• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ketersediaan Beras dan Non Beras di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Ketersediaan Beras dan Non Beras di Kota Medan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan merupakan ketersediaan pangan secara fisik di suatu daerah

atau wilayah di lihat dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik,

perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat ditentukan

oleh beberapa hal yaitu produksi pangan di wilayah tersebut serta bantuan pangan

dari pemerintah atau organisasi lainnya (Saputro, 2013).

Menurut DKP (Ilham dan Bonar, 2002) ketersediaan pangan merupakan prasyarat

penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun di nilai belum cukup. Untuk itu

diperlukan pemahaman kinerja konsumsi pangan menurut wilayah (kota-desa) dan

pendapatan (tinggi-sedang-rendah). Indikator yang dapat digunakan adalah tingkat

partisipasi dan tingkat konsumsi pangan, keduanya menunjukkan tingkat

aksebilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan. Walaupun pangan tersedia pada

suatu wilayah, jika tidak dapat diakses masyarakat maka kinerjanya rendah.

Menurut Sirait (2011) ketersediaan pangan secara makro (tingkat wilayah) dan

mikro (tingkat rumah tangga) sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya produksi

pangan dan distribusi pangan pada daerah tersebut. Sedangkan pada tingkat mikro

lebih dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga memproduksi pangan serta daya

beli. Dalam aspek ketersediaan bahan pangan pokok dan strategis, beberapa

masalah krusial sebagai berikut:

• Laju peningkatan kebutuhan lebih cepat dibandingkan laju peningkatan

(2)

pasokkan dari luar seperti kedelai, bawang merah, kacang tanah, gula, sapi dan

susu.

• Sistem penyaluran sarana produksi (pupuk) kurang lancar dan pemanfaatan

benih bersertifikat masih rendah.

• Belum optimalnya penanganan panen/pasca panen.

• Cadangan pangan daerah (provinsi/kabupaten/kota) relatif kecil atau belum

merata di setiap kecamatan.

• Masih berlanjutnya alih fungsi lahan sawah beririgasi.

• Terbatasnya penyediaan air bagi budidaya pertanian.

Salah satu cara memperoleh gambaran situasi produksi dan ketersediaan pangan

secara lengkap namun sederhana, adalah menggunakan pendekatan Neraca Bahan

Makanan (NBM). NBM di susun untuk memperoleh gambaran atau evaluasi

penyediaan pangan mulai dari produksi, pengadaan (pangan masuk/impor, pangan

keluar/ekspor, stok) dan penggunaan (pakan ternak, bibit, industri) sehingga

tersedia untuk di konsumsi (Sirait, 2011).

Neraca Bahan Makanan menyajikan angka rata-rata jumlah pangan yang tersedia

di tingkat pedagang eceran atau rumah tangga konsumen untuk konsumsi

penduduk per kapita (kg/kapita/tahun atau gr/kapita/hari atau zat gizi

tertentu/kapita/hari).

2.2 Tingkat Konsumsi

Menurut Fauzi (2011) konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di

makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi

(3)

psikologik maupun sosial. Menurut Putong (2015), besar kecilnya konsumsi

dipengaruhi beberapa hal diantaranya:

1. Tingkat Pendapatan dan Kekayaan

Perilaku konsumsi secara psikologis memang berhubungan dengan tingkat

pendapatan, artinya bila pendapatan tinggi maka konsumsinya semakin tinggi

(baik dalam jumlah maupun nilai) karena ini berhubungan dengan pemenuhan

kepuasan yang tak terbatas itu. Apabila pendapatan rendah maka konsumsinya

relatif rendah karena berhubungan dengan keinginan bertahan hidup.

2. Tingkat Suku Bunga dan Spekulasi

Bagi masyarakat adakalanya mau mengorbankan konsumsi untuk mendapatkan

perolehan yang lebih besar dari suku bunga yang berlaku dari uang yang di

tabung, sehingga manakala suku bunga tinggi konsumsi masyarakat berkurang

meskipun pendapatannya tetap, akan tetapi manakala suku bunga demikian

rendahnya maka masyarakat akan lebih condong menggunakan uangnya untuk

konsumsi, sehingga hampir tidak ada yang di tabung. Selain suku bunga, tingkat

spekulasi masyarakat juga mempengaruhi tingkat konsumsi, masyarakat bisa saja

mengurangi konsumsinya karena berharap pada hasil yang besar dari uang yang

dikeluarkan untuk main di pasar saham atau obligasi (menunda konsumsi tinggi)

dengan harapan akan bisa melakukan konsumsi yang lebih besar apabila dalam

(4)

