• Tidak ada hasil yang ditemukan

VIRUS PENGENDALIAN DAN MACAM MACAM VIRUS (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "VIRUS PENGENDALIAN DAN MACAM MACAM VIRUS (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TEKNIK PENGELOLAAN KESEHATAN ORGANISME AKUATIK PENYAKIT INFEKSI VIRUS

Oleh :

Dinda Adinapradja B0A013013

Faqih Zuhri B0A0130

Lutfi Mukholifah B0A013023

Alma Ninggolan B0A013024

Nita Indra Purwaningsih B0A013025

Galih Wijaya B0A013026

Tuti Alawiyah B0A013027

Dara Pricilia Haprizal B0A013039

Arni Khurnia Suci B0A013041

Andika Asdiatama B0A013014

Roch Adi Wibowo B0A0130

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PROGRAM STUDI D-III PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

(2)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi perairan budidaya yang cukup besar. Potensi ini meliputi budidaya ikan di perairan tawar, payau dan laut. Selain itu, kebutuhan konsumsi ikan global pun akan terus meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan makin sadarnya konsumen untuk mengkonsumsi ikan.

Pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan global dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah intensifikasi usaha perikanan. Akan tetapi, intensifikasi akuakultur di banyak negara ini telah mendorong kejadian penyebaran berbagai penyakit dengan relatif cepat, dan penyakit adalah salah satu dari faktor penghalang untuk dapat mendukung produksi komoditas perikanan, terutama selama tahap pemeliharaan larva dan benih dari organisme budidaya (Yukio, 2007).

Salah satu penyakit yang berbahaya dengan tingkat kematian tinggi dan penyebaran yang luas adalah penyakit yang disebabkan virus. Virus mampu menyerang ikan air tawar, payau, maupun ikan laut dalam berbagai stadia. Teknologi penanggulangan infeksi virus sejauh ini masih sebatas pencegahan, yaitu dengan menjaga lingkungan agar tetap dalam kondisi yang baik serta penggunaan benih yang berkualitas.

Virus adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dengan ukuran tubuh antara 25-300 nanometer, sehingga hanya dapat dilihat menggunakan microskop elektron. Virus tidak mempunyai perlengkapan metabolik sendiri dan tidak mampu membangkitkan energi atau mensintesis protein, sehingga kebutuhan pakan untuk memperbanyak diri sangat bergantung pada inangnya. Pada saat itulah virus menyebabkan kerusakan ataupun penyakit pada inangnya (Pelczar dan Chan, 1988).

Menurut Pelczar dan Chain (1988), virus dapat menular ke inang lain melalui lingkungan atau media lain dalam bentuk paket-paket gen berukuran mikro. Virus tersusun atas bahan genetis berupa DNA atau RNA saja dan bukan kedua-duanya, yang terkemas dalam selubung protein, sehingga bahan genetis tersebut terlindung ketika berada di luar inang sekaligus sebagai media untuk masuk ke dalam sel inang yang baru.

(3)

pencegahan, yaitu dengan menjaga lingkungan agar tetap dalam kondisi yang baik serta penggunaan benih yang berkualitas.

(4)

II. ISI

2.1 Penyakit Infeksi Virus

1. Penyakit Lymfosistis (Lymphocyctis)

Penyakit sering ditemukan pada ikan hias terutama dari jenis siklid. Pada prinsipnya penyakit ini hanya mempengaruhi penampilan dari ikan tersebut menjadi tidak indah lagi. Virus ini tidak menimbulkan kematian yang tinggi bagi ikan yang terinfeksi. Gejala klinisnya mudah dikenali yaitu dengan adanya bintil berwarna keputih-putihan baik pada kulit maupun pangkal sirip. Penanggulangan bagi penyakit ini sulit untuk dilakukan dan juga tidak ada obat yang bisa digunakan untuk mengobati penyakit ini. Namun demikian penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia.

2. Penyakit bunga kol (Papilomatosis)

Seperti halnya penyakit Lymfosistis, penyakit bunga kol ini juga penyakit yang hanya dapat mengakibatkan pada penurunan mutu atau penampilan dari ikan hias tersebut. Penyakit ini biasanya lebih sering terjadi pada ikan hias jenis sidat. Ikan lily juga pernah ditemukan terinfeksi oleh penyakit tersebut. Gejala klinis yang ditimbulkannya meliputi adanya bangunan seperti bunga kol pada mulut ikan hias tersebut. Penyakit tersebut sangat sukar untuk ditanggulangi terutrama denga cara pengobatan. Salah satu usaha penanggulangan yang bisa dilakukan adalah dengan cara pencegahan, yaitu antara lain memelihara kebersihan air, kolam/bak serta penerapan pola budidaya yang sempurna.

