan daerah.
b. Mengajukan pertanyaan.
c. Menyampaikan usul dan pendapat.
d. Memilih dan dipilih.
e. Membela diri.
f. Imunitas.
g. Protokoler.
h. Keuangan dan administrasi.
Fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah dapat dilaksanakan
melalui kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan kewajiban DPRD.
Sebab apabila kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang serta hak DPRD dapat
dijalankan, maka peranan DPRD sebenarnya sudah maksimal dalam menjalankan
peranannya sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah.
DPRD juga mempunyai kewajiban, seperti yang terdapat dalam Pasal 45
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang menyebutkan:
Anggota DPRD mempunyai kewajiban:
a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan.
b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat daerah. e. Menyerap, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
f. Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
g. Memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggungjawab moral politis terhadap daerah pemilihannya.
h. Menaati peraturan tata tertib, kode etik, sumpah/janji anggota DPRD.
i. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
C. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
Menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerimtahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa, perjalanan ketatanegaraan indonesian menepatkan Aceh
sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus terkait dengan
karakter khas sejarah perjuangan Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang yang
tinggi yang bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syari’at islam yang
melahirkan budaya islam yang kuat. Aspirasi yang dinamis bukan hanya dalam
kehidupan adat, budaya, sosial dan politik menghadopsi keistimewaan Aceh
meliankan juga memberikan kepastian hukum dalam segala urusan karena dasar
kehidupan msyarakat Aceh yang religius telah membentuk sikap, daya juang yang
tinggi dan budaya islam yang kuat hal ini merupakan pertimbangan utama
penyelenggaraan keistimewaan dan kekususan bagi daerah Privinsi Aceh.54
Provinsi Aceh adalah daerah otonomi khusus ini di tegaskan dalam Pasal 1 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 yang berbunyi:
Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
54
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan msyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan sistim dan prinsip Negara Kesatuan RepubliK Indonesian berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
Dalam hal pengawasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tidak jauh
berbeda dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, Pasal 1 ayat (11)
meyebutkan bahwa DPRK adalah unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/kota. Adapun yang menjadi dasar dalam pelaksanaan fungsi pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) dalam pelaksanaan otonomi khusus
adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006, yang menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan
Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) mempunyai fungsi legislasi,
anggaran dan pengawasan.
Dalam menjalankan fungsinya, maka Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota
mempunyai tugas dan wewenang sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 sebagai berikut:
1. Membentuk qanun kabupaten/kota yang dibahas dengan bupati/walikota untuk mendapat persetujuan bersama.
2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan qanun kabupaten/kota dan peraturan perundang-undangan lain.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan program pembangunan kabupaten/kota, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lain, serta penanaman modal dan kerjasama internasional.
4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota kepada menteri dalam negeri melalui gubernur
5. Memberitahukan kepada bupati/walikota dan KIP kabupaten/kota mengenai akan berakhirnya masa jabatan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota.
6. Memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadinya kekosongan jabatan wakil bupati/wakil walikota.
7. Memberikan pendapat, pertimbangan dan persetujuan kepada pemerintah kabupaten/kota terhadap rencana kerjasama internasional dikabupaten/kota yang bersangkutan.
8. Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan kabupaten/kota.
9. Mengusulkan pengangkatan KIP kabupaten/kota dan membentuk panitia pengawas pemilihan.
10. Melakukan pengawasan dan meminta laporan kegiatan dan penggunaan anggaran kepada KIP kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota.
11. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk penilaian kinerja pemerintahan.
Dalam pasal ini tidak secara lansung disebutkan pengawasan terhadap APBK
secara lansung seperti Undang-Undang yang mengatur tentang fungsi pengawasan
DPRD lainnya namun dalam ayat tiga merupakan penjabaran dari APBK.
Dalam penjelasannya diterangkan bahwa laporan pertanggungjawaban merupakan
laporan yang diajukan kepada DPRK mengenai kemajuan pelaksanaan pemerintah
dan tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan bupato/walikota.
