Dampak Media Global bagi Konstelasi Masyarakat Internasional (The Impact of Global Media for The Constellation of International Society)
Nurul Adi Prasetyo
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP, Universitas Jember Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail : nuruladiprasetyo@gmail.com Abstract
This paper will explain how the media can influence the global constellation of the international community in a variety of sectors. As a means of political communication is fundamental, the media has evolved into one of the actors in contemporary international relations. All kinds of political strategies and state elites to run the country and effectively informed by the media. Stereotypes, and even cruel propaganda can be carried out by the media to the public lead to global issues. It is then used by policy makers to take advantage of the presence of the media in the constellation of the international community. Coverage of the media that are considered beneficial will always be followed by the political elites of various countries and unfavorable publicity for the state elites will always be ignored. Media in the constellation of the international community can also be used as a tool of political influence or political education transformation for a country. The media is also one of the most effective actor in the campaign for human rights and democracy.
Keywords : Media, International Society, Human Rights.
Pendahuluan
Dunia internasional memang tidak
dapat dilepaskan dari peran media massa
internasional. Melalui media massa semua
informasi dapat diketahui dengan mudah
oleh masyarakat internasional. Dengan
semakin luasnya jangkauan informasi yang
tersebar ke berbagai negara maka semakin
mudah bagi masyarakat internasional untuk
menyikapi berbagai polemik yang terjadi
dalam lingkup internasional.
Hal inilah yang kemudian banyak
memunculkan perdebatan dalam dunia
internasional. Seringkali media dinilai
sebagai aktor yang paling efektif untuk
mempromosikan perdamaian, demokrasi,
dan mengkampanyekan tentang nilai-nilai
hak asasi manusia. Namun, banyak juga
yang menilai media merupakan aktor yang
merupakan kepanjangan tangan dari
kelompk barat untuk mengkonstruksi dunia
sesuai dengan kepentingan mereka. Oleh
menarik minat para akademisi untuk
mengadakan penelitian tentang peran media
dalam dunia internasional.
Kerangka Teori
Dalam menjelaskan suatu fenomena,
teori memerlukan pembuktian secara
sistematik. Artinya, teori harus diuji dengan
bukti-bukti yang sistematik (Mas'oed,1994:
187).
Teori yang baik adalah teori yang
bisa didukung atau ditolak melalui analisis
yang jelas dan penggunaan data secara
sistematik. Untuk mengkaji Dampak Media
Global bagi Konstelasi Masyarakat
Internasional penulis menggunakan teori
Globalisasi dengan konsep Construsted of
Media Globalization di dalamnya.
Teori Globalisasi
Globalisasi seringkali diasosiasikan
dengan neoliberalisme atau tatanan dunia
politik baru. Proses ini, yang mana
mengungkap koneksivitas baru secara
mendunia dalam hal konflik dan krisis,
termasuk sustainable environment, hak asasi
manusia, dan perlingdungan terhadap
budaya tradisional, telah menuntun publik
pada bidang penelitian baru yang banyak
memberikan perdebatan secara akademis
tentang teori ini dalam globalisasi kepada
yang lainnya. Teori ini penting untuk
membantu memposisikan kembali konsep
lama dari organisasi sosial dan politik,
seperti negara dan komunitas-komunitas,
dalam lingkup global (Litteljohn et.al., 2009:
443).
Konsep Construsted of Media Globalization
Perdebatan spesifik mengani hal ini
sudah dimulai untuk mempengaruhi diskusi
teoretik dari globalisasi dalam studi media
dan komunikasi, yang mana memberikan
kejutan dalam sejarah panjang komunikasi
lintas batas. Bentuk pertama dalam
komunikasi lintas batas muncul pasca
1920-an deng1920-an stasiun radio gelomb1920-ang pendek,
seperti Voice of Russia, yang berdiri pada
tahun 1922; BBC World Service, yang
berdiri pada tahun 1932; dan Voice of
Beberapa contoh ini adalah beberapa contoh
yang dapat menyimpulkan bentuk-bentuk
komunikasi internasional pada awalnya, dan
dalam arti yang sebenarnya dari komunikasi
antar negara (Litteljohn et.al., 2009: 444).