3. Penyakit busuk insang (Koi Herpes Virus /KHV).

Pada ikan hias jenis Koi penyakit akibat infeksi virus yang terkenal adalah penyakit “Koi Herpes Virus” . Penyakit ini telah merugikan produksi ikan hias koi di seluruh dunia. Di Indonesia penyakit ini telah mewabah pada tahun 2002 dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Selain itu penyakit tersebut juga dapat menginfeksi ikan konsumsi dari jenis ikan mas. Penyakit akibat virus yang sangat menular ini telah menyebabkan kerugian finansial pada industri budidaya ikan mas dan koi. Sejak terjangkit pertama kali di Blitar, Jawa Timur, penyakit ini telah menyebar ke hampir semua daerah di Indonesia. Virus ini mengakibatkan kematian massal, yaitu kematian mencapai 80-95 % populasi sehingga berdampak pada kerugian ekonomi dan sosial. Kerugian secara materi akibat penyakit ini mencapai 15 milyar rupiah dalam tiga bulan pertama sejak kejadian penyakit ditemukan, yaitu bulan Maret sampai September 2002 (Sunarto, 2005).

(5)

 Ikan menunjukkan gejala yang makin melemah  Memisahkan diri dari kelompok

 Produksi lendir berlebih, tapi kemudian lendir ikan menjadi berkurang sehingga ikan akan terasa kesat kalau diraba.

 Warna ikan menjadi lebih pucat.

Gejala spesifiknya adalah ditujukkan dengan insang yang membusuk. Oleh karena itu penyakit ini terkenal dengan penyakit busuk insang. Seperti halnya kedua jenis penyakit virus diatas, penyakit inipun tidak mudah untuk ditanggulangi. Pola pencegahan seperti pada penyakit-penyakit tersebut diatas merupakan tindakan yang hanya dapat dilaksanakan. Kalau kita temukan penyakit ini sebiknya harus segera dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar (Afrianto & Liviawaty, 1992 dalam Purwoko, 2004).

Beberapa jenis virus diketahui dapat menyerang ikan-ikan budidaya dan menimbulkan permasalahan yang serius. Jenis-jenis penyakit tersebut meliputi Channel Catfish Virus Disease (CCVD), Spring Viraemia of Carp (SVC), Infectious Pancreatic Necrosis (IPN), Lymphocystis Disease (LD), Infectious Hematopoietic Necrosis (IHN), Viral Nervous Necrosis (VNN) dan Koi Herpes.

4. Channel catfish virus diseases

Channel catfish virus disaese adalah infeksi yang akut dan haemorhagik oleh virus Herpes. Penyakit ini dapat menimbulkan kematian yang tinggi, kadang-kadang mencapai hampir 100 % pada Ictalurus punctatus yang muda. Inang alamiah yang diserang adalah Channel catfish (Ictalurus punctatus) biasanya yang berumur kurang dari 4 bulan. Hasil infeksi secara eksperimen menunjukkan virus ini dapat menyerang white catfish (I. catus), blue catfish (I. furcatus), dan walking catfish (Clarias batrachus). Tanda-tanda klinis/patologis serangan penyakit ini yang dapat diamati antara lain hilangnya keseimbangan tubuh, bergerak berputar-putar dan tergantung vertikal, mata menonjol (exophthalmus), perut mengembung atau distensi. Secara patologis/histopatologis terlihat pula adanya petekiae (perdarahan) pada sirip dan di sekitar abdomen; perdarahan pada ginjal, kulit dan organ dalam kulit dan organ dalam; insang terlihat pucat dan haemorhagi; adanya kenaikan sel limfoid di dalam ginjal dan nekrosis di sekitar tubular ginjal; nekrosis terdapat pula pada hati, limpa dan alat pencernaan; haemorhagi, edema dan nekrosis mukosal dan pelepasan sel di dalam usus.

