BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kepemimpinan
3.1.1 Teori Kepimpinan
Menurut Indriyo Gitosudarmo (2008:89) mendefinisikan kepemimpinan
yaitu “proses mempengaruhi aktifitas dari individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan dalam situasi tertentu”. Robbins dan Coulter (2004:20)
mendefinisikan kepemimpinan ialah “kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok menuju tercapainya tujuan-tujuan”. Reksohadiprojo (2008:90)
mendefinisikan kepemimpinan ialah “proses memanfaatkan kekuasaan untuk
mendapatkan pengaruh pribadi”. Griffin (2000:255) mendefinisikan kemimpinan
adalah “proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal
berbagai aktivitas yang harus dilakukan”. Slamet (2002:29) mendefinisikan
Kepemimpinan merupakan “suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada
umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka
mencapai tujuan tertentu”. Gorda (2006:157) menyatakan bahwa, pemimpin
adalah orang yang membina dan menggerakkan seseorang atau kelompok orang
lain agar mereka bersedia, komitmen, dan setia melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya di dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Thota (2008: 257), kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena
adanya suatu keterbatasan dan kelebih-lebihan tertentu pada manusia.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka kepemimpinan melibatkan
anggotanya berinteraksi, di dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan
dan proses mempengaruhi bawahan oleh pimpinan dan adanya tujuan bersama
yang harus dicapai. Kepimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para
pemimpin, yaitu proses dimana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk
memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan, atau yang
dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu
menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi.
Beberapa teori kepemimpinan telah dikemukakan oleh para ahli, antara
lain olehThota (2008:250-264) mengemukakan teori dan pendekatan
kepemimpinan sebagai berikut :
a. Teori Sifat Dalam teori sifat (Trait Theory), menurut Malayu Hasibuan
(2007:203) analisis ilmiah tentang kepemimpinan dimulai dengan memusatkan
perhatiannya pada pemimpin itu sendiri. Seorang pemimpin menurut teori sifat
ditandai dengan dipunyainya tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan bawahannya. Namun demikian tingkat kecerdasan yang jauh
lebih tinggi dari bawahannya juga tidak efektif, sebab para bawahan menjadi
tidak dapat memahami apa yang diinginkan pemimpin atau tidak memahami
gagasan dan kebijakan yang telah digariskan. Oleh karena itu, idealnya seorang
pemimpin sebaiknya memiliki kecerdasan yang tidak terlalu tinggi dari
bawahannya.
b. Teori Kelompok
“Dalam teori kelompok beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai
tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara
kepada para pengikut, dapat dikatakan pemberian perhatian kepada para
pengikut dikatakan memberikan dukungan yang positif terhadap perspektif
teori kelompok ini” (Thoha, 2008:252). c. Teori Situasional dan Model Kontijensi
Kepemimpinan model Fiedler (Fiedler’s Centigency Model), menyatakan ada dua hal yang dijadikan sasaran yaitu mengadakan identifikasi faktor-faktor
yang sangat penting di dalam situasi, dan kedua memperkirakan gaya atau
prilaku kepemimpinan yang paling efektif di dalam situasi tersebut.
d. Teori Jalan Kecil – Tujuan (Path – Goal Theory)
“Dalam pendekatan teori path-goal mempergunakan kerangka teori motivasi.
Hal ini merupakan pengembangan yang sehat karena kepemimpinan di satu
pihak sangat dekat, berhubungan dengan motivasi kerja dan pihak lain
berhubungan dengan kekuasaan”. (Thoha,2008:252) e. Pendekatan Social Learning dalam Kepemimpinan
Pendekatan Social Learning merupakan suatu teori yang dapat memberikan
suatu model yang menjamin kelangsungan, interaksi timbal balik antar
pemimpin, lingkungan dan perilakunya sendiri. Pendekatan Social Learning ini antara pemimpin dan bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa
memusyawarahkan semua perkara yang timbul. Keduanya, pimpinan dan
bawahan mempunyai hubungan interaksi yang hidup dan mempunyai
kesadaran untuk menemukan bagaiman caranya menyempurnakan prilaku
masing-masing dengan memberikan penghargaan-penghargaan yang
3.1.2 Fungsi dan Tanggung Jawab Pemimpin
Menurut Nawawi, secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok
kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi Instruktif
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah),
bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai,
melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan
perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi
orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah.
2. Fungsi konsultatif
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah.
Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan
keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan
orang-orang yang dipimpinnya.
3. Fungsi Partisipasi
Dalam menjaiankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan
orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun
dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan
4. Fungsi Delegasi
Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan
wewenang membuay atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya
adalah kepercayaan ssorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan
untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara
bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena
kemajuan dan perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh
seorang pemimpin seorang diri.
5. Fungsi Pengendalian.
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus
mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi
yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara
maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat
mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan
pengawasan.