DPRK juga dapat melaksanakan kewenangan selain yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang DPRK baik yang ditetapkan dalam
Undann-Undang ini maupun yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain,
di atur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan DPRK dapat enggunakan haknya sebagai
mana terdapat dalam Pasal 25 ayat (1) hak DPRK adalah sebagai berikut:
b. Hak angket
c. Mengajukan pernyataan pendapat d. Mengajukan rancangan qanun
e. Mengadakan perubahan atas rancangan qanun
f. Membahas dan menyetujui rancangan qanun tentang APBK
g. Menyusun rencana anggaran belanja sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang DPRK sebagai bagian APBK dengan menggunakan standart harga yang di sepakati bersama bupati/walikota
h. Menggunakan anggaran sebagaimana telah ditetapkan dalam APBK dan diadministrasikan oleh sekretaris dewan dengan peraturan perundang-undangan
i. Menyusun dan menetapkan kode etik dan tata tertib anggota DPRK.
Hak angket dilaksanakan dilaksanakan setelah dilaksanakan hak interplasi lalu
dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat, dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya seorang anggota DPRK juga tidak dapat di tuntut karna ucapan, pertanyaan
dan pendapatnya sejauh tidak bertentangan dengan tata tertib dan kode etik DPRK.
D. Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Gayo Lues Periode 2009-2014
DPRD adalah lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai
penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Gayo Lues yang terdiri dari partai
politik nasional dan partai politik lokal peserta pemilihan tahun2009. Adapun yang
menjadi dasar dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten (DPRK) gayo Lues dalam pelaksanaan otonomi khusus di Kabupaten
Gayo Lues adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Gayo Lues, yang menyebutkan
dalam Pasal 3 Ayat (1) DPRK mempunyai fungsi:
b. anggaran, dan
c. pengawasan.
Fungsi legislasi diwujudkan dalam membentuk qanun yang dibentuk bersama
pemerintah daerah, fungsi anggaran diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan
APBK bersama pemerintah daerah dan fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk
pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, qanun, keputusan bupati dan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Dalam menjalankan fungsinya DPRK mempunyai tugas dan wewenang sebagai
mana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi:
a. membentuk qanun yang dibahas dengan pemerintah daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan qanun mengenai APBK yang diajukan oleh bupati.
c. membahas dan memberikan persetujuan rancangan qanun mengenai APBK yang diajukan oleh bupati;
d. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan qanun APBK;
e. melaksanakan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten dalam melaksanakan program pembangunan kabupaten, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lain, serta penanaman modal dan kerja sama internasional;
f. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur;
g. memberitahukan kepada bupati dan KIP kabupaten mengenai akan berakhirnya masa jabatan bupati/wakil bupati;
h. memilih wakil bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati; i. memberikan pendapat, pertimbangan dan persetujuan kepada Pemerintah
Aceh terhadap rencana perjanjian internasional di Kabupaten Gayo Lues; j. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang
dilakukan oleh bupati;
k. meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
l. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan kabupaten;
m. mengusulkan pembentukan KIP kabupaten dan membentuk Panitia Pengawas Pemilihan;
n. melakukan pengawasan dan meminta laporan kegiatan dan penggunaan anggaran kepada KIP kabupaten dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/wakil bupati; dan
o. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk penilaian kinerja pemerintahan.
p. mengupayakan terlaksananya kewajiban pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan
q. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan wewenang
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagai tindak lanjut dari pengawasan DPRK mempunyai hak Interpelasi, hak angket
dan mengajukan pendapat. Dalam tata tertib DPRK ini di jabarkan tata cara
pelaksanaan hak tersebut sebagai berukut:
Hak Interpelasi
Hak interpelasi diajukan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota DPRK
dengan mengajukan usul kepada yang disusun secara singkat, jelas dan
ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan nomor pokok oleh sekretariat
DPRK untuk meminta keterangan kepada bupati secara lisan maupun tertulis
mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak
luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara. Usul sebagaimana dimaksud
menjadi hak interpelasi DPRK apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna
DPRK yang dihadiri lebih dari ½ (satu perdua) dari jumlah anggota DPRK dan
putusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) dari jumlah anggota
Usul tersebut disampaikan oleh Pimpinan DPRK pada Rapat Paripurna DPRK,
dalam Rapat Paripurna para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan
lisan atas usul permintaan keterangan tersebut. Pembicaraan mengenai sesuatu usul
meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada:
a. Anggota DPRK lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi;
b. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRK.
