• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tato sebagai Simbol Identitas Wanita di Komunitas Salatiga Seni Radjah T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tato sebagai Simbol Identitas Wanita di Komunitas Salatiga Seni Radjah T1 BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi

Pengertian komunikasi secara umum (Effendy, 1992:3) dapat dilihat dari dua sebagai:

1. Pengertian komunikasi secara etimologis

Komunikasi berasal dari bahasa Latin communication, dan bersumber juga dari kata communis yang artinya sama, dalam arti kata sama makna. Jadi

komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.

2. Pengertian komunikasi secara terminologis

Komunikasi yang berarti penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

Komunikasi menurut beberapa ahli diantaranya adalah menurut Hargie (2004), komunikasi didefinisikan sebagai “proses di mana suatu ide dialihkan dari

sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk merubah tingkah laku mereka”. Sedangkan menurut Muhammad (2005:5) Komunikasi didefinisikan

(2)

8

Dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses pengiriman dan penyampaian pesan baik berupa verbal maupun non verbal oleh seseorang kepada

orang lain untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui media. Komunikasi yang baik harus disertai dengan

adanya jalinan pengertian antara kedua belah pihak (pengirim dan penerima), sehingga yang dikomunikasikan dapat dimengerti dan dilaksanakan.

Komunikasi Efektif

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau

perasaan seseorang kepada orang lain. Proses komunikasi ditujukan untuk menciptakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif mensyaratkan adanya pertukaran informasi dan kesamaan makna antara komunikator dan komunikan.

Seseorang berkomunikasi dengan orang lain dikatakan efektif menurut. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1996 : 23-28) setidak-tidaknya menimbulkan lima hal, yaitu:

1. Pengertian

Yaitu penerimaan yang cermat atas kandungan rangsangan seperti yang

dimaksudkan oleh pengirim pesan. Dalam hal ini komunikator dinyatakan efektif bila komunikan memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikan komunikator.

(3)

9

Efektifitas komunikasi berkaitan langsung dengan perasaan senang antara komunikator-komunikan

3. Mempengaruhi sikap komunikan

Tindakan mempengaruhi orang lain merupakan bagian dari kehidupan

sehari-hari. Dalam berbagai situasi individu berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain paham akan pesan yang disampaikan.

4. Hubungan sosial yang lebih baik

Kegagalan dalam berkomunikasi muncul karena gangguan dalam hubungan insani yang berasal dari kesalahpahaman, ketika pesan tidak dipahami secara

cermat.

5. Komunikan melakukan tindakan yang diingini oleh komunikator Mc Cosky dan Knap (dalam Effendy, 2001:64) dalam bukunya yang berjudul “An Art to An

Interpersonal Communication” mengatakan bahwa komunikasi yang efektif

dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi

derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap situasi.

Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi secara efektif. Ada banyak

hambatan yang bisa merusak komunikasi. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang melakukan komunikasi yang sebenarbenarnya efektif. Komunikasi efektif merupakan salah satu keahlian

(4)

10

masyarakat (public relations), periklanan, penyiaran, jurnalistik dan lainnya dituntut untuk menciptakan komunikasi yang efektif agar tercapai tujuan yang diharapkan.

2.2 Komunikasi sebagai Aktivitas Simbolik

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan

menggunakan lambang atau simbol. Pesan atau message merupakan seperangkat simbol yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber atau

komunikator. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan sekelompok orang (Riswandi, 2009:25). Lambang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a. Sembarangan, mana suka, dan sewenang-wenang. Artinya, apa saja bisa dijadikan lambang, tergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata, isyarat

anggota tubuh, tempat tinggal, jabatan, hewan, peristiwa, gedung, bungi, waktu, dan sebagainya bisa dijadikan lambang.

b. Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna, akan tetapi manusialah yang

memberinya makna. Makna sebenarnya dari lambang ada dalam kepala kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri.

c. Lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, atau dari suatu konteks ke konteks yang lain.

Lambang atau simbol terbagi atas dua, yakni verbal dan nonverbal. Simbol

(5)

11

telah disusun secara berstruktur, sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Terdapat tiga fungsi bahasa yang erat hubungannya dalam

menciptakan komunikasi yang efektif, yakni: (a) untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita, (b) untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia, (c)

untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia (Cangara, 1998:101). Simbol nonverbal disebut juga isyarat atau simbol yang bukan kata-kata. Simbol nonverbal sangat berpengaruh dalam suatu proses komunikasi. Menurut

Cangara (1998:106), penggunaan simbol-simbol nonverbal dalam berkomunikasi memiliki beberapa fungsi, yakni: (a) untuk meyakinkan apa yang diucapkan

(repetition), (b) untuk menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kat-kata (substitution), (c) menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity), dan (d) menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang

dirasakan belum sempurna.