3.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kepemimpinan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kepemimpinan menurut
Ardana, komang; Mujiati, dkk (2008:106-107) yaitu:
1. Karakteristik pribadi pemimpin
Yang sangat menonjol umumnya adalah intelegensi. Pada umumnya pemimpin
akan mempunyai taraf intelegensi yang lebih tinggi daripada yang dipimpin.
problema yang luas dan hubungan-hubungan yang rumit yang menghadangnya.
Seorang pemimpin juga harus mempunyai keterampilan bahasa yang baik
untuk dapat menyatakan pendapatnya dengan jelas. Karakteristik lainnya
adalah kedewasaan sosial dan skup yang luas.
2. Kelompok yang dipimpin
Kumpulan daripada karakteristik pribadi seseorang pemimpin seperti yang
diuraikan diatas itu belum berarti apa-apa, sebelum ia menggunakam sebagai
alat untuk menginterpretasi yang harus dicapai olehnya.
3. Situasi
Setiap pemimpin akan berfungsi pada suatu situasi, yang berupa situasi
manusia, fisik, dan waktu. Tiap-tiap perubahan situasi membutuhkan
perubahan dalam macam kemampuan memimpin. Dengan pengertian bahwa
tiap situasi adalah unik, maka untuk tiap situasi dibutuhkan pemimpinan harus
fleksibel serta punya kemampuan yang dahsyat untuk mengadaptasi diri.
3.1.4 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Menurut Nawani (2003) gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara
yang dipilih dan dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi pikiran, perasaan,
sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya. Sementara itu,
pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan,
tempramen, watak dan kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam
berinteraksi dengan orang lain (Kartono, 2008:34)
Gaya kepemimpinan bukan bukan bakat, oleh karena itu gaya
dengan situasi yang dihadapi (Herujito, 2006:188). Gaya kepemimpinan memiliki
tiga pola dasar yaitu: Mementingkan Pelaksanaan Tugas; Mementingkan
hubungan kerjasama; Mementingkan hasil yang dicapai. Gaya kepemimpinan
akan ditentukam oleh berbagai faktor, yaitu dari segi latar belakang, pengetahuan,
nilai, dan pengalaman pemimpin tersebut. Setiap pemimpin memiliki
kecenderungan yang berbeda-beda dalam gaya kepemimpinan. Ada yang
cenderung pada penyelesaian pekerjaan, namun juga ada yang lebih kepada
membangun relasi sosial.
Adapun gaya-gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut
a. Gaya kepemimpinan otokratis
Gaya otokratis ini ditandai dengan adanya petunjuk yang sangat banyak sekali
yang berasal dari pemimpin dan tidak ada satupun peran para anak buah dalam
merencanakan dan sekaligus mengambil suatu keputusan. Gaya kepemimpinan
otokratis ini akan menentukan sendiri keputusan, peran, bagaimana, kapan dan
bilamana secara sepihak.
b. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah suatu kemampuan dalam
mempengaruh orang lain agar dapat bersedia untuk bekerja sama dalam mencapai
tujuan yang sudah ditetapkan dengan berbagai cara atau kegiatan yang dapat
dilakukan dimana ditentukan bersama antara bawahan dan pimpinan.Gaya
tersebut terkadang disebut sebagai gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak
buah, kepemimpinan dengan adanya kesederajatan, kepemimpinan partisipatif
merumuskan suatu tindakan putusan bersama. Adapun ciri-ciri dari gaya
kepemimpinan demokratis ini yaitu memiliki wewenang pemimpin yang tidak
mutlah, pimpinan bersedia dalam melimpahkan sebagian wewenang kepada
bawahan, kebijakan dan keputusan itu dibuat bersama antara bawahan dan
pimpinan, komunikasi dapat berlangsung dua arah dimana pimpinan ke bawahan
dan begitupun sebaliknya, pengawasan terhadap (sikap, perbuatan, tingkah laku
atau kegiatan) kepada bawahan dilakukan dengan wajar, prakarsa bisa datang dari
bawahan atau pimpinan, bawahan memiliki banyak kesempatan dalam
menyampaikan saran atau pendapat dan tugas-tugas yang diberikan kepada
bawahan bersifat permintaan dengan mengenyampingkan sifat instruksi, dan
pimpinan akan memperhatikan dalam bertindak dan bersikap untuk memunculkan
saling percaya dan saling menghormati.
c. Gaya kepemimpinan delegatif
Gaya kepemimpinan delegatif memiliki ciri-ciri yaitu pemimpin akan jarang
dalam memberikan arahan, pembuat keputusan diserahkan kepada bawahan, dan
anggota organisasi tersebut diharapkan bisa menyelesaikan segala
permasalahannya sendiri. Gaya kepemimpinan delegatif ini memiliki ciri khas
dari perilaku pemimpin didalam melakukan tugasnya sebagai pemimpin.
d. Gaya kepemimpinan birokratis.