3. Sikap Berhemat

Di satu sisi untuk memperbesar kapasitas produksi nasional maka konsumsi

haruslah di tingkatkan. Akan tetapi di sisi lain untuk meningkatkan pendapatan

dalam negeri agar investasi dapat berjalan dengan mudah dan relatif murah serta

aman maka tabungan masyarakat perlu di tingkatkan. Akan tetap manakala tingkat

perekonomian sedang mencapai kondisi ideal biasanya masyarakat cenderung

hidup berhemat sehingga akan memperbesar proporsi tabungan daripada proporsi

kosumsi dari pendapatannya.

4. Budaya, Gaya Hidup

Konsumsi untuk produk-produk yang belum saat ini dibutuhkan dan di beli hanya

demi gengsi, ikut arus membuat tingkat tabungan masyarakat menjadi rendah.

Demikian halnya dengan dampak demonstration effect yang menjadi pola

konsumsi masyarakat yang terlalu konsumtif sehingga akan mengurangi tingkat

tabungan.

5. Keadaan Perekonomian

Pada saat perekonomian dalam kondisi stabil maka konsumsi masyarakat juga

stabil, akan tetapi manakala perekonomian mengalami krisis biasanya tabungan

masyarakat akan lebih berkurang dan konsumsi akan menjadi lebih tinggi karena

kurangnya kepercayaan pada lembaga perbankan dan semakin mahalnya dan

langkanya barang-barang kebutuhan.

Analisis konsumsi pangan wilayah diarahkan untuk menganalisis situasi konsumsi

(5)

wilayah. Dalam menganalisis konsumsi pangan wilayah yang berbasis

sumberdaya, perlu diperhatikan faktor pendukung utama yang mempengaruhi pola

konsumsi yaitu: ketersediaan, kondisi sosial dan ekonomi, letak geografis wilayah

(desa - kota) serta karakteristik rumah tangga (Sirait, 2011).

2.3 Pangan Beras dan Non beras

Pangan terbagi menjadi dua, yaitu pangan yang berasal dari beras dan yang

berasal dari non beras. Pangan non beras pada penelitian ini adalah pangan yang

mengandung karbohidrat atau pati, antara lain: kelompok non beras padi-padian

(yaitu: jagung dan tepung terigu) dan kelompok umbi-umbian (yaitu: ubi jalar, ubi

kayu, tapioka, sagu dan kentang).

a. Beras

Salah satu bagian terbesar (60  80 persen) dari susunan pangan penduduk yang

tinggal di negara-negara Asia Tenggara. Merupakan sumber karbohidrat, sumber

tenaga dan sumber protein yang berguna, sebab 6 sampai 8 persen dari semua

padi-padian biasanya terdiri dari protein (Suhardjo, dkk., 1985).

b. Kelompok Padi-padian Non beras

Yang termasuk dalam kelompok non beras padi-padian, yaitu: jagung pipilan dan

tepung terigu. Tepung terigu berasal dari gandum yang mengandung 9  15

persen protein sedangkan jagung 10  14 persen. Menurut Grianso dan Agus

(2011) biji jagung umumnya digunakan sebagai penghasil tepung jagung atau

disebut juga tepung maizena. Dalam 100 gram jagung terkandung karbohidrat

sebanyak 73,7 gram. Tongkol jagung mengandung 39  47 % selulosa, 26  31

(6)

c. Kelompok Umbi-umbian

Yang termasuk dalam kelompok umbi-umbian, yaitu: ketela pohon, ubi jalar,

sagu, kentang, dan lain-lain. Menurut Suhardjo, dkk. (1985) pangan tersebut

merupakan sumber energi yang baik, beberapa diantaranya juga merupakan

sumber kalsium, vitamin C dan vitamin A yang berguna. Biasanya pangan

tersebut miskin akan protein dan vitamin B-kompleks.

Sebagai bahan pangan, kentang mengandung kandungan karbohidrat yang tinggi.

Kandungan karbohidrat dalam kentang mencapai 18 % (Grianso dan Agus, 2011).

Singkong di kenal dengan ketela pohon atau ubi kayu, merupakan pohon tahunan

tropika dan sub-tropika. Umbinya di kenal sebagai makanan pokok penghasil

karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong memiliki panjang umbi

sekitar 50  80 cm dan diameter umbi rata-rata 2  3 cm, tergantung dari jenis

singkong yang ditanam (Prihandana, dkk., 2008).

