• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI EPIDEMIOLOGI KOI HERPES VIRUS YANG MENYERANG IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI PULAU JAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI EPIDEMIOLOGI KOI HERPES VIRUS YANG MENYERANG IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI PULAU JAWA"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM)

STUDI EPIDEMIOLOGI KOI HERPES VIRUS

YANG MENYERANG IKAN MAS (Cyprinus carpio)

DI PULAU JAWA

TAPM Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Magister Manajemen Perikanan

Disusun oleh :

Raden Gatot Perdana

NIM. 014850648

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS TERBUKA

JAKARTA

2008

UNIVERSITAS

(2)

i ABSTRAK

Studi Epidemiologi Koi Herpes Virus Yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Pulau Jawa

Raden Gatot Perdana

Universitas Terbuka

gatot_dana@yahoo.co.id

Kata Kunci : Koi Herpes Virus, penyebaran KHV, tingkat serangan dan pengendalian.

Pengembangan usaha perikanan khususnya budidaya merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produksi perikanan nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu kendala yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi perikanan adalah kendala biologi, yaitu yang berhubungan dengan gangguan hama dan penyakit ikan yang merupakan faktor penghambat dalam upaya peningkatan produksi dan menurunkan hasil kuantitas produksi serta mengancam kelestarian sumberdaya hayati perikanan.

Koi Herpes Virus (KHV) adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis virus umumnya menyerang ikan mas dan koi (Cyprinus carpio), dengan target serangan pada permukaan kulit, insang dan ginjal ikan. Pola penyebaran KHV di Indonesia berlangsung sangat cepat dan sporadis, dan kematian ikan berlangsung sangat cepat.

Tujuan dari penelitian ini adalah : mengidentifikasi tentang pola penyebaran dan status terkini penyakit KHV di wilayah Jawa dan menganalisis tingkat serangan (patogenitas) dari KHV yang menyerang ikan mas di Pulau Jawa pada kondisi saat ini.

Hasil uji laboratoris KHV di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah menunjukkan hasil yang negatif dari bulan Januari hingga bulan Mei tahun 2008. Demikian pula dari hasil survey lapangan dan wawancara tidak diperoleh informasi yang menyatakan bahwa telah terjadi serangan virus KHV. Sedangkan untuk wilayah DKI Jakarta Banten dan Jawa Barat, pada bulan Januari, Februari dan April 2008 memperoleh hasil positif KHV dengan kisaran suhu pada 26 – 29 °C. Sehingga dapat menunjukkan bahwa penyakit KHV di Pulau Jawa masih eksis. Prevalensi berbanding lurus dengan tingkat serangan menunjukkan pada kondisi menurun dari bulan Januari hingga Februari, dan mengalami kenaikan pada bulan Maret, hingga pada bulan-bulan berikutnya yaitu April dan Mei. Sedangkan jumlah kasus baru (insidensi) pada bulan Januari hingga April menunjukkan pada status yang hampir sama, namun pada bulan Mei terjadi peningkatan.

Berdasarkan hasil penelitian, selama kurun waktu antara Januari - Mei 2008, hampir tidak dijumpai adanya kasus kematian yang signifikan pada budidaya ikan mas akibat infeksi KHV.

UNIVERSITAS

(3)

ABSTRACT

Epidemiology Study of Koi Herpes Virus in Common Carp (Cyrpinus carpio) in Java Island

Raden Gatot Perdana

Universitas Terbuka

gatot_dana@yahoo.co.id

Keywords: Spreading and infection of KHV disease, level of threat, and controlling.

The developing of fishery business especially in aquaculture, is a good effort to increase the national aquaculture product in order to meet the domestic and international market demand. O

ne problem that affecting the fishery production is the biology problem, it is related with the threat of pest and fish disease, which is a problem for the effort of increasing the production, and declining the production quantity, also threatening the fisheries natural resource.

Koi Herpes Virus (KHV) is a disease that infected by a kind of virus that attacks common carp and koi (Cyprinus carpio), with the target of threat on the skin surface, gills, and fishes kidney. The spreading pattern of KHV in Indonesia happens in a short period of time.

The purposes of this research are identifying the spreading pattern, and the current status of KHV in the Java region and analyzing the level of threat (patogenity) of KHV that attacks common carp in Java today.

The laboratory test result of KHV in the region of East Java, Central Java shows negative result from January until May 2008. The same result also came from the field survey and interview. While in the region of DKI Jakarta, Banten and West Java, in January, February, and April 2008 shows the positive result of KHV around the temperature of 26 – 28 °C. It indicates that KHV still threatens Java. Prevalency equal with level of threat shows the decreasing of the condition from January to February, and it also shows increasing on March to May. Otherwise the number of new cases (incidency) on January to April shows the same status, but there is an increasing on May.

Based on the research result, from January – May 2008, there is almost no record of significant mortality in the common carp breeding caused by the infection of KHV.

UNIVERSITAS

(4)

iii

UNIVERSITAS TERBUKA PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PERIKANAN

PERNYATAAN

TAPM yang berjudul Studi Epidemiologi Koi Herpes Virus Yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Pulau Jawa adalah hasil karya saya sendiri, dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya penjiplakan (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi akademik.

Jakarta, 27 Agustus 2008 Yang Menyatakan

(Raden Gatot Perdana) NIM. 014 850 648

UNIVERSITAS

(5)

LEMBAR PERSETUJUAN TAPM

Judul TAPM : Studi Epidemiologi Koi Herpes Virus Yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Pulau Jawa

Penyusun TAPM : Raden Gatot Perdana

NIM : 014 850 648

Program Studi : Magister Manajemen Perikanan Hari/Tanggal : Rabu, 29 Oktober 2008

Menyetujui :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Prof. DR. Ir. John Haluan, MSc. DR. AM. Lusiastuti, M.Si. Drh

NIP. 130 521 370 NIP. 131 653 733

Mengetahui,

Direktur Program Pascasarjana

Prof. DR. Udin S. Winataputra, MA NIP. 130 367 151

UNIVERSITAS

(6)

v

UNIVERSITAS TERBUKA PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PERIKANAN

PENGESAHAN

Nama : Raden Gatot Perdana

NIM : 014 850 648

Program Studi : Magister Manajemen Perikanan

Telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Penguji TAPM Program Pascasarjana, Program Studi Magister Manajemen Perikanan, Universitas Terbuka pada :

Hari/Tanggal : Selasa, 23 September 2008

Waktu : 10.00 s/d 11.30 WIB

Dan telah dinyatakan LULUS

PANITIA PENGUJI TAPM

Ketua Komisi Penguji : (Surachman Dimyati, PhD) Penguji Ahli : (DR. Kukuh Nirmala) Pembimbing I :

(DR. AM. Lusiastuti, M.Si. Drh)

Pembimbing II :

(Prof. DR. Ir. John Haluan, MSc)

UNIVERSITAS

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunianya yang telah memberikan segala kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang berjudul “ Studi Epidemiologi Koi Herpes Virus Yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Pulau Jawa” disusun guna untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana di Program Magister Manajemen Perikanan Universitas Terbuka.

Permasalahan penyakit merupakan bagian dari permasalahan pengembangan usaha budidaya ikan, khususnya dengan timbulnya wabah Koi Herpes Virus (KHV) yang menyerang ikan mas dan koi yang merupakan salah satu faktor penghambat dalam upaya peningkatan produksi, karena disamping dapat menurunkan hasil (kuantitas) produksi dapat pula mengancam kelestarian sumberdaya hayati perikanan. Wabah penyakit ini pula menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial yang sangat besar.

Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian ini dilakukan, mengidentifikasikan permasalahan dan upaya pengendalian melalui manajemen pengendalian penyakit, sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi, pengetahuan kepada masyarakat umum dan institusi terkait khususnya untuk menentukan langkah-langkah berikutnya dalam rangka pengendalian dan pencegahan KHV secara terpadu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tugas akhir ini menjadi lebih baik serta dapat memberikan tambahan pengetahuan yang bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Agustus 2008

Penulis

UNIVERSITAS

(8)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam proses penyelesaian tugas akhir ini tentu saja tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan dorongan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada semua pihak telah banyak membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada :

1. Ibu Dr. A.M. Lusiastuti, Msi. Drh., selaku pembimbing utama yang telah banyak membantu serta memberikan bimbingan dan membagi ilmu yang sangat berguna. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc, selaku pembimbing kedua yang telah

banyak memberikan bimbingan dan masukan yang bermanfaat.

3. Ibu Dra. Agnes P. Sudarmo, MA, selaku Ketua Program Magister Manajemen Perikanan.

4. Teman-teman mahasiswa Pasca Sarjana MMP, yang telah memberikan dukungan semangat dan kerjasama yang baik selama menempuh pendidikan ini.