Gaya kepemimpinan birokratis ini dilukiskan dengan pernyataan “Memimpin
berdasarkan adanya peraturan”.Perilaku memimpin yang ditandai dengan adanya
keketatan pelaksanaan suatu prosedur yang telah berlaku untuk pemimpin dan
keputusan itu berdasarkan dari aturan yang telah berlaku dan tidak ada lagi
fleksibilitas. Segala kegiatan mesti terpusat pada pemimpin dan sedikit saja
diberikan kebebasan kepada orang lain dalam berkreasi dan bertindak, itupun tak
boleh melepaskan diri dari ketentuan yang sudah berlaku. Adapun beberapa ciri
gaya kepemimpinan birokratis ialah Pimpinan akan menentukan segala keputusan
yang berhubungan dengan seluruh pekerjaan dan akan memerintahkan semua
bawahan untuk bisa melaksanakannya; Pemimpin akan menentukan semua
standar tentang bagaimana bawahan akan melakukan tugas; Adanya sanksi yang
sangat jelas kalau seorang bawahan tidak bisa menjalankan tugas sesuai dengan
standar kinerja yang sudah ditentukan.
e. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya ini akan mendorong kemampuan anggota dalam mengambil inisiatif.
Kurang interaksi dan kontrol yang telah dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya
tersebut hanya dapat berjalan jika bawahan mampu memperlihatkan tingkat
kompetensi dan keyakinan dalam mengejar tujuan dan sasaran yangcukup
tinggi.Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali dalam
menggunakan kekuasaannya atau sama sekali telah membiarkan anak buahnya
untuk berbuat dalam sesuka hatinya. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez
Faire adalah Bawahan akan diberikan kelonggaran atau fleksibelitas dalam
menjalankan tugas-tugasnya, tetapi dengan hati-hati diberikan batasan serta
berbagai macam prosedur; Bawahan yang sudah berhasil dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya akan diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya suatu
sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan; Hubungan
manajer akan bertindak cukup baik; Manajer akan menyampaikan berbagai
macam peraturan yang berhubungan dengan tugas-tugas atau perintah, dan
sebaliknya para bawahan akan diberikan kebebasan dalam memberikan
pendapatannya.
f. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang telah memusatkan segala keputusan dan
kebijakan yang ingin diambil dari dirinya sendiri dengan secara penuh. Segala
pembagian tugas dan tanggung jawab akan dipegang oleh si pemimpin yang
bergaya otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya sekedar melaksanakan
tugas yang sudah diberikan.Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya mengarah
kepada tugas. Artinya dengan adanya tugas yang telah diberikan oleh suatu
lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini mesti
diproyeksikan dalam bagaimana ia dalam memerintah kepada bawahannya agar
mendapatkan kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik.
g. Gaya Kepemimpinan Karismatis
Kelebihan dari gaya kepemimpinan karismatis ini ialah mampu menarik orang.
Mereka akan terpesona dengan cara berbicaranya yang akan membangkitkan
semangat. Biasanya pemimpin dengan memiliki gaya kepribadian ini akan
visionaris. Mereka sangat menyenangi akan perubahan dan adanya
tantangan.Mungkin, kelemahan terbesar dari tipe kepemimpinan model ini dapat
di analogikan dengan peribahasa Tong Kosong yang Nyaring Bunyinya. Mereka
hanya mampu menarik orang untuk bisa datang kepada mereka. Setelah beberapa
ketidak-konsisten-an. Apa yang telah diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika
diminta dalam pertanggungjawabannya, si pemimpin akan senantiasa memberikan
alasan, permintaan maaf, dan janji.
h. Gaya Kepemimpinan Diplomatis
Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini terdapat di penempatan
perspektifnya. Banyak orang seringkali selalu melihat dari satu sisi, yaitu pada sisi
keuntungan dirinya.Sisanya, melihat dari sisi keuntungan pada lawannya.Hanya
pemimpin dengan mengguanakan kepribadian putih ini yang hanya bisa melihat
kedua sisi, dengan jelas.Apa yang dapat menguntungkan dirinya, dan juga dapat
menguntungkan lawannya.Kesabaran dan kepasifan merupakan kelemahan
pemimpin dengan menggunakan gaya diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat
begitu sabar dan sanggup dalam menerima tekanan.
i. Gaya Kepemiminan Moralis
Kelebihan dari gaya kepemimpinan moralis seperti ini ialah pada umumnya
Mereka hangat dan sopan untuk semua orang. Mereka mempunyai empati yang
tinggi terhadap segala permasalahan dari para bawahannya, juga sabar, murah hati
Segala bentuk kebajikan-kebajikan ada dalam diri pemimpin tersebut. Orang –
orang akan datang karena kehangatannya terlepas dari semua kekurangannya.