2.4 Tabel Neraca Bahan Makanan

Menurut Sirait (2011), NBM merupakan gambaran penyediaan pangan secara

utuh untuk baik dari komoditas pangan, ternak, ikan dan perkebunan serta

menguraikan data pangan dari produksi, pengadaan dan penggunaan maka

diperlukan dukungan data yang akurat dan up to date dari instansi lintas

sub-sektor dan sub-sektor wilayah seperti perdagangan, perindustrian, Bulog, kesehatan,

kantor statistik dan perhubungan serta sektor pertaniannya sendiri. Beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyusunan NBM yaitu (1) data

penduduk; (2) faktor konversi dan estimasi; dan (3) faktor nutrisi dari bahan

(7)

Makanan (NBM) merupakan penyajian data dalam bentuk tabel yang mampu

menggambarkan situasi dan kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi

penduduk di suatu wilayah tertentu.

Neraca Bahan Makanan menyajikan angka rata-rata jumlah pangan yang tersedia

di tingkat pedagang eceran atau rumah tangga konsumen untuk konsumsi

penduduk per kapita (kg/kapita/tahun atau gr/kapita/hari atau zat gizi

tertentu/kapita/hari). Informasi tersebut dicantumkan dalam sembilan belas, yang

diuraikan sebagai berikut:

1. Kolom 1 (Kelompok/Jenis Bahan Makanan)

Bahan makanan yang dicantumkan dalam kolom ini adalah semua jenis bahan

makanan baik nabati mau pun hewani yang umum tersedia di konsumsi oleh

masyarakat. Bahan makanan tersebut dikelompokkan jenisnya dan diikuti

prosesnya dari produksi sampai dengan dapat dipasarkan atau di konsumsi dalam

bentuk lain yang berbeda sama sekali setelah melalui proses pengolahan. Adapun

pengelompokkan bahan makanan tersebut antara lain: padi-padian, makanan

berpati, gula, buah/biji berminyak, buah-buahan, sayuran, daging, telur, susu,

ikan, minyak dan lemak. Pada penelitian ini bahan makanan yang di teliti hanya

kelompok padi-padian dan makanan berpati.

a. Padi-padian

Padi-padian adalah kelompok komoditas yang terdiri dari padi, jagung, gandum

(8)

b. Makanan Berpati

Makanan berpati adalah bahan makanan yang mengandung pati yang berasal dari

akar/umbi dan bagian tanaman yang lain. Yang termasuk dalam kelompok

komoditas ini adalah ubi kayu, ubi jalar, dan sagu serta produksi turunannya

seperti gaplek dan tapioka merupakan produksi turunan ubi kayu.

c. Sayur-sayuran

Kelompok pangan sayuran yang memiliki kandungan karbohidrat yang hampir

sama dengan beras dan makanan berpati ialah kentang beserta produksi

turunannya.

2. Kolom 2 dan 3 (Produksi)

Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang

dihasilkan dari sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan dan

perkebunan) yang belum mengalami proses pengolahan. Produksi dibedakan

menjadi dua kategori, yaitu:

a. Masukan (Input)

Masukan adalah bahan utama yang belum mengalami pengolahan lanjut.

b. Keluaran (Output)

Keluaran adalah hasil dari pengolahan lanjut bahan utama. Besarnya output sangat

bergantung pada besarnya derajat ekstraksi dan faktor konversi.

Produksi pada tanaman pangan mencakup seluruh hasil panen dan produksi

turunannya diperoleh dengan menggunakan faktor konversi dan tingkat ekstraksi

(9)

3. Kolom 4 (Perubahan Stok)

Stok adalah sejumlah bahan makanan yang di simpan/dikuasai oleh pemerintah

atau swasta yang dimaksudkan sebagai cadangan dan akan digunakan apabila

sewaktu-waktu diperlukan. Data stok yang digunakan adalah data stok awal dan

akhir tahun.

Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal tahun.

perubahan stok ini hasilnya bisa negatif (-) dan bisa positif (+). Negatif berarti ada

penurunan stok akibat pelepasan stok ke pasar sehingga komoditas yang beredar

di pasar bertambah. Positif berarti ada peningkatan stok yang berasal dari

komoditas yang beredar di pasar sehingga komoditas yang beredar di pasar

menjadi menurun.