Simbol nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk (Cangara,

1998:107-115), antara lain:

a. Kinesics, yakni kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan.

b. Gerakan mata, yakni isyarat yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan mata. c. Sentuhan, yakni isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan.

d. Paralanguage, yakni isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara

(6)

12

e. Diam, yakni isyarat yang tidak semata-mata mengandung arti bersikap negatif, tetapi bisa juga melambangan sikap positif.

f. Postur tubuh, yakni isyarat yang dapat melambangkan karakter seseorang. g. Kedekatan dan ruang, yakni isyarat yang dapat melambangkan hubungan

antara dua objek berdasarkan kedekatan dan ruang di antara mereka.

h. Artifak dan visualisasi, yakni hasil kerajinan manusia (seni), baik yang melekat pada diri manusia maupun yang ditujukan untuk kepentingan umum. Artifak

juga menunjukkan status atau identitas diri seseorang atau suatu bangsa.

i. Warna, yakni isyarat yang dapat memberi arti terhadap suatu objek. Hampir

semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna, seperti pada bendera nasional, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam Riswandi (2009:71) mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ke dalam 2 kategori utama, yaitu:

a. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.

b. Ruang, waktu, dan diam.

Menurut Hartako & Rahmanto (1998), pada simbol dapat dibedakan atas tiga bagian (Sobur, 2009:157), yaitu:

(7)

13

b. Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu (misalnya keris dalam kebudayaan Jawa).

c. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruhan karya seorang pengarang.

2.3 Pemaknaan Simbol

Sebuah komunikasi yang efektif akan terjadi apabila kedua belah pihak yang

melakukan transaksi pesan atau informasi saling memahami atau mengerti pesan yang disampaikan. Pada dasarnya komunikasi memang merupakan proses pemberian

dan penafsiran pesan. Sebelum mengirim pesan, komunikator mengolah dan menkoding pesannya sedemikian rupa, sehingga pesan tersebut memenuhi tujuan komunikasi. Begitu juga komunikan, ia akan mencoba menafsirkan pesan-pesan yang

diterimanya dan memahami maknanya.

Astrid S. Sutanto (1978) dalam Arifin (2010:25) mengatakan bahwa

komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna. Pesan merupakan seperangkat lambang atau simbol yang memiliki makna tertentu.

Makna inilah yang harus dimengerti oleh setiap pelaku komunikasi. Simbol-simbol yang digunakan oleh manusia selain sudah ada yang diterima menurut konvensi internasional, seperti simbol-simbol lalu lintas, alfabet latin, simbol matematika, juga

(8)

14

komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada suatu masyarakat (Cangara, 1998:101).

Clifford Geertz (dalam Sobur, 2009:178) memaparkan hubungan antara makna dan budaya sebagai berikut: Kebudayaan adalah sebuah pola dari

makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui mana manusia berkomunikasi,

mengekalkan, dan memperkembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini.

Makna dapat dibedakan atas makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif ialah makna yang biasa ditemukan di dalam kamus, bersifat umum atau universal. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya, yang dapat digunakan

untuk menyampaikan hal-hal faktual. Makna denotatif tidak mengalami penambahan-penambahan makna, karena itulah makna denotatif lebih bersifat publik. Sedangkan

makna konotatif ialah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan, perasaan, yang ditimbulkan oleh kata atau simbol tersebut.

Makna konotatif merupakan makna-makna kultural yang melekat pada sebuah terminologi (Kriyantono, 2006:270). Sumardjo & Saini (1994) mengatakan bahwa makna konotatif sebuah kata dipengaruhi dan ditentukan oleh dua lingkungan, yaitu

(9)

15

Ada pula klasifikasi makna yang lain, yakni makna subjektif dan makna konsensus. Makna subjektif adalah makna yang mengacu pada interpretasi individual,

dikonstruksi melalui proses-proses kognitif manusia. Sementara makna konsensus adalah makna yang diinterpretasikan secara kolektif, dikonstruksi melalui

proses-proses interaksi manusia (Effendy,2001 :185). Kedua makna tersebut pada hakikatnya merupakan makna-makna yang menunjukkan realitas sosial. Asumsinya adalah bahwa realitas secara sosial dikonstruksi melalui, kata, simbol, dan perilaku dari para

anggotanya. Kata, simbol, dan perilaku ini merupakan sesuatu yang bermakna. Pemahaman atasnya akan melahirkan pemahaman atas rutinitas sehari-hari dalam

praktik-praktik subjek penelitian.