Kelemahan dari pemimpinan seperti ini ialah emosinya.Rata-rata orang seperti ini
sangatlah tidak stabil, terkadang dapat tampak sedih dan sangat mengerikan,
j. Gaya kepemimpinan analitis (Analytical)
Dalam gaya kepemimpinan tipe ini, biasanya untuk pembuatan keputusan
didasarkan pada suatu proses analisis, terutama analisis logika dari setiap
informasi yang didapatkan. Gaya ini akan berorientasi pada hasil dan akan lebih
menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka panjang.
k. Gaya kemimpinan asertif (Assertive).
Gaya kepemimpinan ini bersifat lebih agresif dan memiliki perhatian yang
sangat begitu besar pada suatu pengendalian personal dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan yang lainnya. Pemimpin tipe asertif lebih terbuka didalam konflik
dan kritik. Setiap Pengambilan keputusan muncul dari suatu proses argumentasi
dengan adanya beberapa sudut pandang sehingga muncullah kesimpulan yang
memuaskan.
l. Gaya Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan visioner, merupakan pola kepemimpinan yang ditujukan untuk
bisa memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dijalankan secara
bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberikan arahan dan makna
pada suatu kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkandengan visi yang jelas.
m. Gaya Kepemimpinan Situasional
bahwa suatu gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan dapat berbeda-beda,
tergantung dari seperti apa tingkat kesiapan para pengikutnya.Pemahaman
fundamen dari teori kepemimpinan situasional ialah mengenai tidak adanya gaya
kepemimpinan yang paling terbaik. Kepemimpinan yang efektif ialah bergantung
dari relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu dapat
mengadaptasi gaya kepemimpinan yang sangat tepat.
3.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan
Menurut Tannenbaum dan Schmidt (2002:30) terdapat beberbagai faktor
yang mempengaruhi seorang pimpinan memiliki suatu gaya kepemimpinan, yaitu:
a. Karakteristik Pemimpin
Cara seorang pemimpin dalam memimpin banyak dipengaruhi oleh latar
belakang pendidikannya, pengalaman masa lalunya, nilai-nilai yang dianutnya,
dan sebagainya.
b. Karakteristis Bawahan
Seorang pemimpin akan memberi kebebasan dan mengikutsertakan
bawahannya dalam pengambilan keputusan apabila bawahan dianggap cukup
berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang memadai untuk mengatasi
masalah secara efektif.
3.2 Disiplin Kerja
3.2.1 Pengertian Disiplin Kerja
Badan Kepegawaian Daerah Provsu menyadari pentingnya kedisiplinan
sadar dengan adanya kedisiplinan pegawai maka semua pekerjaan dapat selesai
pada waktunya. Suatu perkantoran yang baik selalu mempunyai aturan internal
dalam rangka meningkatkan kinerja dan profesionalisme, budaya organisasi
maupun kebersamaan, kehormatan, dan kredebilitas perkantoran serta untuk
menjamin tetap terpeliharanya tata tertib malam pelaksanakan tugas sesuai tujuan,
peran, fungsi, wewenang dan tanggung jawab institusi tersebut. Salah satu
peranan pegawai adalah dengan melaksanakan disiplin kerja yang berkaitan
dengan kemampuan yang dimiliki pegawai tersebut. Kemampuan pegawai
terbentuk dari pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh baik dari lembaga
formal bersifat umum (SD sampai Perguruan Tinggi) dan bersifat nin formal
(kursus, seminar, dan lain-lain).
Organisasi yang berjalan optimal tidak dapat dikaitkan sepenuhnya hanya
pada kebutuhan ekonomi saja, karena pada kenyataannya faktor disiplin kerja
mempunyai peranan yang tidak kalah penting untuk membentuk seseorang
mempunyai tanggung jawab dalam berkerja. Dengan memiliki pengetahuan dan
keterampilan itu pegawai diharapkan mengetahui, memahami, melaksanakan dan
mematuhi segala aturan dan norma-norma dalam lingkungan kerja sebagai sistem
organisasi pegawai negeri serta metode-metode tertentu dalam menyelesaikan
sebuah pekerjaan atau tugas-tugasnya sehari-hari dengan baik yang akhirnya dapat
memenuhi tujuan organisasi yang diharapkan. Tindakan pendisiplinan juga
hendaknya mempunyai sasaran yang positif, bersifat mendidik dan mengoreksi,
bukan tindakan negatif yang menjatuhkan pegawai yang kurang disiplin. Disiplin
yang baik pada hakekatnya akan tumbuh dan terpancar dari hasil kesadaran
menghasilkan disiplin yang lemah dan tidak bertahan lama. Umumnya disiplin
kerja dapat terlihat apabila pegawai datang kekantor teratur dan tepat waktu, jika
mereka berpakaian rapi di tempat kerja, jika mereka menggunaka perlengkapan
kantor dengan hati-hati, jika mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan
dengan mengikuti cara kerja yang telah ditentukan oleh kantor atau instansi. Jadi,
kedisplinan kunci keberhasilan suatu kantor dalam mencapai tujuannya.