Pembahasan
Dalam sejarahnya, media dan
kelompok jurnalis serta para akademisi
adalah kelompok-kelompok yang pertama
memperkenalkan perspektif keadilan
sosial/hak asasi manusia kepada para
pembuat kebijakan. Dari tahun 1975 sampai
1985 sebuah tatanan komunikasi dan dunia
informasi muncul dalam United Nations
Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) oleh gerakan
non-blok dari negara-negara PBB, bersama
dengan akademisi dan kelompok-kelompok
sosial (Mansell et.al., 2011: 97). Dalam
laporan yang diterbitkan oleh International
Council of Human Rights Policy juga
menyatakan bahwa faktanya saat ini sudah
banyak negara dan institusi internasional
yang mengintegrasikan prinsip hak asasi
manusia ke dalam framework kebijakannya
(ICHRP, 2002: 16). Mayoritas policymakers
atau pembuat kebijakan juga sangat
bergantung pada informasi-informasi yang
disediakan oleh media internasional seperti
BBC, CNN, dan sebagainya. Fenomena ini
kemudian sangat berimplikasi baik bagi
masa depan demokrasi dan aspek
humanitarian dalam proses pembuatan
kebijakan (Chinadaily, 11 Januari 2014).
Pasca perang dingin fenomena ini
semakin mendapat tempat dalam level
internasional seiring dengan adanya arus
globalisasi bersama dengan
paradigma-paradigma liberal yang juga masuk di
dalamnya.
Globalisasi tidak dapat dipungkiri
telah banyak membawa perubahan bagi
tatanan sistem internasional. Globalisasi
telah membuat garis batas antar negara
begitu terlihat buram dan sulit untuk
diidentifikasi secara rigid. Hal ini pada
akhirnya membuat arus informasi yang
berasal dari media massa menjadi sangat
fleksibel dan mampu masuk ke dalam
Setidaknya dalam dua dekade terakhir,
liberalisasi dan privatisasi dari media yang
pertama terjadi di Eropa, Amerika Utara
hingga kemudian negara-negara sisi selatan
telah menciptakan sebuah tatanan dunia
baru. Seperti Kemunculan “Chindia”
(Gabungan ekonomi dan kekuatan politik
dari China dan India), kemunculan
postapartheid di Afrika Selatan, kemunculan
negara-negara timur tengah seperti Uni
Emirat Arab, Qatar, Bahrain, dan Saudi
Arabia (Fortner et.al., 2011: 155).
Tidak hanya dalam decision making
process saja perspektif HAM menjadi salah
satu indikator namun non-governmental
organizations (NGO) atau Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) juga menilai
bahwa hal ini juga menjadi salah satu hal
yang penting untuk ditegakkan. Hal ini
sangat beralasan dengan semakin
tumbuhnya peran LSM dalam penegakan
HAM dalam lingkup domestik maupun
internasional. Media dan LSM HAM adalah
beberapa aktor yang sangat membantu untuk
menyuarakan permasalahan HAM yang
kemudian dibantu oleh media massa dalam
menanganinya (Nwankwo, 2011: 14). Media
massa kemudian hadir sebagai jembatan
antara publik dengan kelompok atau institusi
terkait permasalahan ini sebagai penyedia
informasi.
Masih belum hilang dalam ingatan
betapa arab spring begitu mengguncang
dunia dengan berbagai liputannya yang
dihadirkan oleh media. Teknologi informasi
seakan menjadi trigger utama dalam
fenomena ini (Iqbal et.al., 2011: 87).
Kejenuhan politik yang kemudian difasilitasi
dengan pemberontakan di Tunisia menjadi
sebuah koneksi tersendiri dalam terjadinya
domino effect di jazirah arab ini. Koneksi
nirkabel melalui media sosial yang
memangkas jarak dan waktu kemudian
menjadikan efek pemberontakan Tunisia
begitu cepat menyebar ke negara arab yang
lain. Kedigdayaan rezim yang berkuasa
berhasil diruntuhkan oleh pergerakan awal
dari dunia maya yang pada awalnya tidak
dapat dideteksi oleh rezim yang ada (Iqbal
et.al., 2011: 86). Pergerakan ini pada
dan pelanggaran-pelanggaran HAM yang
pernah terjadi di dataran arab.
Isu-isu global juga merupakan salah
satu faktor yang menjadikan media sebagai
salah satu aktor transnasional kontemporer.
Seiring dengan berubahnya persepsi
ancaman yang bukan lagi diidentikkan
dengan negara maka peran media semakin
tumbuh menjadi sosok yang berperan dalam
menyebarkan isu-isu global kepada
masyarakat dunia. Terorisme sebagai isu
global merupakan salah satu contoh mudah
bagaimana media-media barat terlalu mudah
untuk memberikan stereotype negatif kepada
kelompok islam pasca serangan 9/11
(Fluckige et.al., 2006: 3). Hal ini pada
akhirnya membuat komunitas islam yang
memiliki hak untuk hidup dengan rasa aman
menjadi terancam oleh stereotype ini.