2.4 Identitas Diri dan Identitas Sosial

2.4.1 Pengertian Identitas Diri dan Identitas Sosial

Manusia sebagai pribadi tidak dirumuskan sebagai suatu kesatuan individu

saja tanpa sekaligus menghubungkannya dengan lingkungan sekitarnya. Kita tidak dapat membungkusnya ke dalam satu kesatuan individu saja, yang tidak pernah

bersinggungan dengan lingkungan. Ketika kita membicarakan identitas di situ juga kita membicarakan kelompok. Kelompok sosial adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari sejumlah orang yang berinteraksi satu sama lain dan terlibat dalam satu

(10)

16

diatur oleh norma-norma; tindakantindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kedudukan (status) dan peranan (role) masing-masing dan antara orang-orang itu

terdapat rasa ketergantungan satu sama lain (Ibrahim, 2005).

Berdasarkan pengertian tersebut kelompok sosial dapat dibagi menjadi

beberapa, antara lain: Kelompok Primer adalah kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan. Sedangkan menurut Goerge Homan (2003) kelompok primer merupakan

sejumlah orang yang terdiri dari beberapa orang yang acapkali berkomunikasi dengan lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara langsung (bertatap

muka) tanpa melalui perantara. Misalnya: keluarga, RT, kawan sepermainan, kelompok agama, dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang masuk dalam kelpmpok perimer adalah Kumunitas Salatiga Seni Radjah

Kelompok Sekunder adalah kelompok yang interaksi sosial terjadi secara tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya kurang kekeluargaan. Hubungan yang terjadi

biasanya bersifat lebih objektiv. Misalnya: partai politik, perhimpunan serikat kerja dan lain-lain. Kelompok Formal adalah kelompok yang ditandai dengan adanya

peraturan atau Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) yang ada. Anggotanya diangkat oleh organisasi.

Kelompok Informal merupakan suatu kelompok yang tumbuh dari proses

(11)

17

individu dan kelompok Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas tapi bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati Misalnya: kelompok

arisan. Komunitas Salatiga Seni Radjah merupakan salah satu kelompok informal, karena dalam kelompok ini keanggotaannya ditentukan oleh daya tarik tertentu yaitu

tato.

Kelompok referensi Merupakan kelompok sosial yang menjadi ukuran bagi seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya.

Seseorang itu telah menyetujui norma, sikap, dan tujuan dari kelompok tersebut. Dan yang terakhir adalah Kelompok dengan tipe membership merupakan kelompok di

mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut (Ibid, 2006). Kelompok referensi pada Komunitas Salatiga Seni Radjah mereka memiliki kartu keanggotaan, yang mana bagi mereka yang bertato baik-laki laki maupun perempuan

yang akan menjadi anggota, akan diberi kartu anggota.

Manusia adalah mahkluk yang bertanya akan dirinya. Mahkluk yang harus

mencari identitas dirinya. Mahkluk dengan kesadaran di manakah seharusnya dia berada. Keadaan tersebut tidak terjadi pada mahkluk-mahkluk lainnya, hewan,

tumbuhan, dan lingkungan sekitarnya. Berpikir adalah proses akan lahirnya kesadaran. Kesadaran berarti sadar akan sesuatu. Kesadaran akan sesuatu maksudnya adalah ada diri selain diri kita yang berada di luar sana atau di luar diri, Adanya

(12)

18

makna. Berbeda dengan yang lainnya, kesadaran menyebabkan manusia selalu ingin bertanya.

Pengertian identitas harus berdasarkan pada pemahaman tindakan manusia dalam konteks sosialnya. Identitas sosial adalah persamaan dan perbedaan, soal

personal dan sosial, soal apa yang kamu miliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakanmu dengan orang lain (Barker, 2007). Menurut Hog (2004), Prespektif identitas sosial adalah kesadaran diri yang fokus utamanya secara

khusus lebih diberikan pada hubungan antar kelompok, atau hubungan antar individu anggota kelompok kecil. Identitas sosial terbentuk oleh internal kelompok dan

eksternal.