Adapun pengertian disiplin kerja dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1949 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok kepegawaian bahawa “peraturan disiplin adalah suatu peraturan
yang membuat keharusan, larangan, dan sanksi, apabila keharusan tidak dituruti
atau larangan dilanggar. Untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan
tugas maka dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan pidana diadakan disiplin pegawai negeri sipil” . Menurut
sastrohadiwiryo (2002: 291) disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap
menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang
berlaku, baik yang tertulis maumpun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya
dan tidak mengelak menerima sanksi-sanksinya apapbila ia melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan kepadannya. Itu artinya disiplin kerja adalah sikap para
pegawai untuk berperilaku sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dimana
dia bekerja. (Buhler, 2007:216-218) disiplin benar-benar memainkan peran
penting dalam membentuk tingkah laku. Tanpa disiplin yang baik sulit bagi
organisasi mencapai hasil yang optimal (Fathoni, 2006:172). Disiplin sangat
berkaitan dengan kewenangan, karena apabila kewenangan tidak dijalankan
yang diharapkan (Fathoni, 2006:6). Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau
sikap hormat yang ada pada pegawai atau karyawan terhadap peraturan-peraturan
yang ditetapkan oleh perusaaan. (Sutrisno, 2009:89).
Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja
adalah suatu kemampuan yang akan berkembang dalam kehidupan kesehariannya
seseorang atau kelompok (organisasi, kantor, dan instansi) dalam bertaat azas,
peraturan, norma-norma, dan perundang-undangan untuk melakukan nilai-nilai
kaida tertentu dan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh mereka dalam bekerja.
3.2.2 Macam-Macam Disiplin Kerja
Mangkunegara (2001:129) mengutarakan macam-macam displin kerja
dalam organisasi, yaitu yang bersifat preventif dan bersifat korektif:
a. Disiplin Preventif
Pendekatan yang bersifat preventif adalah tindakan yang mendorong para
pegawai untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi
standar yang ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola
sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi
diusahakan pencegahan jangan sampai para pegawai berprilaku negatif.
Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif terletak pada disiplin
pribadi para pegawai organisasi. Akan tetapi agar disiplin pribadi tersebut
1. Para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki
organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang
merupakan miliknya.
2. Para pegawai perlu diberikan penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib
ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksud seyogianya
disertai informasi lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang
bersifat normatif tersebut.
3. Para pegawai didorong menentukan sendiri cara-cara pendisplinan diri dalam
kerangka ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
b. Disiplin Korektif
Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakan pegawai dalam
menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan
sesuai dengan pedoman yang berlaku pada organisasi. Pada disiplin korektif,
pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki
pegawai pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan
pelajaran bagi pelanggar. Berat atau ringannya suatu sanksi tentunya pada bobot
pelanggaran yang telah terjadi.
Pengenaan sanksi biasanya mengikuti prosedur yang sifatnya hierarki.
Artinya pengenaan sanksi diprakasai oleh atasan langsung pegawai yang
bersangkutan, diteruskan kepada pimpinan yang lebih tinggi dan keputusan akhir
diambil oleh pejabat pimpinan yang berwenang. Pendisiplinan dilakukan secara
dimulai dari yang paling ringan hingga yang paling terberat. Misalnya dengan
peringatan lisan, pernyataan ketidakpuasan oleh atasan langsung, penundaan
kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan,
pemberhentian sementara, pemberhentian atas permintaan sendiri,
pemberhentiaan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, pemberhentiaan
tidak dengan hormat.
3.2.3 Prinsip-Prinsip Disiplin Kerja
Husein (2000:39) berpendapat bahwa seorang pegawai yang dianggap
melaksanakan prinsip-prinsip disiplin kerja apabila ia melaksanakan hal-hal
sebagai berikut :
1. Hadir di tempat kerja sebelum waktu mulai bekerja.
2. Bekerja sesuai dengan prosedur maupun aturan kerja dan peraturan organisasi.
3. Patuh dan taat kepada saran maupun perintah atasan.
4. Ruang kerja dan perlengkapan selalu dijaga dengan bersih dan rapih.
5. Menggunakan peralatan kerja dengan efektif dan efisien.
6. Menggunakan jam istirahat tepat waktu dan meninggalkan tempat setelah lewat
jam kerja.
7. Tidak pernah menunjukkan sikap malas kerja.
8. Selama kerja tidak pernah absen/tidak masuk kerja dengan alasan yang tidak
tepat, dan hampir tidak pernah absen karena sakit.
Husein (2009:599) terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin
1. Disiplin Retribusi (Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang
yang berbuat salah.
2. Disiplin Korektif (Corrective Disicipline), yaitu berusaha membantu karyawan
mengoreksi perilakunya yang tidak tepat.
3. Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), yaitu berusaha
melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.
4. Perspektif Utilitarian (Utilitarian Perspective), yaitu berfokus kepada
penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan
disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya.