5. Ketua dan Staf Program Pasca Sarjana UPBJJ Jakarta dan Pusat, atas segala bantuan dan layanan serta informasinya selama ini.

6. Kedua orang tua, atas segala dukungan moril dan spirituil yang tiada henti diberikan.

7. Teristimewa buat istriku Yayuk Widiya serta kedua putra putriku Reyhan Irza Perdana dan Livia Prameswari untuk kasih sayang yang luar biasa besar artinya bagi penulis dan dorongan, doa serta kesabarannya menunggu selama penulis menyelesaikan masa pendidikan.

Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmatNya bagi kita semua, amin.

Jakarta, Agustus 2008

Penulis

UNIVERSITAS

(9)

DAFTAR ISI Hal ABSTRAK ... i LEMBAR PERSETUJUAN ... iv LEMBAR PENGESAHAN ... v KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR ISTILAH ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Kajian Teori ... 5 B. Kerangka Berpikir ... 12 C. Definisi Operasional ... 13 1. Epidemiologi ... 13 2. Gejala Klinis ... 13 3. Distribusi KHV ... 15

4. Koi Herpes Virus ... 15

5. Faktor Resiko ... 17

6. Identifikasi dan Karakterisasi ... 17

UNIVERSITAS

(10)

ix

7. Metode Diagnosa ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Waktu dan Lokasi ... 22

B. Desain Penelitian ... 22

C. Populasi dan Sampel ... 22

D. Instrumen Penelitian ... 24

1. Pengumpulan Data ... 24

2. Analisa Data ... 25

3. Pemeriksaan KHV dengan Metode PCR ... ... 25

IV. TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Keragaan KHV ... 29 B. Status Terkini KHV ... 34 C. Suhu ... 35 D. Tingkat Serangan ... 38 E. Faktor Resiko ... 42 F. Pengendalian Penyakit KHV ... 43

1. Manajemen Kesehatan Ikan yang Terintegrasi ... 43

2. Ikan Bebas KHV dan Karantina ... 48

3. Menghindari Faktor Stres ... ... 49

4. Vaksin KHV ... 50

5. Rekomendasi Pembatasan Zona Infeksi KHV ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

UNIVERSITAS

(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya penyakit ... 5

Gambar 2.2 Serangan pertama KHV di Blitar ... 7

Gambar 2.3 Pola penyebaran KHV ... 10

Gambar 2.4 Kerangka berfikir ... 12

Gambar 2.5 Kulit melepuh ... 13

Gambar 2.6 Luka pada kulit ... 14

Gambar 2.7 Sirip ikan terdapat bercak-bercak putih ... 18

Gambar 3.1 Alat PCR untuk pemeriksaan KHV ... 27

Gambar 4.1 Hasil pemeriksaan PCR ... 31

Gambar 4.2 Kematian ikan mas di kolam petani ... 33

Gambar 4.3 Status terkini penyebaran KHV ... 35

Gambar 4.4 Lokasi budidaya KJA ... 38

Gambar 4.5 Data prevalensi, insidensi, dan tingkat serangan KHV ... 40

Gambar 4.6 Alat ozonisasi ... 45

Gambar 4.7 Kolam desinfeksi ... 48

Gambar 4.8 Proses karantina ... 49

Gambar 4.9 Ikan yang mati dimusnahkan dengan cara dibakar ... 52

UNIVERSITAS

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 4.1 Prevalensi, insidensi dan tingkat serangan KHV ... 40

UNIVERSITAS

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal Lampiran 1. Jadwal perencanaan penelitian TAPM ... 58 Lampiran 2. Lembar kuesioner ... 59 Lampiran 3. Tabel data hasil pemeriksaan PCR terhadap sampel ikan

mas dan koi ... 61 Lampiran 4. Tabel data populasi, kematian dan ikan mas dan koi yang sakit .... 66 Lampiran 5. Peta penyebaran KHV di Pulau Jawa dan Pulau lainnya ... 69

UNIVERSITAS

(14)

xiii

DAFTAR ISTILAH

1. Polymerase Chain Reaction (PCR) : merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme

(teknik biologi molekuler). Metode ini digunakan untuk pemeriksaan virus.

2. Carrier : Suatu individu yang tidak menampakkan gejala dari suatu penyakit, tetapi membawa patogen penyebab penyakit tersebut, atau mempunyai gen dari penyakit tersebut, dan dapat menularkan penyakit tersebut kepada yang lain baik melalui interaksi dengan individu lain, atau dengan mewariskan gen penyebab penyakit kepada keturunannya.

3. Up welling : adalah proses pergerakan massa air dari kedalaman tertentu ke atas permukaan yang terjadi pada suatu perairan dimana salah satu akibat dari perbedaan suhu yang ekstrim antara permukaan air dengan bagian dasar perairan.

4. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) : adalah suatu metode pemeriksaan virus dengan cara melihat adanya pembentukan antibodi spesifik yang diproduksi oleh ikan sebagai perlawanan pada saat terinfeksi KHV

5. Imunostimulan : merupakan zat yang mampu memacu sistem kekebalan tubuh

6. Osmoregulasi : proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup.

7. Stakeholders : pengguna jasa

8. Patobiologi : kajian mengenai perubahan biologis yang tidak seimbang untuk mengungkap patogenesis penyakit.

9. Invitro : proses yang dibuat sedemikian rupa yang terjadi di lingkungan buatan seperti pada tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya, di luar tubuh organisme; seperti halnya yang terjadi secara normal di dalam tubuh organisme.

10. OATA : Ornamental Aquatic Trade Association adalah asosiasi internasional yang mengatur tentang perdagangan ikan hias air tawar dan laut.

11. Present Status : status terkini

UNIVERSITAS

(15)

UNIVERSITAS

(16)

UNIVERSITAS

(17)

UNIVERSITAS

(18)

UNIVERSITAS

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Penyakit Sumber : Taukhid dkk, 2005

Munculnya penyakit pada ikan umumnya merupakan hasil interaksi yang

kompleks/tidak seimbang antara tiga komponen dalam ekosistem perairan yaitu inang

(ikan) yang lemah, patogen yang ganas serta kualitas lingkungan yang memburuk

(Snieszko, 1973 dalam Taukhid dkk, 2005). Ketiga komponen tersebut diilustrasikan

dalam bentuk lingkaran yang berinteraksi satu sama lain. Pada Gambar 2.1 di atas,

menunjukkan bagaimana penyakit (intersection area) merupakan kombinasi dari

Ikan, Patogen dan lingkungan

Inang:

Benih unggul

Vaksin

Imunostimulan

Vitamin C Lingkungan:

Sistem & manajemen budidaya:



Padat tebar, pakan, kualitas air



Perbaikan lingkungan Inang Patogen Lingkungan penyakit Patogen:

Pencegahan (bio-security)

Obat (desinfeksi)

UNIVERSITAS

TERBUKA

(20)

kondisi ikan yang lemah, lingkungan budidaya yang buruk serta adanya patogen yang

ganas. Penyakit pula dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat

menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh dan merupakan

hasil interaksi ketiga komponen tersebut di atas.

Ketiga lingkaran tersebut merupakan konsep umum mekanisme terjadinya

penyakit secara alamiah, maka strategi dari filosofi dasar manajemen kesehatan ikan

pun haruslah dikonsentrasikan pada upaya peningkatan komponen tersebut yang

dilakukan secara terintegrasi. Pertama, penyediaan lingkungan yang sehat harus

dimulai dari pemilihan lokasi budidaya, desain dan konstruksi wadah, sistem

budidaya, serta pengelolaan kualitas air. Kedua, untuk mendapatkan ikan yang sehat

harus dimulai dari induk unggul dan bebas penyakit sehingga diperoleh benih yang

prima, pakan yang cukup (kualitas dan kuantitas), penerapan budidaya yang sehat.

Tanpa memberikan keseimbangan terhadap komponen tersebut, maka upaya

pengendalian penyakit sulit dicapai, karena secara faktual ikan selalu hidup bersama

patogen yang setiap saat berpotensi menyebabkan penyakit. Meskipun pada budidaya

telah diterapkan sistem sterilisasi secara modern, namun belum mampu

mengeliminasi seluruh patogen potensial dari lingkungan budidaya.