5. Spring Viraemia of Carp (SVC)

(6)

semi (Spring) dan menyebabkan kematian pada semua umur. Common carp merupakan inang yang utama dan virus dapat menyerang ikan dewasa dan muda. Dilaporkan pula bahwa virus pernah pula diisolasi dari golongan Cyprinids yang lain. Silver carp, Bighead carp (Aristichthys nobilis), dan Crucian 22 carp (Carassius auratus). Secara eksperimental Pike Fry (Esox lucius) dan larvanya, fry dari carp, Grass carp (Ctenocephalon idella) dan Guppies (Lebistes reticulata). Tanda-tanda klinis dan patologis serangan SVC antara lain meliputi ikan berkumpul di bagian outflow, warna ikan menjadi gelap, perdarahan/ petekiae haemorhagi, mata menonjol (exophthalmus), abdominal dropsy, biasanya dijumpai pula peritonitis fibrinosa dan ctarrhal atau enteritis yang nekrotik. Sedangkan Swimbladder Inflammation (SBI) yang virusnya identik dengan virus SVC, dapat memperlihatkan gejala klinis/patologis yaitu kehilangan berat badan dan keseimbangan, warna kulit menjadi gelap/berubah, degenerasi/perdarahan pada dinding gelembung udara (swimbladder).

6. Infectious Pancreatic Necrosis (IPN)

(7)

horizontal, melalui air, urine, faeces, sekresi sexual atau melalui ikan mati/sakit yang 23 dikonsumsi oleh ikan lain. Umumnya ikan yang sembuh (survivors/carriers) dapat menjadi non-clinical carriers atau pembawa penyakit, mungkin selama hidupnya dan carrires tersebut juga bertindak sebagai reservoir virus untuk ikan-ikan lain yang sebelumnya belum terinfeksi. Selain itu masa inkubasi IPN relatif pendek, antara 3 – 5 hari sebelum tanda klinis dan kematian terjadi. Faktor-faktor seperti umur inang, suhu rendah dan spesies ikan dapat memperpanjang masa inkubasi. Pada kasus/wabah, tanda-tanda pertama adanya kematian mendadak dan biasanya yang terserang pertama kali adalah ikan yang masih muda. Tanda klinis dapat bervariasi antara lain : warna ikan menjadi gelap, bergerak berputar-putar, exophthalmus (mata menonjol), perut membesar dan terdapat cairan visceral, perdarahan di daerah bawah perut/ventral termasuk di daerah sirip, hati dan limpa pucat dan membesar, tak terdapat makanan dalam perut dan usus biasanya mengandung eksudat mucoid yang kekuningan atau keputihan. Lymphocystis disebabkan oleh virus yang dianggap paling tua dan virus yang paling diketahui pada ikan, walaupun virus diisolasi dan ditumbuhkan pada pupukan jaringan baru pada tahun 1966.

7. Haematopoietic Necrosis (IHN)

Haematopoietic Necrosis (IHN) merupakan suatu penyakit yang bersifat akut dan sistemik. Penyakit ini menyerang Rainbow trout (Salmo,24 gairdneri), Chinook slmon (Oncorrhynchus tshawytscha), Sockeye salmon (O.nerka). Target sel penyakit IHN ini terutama organ penghasil darah yakni ginjal muka dan limpa. Tanda-tanda klinis penyakit ini antara lain ikan yang terinfeksi terlihat lethargik, berkumpul di tepi kolam, berwarna lebih gelap, anemia, exophthalmia, scoliosis, lordosis, pembengkakan abdomen, perdarahan pangkal sirip pektoral dan sirip pelvic, perdarahan bawah kulit; ginjal, limpa dan hati terlihat pucat, rongga perut berisi cairan dan usus kosong, perdarahan bintik pada jaringan adipose usus.

8. Viral nervous necrosis (VNN)

(8)

berenang mengambang di atas permukaan air disertai adanya pembesaran gelembung renang (Koesharyani et al., 2001 dalam Suratmi, 2004). Di Indonesia kasus serangan VNN pertama kali diidentifikasi pada hatchery kakap di Jawa Timur pada tahun 1997. Kemudian pada tahun 1998 kasus kematian yang disebabkan oleh VNN ditemukan pada budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan tingkat kematian mencapai 100 %. Virus ini umumnya menginfeksi stadia larva sampai juvenil dan menyerang sistem organ syaraf mata dan otak yang ditandai dengan adanya vakuolasi, dengan gejala yang cukup spesifik karena ikan menampakkan tingkah laku berenang yang tidak normal dan umumnya ikan berdiam di dasar (Yuasa et al., 2001 dalam Suratmi, 2004).