3.2.4 Peranan Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin Kerja Pegawai
Salah satu unsur penting kepemimpinan dalam kaitannya terhadap Disiplin
Kerja pegawai adalah gaya kepemimpinan (cara pemimpin untuk mempengaruhi
bawahannya). Menurut Stoner Koontz, dkk (2001:144) gaya kepemimpinan dapat
digolongkan berdasarkan cara si pemimpin menggunakan kekuasaannya. Dengan
demikian terdapat 3 gaya kepemimpinan: Gaya kepemimpinan Otokratik, Gaya
kepemimpinan Demokratik atau Partisipatif, Gaya kepemimpinan Free Rein.
Gaya kepemimpinan Otokratik adalah Pemimpin dipandang sebagai orang yang
memberi perintah dan dapat menuntut, keputusan ada di tangan pemimpin. Gaya
kepemimpinan Demokratik atau Partisipatif yaitu Pemimpin dipandang sebagai
orang yang tidak akan melakukan suatu kegiatan tanpa mengkonsultasikan
terlebih dahulu pada bawahannya. Pemimpin di sini mengikutsertakan pendapat
Pemimpin hanya menggunakan sedikit kekuasaan dan memberi banyak kebebasan
kepada bawahan untuk melakukan kegiatan.
Gaya kepemimpinan Demokratik atau Partisipatif memilik peranan yang
positif terhadap disiplin kerja pegawai. Dimana khususnya dalam pelaksanaan
kedisilplinan pegawai, kepala Badan Kepegawaian Daerah Provsu yang tidak
akan melakukan suatu kegiatan tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu pada
bawahannya. Yang artinya: pimpinan akan mendengarkan dan menilai
pegawainya dan menerima opini pemikiran mereka.
Berdasarkan pengamatan penulis, pemimpin pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan disiplin kerja yang baik, dan
pemimpinnya juga sudah menempatkan gaya kepemimpinan yang tepat pada
bawahannya. Hal tersebut terlihat dari ketepatan hadir saat masuk kerja,
mengikuti apel sesuai waktu yang telah di tetapkan, menerima pendapat/ saran
dari orang lain, mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi,
3.3 Distribusi Jawaban Responden
Tabel 3.1
Gaya Kepemimpinan
13. Pimpinan saya
Sumber : Hasil pengelolahan data, 2016
1. Terdapat 2 (13,3%) orang pegawai yang tidak setuju bahwa Pemimpin sering
menekankan pentingnya tugas. Selain itu terdapat 10 (66,6%) orang yang
netral. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat menentukan
pemimpin mereka sering menekankan pentingnya tugas.
2. Terdapat 1 (6,6%) orang pegawai yang sangat tidak setuju bahwa Pimpinan
mempengaruhi cara pandang untuk menyelesaikan masalah pekerjaan. terdapat
1 (6,6%) orang yang tidak setuju, terdapat 6 (40%) orang yang netral, Selain itu
terdapat 7 (46,6) orang yang setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas
pegawai setuju bahwa Pimpinan mereka mempengaruhi cara pandang mereka
untuk menyelesaikan masalah pekerjaan.
3. Terdapat 8 (53,3%) orang pegawai yang netral bahwa Pemimpin
mengkomunikasikan tujuan bagi pegawai untuk mencapai sesuatu dengan cara
mereka sendiri. Selain itu terdapat 7 (46,66%) orang yang setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat menentukan Pemimpin
mengkomunikasikan tujuan bagi pegawai untuk mencapai sesuatu dengan cara
mereka sendiri.
4. Terdapat 5 (33,3%) orang pegawai yang netral bahwa Pemimpin menghargai
dan memuji para karyawan yang kinerjanya bagus. terdapat 9 (60%) orang
yang setuju, terdapat 1 (6,6%) orang yang sangat setuju. Hal ini menunjukkan
bahwa mayoritas pegawai setuju bahwa Pemimpin menghargai dan memuji
para karyawan yang kinerjanya bagus.
5. Terdapat 6 (40%) orang pegawai yang netral bahwa Hubungan antara atasan
setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai setuju bahwa Hubungan
antara atasan dengan bawahan di tempatbekerja sangat dekat.
6. Terdapat 5 (33,3%) orang pegawai yang netral bahwa Adanya suasana
kekeluargaan di tempat merekabekerja. terdapat 9 (60%) orang yang setuju,
selain itu terdapat 1 (6,66%) orang yang sangat setuju. Hal ini menunjukkan
bahwa mayoritas pegawai setuju bahwa Adanya suasana kekeluargaan di
tempat merekabekerja.
7. Terdapat 9 (60%) orang pegawai yang netral bahwa Adanya saling percaya
antara atasan, bawahan dan rekan kerja seprofesi. terdapat 6 (40%) orang yang
setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas tidak dapat menentukan pegawai
Adanya saling percaya antara atasan, bawahan dan rekan kerja seprofesi.