Pencapaian status kesehatan populasi ikan pada suatu lokasi budidaya harus

dilakukan minimal dua kali dalam setahun. Pemeriksaan dilakukan pada saat siklus

tertentu ikan atau pada saat kondisi suhu dan musim yang sesuai untuk mengamati

gejala klinis dan mengisolasi patogen. Selama periode dua tahun, unit-unit budidaya

hanya dapat menerima ikan-ikan yang berasal dari lokasi budidaya yang telah diakui

UNIVERSITAS

(21)

status kesehatannya, atau yang memiliki status kesehatan sama atau lebih dari unit

budidaya yang sedang di monitor.

Gambar 2.2 Serangan Pertama KHV di Blitar Sumber : Sunarto, 2005

Koi Herpes Virus merupakan nama yang pertama kali diberikan oleh Prof.

Ron Hedrick dari University of California untuk menyebut patogen penyebab

kematian massal pada ikan mas dan koi. An Emergency Disease Control Task Force

on a Serious Disease of Koi and Common Carps in Indonesia yang dikoordinir oleh

NACA pada bulan Juni 2002, menyebut penyakit yang sedang berlangsung di

Indonesia sebagai Mass Mortality of Koi and Common Carps (MMKCC). Kemudian

Ronen et al. (2003) dalam Tauhid dkk. (2005) meragukan bahwa penyakit tersebut

disebabkan oleh infeksi virus herpes, sehingga ditawarkan nama baru yaitu Carp

Blitar, Jawa Timur

UNIVERSITAS

(22)

Nepritis and Gill Necrosis Virus (CNGV). Namun dari ketiga nama yang

diperdebatkan tersebut, satu hal yang sangat jelas yaitu penyebab utama dan akibat

yang ditimbulkannya adalah sama. Secara khas penyakit KHV ini sangat menular

namun serangan yang dapat menyebabkan sakit atau kematian hanya terbatas pada

ikan mas dan koi. Ikan lain yang memiliki kekerabatan sangat dekat, seperti ikan mas

koki (Carassius auratus), grass carp (Ctenopharyngodon idella) dan silver carp

(Hypophthalmichthys molitrix), ataupun dari famili lainnya seperti silver perch

(Bidyanus bidyanus) dan tilapia (Oreochromis niloticus) telah ditemukan resisten

penuh terhadap penyakit tersebut, bahkan setelah perlakuan kohabitasi selama lima

hari dengan ikan sakit pada kisaran temperatur 23-25 oC yang memungkinkan penyakit menular (Perelberg, et al., 2003).

Kelompok herpes virus umumnya memiliki karakter yang unik, yaitu

memiliki kemampuan untuk hidup laten dalam sel inang untuk jangka waktu yang

lama, dan akan menjadi aktif kembali apabila ada pemicu seperti perubahan

lingkungan atau stress yang terjadi pada inang. Meskipun belum ada hasil riset yang

definitif pada kasus KHV, namun ada beberapa informasi dari pembudidaya yang

membenarkan bahwa pada populasi yang pernah terserang KHV, tidak menjamin

bahwa populasi tersebut akan aman dari infeksi KHV berikutnya. Ornamental

Aquatic Trade Association (2001) menyatakan bahwa seperti halnya infeksi herpes

virus lainnya, KHV juga diyakini akan tetap eksis pada individu yang pernah

terinfeksi; sehingga ikan survivor sebaiknya tetap dicurigai sebagai carriers potensial

penyakit tersebut.

UNIVERSITAS

(23)

Jenis ikan yang terinfeksi KHV sejauh ini hanya satu spesies, yaitu Cyprinus

carpio (ikan mas dan koi). Hasil infeksi buatan melalui penyuntikan homogenate

organ insang asal ikan positif KHV terhadap beberapa jenis ikan budidaya seperti

ikan nila, gurame, komet, koki dan lele menunjukkan bahwa ikan-ikan tersebut bukan

inang yang cocok bagi KHV. Pengamatan secara klinis tidak menunjukkan adanya

gejala sakit, dan melalui diagnosa PCR diperoleh hasil negatif KHV. Hasil yang

hampir serupa juga didapatkan oleh Perelberg et al. (2003) yang menginfeksi KHV

secara buatan terhadap ikan tilapia (Orechromis niloticus), silver perch (Bidyanus

bidyanus), silver carp (Hypophthalmichthys molitrix), goldfish (Carassius auratus),

dan grass carp (Ctenopharyngodon idella). Sehingga disimpulkan bahwa selain ikan

mas dan koi; jenis-jenis ikan dari family Cyprinidae tidak terinfeksi KHV dan mereka

juga tidak berlaku sebagai karier bagi virus tersebut (Perelberg et al., 2003; Ronen et

al., 2003).

Kasus KHV umumnya sangat terkait dengan kondisi lingkungan perairan,

terutama suhu air. Gilad et al. (2003 ) menyimpulkan bahwa faktor yang paling

definitif mempengaruhi virulensi KHV adalah suhu air. Secara laboratoris, suhu

optimum untuk replikasi virus secara in vitro adalah pada kisaran 15 - 25 oC, dan tidak ada atau sangat minim pertumbuhannya pada suhu 4, 10 dan 30 oC. Kasus kematian ikan akibat KHV umumnya terjadi pada kisaran suhu air antara 18 – 27 oC (OATA, 2001; Goodwin, 2003). Pada suhu dibawah 18 oC tidak terjadi kematian ikan, dan tidak ada laporan kasus pada suhu air di atas 30 oC.

Distribusi KHV di Indonesia berlangsung sangat cepat dan sporadis, sehingga

perlu adanya upaya konkrit untuk mencegah masuknya jenis penyakit ini dari wilayah

UNIVERSITAS

(24)

terinfeksi ke daerah lain yang masih dianggap bebas atau sebarannya masih relatif terbatas. Penetapan Wilayah Sumatera sebagai kawasan karantina bagi penyakit KHV

melalui Permen No.

perikanan tehadap penyakit KHV di Wilayah Sumatera

amanah dari peraturan tersebut adalah perlu adanya kegiatan evaluasi dan monitoring untuk mengetahui status dan keragaan peny

bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan selanjutnya.

Salah satu pencegahan dalam pengendalian KHV yaitu pemberian

imunostimulan. Imunostimulan adalah suatu bahan atau zat yang yang dapat memicu

terbentuknya kekebalan tubuh.

bahan imunostimulan dapat meningkatkan daya tahan tubuh ikan terutama kekebalan

non-spesifik. Kekebalan non

berfungsi untuk melawan segala jenis patogen yang menyerang dan bersifat alami. terinfeksi ke daerah lain yang masih dianggap bebas atau sebarannya masih relatif terbatas. Penetapan Wilayah Sumatera sebagai kawasan karantina bagi penyakit KHV 55/Men/2004 bertujuan untuk melindungi sumber daya

perikanan tehadap penyakit KHV di Wilayah Sumatera (Puskari, 2006)

amanah dari peraturan tersebut adalah perlu adanya kegiatan evaluasi dan monitoring untuk mengetahui status dan keragaan penyakit KHV di kawasan karantina sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan selanjutnya.

Gambar 2.3 Pola penyebaran KHV Sumber : Sunarto, 2005

Salah satu pencegahan dalam pengendalian KHV yaitu pemberian Imunostimulan adalah suatu bahan atau zat yang yang dapat memicu

terbentuknya kekebalan tubuh. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian

dapat meningkatkan daya tahan tubuh ikan terutama kekebalan

n non-spesifik adalah suatu sistem pertahanan tubuh yang

berfungsi untuk melawan segala jenis patogen yang menyerang dan bersifat alami. terinfeksi ke daerah lain yang masih dianggap bebas atau sebarannya masih relatif terbatas. Penetapan Wilayah Sumatera sebagai kawasan karantina bagi penyakit KHV 55/Men/2004 bertujuan untuk melindungi sumber daya

(Puskari, 2006). Salah satu

amanah dari peraturan tersebut adalah perlu adanya kegiatan evaluasi dan monitoring akit KHV di kawasan karantina sebagai

Salah satu pencegahan dalam pengendalian KHV yaitu pemberian Imunostimulan adalah suatu bahan atau zat yang yang dapat memicu Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian dapat meningkatkan daya tahan tubuh ikan terutama kekebalan spesifik adalah suatu sistem pertahanan tubuh yang berfungsi untuk melawan segala jenis patogen yang menyerang dan bersifat alami.

UNIVERSITAS

(25)

Kekebalan non-spesifik merupakan imunitas bawaan, yaitu respon perlawanan

terhadap zat asing yang dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah

terpapar oleh zat tersebut.

Berdasarkan penelitian Asmaeni (1995), salah satu materi imunostimulan

yang telah terbukti dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh yaitu vitamin C.

Vitamin C dapat meningkatkan kekebalan non-spesifik melalui mekanismenya

sebagai koenzim penggerak aktivasi kekebalan yang dilakukan oleh sel. Vitamin C

juga membantu memelihara fungsi sel fagosit melalui peningkatan kemotaktik

neutrofil dan makrofag.

Faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian vitamin C adalah dosis dan

dan frekwensi pemberian vitamin. Kedua hal tersebut akan menentukan tingkat

efektifitas vitamin C dalam meningkatkan kekebalan tubuh terhadap serangan

penyakit, sehingga kelangsungan hidup ikan akan meningkat. Menurut Irianto (2005),

pemberian imunostimulan dalam jumlah yang tidak optimal dapat memberikan efek

yang kurang baik terhadap fungsi organ tertentu dan dapat bersifat imunosupresan,

sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan efektifitasnya, meskipun

imunostimulan tersebut memiliki potensi imugonik yang tinggi.

UNIVERSITAS

(26)

B. Kerangka Berpikir

Cukup beresiko

Analisa tingkat

penyebaran KHV Analisa tingkat resiko

Temuan Analisa laboratoris Tidak beresiko - Jumlah Populasi - Virulensi KHV - Faktor resiko

- Kerugian ekonomi dan sosial - Lokasi wabah KHV pertama - Jenis penyakit - Pola penyebaran - Distribusi geografis Analisa lapangan Manajemen Pengendalian Aman Ya Kuesioner SELESAI

Gambar 2.4 Kerangka Berfikir

Tidak

UNIVERSITAS

(27)

C. Definisi Operasional

1. Epidemiologi

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari faktor yang mempengaruhi

kesehatan dan sakitnya suatu populasi, sehingga hasil yang diperoleh dapat menjadi suatu dasar atau bukti didalam melakukan proses identifikasi faktor resiko penyakit

dan untuk menentukan metode penanganan yang optimal pada tahap selanjutnya

(Friedman, 2004).

2. Gejala Klinis

Gejala klinis adalah perubahan sifat, tingkah laku dan penampilan yang

abnormal sebagai akibat adanya infeksi. Setelah ditandai dengan munculnya gejala

klinis, kemudian terjadi kematian ikan yang berlangsung sangat cepat, hanya 24 – 48

jam setelah gejala klinis pertama kali terlihat. Secara umum ikan yang terinfeksi

KHV menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut: (Gardenia dkk, 2005)

Gambar 2.5 Kulit melepuh Sumber : Taukhid dkk, 2005

UNIVERSITAS

(28)

Produksi lendir (mucus) berlebih sebagai respon fisiologis terhadap kehadiran

patogen, selanjutnya produksi lendir menurun drastis sehingga tubuh ikan terasa

kasat. Insang berwarna pucat dan terdapat bercak putih atau coklat (sebenarnya

adalah kematian sel-sel insang atau “gill necrosis”), selanjutnya menjadi rusak,

geripis pada ujung tapis insang dan akhirnya membusuk. Secara mikroskopis

menunjukkan adanya kerusakan jaringan yang serius serta kematian sel yang berat.

Pendarahan di sekitar pangkal dan ujung sirip serta permukaan tubuh lainnya.

Sering pula ditemukan adanya kulit yang melepuh, atau bahkan luka yang diikuti

dengan infeksi sekunder oleh bakteri, jamur dan parasit. Hati berwarna pucat,

selanjutnya menjadi rusak. Ginjal (anterior dan posterior) berwarna pucat.

Gambar 2.6 Luka pada kulit Sumber : Taukhid dkk, 2005

Gejala-gejala tersebut di atas yaitu; tingkah laku, internal dan eksternal,

sangat variatif dan tidak konsisten. Studi oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa

ikan yang terinfeksi KHV mengalami disfungsi hati dan sistem osmoregulasi,

UNIVERSITAS

(29)

hipoprotein, serta imunosupresif sehingga rentan terhadap infeksi patogen sekunder

(Taukhid dkk, 2005).

3. Distribusi KHV

Distribusi KHV di Indonesia berlangsung sangat cepat dan sporadis, sehingga

dianggap sebagai salah satu penyakit yang paling serius pada budidaya ikan air tawar.

Informasi tentang jumlah kematian dan pemanenan mendadak akibat kasus penyakit

tersebut, hanya baru sebagian kecil saja dari kejadian yang sesungguhnya. Puluhan

atau bahkan ratusan kasus penyakit KHV pada ikan mas dan koi terus berlanjut

hingga kini, kondisi ini sangat meresahkan pembudidaya ikan mas dan koi, termasuk

pelaku usaha lainnya yang terkait dengan pembudidayaan kedua jenis ikan tersebut.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan stakeholders, antara lain melalui

pembentukan posko penanggulangan wabah, sosialisasi status penyakit,

pelatihan/training, sarasehan, penyaluran bantuan, dll. termasuk pemberlakuan aturan

khusus terhadap ikan mas dan koi yang akan dikirim dari Pulau Jawa ke pulau

lainnya yang diatur dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

40/MEN/2002. Namun hingga kini belum tersedia teknologi pengendaliannya yang

efisien, aplikatif dan mempunyai tingkat kesesuaian yang tinggi bagi berbagai sistem

budidaya ikan mas dan koi.

4. Koi Herpes Virus

Koi herpes virus merupakan penyakit viral pada ikan mas dan koi (Cyprinus

carpio) yang sangat menular, mengakibatkan mortalitas antara 80 – 100% dari

populasi ikan, dengan masa inkubasi antara 1 – 14 hari. Individu yang bertahan hidup

sekitar 20% pada saat terjadi wabah umumnya akan menjadi resisten terhadap infeksi

UNIVERSITAS

(30)

berikutnya. Namun ketahanan tersebut tidak menunjukkan adanya transfer kepada

keturunannya (maternal immunity). (Taukhid dkk, 2005)

Infeksi virus KHV umumnya lebih serius pada suhu air antara 22 – 27 °C

(OATA, 2001), menginfeksi ikan mas dan koi semua umur; dan ikan ukuran benih

lebih sensitif daripada ukuran dewasa (Perelberg et al., 2003). Namun berdasarkan

hasil riset Loka Riset Kesehatan Ikan menunjukkan bahwa masa inkubasi KHV jauh

lebih pendek, yaitu antara 1 – 7 hari dan seperti halnya hasil yang diperoleh, tidak ada

perbedaan sensitifitas yang signifikan antara ikan ukuran benih dan dewasa.

Koi herpes virus merupakan patogen yang memiliki potensi imunogenik. Hal

ini terlihat dari ikan yang mampu bertahan hidup (survivors) antara 15 – 20% dari

sebagian besar kasus penyakit tersebut. Meskipun tidak ada batasan yang jelas, ikan

survivors pada kasus KHV dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu karier dan

resisten. (Taukhid dkk, 2005)

Karier KHV adalah individu yang berpotensi sebagai pembawa, dan apabila

kemudian terjadi infeksi pada level yang serius dapat pula mengalami sakit dan

bahkan mengalami kematian. Sedangkan resisten KHV adalah individu yang telah

memproduksi kekebalan spesifik hingga level protektif, sehingga mampu

mengeliminasi partikel virus dalam tubuhnya serta akan tetap hidup apabila kemudian

terjadi kasus serupa.

Batasan dari kedua kategori tersebut sangat menarik, dan strategi untuk

mendapatkan populasi ikan yang resisten nampaknya dapat dijadikan alternatif upaya

pencegahan yang lebih prospektif. Jenis Herpes Virus umumnya memiliki karakter

yang unik, yaitu memiliki kemampuan untuk tetap hidup dalam sel inang dalam

UNIVERSITAS

(31)

jangka waktu yang lama, dan akan menjadi aktif kembali apabila ada pemicu seperti

perubahan lingkungan atau stress yang terjadi pada inang.

5. Faktor Resiko

Sejumlah faktor resiko dapat dijadikan dasar di dalam menentukan

perkembangan penyakit, yaitu berdasarkan observasi langsung di lapangan sebagai

berikut (Sunarto, 2005) : Ukuran ikan; ukuran ikan yang bagaimana yang mempunyai

potensi terserang KHV. Tingkat oksigen terlarut dalam air; pengaruh oksigen terlarut

terhadap kelangsungan hidup ikan berkaitan dengan serangan penyakit KHV. Aliran

air; sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran dan penularan penyakit.

Kecepatan penularan dari ikan yang sakit; ikan yang sakit dan mati akibat virus KHV

mempunyai potensi yang sangat besar terhadap kecepatan penularan ke ikan yang

sehat. Kualitas air, faktor manajemen, pakan dan perlakuan; merupakan kunci

didalam menghambat penyebaran dan serangan KHV.