Indentitas dibangun berdasarkan asumsi yang ada pada kelompok. Biasanya kelompok sosial membnagun identitasnya secara positif. Pembentukan identitas

sosial dilakukan untuk melakukan kategorisasi anatar siapa saya dan mereka. Dengan demikian maka muncullah kontestasi kelompok untuk membandingkan aspek positif

kelompok dengan lain (Hogg, 2004).

Identitas sosial secara umum dipandang sebagai analisa tentang hubungan

hubungan inter-group antar kategori sosial dalam skala besar selain itu identitas sosial juga diartikan sebagai proses pembentukan konsepsi kognitif kelompok sosial dan anggota kelompok. Lebih sederhana lagi identitas sosial adalah kesadaran diri secara

(13)

19

antara anggota individu dalam kelompok, orientasi peran individu dan partsipasi individu dalam kelompok sosial (Hogg, 2004).

Identitas umumnya dimengerti sebagai suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, suatu kesatuan unik yang memelihara kesinambungan arti

masa lampaunya sendiri bagi diri sendiri dan orang lain; kesatuan dan kesinambungan yang mengintegrasikan semua gambaran diri, baik yang diterima dari orang lain maupun yang diimajinasikan sendiri tentang apa dan siapa dirinya serta apa yang

dapat dibuatnya dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Identitas diri seseorang juga dapat dipahami sebagai keseluruhan ciri-ciri fisik, disposisi yang

dianut dan diyakininya serta daya-daya kemampuan yang dimilikinya. Kesemuanya merupakan kekhasan yang membedakan orang tersebut dari orang lain dan sekaligus merupakan integrasi tahaptahap perkembangan yang telah dilalui sebelumnya.

Manusia bukanlah makhluk yang pasif, menerima begitu saja keberadaan dirinya dan tidak butuh pengenalan diri. Manusia itu adalah makhluk yang dapat

mengenal dan memikirkan situasi yang ada, melakukan sesuatu, berefleksi, menegaskan, bereaksi, dan berkreasi. Namun demikian, manusia tidak serta merta

memilih akan identitasnya berasalkan dari pemikirannya pribadi tanpa terkanan dari luar. Masyarakat pun memberikan andil akan identitasnya. Ini karena identitas berasal dari interaksi individu dengan masyarakat. Dengan interaksi itu dia dapat mengetahui

(14)

20

Hal tersebut terjadi karena kita menggambarkan kelompok sendiri di Menurut Hogg (2004), identitas sosial dapai dikonseptualisasikan paling baik dalam empat

dimensi: persepsi dalam konteks antar kelompok, daya tarik ingroup, keyakinan yang saling terkait dan depersonalisasi. Mereka menyatakan bahwa rasa aman dan tidak

aman adalah dua tipe dasar identitas yang mendasari keempat dimensi tersebut. Sedangkan peran mana yang dimainkan dalam identitas sosial dalam hubungan antar kelompok adalah tergantung pada dimensi mana yang berlaku saat ini.

Individu cenderung akan mengevaluasi out-group dengan lebih baik, lebih membuka dirinya dan bhakan akan lebih sedikit bias bila membandingkan in-group

dengan outgroup ketika derajat identitas aman lebih tinggi daripada identitas tidak aman, begitu juga sebaliknya.

Hogg (2004), mencoba untuk menghubungkan antara identitas personal

dengan identitas sosial. Beberapa bagian dari identitas personal akan melebur pada identitas sosial dalam lingkup kecil. Cara untuk berkreasi secara unik juga akan

diekspresikan dalam kelompok. Selain itu identitas personal juga akan memberikan rangsangan kepada individu lain untuk merepresentasikan identitasnya didalam

kelompok sosial.

Dengan menyadari pentingnya diri dan hubungannya dengan identitas kelompok. Hogg (2004) mengemukakan identitas sosial seseorang ditentukan oleh

(15)

21

diman ia tergabung didalamnya. Lebih lanjut Turner dan Tajfel mengamati bahwa orang berjuang untuk mendapatkan atau mempertahankan identitas sosial yang positif

dan ketika identitas sosial dipandang tidak memuaskan, mereka akan bergabung dengan Dalam pandangan Hogg (2004) proses identitas sosial melalui 3 tahapan yaitu

Social Categorization, Prototype, dan Depersonalization. Untuk memahami apa yang dimaksud oleh Hogg diatas penulis akan membahanya satu persatu.

Kategorisasi sosial berdampak pada definisi diri, perilaku, persepsi pada

prototype yang menjelaskan dan menentukan perilaku. Ketika ketidakmenentuan identitas ini terjadi, maka konsepsi tentang diri dan sosialnya juga tidak jelas.