Mengenai keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan
keterangan kepada Bupati ditetapkan dalam Rapat Paripurna, usul permintaan
keterangan DPRK sebelum memperoleh keputusan, para pengusul berhak
mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya.
Bupati wajib memberikan keterangan lisan maupun tertulis terhadap permintaan
keterangan anggota DPRK dalam Rapat Paripurna DPRK dan setiap Anggota DPRK
dapat mengajukan pertanyaan atas keterangan bupati, setelah mendengar jawaban
bupati, DPRK dapat menyatakan pendapatnya secara resmi oleh DPRK kepada bupati
yang dijadikan bahan untuk DPRK dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan
untuk bupati dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.
Hak Angket
Sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota DPRK dapat mengusulkan
penggunaan hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan bupati
yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah
dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan
singkat, jelas dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan nomor pokok
oleh sekretariat DPRK, usulan ini menjadi hak angket DPRK apabila mendapat
persetujuan dari rapat paripurna DPRK yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tiga
perempat) dari jumlah anggota DPRK dan putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRK yang hadir.
Pimpinan DPRK menyampaikan dalam Rapat Paripurna DPRK setelah mendapatkan
pertimbangan dari panitia musyawarah.
Pembicaraan mengenai usul melakukan penyelidikan, dilakukan dengan
memberikan kesempatan kepada anggota DPRK lainnya untuk memberikan
pandangan melalui fraksi dan selanjutnya pengusul memberikan jawaban atas
pandangan anggota DPRK, keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap
bupati dapat disetujui atau ditolak, ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRK, sebelum
memperoleh keputusan DPRK pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik
kembali usulnya apabila DPRK menolak hak angket yang diususlkan maka usul
tersebut tidak dapat dimajukan kembali, apabila usul melakukan penyelidikan
disetujui sebagai permintaan penyelidikan, DPRK menyatakan pendapat untuk
melakukan penyelidikan dan menyampaikan secara resmi kepada bupati.
Untuk melakukan penyelidikan DPRK membentuk panitia angket yang terdiri
atas semua unsur fraksi DPRK dengan keputusan DPRK, panitia angket melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPRK paling lama 60 (enam puluh)
panitia angket dan hasilnya ditetapkan dengan keputusan DPRK dalam Rapat
Paripurna DPRK yang bersifat rahasia.
Apabila hasil diterima oleh DPRK dan ada indikasi tindak pidana, DPRK
menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, pada saat bupati dan atau wakil bupati berstatus
sebagai terdakwa, gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri memberhentikan
sementara bupati dan atau wakil bupati yang bersangkutan dari jabatannya, keputusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan menyatakan bupati dan
atau wakil bupati bersalah, gubernur memberhentikan bupati dan atau wakil bupati
yang bersangkutan dari jabatannya tapi bila pengadilan menyatakan bupati atau wakil
bupati tidak bersalah, gubernur mencabut pemberhentian sementara serta
merehabilitasi nama baik bupati dan atau wakil bupati. Dalam pemberhentian
sementara, pemberhentian dan merehabilitasi nama baik bupati dan atau wakil bupati
pelaksanaannya didelegasikan kepada gubernur.
Dalam melakukan penyelidikan terhadap bupati, panitia angket berhak meminta
pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk
memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditandatangani, pihak yang
panggil wajib memenuhi panggilan dan permintaan DPRK, apabila seseorang telah
dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi pangilan, panitia angket
berhak memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik
dipenuhi tanpa ada alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama
15 (lima belas) hari sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak Usul Pernyataan Pendapat
Dalam mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan bupati atau
mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di Kabupaten sekurang-kurangnya
diususlkan 8 (delapan) orang anggota DPRK, usul serta penjelasannya disampaikan
secara tertulis kepada Pimpinan DPRK, dengan disertai daftar nama dan tanda tangan
para pengusul serta diberi nomor pokok oleh sekretariat DPRK, usul sebagaimana
dimaksud, menjadi hak angket DPRK apabila mendapat persetujuan dari rapat
paripurna DPRK yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah
anggota DPRK dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah anggota DPRK yang hadir. Usul pernyataan pendapat tersebut
disampaikan oleh Pimpinan DPRK dalam Rapat Paripurna DPRK setelah mendapat
pertimbangan dari panitia musyawarah.