6. Identifikasi dan Karakterisasi

Berdasarkan isolasi virus dengan menggunakan galur sel sirip koi (KF-1)

yang identik dengan virus yang ditemukan pada jaringan ikan yang terinfeksi,

Hedrick et al (2000) menyebut virus ini sebagai Koi Herpesvirus (KHV) (Gilad, et

al., 2002). Namun dengan menggunakan genome virus yang diisolasi telah ditemukan

virus ini memiliki DNA viral yang sangat berbeda dan molekul DNA untai ganda

(dsDNA) sebesar 270-290 kbp (Hutoran, et al., 2004) yang menunjukkan ukuran

yang lebih besar dibandingkan dengan herpes virus lain yang sudah diketahui yaitu

120-240 kbp.

UNIVERSITAS

(32)

Karakteristik yan

dan berdasarkan patobiologi

immunohistokimia, virus ini disebut juga sebagai

Necrosis Virus (CNGV) (Pikarsky,

Organ target infeksi KHV masih terus

diketahui bahwa organ insang, ginjal, otak dan hati merupakan organ yang memiliki prevalensi (populasi virus) lebih tinggi dibandingkan dengan jenis organ lainnya.

Johnson (2004) menyatak

akurat untuk keperluan diagnosa KHV, bila dibandingkan dengan organ lainnya. Hingga kini belum ditemukan teknik sampling yang paling aman (

sampling) untuk diagnosa KHV

banyak menggunakan organ insang sebagai sampel.

Gambar 2

arakteristik yang berbeda seperti yang ditunjukkan oleh famili herpesvirus

patobiologi penyakit pada ikan mas menggunakan

immunohistokimia, virus ini disebut juga sebagai Carp Interstitial Nephritis and Gill

(CNGV) (Pikarsky, et al., 2004).

Organ target infeksi KHV masih terus diteliti, meskipun secara umum

diketahui bahwa organ insang, ginjal, otak dan hati merupakan organ yang memiliki prevalensi (populasi virus) lebih tinggi dibandingkan dengan jenis organ lainnya.

atakan bahwa hati dan ginjal merupakan organ yang lebih

akurat untuk keperluan diagnosa KHV, bila dibandingkan dengan organ lainnya. Hingga kini belum ditemukan teknik sampling yang paling aman (

) untuk diagnosa KHV menggunakan teknik PCR, dan selama ini lebih

banyak menggunakan organ insang sebagai sampel.(Taukhid dkk, 2005)

Gambar 2.7 Sirip ikan terdapat bercak-bercak putih

Sumber : Sunarto, 2005

yang ditunjukkan oleh famili herpesvirus

penyakit pada ikan mas menggunakan

Carp Interstitial Nephritis and Gill

, meskipun secara umum diketahui bahwa organ insang, ginjal, otak dan hati merupakan organ yang memiliki prevalensi (populasi virus) lebih tinggi dibandingkan dengan jenis organ lainnya. bahwa hati dan ginjal merupakan organ yang lebih akurat untuk keperluan diagnosa KHV, bila dibandingkan dengan organ lainnya.

Hingga kini belum ditemukan teknik sampling yang paling aman (non-lethal

an selama ini lebih (Taukhid dkk, 2005)

UNIVERSITAS

(33)

Taukhid dkk, (2005) menyebutkan KHV dikonfirmasi sebagai agen penyebab

penyakit masal yang menyebabkan kematian pada ikan mas dan koi berdasarkan pada

data, sebagai berikut: 1) virus dapat diisolasi dari ikan yang sakit dan tidak dari ikan

yang sehat (naive specimen), 2) inokulasi virus yang ditumbuhkan pada media sel

sirip koi (KFC) dan menyebabkan sakit yang sama pada naive specimen, 3)

ko-kultivasi sel ginjal dari spesimen yang diinduksi penyakit dapat menghasilkan virus

yang sama ketika ditumbuhkan pada media KFC, 4) transfer virus dari ikan sakit ke

media kultur sirip ikan mas (CFC) dalam tiga siklus dapat dilakukan, 5) isolasi virus

yang diklon pada kultur jaringan dapat menginduksi penyakit yang sama pada ikan,

6) sera kelinci yang dibuat untuk melawan virus yang dimurnikan dapat berinteraksi

secara spesifik dengan jaringan yang berasal baik dari ikan yang diinfeksi pada

eksperimen ataupun dari ikan sakit dari kolam, dan 7) DNA viral telah diidentifikasi

pada KFC yang dinfeksi dan pada ikan sakit tetapi tidak dari ikan sehat. Identifikasi

awal KHV ini telah memudahkan diagnosis penyakit dengan infeksi KFC, PCR dan

metode immunologi.

8. Metoda Diagnosa

Sebelum uji lanjut laboratoris dilakukan terhadap kasus penyakit ikan, terlebih

dahulu dilakukan metode klinis. Metode tersebut didasarkan atas pemeriksaan

anamnesa, kondisi tubuh ikan, gejala klinis dan kualitas air. Anamnesa merupakan

riwayat atau sejarah terjadinya penyakit ataupun segala sesuatu yang terkait secara

langsung ataupun tidak langsung yang mungkin ada atau erat hubungannya dengan

kasus KHV (Sunarto, 2005).

UNIVERSITAS

(34)

Dalam melakukan suatu anamnesa maka perlu dilakukan pengumpulan

informasi selengkap-lengkapnya terkait dengan KHV melalui pertanyaan-pertanyaan

(kuesioner) kepada pemilik/pembudidaya. Informasi sejarah penyakit KHV tersebut

mempunyai arti penting dalam peneguhan diagnosis dan dapat membantu dalam

penetapan suatu penyakit ikan yang berlangsung akut atau kasus sudah berlanjut

menjadi kronis. Dengan demikian, diagnosis banding dapat dilakukan dan

faktor-faktor lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kasus penyakit ikan tersebut dapat

diketahui dan sekaligus dapat dieliminasi dalam pengambilan sample untuk

penentuan uji lanjut laboratoris jika diperlukan.

Setiap ikan yang diperiksa harus disertai dan dilengkapi formulir pengiriman

dengan rincian hasil anamnesa sehingga akan lebih mempermudah petugas di

lapangan ataupun laboratorium. Formulir tersebut harus dibaca dan dicermati untuk

dilakukan uji lanjut. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

Nama dan alamat pemilik, data populasi meliputi; nama tempat, spesies ikan, ukuran,

umur, jumlah dan asal ikan. Perlu pula dilengkapi dengan jenis-jenis ikan lain yang

ada dalam lokasi tersebut.

Data penyakit meliputi; tingkat morbiditas dan mortalitas, jangka waktu/masa

inkubasi, gejala klinis, abnormalitas yang terlihat pada ikan yang baru saja

mengalami kematian, dan perlakuan/penanganan yang telah dilakukan. Data

lingkungan perairan dan kualitas air; sumber air, debit, suhu, pH, oksigen terlarut,

alkalinitas, kesadahan, amoniak, bahan organik total dan pengelolaan pemeliharaan

seperti kepadatan, jenis pakan, jenis obat/bahan kimia/vaksin yang digunakan, faktor stress yang signifikan, transportasi, aklimatisasi, handling dll.

UNIVERSITAS

(35)

Johnson (2004), menyimpulkan bahwa KHV sangat sulit didiagnosa karena

isolasi atau pengembangbiakan virus secara in vitro pada kultur jaringan relatif sulit.

Selanjutnya dikatakan bahwa karakter virus ini sangat unik, pada organ tertentu yang

terinfeksi akan memperlihatkan populasi virus yang sangat variatif selama periode

infeksi. Sehingga, apabila pengambilan sampel insang atau organ lainnya dilakukan

pada periode (hari) yang tidak tepat, sering diperoleh hasil yang tidak tepat pula; dan

fenomena seperti ini beberapa kali kami temukan pada populasi ikan yang sebenarnya

masih positif KHV.

Diagnosa KHV secara virologis sejauh ini dapat dilakukan melalui dua

pendekatan, yaitu secara langsung untuk melihat keberadaan virus atau partikel virus,

serta pendekatan tidak langsung yang bertujuan untuk melihat adanya respon dari

inang akibat terinfeksi virus (misal antibodi). Diagnosa secara langsung meliputi 1).

Isolasi dan identifikasi virus (secara in vitro) pada kultur jaringan (mis. Koi Fin cell

line), dimana salah satu indikasinya adalah adanya Cytophatic Effect (CPE), 2).

Penggunaan mikroskop elektron untuk melihat adanya partikel virus, dan 3). Teknik

Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk menganalisa keberadaan DNA KHV.