9. TSV (Taura Syndrome Virus)

(9)

(2010) menyebutkan, media pembawa TSV (carrier dan vector) yaitu udang vaname yang mengalami infeksi kronis, biota akuatik, hewan dan tumbuhan lain yang membawa TSV harus dimusnahkan. Peralatan dan personal yang dapat membawa dan menyebarkan TSV harus dilakukan desinfeksi. Tindakan yang lebih tepat lagi yaitu dengan menerapkan biosecurity, sehingga kemungkinan besar udang terinfeksi virus akan berkurang bahkan tiada sama sekali.

10. Iridovirus

Iridovirus adalah virus hewan yang menginfeksi invertebrata dan vertebrata poikilotermik, seperti ikan, insekta, amfibi, dan reptil (Williams, 1996). Iridovirus merupakan virus DNA untai ganda berbentuk simetri ikosahedral, tidak semuanya beramplop, dan mempunyai diameter 120-300 (Tidona et al., 1998). Virion iridovirus terdiri dari tiga domain konsentris yaitu protein capsid di bagian luar, membran lipid yang mengandung subunit protein di bagian tengah, dan core yang tersusun dari kompleks DNA-protein. Virus ini memiliki 25-75 protein struktural dengan kisaran berat molekul 12.000-150.000 kDa. Secara umum protein capsid iridovirus berukuran sekitar 50 kDa dan merupakan komponen struktural utama yang jumlahnya mencapai 45% dari protein virion total. Ukuran genom iridovirus bervariasi antara 105-212 kbp).

Iridovirus mempunyai strategi replikasi yang melibatkan stadium nuklear dan sitoplasmik, menghasilkan genom komplit dengan duplikasi beberapa gen di ujungnya (terminal redundancy) dan ujung tersebut berbeda diantara partikel virus yang dihasilkan (cyclic permutation). Gen penyandi protein capsid dari beberapa iridovirus vertebrata dan invertebrata telah disekuensing dan coding region nya mempunyai banyak kemiripan.

(10)

11. Postulat River

Postulat River merupakan suatu diagnose yang digunakan untuk mengetahui virus yang menyerang suatu organisme. Postulat ini pertama kali ditemukan oleh River. Penemuan postulat River diawali adanya penemuan filtrat bebas bakteri oleh Iwanowsky. Iwanowsky menemukan bahwa filtrat bebas bakteri (cairan yang telah disaring dengan saringan bakteri) dari ekstrak tanaman tembakau yang terkena penyakit mozaik, ternyata masih tetap dapat menimbulkan infeksi pada tanaman tembakau yang sehat. Dari kenyataan ini kemudian diketahui adanya jasad hidup yang mempunyai ukuran jauh lebih kecil dari bakteri (submikroskopik) karena dapat melalui saringan bakteri, yaitu dikenal sebagai virus (Anonim, 2011).

Dalam Postulat River berbunyi bahwa agen virus harus ditemukan dalam cairan tubuh sewaktu sakit atau dari sel yang menunjukkan lesio spesifik, diperoleh dari hewan terinfeksi dapat menginfeksi hewan percobaan dalam bentuk antibodi terhadap virus tertentu, dan yang diisolasi dari hewan percobaan harus dapat ditularkan ke hewan peka lainnya (Anonim, 2011).

Untuk membuktikan penyakit yang disebabkan oleh virus, dapat digunakan postulat River (1937), yaitu:

 Virus harus berada di dalam sel inang.

 Filtrat bahan yang terinfeksi tidak mengandung bakteri atau mikroba lain yang dapat ditumbuhkan di dalam media buatan.

 Filtrat dapat menimbulkan penyakit pada jasad yang peka.

 Filtrat yang sama yang berasal dari hospes peka tersebut harus dapat menimbulkan kembali penyakit yang sama.

2.2 Pengendalian penyakit ikan akibat virus

(11)

kondisi tersebut berbagai jenis penyakit dapat dengan mudah menyerang ikan yang sedang budidayakan.