4. Kolom 5 (Impor)

Impor adalah sejumlah bahan makan baik yang belum mau pun yang sudah

mengalami pengolahan, yang didatangkan atau dimasukkan dari wilayah daerah

adminstratif lain ke dalam wilayah kota Medandengan tujuan untuk

diperdagangkan, diedarkan atau di simpan.

5. Kolom 6 (Penyediaan Daerah sebelum Ekspor)

Penyediaan daerah sebelum ekspor adalah sejumlah bahan makanan yang berasal

dari produk (keluaran) dikurangi perubahan stok di tambah impor.

6. Kolom 7 (Ekspor)

Ekspor adalah sejumlah bahan makan baik yang belum mau pun yang telah

(10)

langsung ke luar wilayah Republik Indonesiamau punyang ke luar ke wilayah

administratif lain (perdagangan antar pulau atau antar kabupaten).

7. Kolom 8 (Penyediaan Daerah)

Penyediaan daerah adalah sejumlah bahan makan yang berasal dari produksi

(keluaran) di tambah impor, dikurangi perubahan stok dan ekspor.

8. Kolom 9-14 (Pemakaian Daerah)

Pemakaian daerah adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan di dalam

wilayah kota Medan untuk pakan, bibit/benih, di olah untuk industri makanan dan

bukan makan, yang tercecer dan yang tersediauntuk di makan oleh penduduk.

a. Pakan

Pakan adalah sejumlah bahan makanan yang langsung diberikan kepada ternak

peliharaan baik ternak besar, ternak kecil, unggas mau pun ikan.

b. Bibit/benih

Bibit/benih adalah sejumlah bahan utama yang digunakan untuk keperluan

reproduksi.

c. Di olah untuk Makanan

Di olah untuk makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih mengalami

proses pengolahan lebih lanjut melalui industri makanan dan hasilnya

dimanfaatkan untuk makanan manusia dalam bentuk lain.

d. Di olah untuk bukan Makanan

Di olah untuk bukan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih

(11)

industri bukan bahan makanan manusia, termasuk untuk industri pakan

ternak/ikan.

e. Tercecer

Tercecer adalah sejumlah bahan makanan yang hilang atau rusak, sehingga tidak

dapat di makan oleh manusia, yang terjadi secara tidak sengaja sejak bahan

makanan tersebut diproduksi hingga tersedia untuk konsumen.

f. Bahan Makanan

Bahan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk di konsumsi

oleh penduduk suatu daerah, pada tingkat pedagang pengecer dalam suatu kurun

waktu tertentu.

9. Kolom 15-19 (Ketersediaan per Kapita)

Ketersediaan per kapita adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk di

konsumsisetiap penduduk suatu daerah dalam suatu kurun waktu tertentu, baik

dalam bentuk natural mau pun bentuk unsur gizinya. Purnomo dan Adiono (dalam

Simanjuntak, 2006 ) unsur gizi utama tersebut adalah sebagai berikut.

a. Energi adalah sejumlah kalori hasil pembakaran karbohidrat yang berasal dari

berbagai jenis bahan makanan. Bentuk karbohidrat yang dapat di cerna dalam

bahan pangan umumnya adalah zat pati dan berbagai jenis gula seperti

sukrosa, fruktosa dan laktosa; sedangkan selulosa, pektin dan hemiselulosa

tersedia dalam jumlah yang cukup, tetapi tidak tercerna.

b. Protein mempunyai kegunaan dalam tubuh amat banyak. Diantaranya adalah

pembongkaran molekul protein untuk mendapatkan energi atau unsur

(12)

Protein juga penting untuk keperluan fungsional maupun struktural dan untuk

keperluan tersebut komposisi asam-asam amino pembentuk protein sangat

penting fungsinya. Bahan pangan umumnya terdiri atas dua puluh macam

asam aminonya.

c. Lemak merupakan pangan yang berenergi tinggi, setiap gramnya memberi

lebih banyak energi daripada karbohidrat atau protein. Lemak juga

merupakan cadangan dalam tubuh, karena kelebihan dalam karbohidat di

ubah menjadi lemak dan di simpan dalam jaringan adiposa.

d. Vitamin adalah senyawa-senyawa yang tidak dapat di buat oleh tubuh tetapi

diperlukan untuk memelihara aktivitas berbagai proses metabolik atau

integritas berbagai selaput membran. Vitamin di bagi menjadi dua kelompok

berdasarkan kelarutannya yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan yang

larut dalam air. Berbagai vitamin dibutuhkan dalam makanan dalam jumlah

yang berbeda tergantung dari jumlah yang dibutuhkan tubuh untuk menyerap

dari makanan dan menyimpan dalam tubuh.