Diagnosa secara tidak langsung yang paling umum adalah secara imunologis,

misalnya dengan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), untuk melihat

adanya pembentukan antibodi spesifik yang diproduksi oleh ikan sebagai perlawanan

pada saat terinfeksi KHV (Hedrick et al., 2000; OATA, 2001; Goodwin, 2003). Uji

ELISA dapat membuktikan bahwa individu ikan pernah terinfeksi KHV, namun uji

ini tidak dapat menginformasikan apakah infeksi tersebut masih berlangsung atau

tidak, sehingga uji ini tidak direkomendasikan untuk diagnosa dini.

UNIVERSITAS

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan lokasi

Penelitian dan survei penyakit KHV dilakukan selama kurun waktu 5 bulan

yaitu bulan Januari hingga Mei (2008). Lokasinya ditentukan di 4 Provinsi, meliputi

wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Lokasi pengambilan

sampel dari masing-masing provinsi didasarkan pada sentra produksi ikan mas dan

koi, sedangkan titik (responden) pengambilan sampel ikan dilakukan secara acak

yang didasarkan pada peta penyebaran penyakit KHV dan informasi dari Unit

Pelaksana Teknis Karantina Ikan dan Dinas Perikanan dan Kelautan setempat.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Evaluatif dengan cara

pengamatan langsung terhadap subyek yang diamati. Observasi yang dilakukan

adalah mengamati fenomena yang terjadi dengan alat bantu berupa dokumentasi foto

(Surakhmad dan Winarno, 1998). Penggunaan metode ini karena penelitian ini pada

dasarnya untuk mencari pemecahan masalah.

C. Populasi dan Sampel

Daerah sebar populasi beresiko diperoleh berdasarkan hasil survei pada ikan

mas. Sampel yang digunakan di dalam penelitian berasal dari daerah yang telah

ditentukan berdasarkan lokasi yang terserang wabah KHV dan selanjutnya dilakukan

pemeriksaan secara laboratorium di Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan. Variabel

UNIVERSITAS

(37)

yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu air, tingkat serangan dan distribusi

geografis penyakit.

1. Suhu Air

Batasan pada variabel ini adalah lingkungan dengan suhu air yang sesuai dengan

kondisi virus KHV yang menyerang ikan mas dan pengaruhnya terhadap tingkat

kematian. Variabel ini diharapkan dapat melihat keterkaitan antara suhu air dan

serangan KHV.

2. Tingkat Serangan

Bagaimana tingkat serangan KHV yang berpengaruh terhadap tingkat

kemampuan hidupnya (survival rate). Jika besar tingkat serangan diketahui maka

dapat mengetahui cara penanganan dan pencegahannya.

Prevalensi adalah jumlah kasus penyakit yang terjadi dalam populasi dalam

waktu tertentu, atau selama periode waktu tertentu.

Prevalensi = Ikan sakit x 100% Populasi keseluruhan

Insidensi adalah jumlah kasus baru suatu penyakit spesifik yang terjadi selama

satu masa tertentu pada populasi yang mempunyai resiko.

Insidensi = Kasus baru x 100% Populasi

Tingkat serangan = Ikan sakit x K (Konstanta = 100) Ikan mati

UNIVERSITAS

(38)

3. LokasiGeografis Penyakit

Kondisi geografis penyakit akan memberikan informasi penyebaran terkini dari

KHV.

D. Instrumen Penelitian

Kegiatan penelitian ini dibagi dalam tahapan pengumpulan data dan tahap

analisa data.

1. Pengumpulan data

Informasi untuk mengetahui status, keragaan dan perkembangan penyakit

KHV di masing-masing lokasi survey dilakukan melalui wawancara dengan stake

holders (pembudidaya) yang dilengkapi dengan kuesioner terstruktur.

Data primer tentang present status KHV dilakukan melalui pengambilan sampel ikan

mas dan koi dari masing-masing daerah yang telah ditentukan sebagai lokasi survey.

Ukuran atau umur ikan yang disampling ditentukan secara acak. Sejarah dari sampel

yang terkumpul juga dielaborasi sebagai data dukung dalam analisa hasil akhir

kegiatan ini.

Teknik pendeteksian patogen (KHV) dilakukan melalui analisa DNA

(Polymerase Chain Reaction, PCR). Adapun target organ yang digunakan sebagai

sumber material ditentukan berdasarkan target organ yang selama ini diketahui

sebagai organ yang memiliki tingkat prevalensi paling tinggi yaitu insang ikan,

dan preservasi organ sampel dilakukan dalam larutan alcohol 70%.

UNIVERSITAS

(39)

Desain primer spesifik untuk mendeteksi KHV serta prosedur analisa dilakukan

menurut metoda yang dikembangkan oleh Gilad et al. (2002) dan/atau Gray et al.

(2002).

2. Analisa data

Hasil deteksi KHV terhadap sampel yang diperoleh dari lokasi survei

disajikan dalam bentuk gambar hasil visualisasi analisa DNA, dituangkan dalam

bentuk tabel atau peta untuk menggambarkan present status KHV di masing-masing

lokasi survei.

Informasi sekunder yang diperoleh dari hasil wawancara dengan stake holders akan

dielaborasi, dianalisa dan dikembangkan sebagai bahan dalam evaluasi yang

komprehensif dan objektif terhadap status dan keragaan KHV.

3. Pemeriksaan KHV dengan Metode PCR

a). Ekstraksi :

Alat dan Bahan : pipetor, mikro pipet, tabung mikro, sentrifus, inkubator, pestle,

vortex, analitical balance, dtab, ctab, insang atau sirip, kloroform, dissolve

solution, etanol PA 95 %.

Cara Kerja

Spesimen (insang atau sirip) dikeringkan menggunakan tissue steril, kemudian

ditimbang sejumlah 20 miligram, dan dimasukkan ke dalam tabung mikro steril

berukuran 1,5 ml, lalu diberi 600 µl reagen DTAB. Spesimen dihaluskan

menggunakan pestle, kemudian diinkubasi pada 75 oC selama 5 menit. Setelah selesai didinginkan tabung mikro sampai suhu ruang. Setelah itu menambahkan

700 mikroliter kloroform ke dalam tabung mikro. Divorteks selama 10 detik dan

UNIVERSITAS

(40)

disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan yang terdapat di

bagian atas tabung mikro dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru.

Menambahkan 100 µl reagen CTAB dan 900 µl dd. H2O ke dalam tabung mikro

yang baru, divorteks selama 10 detik dan diinkubasi pada 75 oC selama 5 menit. Setelah selesai, turunkan suhu tabung sampai suhu ruang, setelah itu

disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dengan

hati-hati agar pelet tidak ikut terbuang. Kemudian melarutkan pelet menggunakan 150

µl reagen dissolve solution diinkubasi pada 75 oC selama 5 menit. Setelah selesai, suhu tabung mikro diturunkan sampai suhu ruang. Disentrifugasi pada 12 000

rpm selama 5 menit kemudian supernatan di bagian atas tabung mikro

dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru. Setelah itu ditambahkan 300 µl

Etanol PA 95%. Vorteks selama 10 detik. Sentrifugasi pada 12 000 rpm selama 5

menit. Kemudian membuang supernatan, lalu pelet dikeringkan dengan cara

membalik tabung di atas kertas tissue steril. Tambahkan TE Buffer pada insang

sebanyak 100 µl kemudian disimpan pada suhu -20oC sampai akan digunakan dalam amplifikasi.

b). Amplifikasi.

Alat dan Bahan : tabung mikro, pipetor, mikro pipet, kontrol positif standar,

ddH2O.

Pembuatan Kontrol Positif

Sampel positif yang ada dalam kits dilarutkan sebanyak 1 µl ke dalam 9 µl

dd.H2O. Diberi label +3 pada tabung. Larutan ini adalah kontrol positif standar 3.

Kemudian 1 µl sampel positif standar 3 dilarutkan ke dalam 9 µl dd.H2O. Diberi

UNIVERSITAS

(41)

label +2 pada tabung. Larutan ini adalah kontrol positif standar 2. Setelah itu 1 µl

sampel positif standar 2 dilarutkan ke dalam 9 µl ddH2O. Diberi label +1 pada

tabung dan larutan ini adalah kontrol positif standar 1.

Gambar 3.1 Alat PCR untuk pemeriksaan KHV

c). Elektroforesis :

Alat & Bahan :

Analytical balance, hot plate stirrer, bejana elektroforesis, mikro pipet, pipetor,

spatula, UV Doc System, kontrol +, TAE Buffer, etidium bromida (Et Br),

aquades, agarose, loading dye, marker, ddH2O.