Kunci utama dalam pengendalian hama dan penyakit ikan adalah melalui penerapan biosecurity yang menjadi salah satu bagian dari prinsip CBIB disamping aspek keamanan pangan (food safety) dan ramah lingkungan (eviromental friendly). Keamanan biologi atau lebih dikenal dengan Biosecurity merupakan upaya mencegah atau mengurangi peluang masuknya penyakit ikan ke suatu sistem budidaya dan mencegah penyebaran dari satu tempat ke tempat lain yang masih bebas. Namun demikian secara umum pada kenyataannya prinsip biosecurity belum sepenuhnya diterapkan pada kegiatan budidaya ikan. Kondisi ini berbanding terbalik jika dibandingkan pola manajemen budidaya ikan yang dilakukan di negara asing yang teknologi budidaya ikannya sudah sangat maju seperti: Thailand, China dan Jepang prinsip biosecurity menjadi pertimbangan utama sebagai penentu keberhasilan budidaya ikan. Pembudidaya seringkali belum menyadari bahwa pengelolaan air bukan hanya dilakukan pada air yang masuk, namun pengelolaan air buangan budidayapun yang sangat penting untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit ikan terhadap lokasi budidaya disekitarnya. Mempertimbangkan fenomena di atas maka “society awareness” perlu ditanamkan terhadap para pembudidaya ikan, sehingga ada komitmen dan tanggungjawab bersama dalam upaya pencegahan terhadap kemungkinan masuknya hama dan penyakit serta kemungkinan dampak penyebaran terhadap lingkungan budidaya disekitarnya.

(12)

Penanganan dan pengobatan pada penyakit ikan khususnya koi herpes virus dengan sistem panas dapat dilakukan dengan mengeluarkan ikan dari kolam utama ke kolam isolasi atau akuarium, air yang digunakan di tempat isolasi harus memiliki suhu sama dengan air kolam asalikan. Kemudian secara perlahan-lahan air dipanaskan di dalam kolam isolasi hingga 30˚C dan ikan dibiarkan di kolam isolasi selama 7 hari. Hindari pemberian makan selama proses pengobatan karena akan membuat ikan stress. Setelah perlakuan panas 7 hari selesai, secara perlahan-lahan dinginkan air hingga 27˚C dan setelah itu dapat dimulai pengobatan dengan antibiotik.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto dan Liviawaty. 1992. Pengendalian hama dan penyakit ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Pelczar, M,j. dan E,C,S, Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi II. Alih bahasa: R,S, Hadioetomo, T, Imas, S.S, Tjitrosomo dan S. L. Angka. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Suratmi, B., Adjiri dan D.I. Paramita. 1996. Beberapa penelitian farmakologis sambiloto (Andrographis paniculata Nees) (Kumpulan abstrak). Warna Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. 3, No.1. Hal : 1-24; 33-34.

Surfianti, N.C. Prihartini, M. Fathoni, E.R. Ekoputn, Laminem, R.Wilis, E. Pujiastuti , Sokhib dan A.D. Koswara. 2010. Deteksi Penyakit TSV (Taura Syndrome Virus) secara PCR pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dengan Berbagai Ekstraksi, Suhu dan Waktu Penyimpanan. Balai Karantina Ikan Kelas I Juanda. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Surabaya.

Widayanti. 2005. Deteksi Penyakit Taura Syndrome Virus Pada Udang Putih (Penaeus vannamei) dengan Metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction.Perikanan. Vol. VII/I, pp. 40- 46.

Yukio, M., Leobert d. De la peña and Erlinda R. Cruz-lacierda, 2007. Susceptibility of Fish Species Cultured in Mangrove, Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) (Tigbauan 5021, Iloilo, Philippines).

Referensi

Dokumen terkait

Apabila data rerata dimasukan ke dalam norma pengukuran maka kekuatan tangan kiri mahasiswa berada pada level sedang.. Apabila data rerata kita masukan ke dalam

mengambil judul “Faktor -faktor yang Mempengaruhi Pelaporan Keuangan Melalui Internet Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”... 1.2

7.2.5 Membuat laporan berkala dan laporan khusus Instalasi Rawat Jalan dengan menganalisa data pelaksanaan, informasi, dokumen dan laporan yang di buat oleh bawahan untuk

Selaku PPID Komisi Yudisial, saya mengucapkan syukur atas salah satu capaian yang diperoleh Komisi Yudisial di tahun 2019, yaitu mempertahankan predikat “Menuju Informatif”

Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui besar beban organik dari air limbah yang masuk ke dalam Boezem Morokrembangan bagian selatan yang akan mengalami proses

Alat ukur Forgiveness yang digunakan adalah alat ukur dari McCullough (2008) yang diadaptasi oleh peneliti terdiri dari 18 item dan alat ukur faktor yang memengaruhi Forgiveness

Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang

Berbagai persiapan dilakukan sebelum pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan (PPL) diantaranya melakukan observasi di lokasi yaitu di SMP Negeri 1 Mungkid Magelang.