1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Refugees are among the most vulnerable people in the world.1
Banyakanya permasalahan mengenai keberadaan pengungsi internasional bukan merupakan fakta baru dalam dunia internasional. Pengungsi internasional merupakan sekelompok orang yang memiliki kehidupan tidak menetap (statelees). Para pengungsi ini memutuskan untuk meninggalkan negaranya dengan dalih bahwa mereka takut hidup di negara asal.
Menurut Prasetyo Hadi Purwandoko pengungsi dibagi menjadi dua yaitu pengungsi akibat bencana alam dan pengungsi akibat bencana manusia, dalam hal dua pengungsi yang diatur oleh perjanjian Internasional atau Refugee International adalah pengungsi bencana manusia yaitu dikarenakan tindakan tindakan yang membutuhkan suaka dari negara lain.
Hukum pengungsi internasional sudah dikenal lama oleh masyarakat dunia. Melalui kebiasaan internasional penyelesaian mengenai pengungsi internasional merupakan alternatif yang digunakan oleh masyarakat internasional. Namun seiring berjalannya waktu pada saat
1 UNCHR,
2
perang dunia ke II lahirlah kodifikasi kebiasaan internasional menjadi bentuk konvensi hukum status pengungsi.
Namun seiring perkembangan waktu dibentuklah sebuah konvensi yang disebut The Convention Relating to the Status of Refugees 1951 yang selanjutnya disebut The 1951 Refugee Convention and 1967 Protocol.
Pemberlakuan konvensi ini tidak dapat diterapkan di seluruh negara yang ada di dunia, alasannya adalah setiap negara memiliki prinsip free consent. Prinsip ini kemudian didukung dengan adanya aliran negara yaitu civil law
dan common law dimana negara tersebut dalam prakteknya untuk
menerima sebuah perjanjian menggunakan teori monisme atau dualisme. Dalam kedua teori tersebut menjelaskan kedudukan dari hukum internasional dalam hukum nasional.
Adapun jumlah pengungsi yang ada di Indonesia mencapai Catatan jumlah pengungsi di Indonesia di tahun ini (2017) yaitu sekitar Sampai dengan akhir Maret 2017, sebanyak 6,191 pencari suaka terdaftar di UNHCR Jakarta secara kumulatif dari Afghanistan (42%) dan Somalia (14%). Sementara sejumlah 8,279 pengungsi terdaftar di UNHCR Jakarta dari Afghanistan (57%), Myanmar (10%), dan Somalia (7%). 2 Dalam penulisan ini penulis tidak akan fokus terhadap kasus hukum yang telah dipaparkan yaitu mengenai status pengungsi rohingnya akan tetapi kasus hukum tersebut merupakan bagian kecil dari bahan penelitian penulis untuk menjawab pokok permasalahan yang sebenarnya. Isu hukum yang diambil dari kasus diatas adalah kedudukan hukum internasional dan
2
3
hukum nasional yang seperti apa yang harus diterapkan?. Maka penulis akan membahas mengenai perjanjian internasional
Perjanjian Internasional merupakan Hukum Internasional yang memuat kaidah atau norma-norma yang berfungsi untuk menstabilkan kehidupan lintas negara. Definisi Perjanjian Internasional “An
International agreement concluded between States in written form and
governed by international law, whether embodied in a single instrument or
in two or more related instruments and whatever its particular
designation”. 3
Menurut G. Schwarzenbergern Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek Hukum Internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam Hukum Internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Perjanjian Internasional adalah perjanjian antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat hukum tertentu.
Berdasarkan The 1951 Refugee Convention and 1967 Protocol
Indonesia belum meratifikasi perjanjian ini.4 Akan tetapi Indonesia bekerjasama dengan organisasi internasional yaitu UNHCR (United
Nations High Comissioner Human for Refugee) merupakan organisasi
yang diberi mandat untuk membantu dan mengawasi pengungsi internasional. Serta menyerahkan penanganan pengungsi kepada UNCHR oleh karenanya indonesia tidak memiliki kewenangan untuk menentukan
3 Artikel 2 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969
4
Chapter V – Refugees and Stateless Persons". United Nations Treaty Series. 22 July 2013. Diakses tanggal 11 Februari 2017.