8. Terdapat 6 (40%) orang pegawai yang netral bahwa Pimpinan di tempat
mereka bekerjamenghargai gagasan bawahan. terdapat 9 (60%) orang yang
setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai setuju bahwa Pimpinan
di tempat mereka bekerjamenghargai gagasan bawahan.
9. Terdapat 6 (40%) orang pegawai yang netral bahwa Pemimpin meminta
mereka melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. terdapat 9 (60%) orang
yang setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai setuju bahwa
Pemimpin meminta mereka melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
10. Terdapat 9 (60%) orang pegawai yang netral bahwa Pimpinan di tempat
mereka bekerja mampu berkomunikasi dengan bawahan secara efektif. terdapat
6 (40%) orang yang setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai
tidak dapat menuntukan bahwa Pimpinan di tempat mereka bekerja mampu
11. Terdapat 8 (53,3%) orang pegawai yang netral bahwa Pimpinan di tempat
mereka bekerja, selalu memberikan arahan dalam mengerjakan tugas yang
benar. terdapat 7 (46,6%) orang yang setuju. Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas pegawai tidak dapat menuntukan Pimpinan di tempat mereka
bekerja, selalu memberikan arahan dalam mengerjakan tugas yang benar.
12. Terdapat 10 (66,6%) orang pegawai yang netral bahwa Pimpinan di tempat
mereka bekerja, selalu menggunakan kalimat yang baik saat berkomunikasi.
terdapat 5 (33,3%) orang yang setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas
pegawai tidak dapat menuntukan Pimpinan di tempat mereka bekerja, selalu
menggunakan kalimat yang baik saat berkomunikasi.
13. Terdapat 10 (66,6%) orang pegawai yang netral bahwa Pimpinan mereka
bertindak dengan cara menunjukkan kapasitasnya sebagai pempimpin. terdapat
5 (33,3%) orang yang setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai
tidak dapat menuntukan Pimpinan mereka bertindak dengan cara menunjukkan
kapasitasnya sebagai pempimpin.
14. Terdapat 5 (33,3%) orang pegawai yang netral bahwa Pemimpin mereka
memberikan pegawainya kesempatan untuk menyelesaikan suatu tugas dengan
cara pegawainya sendiri. terdapat 10 (66,6%) orang yang setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas pegawai setuju bahwa Pemimpin mereka
memberikan pegawainya kesempatan untuk menyelesaikan suatu tugas dengan
cara pegawainya sendiri.
15. Terdapat 8 (53,3%) orang pegawai yang netral bahwa Pemimpin mereka
Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat menuntukan
Pemimpin mereka menjelaskan misi instansi dengan jelas.
Tabel 3.2 Disiplin Kerja
No Pernyataan STS TS N S SS
dalam
jam istirahat
tepat waktu
perilaku saya
melakukan
pekerjaan saya
selalu
memperhatikan
sedetail
mungkin
pekerjaan
tersebut
66
%
66
%
6%
Sumber: Hasil pengolahan data, 2016
Berdasarkan Tabel 3.2, dapat dilihat bahwa :
1. Terdapat 6 (40%) orang pegawai yang netral bahwamereka rajin datang ke
kantor. Selain itu terdapat 9 (60%) orang yang setuju. Hal ini menunjukkan
bahwa mayoritas pegawai setuju bahwa mereka rajin datang ke kantor.
2. Terdapat 6 (40%) orang pegawai yang netral bahwa mereka datang tepat waktu
dalam bekerja. Selain itu terdapat 9 (60%) orang yang setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas pegawai setuju bahwa mereka datang tepat
waktu dalam bekerja.
3. Terdapat 9 (60%) orang pegawai yang netral bahwamereka ikut andil
memberikann kontribusi dalam setiap kegiatan. Selain itu terdapat 6 (40%)
orang yang setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat
menentukan bahwa mereka ikut andil memberikann kontribusi dalam setiap
kegiatan.
4. Terdapat 8 (53,3%) orang pegawai yang netral bahwamereka bekerja sesuai
setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat menentukan
bahwamereka bekerja sesuai dengan prosedur peraturan organisasi.
5. Terdapat 9 (60%) orang pegawai yang netral bahwaJarak tempat tinggal dan
tempat kerja tidak mempengaruhi ketepatan waktu mereka. Selain itu terdapat
6 (40%) orang yang setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai
tidak dapat menentukan bahwaJarak tempat tinggal dan tempat kerja tidak
mempengaruhi ketepatan waktu mereka.
6. Terdapat 7 (46,6%) orang pegawai yang netral bahwamereka selalu menaati
aturan yang ada dalam perusahaan. Selain itu terdapat 8 (53,3%) orang yang
setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai bahwa setuju mereka
selalu menaati aturan yang ada dalam perusahaan.
7. Terdapat 11 (73,3%) orang pegawai yang netral bahwamereka tidak pernah
menunjukkan sikap malas bekerja. Selain itu terdapat 4 (26,6%) orang yang
setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat menentukan
bahwamereka tidak pernah menunjukkan sikap malas bekerja.