Dalam Rapat Paripurna DPRK, para pengusul diberi kesempatan memberikan
penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut, dalam pembicaraan mengenai
sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada:
a. Anggota DPRK lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi;
b. Bupati untuk memberikan pendapat;
Para pengusul memberikan pernyataan jawaban atas pandangan para anggota dan
pendapat bupati, sebelum memperoleh keputusan DPRK pengusul berhak
Pembicaraan diakhiri dengan keputusan DPRK yang menerima atau menolak usul
pendapat tersebut menjadi pernyataan DPRK, apabila DPRK menerima usul
pernyataan pendapat keputusan DPRK berupa :
a. Pernyataan pendapat;
b. Saran penyelesaiannya, dan
c. Peringatan.
E. Analisis Peraturan Fungsi Pengawasan DPRD/DPRK
Berdasarkan uraian tentang pengawasan yang dilakukan oleh DPRD/DPRK
terhadap pelaksanaan APBD/APBK tersebut diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa pada dasarnya pengawasan tersebut adalah berkaitan dengan kebijakan kepala
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, disebutkan bahwa pada setiap akhir tahun
anggaran pemerintah daerah menyusun laporan keuangan daerah yang terdiri dari:
laporan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
menyangkut:
a. Nota Perhitungan APBD.
b. Laporan aliran kas.
c. Neraca daerah.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan
a. Neraca.
b. Laporan aliran kas.
c. Laporan realisasi anggaran.
d. Catatan laporan keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan
perusahaan negara atau laporan perusahaan daerah.
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan pengawasan keuangan daerah,
ketentuan ini adalah merupakan standard pengawasan, dan proses pengawasan
keuangan daerah dapat dimulai dari sini. DPRK melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan APBK, pengawasan dimaksud bukan bersifat pemeriksaan keuangan,
akan tetapi pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin tercapainya sasaran
yang telah ditetapkan dalam APBD. Untuk menjaga independensi, aparat pengawas
internal dengan dalih apapun dilarang terlibat, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam kegiatan operasional pengguna anggaran, seperti keterlibatan sebagai
anggota tim.55
Berdasarkan konteks yang demikian, terhadap kepala daerah yang kepadanya
diberikan kewenangan untuk melaksanakan APBK dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah, maka kepadanya dibebankan pula untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBK tersebut. Hal ini dilakukan adalah
55
Wahyudi Kumorotomo dan Erwan Agus Purwanto, Anggaran Berbasis Kinerja, Konsep dan Aplikasinya, (Yogyakarta: Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, 2005), hlm. 209.
dalam kerangka negara hukum yang mengandung unsur-unsur yang bersifat universal
sebagai berikut: 56
1. Dalam negara hukum, pemerintahan dilakukan berdasarkan hukum, dimana kekuasaan dan wewenang yang dimiliki pemerintah harus berdasarkan hukum pula.
2. Dalam negara hukum, hak-hak dasar manusia diakui dan dihormati oleh penguasa yang bersangkutan.
3. Kekuasaan pemerintahan dalam negara tidak dipusatkan dalam satu tangan, tetapi harus diberi kepada lembaga-lembaga kenegaraan dimana yang satu melakukan pengawasan terhadap yang lain, sehingga tercipta suatu keseimbangan kekuasaan antara lembaga-lembaga kenegaraan tersebut.
4. Perbuatan pemerintahan yang dilakukan oleh aparatur kekuasaan pemerintah dimungkinkan untuk dapat diajukan kepada pengadilan yang tidak memihak dan diberi wewenang menilai apakah perbuatan pemerintah tersebut bersifat melawan hukum atau tidak.
Menanggapi akan arti pentingnya keuangan dalam mencapai keberhasilan suatu
daerah, maka dalam pelaksanaannya harus pula dibarengi dengan
pertanggungjawaban sebagai bentuk pengawasan agar tidak terjadinya
penyalahgunaan wewenang.