Ancaman terhadap rasa aman kelompok
islam ini jelas merupakan hal yang
menciderai nilai-nilai universal umat
manusia yang telah lama disuarakan oleh
United Nations Development Program
(UNDP) dalam setiap laporannya (UNDP,
1994: 22).
Media menjadi salah satu aktor yang
aktif yang mengkampanyekan hak asasi
manusia di samping bersinergi dengan
NGO. Hal tersebut sangat beralasan
mengingat landasan utama media adalah
kebebasan dalam bersuara, berekspresi dan
menyampaikan informasi kepada publik.
Seperti yang telah disampaikan oleh mantan
Sekjen PBB, Kofi Annan.
“Press freedom is a cornerstone of human rights. It holds governments responsible for their acts, and serves a warning to all that impunity is an illusion (IFJ, 1999: 2).”
Landasan media juga merupakan sebuah
landasan yang sejalan dengan konsep
demokrasi. Oleh karena itu, trend yang
selalu berkembang dalam dunia
internasional adalah ketika sebuah negara
telah menganut sistem demokrasi, maka
konsekuensi yang harus ditanggung oleh
tiap-tiap negara adalah mereka harus
benar-benar menjaga dan menerapkan landasan
utama media yaitu kebebasan.
Media dan politik kemudian menjadi
dua faktor yang tidak dapat dipisahkan dari
negara demokrasi. Interdependensi antara
berimplikasi pada kebijakan-kebijakan
negara. The National Centres of
Competence in Research (NCCR) dalam
proyeknya yang bernama “The
Mediatization of political decision-making”
pernah menjelaskan investigasinya
bagaimana peran media dalam
mempengaruhi perilaku dan strategi
tokoh-tokoh politik dalam decision making
process. Dalam proyek yang
diselenggarakan di Universitas Zurich dan
Universitas Amsterdam, NCCR
menyampaikan kepada publik bagaimana
media membangun kaum muda menjadi
masyarakat demokrasi hanya dengan
konstruksi entertainment-oriented (NCCR
Newsletter, 10 Juni 2012).
Selama beberapa dekade terakhir
peran media sangat fundamental dalam
mempengaruhi kontelasi masyarakat
internasional dalam berbagai bidang. Tidak
hanya mempengaruhi konstruksi sosial dan
ekonomi masyarakat saja melainkan juga
dapat mempengaruhi agenda politik luar
negeri serta kebijakan-kebijakan dari elit-elit
negara. Media sebagai salah satu aktor
transnasional kontemporer juga dapat
menjadi salah satu alat komunikasi politi
yang mempengaruhi konstelasi politik, baik
secara internasional, regional maupun
domestik.
Daftar Pustaka
Buku
Fluckige, M. dan Katja Ms. 2006. Xenophobia, Media Stereotyping, and Their Role in Global Insecurity. Geneva. Geneva Center for Security Policy.
Fortner, R. S. and Fackler M. P, 2011, The Handbook of Global Communication and Media Ethics, Volume I, Volume II. United Kingdom. Blackwell Publishing. Ltd.
International Council on Human Rights Policy. 2002. Journalism Media and The Challenge of Human Rights Reporting. Switzerland. ATAR Roto Press.
International Federation of Journalist. 1999. The Role of Media in Promotion of Human Rights and Development in Africa. Brussels. International Federation of Journalist.
Iqbal, M dan Soyomukti N. 2011. Ben Ali Mubarak, Khadafy : Pergolakan Jazirah Arab Abad 21. Bandung. Medium.
Littlejohn S. W. dan Foss K. A. 2009. Encyclopedia of Communication Theory. United States of America. SAGE Publications.
Moller. J, Kunz. R, dan Esser F. “Becoming a democratic citizen in a multi-media environment”. The National Centres of Competence in Research. 10 June 2012.
Nwankwo, C. V. 2011. THE ROLE OF THE MEDIA IN PROMOTING HUMAN RIGHTS: An analysis of the BBC documentary, ‘Chocolate: the bitter truth’. University of Gothenburg. UNDP. 1994. Human Development Report
1994. New York. Oxford University Press.
Newsletter :
Landerer. N., Sciarini P. dan Tresch A. “How strong is the media’s political power in Switzerland?”. The
National Centres of Competence in Research. 10 June 2012.
Internet :