Cara Kerja :

Memasukkan 5µl marker ke dalam lubang pertama, kemudia memasukkan ke

dalam lubang elektroforesis 10 µl hasil amplfikasi dari sampel kontrol negatif dan

positif (+3, +2, +1) yang telah diberi 2 µl loading dye ke dalam tabung. Setelah

itu menutup tangki dan memberi aliran listrik dengan cara menyambungkan

kabel-kabelnya ke stopkontak. Sisi yang berisi hasil amplifikasi diberi arus

UNIVERSITAS

(42)

negatif, besarnya arus elektroforesis tidak boleh melebihi 150 Volt. Proses

elektroforesis dilakukan sampai warna loading dye mencapai ½ sampai ¾ bagian

gel. Setelah selesai, gel direndam dalam larutan EtBr (5 µl EtBr 10 mg/ml

dilarutkan dalam 100 ml akuades) yang di tempatkan dalam wadah plastik selama

10-15 menit. Setelah selesai gel diangkat dengan menggunakan spatula dan

ditiriskan. Gel dicuci dengan akuades, lalu hasilnya dianalisa dengan

menggunakan sistem dokumentasi sinar UV.

d). Contoh Interpretasi Hasil PCR :

1 2 3 4 5 6 7 M

Keterangan :

1 : Standar 1, 2000 kopi/reaksi (kontrol positif +3)

2 : Standar 2, 200 kopi/reaksi (kontrol positif +2)

3 : Standar 3, 20 kopi/reaksi (kontrol positif +1)

4 : ddH2O (kontrol negatif)

5 : Contoh Uji infeksi parah KHV

6 : Contoh Uji infeksi ringan KHV

7 : Contoh Uji KHV negatif

M : Penanda berat molekul, 848 bp, 630 bp, 333 bp

848 bp 630 bp

333 bp

UNIVERSITAS

(43)

UNIVERSITAS

(44)

UNIVERSITAS

(45)

UNIVERSITAS

(46)

UNIVERSITAS

(47)

UNIVERSITAS

(48)

UNIVERSITAS

(49)

UNIVERSITAS

(50)

UNIVERSITAS

(51)

UNIVERSITAS

(52)

UNIVERSITAS

(53)

UNIVERSITAS

(54)

UNIVERSITAS

(55)

UNIVERSITAS

(56)

UNIVERSITAS

(57)

UNIVERSITAS

(58)

UNIVERSITAS

(59)

UNIVERSITAS

(60)

UNIVERSITAS

(61)

UNIVERSITAS

(62)

UNIVERSITAS

(63)

UNIVERSITAS

(64)

UNIVERSITAS

(65)

UNIVERSITAS

(66)

UNIVERSITAS

(67)

UNIVERSITAS

(68)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari kegiatan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus KHV masih eksis di

Pulau Jawa, khususnya di wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.

2. Kasus KHV umumnya sangat terkait dengan kondisi lingkungan perairan,

terutama suhu air. Secara laboratoris, suhu optimum untuk replikasi virus secara

in vitro adalah pada kisaran 15 - 25 oC. Kasus kematian ikan akibat KHV umumnya terjadi pada kisaran suhu air antara 18 – 27 oC.

3. Selama kurun waktu antara Januari - Mei 2008, adanya kasus kematian yang

rendah pada budidaya ikan mas akibat infeksi KHV. Hal ini dapat diartikan

bahwa pengendalian penyakit KHV sudah sangat intensif dilakukan guna

meminimalisir serangan wabah KHV yang merugikan masyarakat dan petani

ikan.

4. Prevalensi atau jumlah kasus penyakit dalam populasi pada bulan Januari hingga

bulan Maret 2008 mengalami penurunan, namun pada bulan April terjadi

kenaikan dan akhirnya mengalami penurunan kembali pada bulan Mei.

Sedangkan jumlah kasus baru (insidensi) pada bulan Januari hingga April

menunjukkan pada status yang hampir sama, namun pada bulan Mei terjadi

peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah penyakit pada

populasi cenderung menurun, namun ada peningkatan kasus baru di beberapa

UNIVERSITAS

(69)

lokasi. Tingkat serangan menunjukkan pada kondisi menurun dari bulan Januari

hingga Februari, dan mengalami kenaikan pada bulan Maret, hingga pada

bulan-bulan berikutnya yaitu April dan Mei. Hal tersebut erat kaitannya dengan adanya

perubahan iklim yaitu dari musim penghujan menjadi musim kemarau, pada

musim kemarau suhu air relatif tinggi sehingga mempengaruhi tingkat serangan

Koi Herpes Virus menjadi semakin tidak virulen dan minim pertumbuhannya.

B. S a r a n

Wabah KHV di Pulau Jawa masih eksis, sehingga diharapkan semua

komponen masyarakat, terutama petani ikan mas dan koi dibantu oleh institusi

pemerintah untuk lebih meningkatkan upaya pengendalian penyakit KHV melalui

manajemen pengendalian penyakit KHV secara terpadu dengan langkah-langkah

sebagai berikut : lakukan pengendalian kesehatan ikan yang terintegrasi; gunakan

ikan bebas KHV yang sebelumnya dilakukan karantina; hindari faktor yang

menyebabkan stress pada ikan; penggunaan vaksin KHV dan pembatasan zona

infeksi KHV antar area.

UNIVERSITAS

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Asmaeni, N. D. (1995). Pengaruh Penambahan Vitamin C pada Pakan Komersial terhadap Ketahanan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell) dari Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila Stanier. Skripsi. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung. 80 hlm.

Ditjen Perikanan Budidaya. (2002). Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2002. Jakarta. 127 p.

Friedman, G.D. (2004). Primer of Epidemiology. Fifth Edition. Medical Publishing Division. United States of America. 401 p.

Gardenia, L., A. Sunarto, Taukhid, I. Koesharyani and L. Gardenia. (2005). Potensi Imunogenik dan Prospek Vaksinasi Bagi Upaya Pencegahan Penyakit Koi Herpes Virus Pada Ikan Mas. Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 105 hlm.

Gilad, O., S. Yun, M.A. Adkison, K. Way, N.H. Willits, H. Bercovier and R.P. Hedrick. (2003). Molecular comparison of isolates of an emerging fish pathogen, Koi Herpes Virus, and the effect of water temperature on mortality of experimentally infected koi. Abstract of pathology research.

Goodwin, A. (2003). Differential Diagnosis: SVC vs. KHV in Koi. Fish Health Newsletter, AFS/FHS. 31:1, 9-13.

Gray, W.L., L. Mullis, S.E. LaPatra, J.M. Groff, and A. Goodwin. (2002). Detection of Koi Herpes Virus DNA in tissues of infected fish. Journal of Fish Diseases 25: 171-178.

Haluan, J. (2007). Studi Lapangan. Buku Materi Pokok Universitas Terbuka. Penerbit Universitas Terbuka. Modul 1-6.

Hedrick, R.P., O. Gilad, S. Yun, J.V. Spangenberg, G.D. Marty, R.W. Nordhausen, M.J. Kebus, H. Bercovier, and A. Eldar. (2000). A herpesvirus associated with mass mortality of juvenile and adult koi, a strain of common carp. Journal of Aquatic Animal Health, 12:44-57.

Hutoran M., Ronen A., Perelberg A., Ilouze M., Dishon A., Bejerano I., Chen N. And Kotler M., (2005). Description of an as Yet Unclassified DNA Virus from Diseased Cyprinus carpio Species. J. Virol., 79 (4), 1983-1991.

Irianto, (2005). Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta. 256 hlm.

Johnson, E. (2004). Koi Herpes Virus – Spring Viremia of Carp – What You Should Know. Overview of viral disease of carp. Program of the Associated Koi Clubs of America (AKCA) on: www.akca.org.

NACA. (2002). Emergency Diesease Control Task Force on a Serious Disease of Koi and Common Carp in Indonesia. Bangkok.

UNIVERSITAS

(71)

Ornamental Aquatic Trade Association (OATA). (2001). Koi Herpes Virus (KHV). OATA, Westbury, Wilts, UK. Pp. 4-33.

Perelberg, A., M. Smirnov, M. Hutoran, A. Diamant, Y. Bejerano, and M. Kotler. (2003). Epidemiological description of a new viral disease afflicting cultured Cyprinus carpio in Israel. The Israeli Journal of Aquaculture, 55(1):5-12. Pikarsky, E., Ariel R.,Julia A., Berta L.S., M. Hutoran, Y. Shapira, M. Steinitz, A.

Perelberg, D. Soffer dan M. Kotler. (2004). Pathogenesis of Acute Viral Disease Indiced in Fish by Carp Interestial Neprithis and Gill Necrosis Virus. Journal of Virology. 78 (17). http://www.jvi.asm.org

Pusdatin DKP. (2007). Strategi DKP dalam mencapai target produksi sebesar 20 %. Pusat Data dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id

Puskari DKP. (2006). Evaluasi Kawasan Karantina Ikan Wilayah Sumatera. Pusat Karantina Ikan, Departemen Kelautan dan Perikanan. 17 hlm.