Prototype juga bisa menjadi sebuah momok bagi kelompok sosial. Dengan memberikan prototype yang berlebihan pada kelompoknya, maka penilaian yang dilakukan kepada kelompok lain adalah jelek. Sterotype akan muncul pad kondisi

seperti ini. Pada dasarnya stereotype muncul dari kognisi individu dalam sebuah kelompok. Stereotype juga bisa muncul dari kelomopok satu terhadap kelompok lain

yang berada diluar dirinya.

Secara kognitif, orang akan merepresentasikan kelompok-kelompoknya dalam

(16)

22 2.4.2 Terbentuknya Identitas Sosial

Dalam pandangan Hogg (2004), proses identitas sosial melalui 3 tahapan

yaitu Social Categorization, Prototype, dan Depersonalization. Untuk memahami apa yang dimaksud oleh Hogg diatas penulis akan membahanya satu persatu.

Kategorisasi sosial berdampak pada definisi diri, perilaku, persepsi pada prototype yang menjelaskan dan menentukan perilaku. Ketika ketidakmenentuan identitas ini terjadi, maka konsepsi tentang diri dan sosialnya juga tidak jelas. Prototype juga bisa

menjadi sebuah momok bagi kelompok sosial. Dengan memberikan prototype yang berlebihan pada kelompoknya, maka penilaian yang dilakukan kepada kelompok lain

adalah jelek. Sterotype akan muncul pad kondisi seperti ini. Pada dasarnya stereotype muncul dari kognisi individu dalam sebuah kelompok.

Stereotype juga bisa muncul dari kelomopok satu terhadap kelompok lain

yang berada diluar dirinya. Secara kognitif, orang akan merepresentasikan kelompok-kelompoknya dalam bentuk prototype- prototype. Selain itu atribut-atribut yang

menggambarkan kesamaan dan hubungan struktur dalam kelompok. Hal ini dilakukan untuk membedakan dan menentukan keanggotaan kelompok (Hogg, 2004).

(17)

23

Kepentingan dari kelompok untuk membentuk prototype adalah untuk merepresentasikan kelompoknya di wilayah sosial yang lebih luas. Biasanya

prototype itu berdiri sendiri.

Dengan demikian proses yang terjadi dalam kelompok sosial tidak mungkin

keluar dari kelompok ini. Perlu diketahui bahwa prototype itu senantiasa berkembang dari waktu kewaktu (Hogg, 2004). Prototype juga bisa dianggap sebagai representasi kognitif dari norma kelompok. Dimana norama kelompok tersebut dibentuk atas

regulasi sosial yang hanya dibatasi oleh anggota kelompok. Hal yang paling penting dalam hal ini adalah penjelasan perilaku dan penegasan posisi bahwa dia adalah

kelompok sosial tertentu. Norma sosial merupakan aturan yang dibuat atas kesepakatan anggota kelompoknya. Norma sosial menjadi landasan dalam berfikir dan bergerak kelompok. Dengan demikian norma sosial tidak menjadi penjelasan

keadaan sosial. Norma sosial ini mengatur tentang bagaimana individu dalam kelompok harus bersikap dan berperilaku.

Depersonalisasi adalah proses dimana individu menginternalisasikan bahwa orang lain adalah bagian dari dirinya atau memandang dirinya sendiri sebagai contoh

dari kategori sosial yang dapat digantikan dan bukannya individu yang unik (Hogg, 2004). Identitas sosial tidak datang dengan sendirinya. Dalam pembentukan suatu identitas ada proses motivasi-motivasi. Hogg (2004), memberikan penjelasan bahwa

(18)

24

Self Enchancemen ini oleh individu dimanfaatkan untuk memajukan atau menjaga status kelompok mereka terhadap kelompok lain yang berada diluar

dirinnya. Selain itu juga berfungsi untuk mengevaluasi identitas kolektif. Dalam konteks kelompok yang lebih menonjol, Self dalam pembahasan Hogg dapat

dimaknai sebagai Collective Self atau identitas sosial. 2. Uncertainty Reduction (reduksi yang tidak menentu)

Uncertainty Reduction dilakukan untuk mengetahui posisi kondisi sosial dimana ia berada. Tanpa motivasi ini individu tidak akan tahu dirinya sendiri, apa yang harus dilakukan, dan bagaimana mereka harus melakukannya. Sekaligus

berfungsi untuk pembentukan protoype identitas sosial

2.5 Pengertian Tato

Secara bahasa, tato berasal dari kata “tatau” dalam bahasa Tahiti. Menurut

Oxford Encyclopedic Dictionary tattoo Mark (skin) with permanent pattern or design

by puncturing it and inserting pigment; make design Tattooing (Tahitian tatau).