8. Terdapat 10 (66,6%) orang pegawai yang netral bahwamereka menggunakan
jam istirahat tepat waktu. Selain itu terdapat 5 (33,3%) orang yang setuju. Hal
ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat menentukan
bahwamereka menggunakan jam istirahat tepat waktu.
9. Terdapat 10 (66,6%) orang pegawai yang netral bahwamereka meninggalkan
tempat setelah lewatjam kerja. Selain itu terdapat 5 (33,3%) orang yang setuju.
Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat menentukan bahwa
10. Terdapat 12 (80%) orang pegawai yang netral bahwamereka meninggalkan
tempat setelah lewatjam kerja. terdapat 2 (13,3%) setuju, selain itu terdapat 1
(6,66%) orang yang sangat setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas
pegawai tidak dapat menentukan bahwa mereka meninggalkan tempat setelah
lewatjam kerja.
11. Terdapat 9 (60%) orang pegawai yang netral bahwaHarus ada penegakan
hukum untuk memberikan efek jera bagi pegawai yang melanggar disiplin.
terdapat 5 (33,3%) setuju, selain itu terdapat 1 (6,66%) orang yang sangat
setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat menentukan
bahwa Harus ada penegakan hukum untuk memberikan efek jera bagi pegawai
yang melanggar disiplin.
12. Terdapat 8 (53,3%) orang pegawai yang netral bahwaInstansi memberlakukan
hukuman yang jelas kepada pegawai yang melakukan kesalahan. terdapat 6
(40%) setuju, selain itu terdapat 1 (6,66%) orang yang sangat setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas pegawai tidak dapat menentukan bahwa
Instansi memberlakukan hukuman yang jelas kepada pegawai yang melakukan
kesalahan.
13. Terdapat 7 (46,6%) orang pegawai yang netral bahwa mereka menggunakan
peralatan kerja dengan efektif . terdapat 7 (46,6%) setuju, selain itu terdapat 1
(6,66%) orang yang sangat setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas
pegawai seimbang menentukan bahwa mereka menggunakan peralatan kerja
dengan efektif .
14. Terdapat 7 (46,6%) orang pegawai yang netral bahwaSetiap pekerjaan yang
menunjukkan bahwa mayoritas pegawai setuju bahwa Setiap pekerjaan yang
akan dilakukan membutuhkan arahan.
15. Terdapat 7 (46,6%) orang pegawai yang netral bahwa Setiap melakukan
pekerjaan mereka selalu memperhatikan sedetail mungkin pekerjaan tersebut.
terdapat 7 (46,6%) setuju, selain itu terdapat 1 (6,66%) orang yang sangat
setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai seimbang menentukan
bahwa Setiap melakukan pekerjaan saya selalu memperhatikan sedetail
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil peneltian mengenai peranan gaya kepemimpinan
terhadap disiplin kerja pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provsu sebagai
berikut : uraian pada bab-bab terdahulu yang bersumber pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sumatera Utara, maumpun teori-terori yang di dapat oleh penulis,
penulis dapat mengambil kesimpulan:
1. Pimpinan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah
pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan Demokratis, hal ini terlihat
dari Pemimpin yang berkonsultasi kepada anak buahnya dalam merumuskan
suatu tindakan putusan bersama.
2.Pimpinan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara,
memegang peranan penting dalam menentukan kemajuan instansi serta dalam
meningkatkan kesiplinan kerja pegawai.
3. Pemberian balas jasa dan sanksi dari pimpinan masih kurang memotivasi
pegawai dalam memajukan kemajuan instansi
4.2 Saran
Pada penulisan Tugas Akhir ini, penulis ingin memberikan beberapa saran
yang mungkin dapat menjadi bahan pertimbangan bagi instansi Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara.Adapun saran-saran tersebut
1. Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara, harus dapat
mempertahankan gaya kepemimpinan dengan cara pimpinan meminta
pendapat, saran, dan kritik kepada pegawai dalam mengambil keputusan,
memberikan motivasi kepada pegawai agar disiplin kerja pegawai dapat
meningkat.
2. Untuk lebih meningkatkan disiplin kerja yang lebih baik dalam berkerja,
pimpinan perlu memberikan pengarahan yang baik kepada bawahannya
melalui pertemuan-pertemuan rutin/berkala agar terbina hubungan yang
harmonis antara atasan dengan bawahan dan juga agar pegawai dapat lebih
mengerti dam memahami tanggung-jawab yang harus dikerjakan serta
memberikan penghargaan dan evaluasi prestasi lebih objektif,adil, dan akurat.
Hal ini di anggap perlu karena pegawai yang disiplin akan dapat bekerja lebih
maksimal dan ini juga dapat meningkatkan keefesien dan keefektivan kerja
dalam bekerja.
3. Untuk Setiap dalam pengambilan keputusan hendaknya pimpinan lebih sering
meminta saran dan masukan dari bawahan serta kritikan untuk memajukan