Ronen, A., A. Perelberg, J. Abramovitz, M Hutoran, S. Tinman, I. Bejerano, M. Steinitz, and M. Kotler. (2003). Efficient vaccine against the virus causing a lethal disease in cultured Cyprinus carpio. Vaccine 21(32):4625-4743.

Rukmono, D. (2005). Kebijakan Pengelolaan Kesehatan Ikan Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan. Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 105 hlm.

Sunarto, A. (2005). Epidemiologi Penyakit Koi Herpes Virus (KHV) di Indonesia. Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 105 hlm.

Surakhmad, Winarno. (1998), Pengantar Penelitian Ilmiah, Penerbit Transito Bandung

Taukhid, O. Kamarudin., H., Supriyadi & D., Bastiawan. (2005). Strategi Pengendalian Penyakit Pada Budidaya Ikan Air Tawar. Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 105 hlm

UNIVERSITAS

(72)

5 8 L a m p ir a n 1 . J a d w a l P e re n ca n a a a n P en el it ia n T u g a s A k h ir P ro g ra m M a g ist er N o K eg ia ta n Ja n u ar i F ebr u ar i M ar et A pr il M ei Ju n i K et er an g an 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 P en g u mpu la n d at a B imbi n g an Ja ra k J au h 2 A n al isa d at a B imbi n g an Ja ra k J au h 3 K esi mpu la n B imbi n g an Ja ra k J au h 4 F in al isa si d an P er se tu ju an B imbi n g an Ja ra k J au h

UNIVERSITAS

TERBUKA

(73)

Lampiran 2. Lembar Kuesioner Untuk Pembudidaya/Penampung Ikan Mas dan Koi

Detail Responden dan Lokasi :

Nama Responden Alamat

Telepon ( Jika ada)

Nama Perusahaan/ Pembudidayaan/ Penampung

Desa/ Kelurahan Kecamatan Kabupaten Provinsi

1. Status perkawinan : Menikah/ Bujang

2. Pendidikan :

□ Tidak Tamat Sekolah Dasar □ SD

□ Sekolah Menengah Tingkat Pertama □ Sekolah Menengah Tingkat Atas □ Kejuruan

□ Akademi

□ Universitas : Diploma □ S1

3. Status Kepemilikan : Pemilik/ Kepemilikan Bersama/ penyewa/ Pengelola Tambak atau kolam atau penampungan :

...

4. Luas Kolam

Luas kolam keseluruhan : ... Jumlah Petak : ... Ukuran rata-rata per Petak : ... Jarak rata-rata antar petak : ...

5. Persiapan Kolam :

Persiapan yang Anda lakukan sebelum ikan ditebar:... ... • Darimana sumber air pada kolam anda? ... Berapa kedalaman rata-rata tiap petak kolam? ... Jenis komoditas yang dibudidayakan ... Dipelihara secara monokultur/polikultur/pembenihan

Menurut anda, sistem budidaya yang dilakukan (ekstensif/intensif)

UNIVERSITAS

(74)

Apa anda melakukan budidaya berbagai spesies secara bergantian (Pola Rotasi)? ... Jika demikian, apa alasannya? ... Berapa kali penebaran/ pembudidayaan untuk setiap spesies/tahun?

... • Apa kualitas ikan atau benih sebelum ditebar/dibudidayakan diuji terlebih

dahulu?

□ Ya □ Tidak

Jika Ya, uji apa yang anda lakukan?

Asal benih/ikan dari ...

6. Kualitas air

Suhu/temperatur air ? ... pH air ? ... Oksigen terlarut (O2) ? ... 7. Penyakit :

Apakah di lahan anda yang sedang dilakukan pembudidayaan pernah mengalami serangan penyakit?

□ ya □ Tidak

Jika Ya, Apa jenis penyakit itu menurut pengamatan anda?

... • Apa gejala-gejala (tanda) penyakit tersebut?

... • Terhitung pada ukuran atau umur berapa penyakit tersebut terjadi?

... • Seberapa sering penyakit tersebut terjadi?

... • Menurut anda apa ada hubungan antara terjadinya penyakit dengan kondisi

alam (musim/ curah hujan/ temperatur)?

... • Jika anda mengalami serangan penyakit, tindakan apa yang anda lakukan?

... • Berapa kerugian anda, jika kolam anda terserang penyakit?

... 8. Karyawan

Jumlah karyawan ... Jam kerja ... Sistem penggajian ...

9. Sebutkan daerah pemasaran yang dilakukan ... • Harga komoditas di pasaran ...

UNIVERSITAS

(75)

Lampiran 3. Tabel Data Hasil Pemeriksaan PCR terhadap sampel ikan mas dan koi

Pemeriksaan PCR (KHV) Bulan Januari – Mei 2008 Di Laboratorium Balai Besar Karantina Ikan Soekarno Hatta (Asal Ikan meliputi wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta)

No. Tanggal

Sampel Nama Pemilik Jenis Sampel Jenis Uji Hasil Metode Uji Januari 2008

2 03-01-2008 X1 Koki, Koi, Mas KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

4 05-01-2008 X2 Koki, Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

11 09-01-2008 X3 Koki, Koi, Mas KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

13 09-01-2008 X4 Koki, Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

14 10-01-2008 X5 Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

17 15-01-2008 X6 Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

18 17-01-2008 X7 Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

19 17-01-2008 X8 Koki, Koi, Mas KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

20 18-01-2008 X8 Koki KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

21 18-01-2008 X10 Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

22 21-01-2008 X11 Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

23 21-01-2008 X12 Koki, Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

24 24-01-2008 X13 Koki KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

26 24-01-2008 X14 Koki, Koi, Mas KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

27 24-01-2008 X15 Koki KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

39 31-01-2008 X16 Koki KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

40 31-01-2008 X17 Koki, Koi, Mas KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

41 31-01-2008 X18 Koki, Koi KHV Positif IK No.6.1-6-2002/M1

Februari 2008

45 01-02-2008 X19 Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

71 04-02-2008 X20 Koki, Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

132 07-02-2008 X21 Koki, Koi, Mas KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

163 09-02-2008 X22 Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

225 11-02-2008 X23 Koi KHV Positif IK No.6.1-6-2002/M1

278 13-02-2008 X24 Koi, Koki KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

295 15-02-2008 X25 Koki, Koi, Mas KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

354 17-02-2008 X26 Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

355 17-02-2008 X27 Ikan Mas KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

422 21-02-2008 X28 Koki, Koi, Mas KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

463 22-02-2008 X29 Koi KHV Negatif IK No.6.1-6-2002/M1

616 28-02-2008 X30 Koki, Koi, Mas KHV Positif IK No.6.1-6-2002/M1

UNIVERSITAS

Gambar

Gambar 2.1  Mekanisme Terjadinya Penyakit  Sumber : Taukhid dkk, 2005
Gambar 2.2  Serangan Pertama KHV di Blitar  Sumber : Sunarto, 2005
Gambar 2.3  Pola penyebaran KHV  Sumber : Sunarto, 2005
Gambar 2.4  Kerangka Berfikir
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berkaitan dengan mempersiapkan alat bermain seperti karet, pembagian kelompok, penetuan kelompok & penetapan peran, penetapan reward dan Punisment dan suit untuk

Jika suatu graph diberi label pada setiap simpul dan sisi dengan bilangan sebanyak simpul dan sisi, maka graph tersebut mempunyai sifat total sisi ajaib jika label pada setiap sisi

Apabila data rerata dimasukan ke dalam norma pengukuran maka kekuatan tangan kiri mahasiswa berada pada level sedang.. Apabila data rerata kita masukan ke dalam

Apabila rangsang yang dipersepsikan oleh individu telah berada diatas batas optimal, akan terjadi  stress  yang berujung pada dua hal, yaitu manusia harus

Analisa data kandungan logam berat timbal (Pb) diuji secara statistik menggunakan SPSS uji T, masing-masing terhadap : 1) Kandungan logam berat timbal (Pb) air

Selaku PPID Komisi Yudisial, saya mengucapkan syukur atas salah satu capaian yang diperoleh Komisi Yudisial di tahun 2019, yaitu mempertahankan predikat “Menuju Informatif”

Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui besar beban organik dari air limbah yang masuk ke dalam Boezem Morokrembangan bagian selatan yang akan mengalami proses

Gateway Gerbang jaringan (bahasa Inggris: gateway) adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk menghubungkan satu jaringan komputer dengan satu atau lebih jaringan komputer