Dalam Ensiklopedia Americana disebutkan bahwa tattoo , tattooing is the production

of pattern on face and body by serting dye under the skin some anthropologists think

the practice developed for the painting indication of status, or as mean obtaining

magical protection (1975:312).20

(19)

25

decorating dengan menggambar kulit tubuh dengan alat tajam (berupa jarum, tulang, dan sebagainya), kemudian bagian tubuh yang digambar tersebut diberi zat pewarna

atau pigmen berwarna-warni. Tato dianggap sebagai kegiatan seni karena di dalamnya terdapat kegiatan menggambar pola atau desain tato. Seni adalah “karya”, “praktik”, alih-ubah tertentu atas kenyataan, versi lain dari kenyataan, suatu catatan

atas kenyataan”. Salah satu akibat dari dirumuskannya kembali kepentingan ini

adalah diarahkannya perhatian secara kritis kepada hubungan antara sarana

representasi dan obyek yang direpresentasikan, antara apa yang dalam estetika tradisional disebut berturut-turut sebagai “forma” dan “isi” karya seni (Hebidge, 2005

: 235-236)

Nilai seni muncul sebagai sebuah entitas yang emosional, individualistik, dan ekspresif. Seni menjadi identitas yang maknawi. Berkaitan dengan tato, ia memang

dapat dikategorikan sebagai identitas seni karena selain merupakan wujud kasat mata berupa artefak yang dapat dilihat, dirasakan, ia juga menyangkut nilai-nilai estetis,

sederhana, bahagia, emosional, hingga individual dan subjektif . Tato memiliki makna sebagai budaya tanding (counter culture) dan budaya pop (pop culture).

Budaya tanding atau counter culture adalah budaya yang dikembangkan oleh generasi muda sebagai ajang perjuangan melawan pengawasan kelompok dominan (orang tua, kalangan elite masyarakat, norma sosial yang ketat, dan sebagainya). Perjuangan

(20)

26

politis, hingga perang gerilya semiotik terhadap segala sesuatu yang berciri khas kemapanan(Ibid, 2007).

2.6 Kerangka Berfikir

Terbentuknya suatu identitas dipengaruhi oleh kategorisasi sosial, depersonalisasi dan prototype. Identitas sosialadalah kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan yang mengintegrasikan gambaran diri yang diterima atau yang tidak

diterima oleh orang lain. Untuk mendapat suatu identitas kelompok seseorang masuk kedalam kategorisasi sosial yaitu kesatuan manusiayang terwujud karena adanya ciri

khusus. Ciri khusus ini diguanakan untuk penggolongan dalam suatu tujuan dari orang lain.

Seseorang wanita yang memiliki tato yang sudah masuk bagian dari kelompok

social dan untuk menumbuhkan suatu identitas melibatkan adanya proses motivasi-motivasi diantaranya yaitu motivasi-motivasi Self Enchacemen (peningkatan diri) dan motivasi

Uncertainty Reduction (reduksi yang tidak menentu). Motivasi Self Enchacemen (peningkatan diri) adalah motivasi yang diberikan kepada individu yang bertujuan

dimana individu dimanfaatkan untuk meningkatkan, memajukan dan menjaga status kelompok terhadap kelompok lain. Sedangkan motivasi Uncertainty Reduction (reduksi yang tidak menentu) adalah motivasi yang diberikan untuk mengetahui

(21)

Referensi

Dokumen terkait

To examine the hypothesis that children who exhibit bed-wetting during childhood were less likely to be breastfed during infancy compared with normal controls, we needed 56 case

[r]

Agar suatu kebijakan dapat berjalan sesuai dengan harapan maka suatu kebi- jakan harus terlaksana dengan baik seperti kecocokkan antara hukum tertulis dengan kebiasaan yang berlaku

Dalam penjelasan Pasal 74 dengan tegas disebutkan bahwa menjadi sebuah kewajiban pelaksanaan CSR bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang

Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya di Semarang yang menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan responden dengan motivasi dalam memberikan ASI

ini adalah menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja.. Puskesmas Bungus

Pembuatan visualisasi tiga dimensi (3D) yang menyediakan informasi yang lengkap atas obyek Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMASRS) yang dapat digunakan untuk

3.3 Mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks interaksi transaksional lisan dan tulis yang melibatkan tindakan memberi dan