4
apakah sekelompok orang yang meminta status pengungsi dikatakan sebagai pengungsi.5 Lalu bagaimana pihak ketiga (indonesia) yang tidak meratifikasi perjanjian tersebut. Bukankah suatu negara juga harus mementingkan kepentingan nasional?. Dan sebuah perjanjian juga harus memandang free consent bagi suatu negara.
Namun sebelumnya dalam Perjanjian Internasional dikenal dengan sifat dari Perjanjian Internasional yaitu Treaty Contract dan Law Making
Treaty. Jenis dari treaty contract contohnya adalah perjanjian bilateral
antara Inggris dan Amerika dimana negara-negara yang melewati selat wajib tunduk pada konvensi mengenai perairan yang disepakati oleh kedua negara, sedangkan law-making treaty adalah Konvensi Wina 1969, Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982), Piagam PBB 1945, Konvensi Palang Merah 1949.6
Bagaimana mengenai The 1951 Refugee Convention and 1967
Protocol apakah konvensi ini bersifat law making treaty, bila dilihat
bahwa konvensi ini bukanlah perjanjian bilateral melainkan perjanjian multilateral yang jumlah negara yang meratifikasi terdapat 140 negara. Dalam konvensi ini mengandung general principles yang diakui oleh masyarakat internasional sehingga negara yang bukan peserta dari konvensi ini tetap terikat. Sehingga Indonesia secara normatif merupakan non peserta dalam konvensi tersebut tetapi Indonesia memiliki kewajiban untuk melaksanakan ketertiban dunia.
5
Wagiman,Hukum Pengungsi Internasional,Jakarta, 2012, h. 128
6 Jawahir Thontowi, Hukum Internasional dan Hubungungan Internasional, Yogyakarta,
5
Seperti yang telah dibahas dalam paragraf sebelumnya bahwa Indonesia mempersilahkan UNCHR merupakan organisasi internasional PBB dibidang pengungsi, dengan demikian secara tidak langsung Indonesia merespon terhadap konvensi tersebut. Tidak hanya itu saja Indonesia bahkan mengadopsi dalam Pasal 28G UUD berbunyi :
“setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”
Maka dengan demikian penulis memberikan argumentasi bahwa konvensi status merupakan perjanjian yang bersifat law making treaty
dimana Indonesia wajib menaati konvensi status pengungsi berdasarkan
general principles yang ada dalam konvensi tersebut.
Oleh sebab itu, kajian mengenai konsep law-making treaty dan akibat hukumnya dalam The 1951 Convention Refugee and 1967 Protocol bagi negara ketiga menjadi layak untuk diteliti melalui penelitian hukum ini. Dengan judul “INDONESIA DAN THE 1951 REFUGEE
CONVENTION – STUDI TENTANG KETERIKATAN NEGARA
PADA PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG MEMILIKI
KARAKTERISTIK LAW MAKING TREATY” adalah judul yang
dipilih secara tepat untuk menggambarkan substansi dari penelitian ini.
B.
Rumusan Masalah
6
1. Apakah The 1951 Refugee Convention and 1967 Protocol dapat dikatakan sebagai Law Making Treaty?
2. Bagaimana hak dan kewajiban Indonesia terhadap pengungsi apabila dikaitkan dengan norma-norma dalam The 1951 Refugee
Convention and 1967 Protocol?
C.
Tujuan
Dalam suatu kegiatan penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak di capai. Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai (the goal
of the research) oleh Penulis yaitu :
1. Mendeskripsikan karakteristik dari law-making treaty dalam hukum internasional yaitu The 1951 Refugee Convention and 1967 Protocol
2. Menemukan hak dan kewajiban Indonesia terhadap pengungsi yang dikaitkan dengan norma-norma dalam The 1951 Refugee Convention and 1967 Protocol.