e. Mineral terbagi menjadi dua kelompok yaitu mineral mayor dan mineral

minor. Kelompok mineral minor dalam tubuh hanyaterdapat sampai batas

mikrogram per gram jaringan tubuh. Yang termasuk ke dalam mineral mayor

adalah: Ca, P, S, K, Na, Cl dan Mg; sedangkan mineral minor adalah: Fe, Mn,

Cu, I, An, Co, Mo, Se, Cr, Sn, Ni, F, Si dan V.

f. Untuk mengetahui nilai gizi masing-masing jenis bahan makanan tersebut,

(13)

dengan kandungan kalori, protein dan lemak per satuan berat masing-masing

jenis bahan makan.

2.5 Landasan Teori

2.5.1 Konsumsi

Menurut Mankiw (dalam Rinanda, 2011) konsumsi adalah pembelanjaan atas

barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan

untuk memenuhi kebutuhan. Barang-barang yang diproduksi digunakan oleh

masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi.

Menurut Prasetyo (dalam Ummah, 2014) perilaku masyarakat membelanjakan

sebagian dari pendapatan untuk membeli sesuatu disebut pengeluaran konsumsi.

Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan siap pakai (disposable income).

Dengan kata lain, fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat

pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan siap dibelanjakan.

Fungsi konsumsi menurut Keynes memiliki tiga asumsi. Pertama, bahwa

kecenderungan mengonsumsi marjinal (marginal propersity to consume) yaitu

jumlah yang di konsumsi dari setiap dolar tambahan adalah antara nol dan satu.

Asumsi ini menjelaskan pada saat pendapatan seseorang semakin tinggi maka

semakin tinggi pula konsumsi dan tabungannya.

Kedua adalah rasio konsumsi terhadap pendapatan yang disebut kecenderungan

mengonsumsi rata-rata (average propensity to consume) turun ketika pendapatan

naik. Menurut Keynes, proporsi tabungan orang kaya lebih besar daripada orang

miskin. Jika diurutkan dari orang sangat miskin sampai kaya akan terlihat proporsi

(14)

Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)

merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki

peran penting (Sigit, 2012).

2.5.2 Produksi

Produksi merupakan proses mempergunakan unsur-unsur produksi dengan

maksud menciptakan faedah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan

manusia ada dua: barang dan jasa. Barang: alat penemuan kebutuhan manusia

yang tampak. Jasa: alat penemuan kebutuhan manusia yang tidak tampak tapi

dapat dirasa. Barang ekonomi: barang-barang yang diperoleh dengan

mengorbankan sesuatu. Teori produksi menyebutkan bahwa kepuasaan produsen

diperoleh dari memaksimumkan keuntungan produksi (maksimation of profit).

Fungsi produksi merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi.

Masukkan seperti pupuk, tanah, tenaga kerja, modal dan iklim yang

mempengaruhi besar keclnya produksi yang diperoleh,. Tidak semua masukan

yang dipakain di analisis, hal ini tergantung penting tidaknya pengaruh masukan

itu terhadap produksi. Jika bentuk fungsi produksi diketahui, maka informasi

harga dan biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan

kombinasi masukan yang baik (Nicholson, 1991).

Menurut Soekartawi (1990), dari fungsi produksi dapat di lihat hubungan teknis

antara faktor produksi dengan produksinya, serta suatu gambaran dari semua

metode produksi yang efisien. Secara matematis, fungsi produksi dapat

dinyatakan sebagai berikut:

(15)

2.6 Penelitian Terdahulu

aan energi aktual lebih tinggi 12%

dari nilai

standartnya. Ketersediaan

protein aktual lebih kecil 24% dari nilai standart seharusnya.

2. Angka

konsumsi energi aktual lebih tinggi 19% dari angka konsumsi energi sesuai standartnya.

Angka konsumsi protein lebih rendah 20% dari angka konsumsi protein sesuai standartnya.

3. Rasio

tertinggi ada pada komoditas jagung dengan rasio 1,1236 dan rasio pangan terkecil pada komoditas gula pasir yaitu sebesar 1,0099.

2013 untuk beras 257.235 ton, daging sapi 9.845 ton, cabai merah 10.355 ton, dan bawang merah 8.166 ton.