Kegiatan pengawasan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan
kegagalan yang terjadi setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan. Untuk itulah,
pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran perlu dilaksanakan sedini mungkin, agar
diperoleh umpan balik (feed back) untuk melaksanakan perbaikan apabila terdapat
kekeliruan atau penyimpangan sebelum menjadi lebih buruk dan sulit diperbaiki.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat dalam skema nakna pengawasan
berikut:
56 Saiful Anwar dan Marzuki Lubis, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, (Medan: Gelora
SKEMA I
MAKNA FUNGSI PENGAWASAN
Sumber : Program Orientasi Anggota DPRK Se-Aceh Tahun 2009.
Selanjutnya, Muchsan menyatakan bahwa untuk adanya tindakan pengawasan
diperlukan unsur-unsur sebagai berikut:
a. Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat pengawas.
b. Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi.
c. Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu proses kegiatan yang sedang berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai dari kegiatan tersebut. d. Tindakan pengawasan akan diteruskan dengan tindak lanjut, baik secara
administratif maupun secara yuridis.57
Berkaitan dengan unsur-unsur pengawasan tersebut diatas, maka pengawasan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pengawasan intern (internal control).
57
W. Riawan Tjandra, op.cit, hlm. 132.
PERENCANAAN ORGANISASI PELAKSANAAN
PENGAWASAN
FEED – BACK
Pengawasan yang dilakukan suatu badan/organ yang secara struktural masih termasuk organisasi dalam lingkungan pemerintah. Misalnya: pengawasan yang dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya secara hierarkis. Bentuk kontrol semacam itu dapat dapat digolongkan sebagai jenis kontrol teknis-administratif atau built-in control.
b. Pengawasan ekstern (eksternal control).
Pengawasan yang dilakukan oleh badan/organ yang secara struktur organisasi berada diluar pemerintah dalam arti eksekutif. Misalnya, kontrol yang dilakukan secara langsung, seperti kontrol keuangan yang dilakukan BPK, kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat yang berminat pada bidang tertentu, dan kontrol politis yang dilakukan oleh DPR (D) terhadap pemerintah (eksekutif). Kontrol reaktif yang dilakukan secara tidak langsung melalui badan peradilan (judicial control) antara lain peradilan umum dan peradilan administrasi, maupun badan lain seperti Komisi Ombudsman Nasional.58
Secara spesifik, hasil pengawasan DPRD tersebut diatas adalah ditujukan untuk:
a. Untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Untuk menjamin kemungkinan tindakan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan dalam upaya mencegah berlanjutnya kesalahan dan atau penyimpangan.
c. Untuk menumbuhkan motivasi, memperbaiki, mengurangi dan atau meniadakan penyimpangan.
d. Untuk meyakinkan bahwa kinerja pemerintah daerah sedang atau telah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.59
Melalui pengawasan tersebut, DPRD dapat membangun sebuah early warning
system atau peringatan dini apabila terjadi kejanggalan atau penyimpangan dalam proses pengelolaan tata pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, untuk dapat melakukan pengawasan secara efektif, maka
diperlukan beberapa persyaratan, yaitu:
58
Ibid, hlm. 133.
a. Langkah pengawasan tertentu hanya berlaku untuk suatu organisasi tertentu. b. Kegiatan pengawasan harus dapat mencapai beberapa tujuan sekaligus, bukan
hanya tujuan sektoral tetapi tujuan luas lainnya.
c. Informasi untuk pengawasan harus diperoleh tepat waktu.
d. Mekanisme pengawasan harus dipahami semua orang yang ada dalam organisasi tersebut.60
Akhirnya, dapat dikatakan bahwa konsep dasar pengawasan DPRD meliputi
pemahaman tentang arti penting pengawasan, syarat pengawasan yang efektif, ruang
lingkup dan proses pengawasan. Pengawasan adalah merupakan salah satu fungsi
manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan untuk menjamin pelaksanaan kegiatan yangs sesuai dengan kebijakan
dan rencana yang telah ditetapkan serta memastikan tujuan dapat tercapai secara
efektif dan efisien.
Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN), dalam merancang sistem atau
mekanisme pengawasan maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:61
1. Kesesuaian dengan sifat dan kebutuhan kegiatan.
Sistem pengawasan harus mencerminkan atau harus sesuai dengan sifat
pekerjaan yang diawasi.
2. Menghasilkan umpan balik.
Sistem pengawasan harus memungkinkan adanya umpan balik, yaitu
informasi untuk keperluan tindak lanjut.
60
Ibid, hlm. 146
61
Lembaga Administrasi Negara, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1993), hlm. 150-152.