D.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat menambah pengembangan wawasan dan memberi konstribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu Hukum khususnya Hukum Internasional
7
Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis yang berkaitan dengan penegakan hukum positif yang berlaku di Negara yang ada di dunia
3. Hasil penulisan penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian – penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
E.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis terdiri dari jenis penelitian, metode pendekatan, dan jenis bahan hukum yang digunakan
1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normatif.7 Merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang diteliti. Metode yang kedua adalah menggunakan metode eksploratif merupakan penelitian mencoba membuka wawasan terhadap suatu hal yang belum pernah diteliti sebelumnya dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai gejala tertentu, penelitian ini juga digunakan untuk mendapatkan ide-ide baru mengenai masalah yang diteliti, atau bahkan belum sama sekali ada .8
7 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jawa Timur:
Bayumedia Publishing, 2009, hal. 45.
8 Amirudin, dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2006, Jakarta: Raja
8
2.
Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Pendekatan Perundang-undangan
Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang ditangani.9 Dalam hal ini undang-undang yang bersangkutan dengan kajian penulisan skripsi adalah :
1. Vienna Convention On The Law Of Treaties 1969
2. The 1951 Refugee Convention and 1967 Protocol
3. Undang-Undang Dasar 1945
4. Universal Declaration of Human Rights
5. Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961
6. Vienna Convention on Consular Relations 1963
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 8. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
9. Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri
9
b. Pendekatan Konseptual
Pendekatan konseptual (conceptual approach) merupakan pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.10
3.
Jenis Bahan Hukum
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autiritatif yang artinya memiliki otoritas.11 Yang terdiri dari perundang undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.Peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah:
1. Vienna Convention On The Law Of Treaties 1969
2. The 1951 Refugee Convention and 1967 Protocol
3. Undang-Undang Dasar 1945
4. Universal Declaration of Human Rights
5. Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961
6. Vienna Convention on Consular Relations 1963
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 8. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
10
Ibid, hal. 136.
10
9. Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri
b. Bahan Hukum Sekunder
Berupa buku-buku yang akan menunjang dan memberi informasi mengenai bahan hukum primer seperti jurnal internasional dan website organisasi internasional
F.
Sistematika Penulisan
Agar lebih mudah dalam memahami hasil penelitian dan pembahasan yang tertuang dalam skripsi ini, maka dibagi kedalam sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan uraian orientasi tentang penelitian yang akan dilakukan meliputi hakikat permasalah apa yang diangkat dan dianggap sebagai problematik atau difficulties, exsisting
knowledge, serta tesis/argument yang dipertahankan untuk
menjawab permasalahan12 yang menjadi penelitian. Uraian tersebut kemudian dituangkan menjadi: (1) Latar Belakang Masalah; (2)
12
11
Rumusan Masalah; (3) Tujuan Penelitian; (4) Manfaat penelitian; (5) Metode Penelitian: (6) Sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisikan uraian pembahasan mengenai teori perjanjian internasional secara umum. Adapun kajian pustaka membahas mengenai teori monisme-dualisme, hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional, membahas mengenai teori inkorporasi dan transformasi serta jenis jenis perjanjian internasional
BAB III: PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisikan uraian pembahasan atau analisis terhadap permasalahan penelitian yang merupakan legal analysis yang memuat teori - teori tekait dengan masalah yang diteliti, serta jawaban terhadap seluruh pertanyaan penelitian yang terdapat dalam perumusan masalah.13 Kemuadian seluruh uraian dalam bab ini akan dibagi kedalam sub-bab dan anak sub-bab.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini berisikan pernyataan yang berupa jawaban praktis terhadap permasalahan dalam penelitian yang diurakan dalam sebuah kesimpulan dan saran.14
13 Ibid.