2. Tahun

(16)

Medan? pada daging sapi. Pola konsumsi

2.6 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka di susun suatu

kerangka pemikiran sebagai berikut:

Kota Medan merupakan salah satu kabupaaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara

yang dicanangkan ketahanan pangannya karenaa pertumbuhan penduduk yang

terus meningkat dan salah satu faktor produksi, yaitu lahan yang semakin langka.

Ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem, antara lain: ketersediaan pangan,

akses pangan dan konsumsi sedangkan status gizi merupakan outcome dari

ketahanan pangan. Ketahanan pangan masyarakat adalah kondisi dimana seluruh

anggota masyarakat mendapatkan pangan yang aman, seimbang, bergizi dan

beragam secara berkelanjutan melalui kemandirian pangan.

Suatu wilayah di lihat ketahanan pangannya dari perbandingan ketersediaaan dan

konsumsi pangan di suatu wilayah. Hasil perbandingannya dapat menjadi

landasan atau tambahan informasi dalam membuat kebijakan ketersediaan dan

(17)

jumlah stok pangan di suatu wilayah. Indikator yang berpengaruh terhadap

ketersediaan, antara lain: produksi domestik, stok, impor dan ekspor.

Instrumen yang digunakan adalah Neraca Bahan Makanan yang berguna untuk

mengestimasi deficit atau surplusnya ketersediaan suatu bahan makanan di suatu

wilayah dan dapat memperkirakan konsumsi pangan secara keseluruhan

berdasarkan prespektif ketersediaan bahan makanan, namun NBM tidak dapat

menggambarkan situasi ketersediaan pangan pada kondisi musim tertentu.

Untuk mengetahui tingkat ketersediaan beras dan non beras di Kota Medan ,

ketersediaan per kapita dibandingkan berdasarkan Widiya Karya Nasional Pangan

dan Gizi (WNPG) X tahun 2015, rata-rata angka kecukupan gizi (AKG) di tingkat

ketersediaan adalah sebesar 2.400 kkal/kap/hari untuk energi dan 63

gram/kap/hari untuk protein. Dimana persentase per kelompok pangan idealnya

untuk ketersediaan energi, yaitu: padi-padian sebesar 50% dan umbi-umbian

sebesar 6% dari nilai AKG energi. Dan untuk ketersediaan protein, yaitu:

padi-padian sebesar 30% dan umbi-umbian 4% dari nilai AKG protein.

Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang di konsumsi selama setahun.

Sebagai salah satu indikator yang dapat menggambarkan status gizi di suatu

wilayah dan jumlah pangan yang sampai ke masyarakat. Dapat diindentifikasi

dengan mengkonversi penggunaan pangan yang digunakan untuk bahan makanan

ke dalam kalori yang menyatakan energi dan gram yang menyatakan protein.

(18)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Ketersediaan Beras dan Non Beras di Kota Medan

2.7 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah dan berdasarkan tujuan penelitian, maka

hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Terdapat tingkat ketersediaan beras dan non beras di Kota Medan sesuai

standart.

2. Ada besar rasio ketersediaan beras dan non beras dengan konsumsi dan

tingkat ketahanan komoditi beras dan non beras di Kota Medan adalah tahan

pangan

Berdasarkan WNPG X Tahun 2015:

1. Ketersediaan energi = 2.400 kkal/kap/hari.

2. Ketersediaan protein = 63 gr/kap/hari.

tahan pangan namun rentan.

3. RP > 1,2; tahan pangan. Ketersediaan Per Kapita

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Ketersediaan Beras dan Non Beras di Kota Medan

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum bahan dikirim ke lokasi pekerjaan, kontraktor harus menyerahkan / mengirimkan contoh bahan dari beberapa macam hasil produk dengan warna sesuai table atau petunjuk Perencana

Dengan ucapan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun kelapa sawit Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) unit Kalianta Provinsi Riau pada bulan Agustus-September 2016 menggunakan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Reliabilitas tes bentuk pilihan ganda dengan tiga pilihan jawaban lebih tinggi

Pada tahun 2011 sampai 2014, Gloria bergabung dengan drama Fakultas Bahasa. dan Sastra Universitas Kristen Satya Wacana dan menampilkan drama

JUDUL : KABAR ANTRAKS HANYA HOAX MEDIA : HARIAN JOGJA. TANGGAL : 21

Al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad untuk hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan

32/P2MKT-PL-Pan.PBJ/V/2013 tanggal 16 Mei 2013 perihal Penetapan Peringkat Teknis Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konsultansi Evaluasi Perkembangan Pusat Pertumbuhan