3. Efisiensi dan efektivitas.
Sistem pengawasan harus secara mudah, cepat dan tepat memberikan
gambaran tentang keseluruhan kegiatan tujuan dan pelaksanaan rencana,
untuk itu perlu pemilihan titik strateginya.
4. Ekonomis.
Nilai hasil (output) pengawasan haruslah seimbang dengan biaya atau
pengorbanan yang dikeluarkan untuk melaksanakan pengawasan itu.
Bagaimanapun pengawasan merupakan coast item juga.
5. Fleksibilitas.
Sistem pengawasan hendaknya mudah dilaksanakan dan apabila perlu dapat
disesuaikan dengan perkembangan keadaan.
6. Kesesuaian dengan pola organisasi.
Sistem pengawasan hendaknya sejalan dengan pola-pola organisasi yang ada,
misalnya perlu memperhatikan sistem pendelegasian wewenang, pembagian
tugas, dan sebagainya.
7. Dapat dipahami dengan mudah.
Sistem pengawasan harus mudah dipahami oleh mereka yang menggunakan,
yaitu pengawas dan yang diawasi maupun pimpinan yang akan menggunakan
pengawasan untuk pengambilan keputusan.
8. Menjamin tindakan korektif.
Pengawasan harus bermanfaat, yang berarti bahwa sistem pengawasan harus
pelaporan yang merupakan sarana pengawasan tidak hanya memuat apa yang
salah, tetapi juga sebab-sebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi serta
saran-saran pemecahannya.
9. Mengembangkan pengawasan diri sendiri (self-control).
Sistem pengawasan hendaknya memungkinkan pengembangan pengawasan
diri sendiri (self control) dari pelaksanaan. Ini berarti mengembangkan rasa
tanggungjawab para pelaksana kegiatan. Dengan demikian budaya
pengawasan akan demikian berkembang sesuai dengan hakikat pengawasan
itu sendiri.
10. Mengembangkan pengawasan secara pribadi (personal control) dari
pimpinan. Hendaknya sistem pengawasan memungkinkan pengembangan
pengawasan secara pribadi (personal) dari pimpinan terhadap bawahan
mereka. Ini perlu sekali dalam pengawasan terhadap bawahan langsung
(direct-supervisor). Pimpinan langsung (direct-supervisor) sudah seharusnya
paling banyak mengetahui pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Oleh karena
itu pembimbingan sebagai fungsi pimpinan dalam rangka pembinaan terhadap
bawahan sangatlah penting.
11. Memperhatikan faktor manusia.
Walaupun prinsip pengawasan bukan mencari siapa yang salah, namun perlu
memperhatikan faktor manusia. Hal ini penting karena pada umumnya orang
tidak begitu senang diawasi. Disamping itu dalam kenyataannya sering terjadi
Oleh karena itu dalam pelaksanaan pengawasan perlu digunakan pendekatan
secara masnusiawi.
Pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan pada dasarnya berbeda, baik
konsepsi maupun aplikasinya. Pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan
yang dilakukan oleh pihak diluar eksekutif (yaitu masyarakat dan legislatif) untuk
mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang
dilakukan eksekutif untuk menjamin dilaksanakannya sistem dan kebijakan
manajemen sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pemeriksaan (audit)
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan
memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah
daerah telah sesuai dengan kriteria yang ada. Pada tataran teknis aplikatif juga
berbeda, monitoring oleh legislatif dan masyarakat pada umumnya dilakukan pada
tahap awal. Pengendalian dilakukan terutama pada tahap menengah (operasional),
yaitu level pengendalian manajemen (management control) dan pengendalian tugas
(task control), sedangkan pemeriksaan umumnya dilakukan pada tahap akhir.62
Selanjutnya secara sederhana disebutkan bahwa pengawasan adalah kegiatan
yang dilaksanakan agar visi dan misi pemerintahan tercapai dengan lancar tanpa ada
penyimpangan atau segala usaha dan kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan apakah sesuai
dengan yang semestinya atau tidak. Karena dalam tata pemerintahan yang baik,
62
pengawasan berperan memberikan umpan balik (feed back) kepada pemerintah
daerah. Pengawasan harus memberikan informasi sedini mungkin, sebagai bahagian