EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE
NUMBERED HEADS TOGETHER
(NHT)
DAN TIPE
THINK PAIR SHARE
(TPS) DENGAN
PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI BILANGAN
DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP DI
KOTA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015
Dian Dwi Astutik1, Budiyono2, Budi Usodo3
1,2,3Prodi Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract: The objectives of research were to find out: (1) which one gives better in
mathematics achievement, cooperative learning model of Numbered Heads Together (NHT) or Think Pair Share (TPS) type or clasical learning model. (2) which one gives better in mathematics achievement, students who have high, medium, or low self-directed learning. (3) which one gives better in mathematics achievement, cooperative learning model of Numbered Heads Together (NHT), Think Pair Share (TPS) type or clasical learning model, in each of self-directed learning. (4) which one better mathematics achievement among students who have high, medium, or low self-directed learning, on each learning models. This research was quasi experimental research with 3 x 3 factorial design. The population of research was all of the VII graders of Junior High Schools in Surakarta City. The sample was taken using stratified cluster random sampling. The sample of research consisted of 273 students: 96 students for the experiment I, 93 students for experiment II and 84 students for experiment III. The instruments used for collecting data were mathematics learning achievement test and student learning style questionnaire. Testing of hypothesis used unbalanced two-ways analysis of variance using significance level of α = 0,05. Based on hypothesis test, the conclusions were as follows. (1) Students who taught by cooperative learning model of NHT type have better mathematics achievement than students who teach by cooperative learning model of TPS type and classical learning model. On the other side, students who teach by cooperative learning model of TPS type produced the same mathematics achievement as using classical learning model. (2) Students with high self-directed learning had mathematics achievement better than students with medium or low directed learning, while students with medium directed learning produced the same mathematics achievement as with low self-directed learning. (3) In aech category high, medium and low self-self-directed learning, students who taught by cooperative learning model of NHT type have better mathematics achievement than students who teach by cooperative learning model of TPS type and classical learning model. On the other side, students who taught by cooperative learning model of TPS type have better mathematics achievement than classical learning model. (4) On each model of learning, cooperative learning model of NHT type, TPS type and classical learning model, students with high self-directed learning had mathematics achievement better than students with medium or low self-directed learning, while students with medium self-self-directed learning had mathematics achievement better than students with low self-directed learning.
Keywords: Cooperative Learning of NHT, TPS, Self-Directed Learning, Mathematics
Achievement.
PENDAHULUAN
Matematika sebagai ilmu dasar (basic of science) yang berkembang pesat, baik
materi maupun kegunaanya di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun ironisnya
kualitas pendidikan matematika di Indonesia masih rendah. Pada pemeringkatan
matematika siswa Indonesia sangat rendah. Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65
negara peserta pemeringkatan Negara di dunia. Berdasarkan data UNESCO mutu
pendidikan matematika di Indonesia pada peringkat 34 dari 38 negara yang diamati. Data
lain yang menunjukkan rendahnya prestasi matematika siswa Indonesia dapat dilihat dari
hasil survey Pusat Statistik Internasional untuk Pendidikan (National Center for
Education in Statistic, 2013) terhadap 41 negara dalam pembelajaran matematika, dimana
Indonesia mendapat peringkat ke 39 di bawah Thailand dan Uruguay.
Kesulitan siswa dalam belajar matematika bukan masalah baru. Masalah klasik
dalam pembelajaran matematika di Indonesia ialah masih rendahnya prestasi belajar
matematika siswa. Hal ini dapat ditunjukkan dengan prestasi belajar pada rata-rata nilai
Ujian Nasional matematika sejak beberapa tahun yang lalu rendah, yakni kurang dari 6
untuk SD, kurang dari 5 untuk SMP, kurang dari 5 untuk SMA, makin ke atas makin
rendah. Berdasarkan daftar daya serap matematika UN SMP di Kota Surakarta tahun
2012/2013, menunjukkan bahwa siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal
tentang bilangan.
Saat pembelajaran matematika, siswa yang memiliki kemandirian belajar dan
kemampuan awal kurang cenderung akan pasif sehingga didominasi siswa yang lebih
pintar, aktif atau siswa yang memiliki semangat belajar tinggi. Guru juga masih terbiasa
memberikan pembelajaran terpusat pada guru sehingga suasana pembelajaran cenderung
membosankan. Sebagian penyebab dimungkinkan karena penerapan strategi
pembelajaran yang kurang aktif, kreatif, variatif dan menarik.
Proses pembelajaran yang baik adalah yang dapat menciptakan proses
pembelajaran yang efektif dengan adanya komunikasi dua arah antara guru dengan siswa
yang tidak hanya menekankan pada apa yang dipelajari tetapi menekankan bagaimana
siswa harus belajar (Trianto, 2010: 13). Pandangan ini menuntut peran aktif siswa dalam
membangun pemahaman dan menguasai konsep. Salah satu model pembelajaran yang
berlandaskan pada pandangan konstruktivisme adalah model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif menyediakan kesempatan pada siswa untuk menggembangkan
kemampuan interaksi dalam kelompok dan bekerja dengan orang lain, dimana
kemampuan ini sangat dibutuhkan di dunia sekarang. Berdasarkan penelitian Padya
(2011) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat memberikan
pencapaian akademik yang maksimal terhadap siswanya. Dua tipe pembelajaran koopertif
yang menarik adalah tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Think Pair Share (TPS).
Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama merupakan
jenis pembelajaan kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
(NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih
banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2011: 62).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT menunjukkan bahwa model pembelajaran tersebut memberikan
efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Maheady et al. (2006) menunjukkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran yang efektif dan
efisien, serta dapat meningkatkan prestasi siswa dalam pelajaran.
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi
adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. TPS pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya
di Universitas Maryland, menyatakan bahwa Think Pair Share (TPS) merupakan suatu
cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi
bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas
secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih
banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu (Trianto, 2011: 61).
Pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan saintifik.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mongonstruk konsep, hukum atau prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta
didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah,
bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi
searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta
diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber
melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar selain model pembelajaran adalah
kemandirian belajar siswa. Menurut Umar Tirtaraharja dan La Sulo (2005: 50)
kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih
didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajar. Konsep dasar kemandirian dalam belajar membawa implikasi kepada konsep
kegiatan pembelajaran, setiap siswa selalu diarahkan agar menjadi siswa yang mandiri.
Siswa yang belajar secara mandiri akan berusaha sendiri terlebih dahulu untuk
mempelajari serta memahami isi pelajaran melalui media cetak atau buku pelajaran. Jika
siswa mendapat kesulitan, maka siswa tersebut bertanya atau mendiskusikan dengan
teman, guru, atau pihak lain yang sekiranya berkompeten dalam mengatasi kesulitan
tersebut. siswa yang mandiri mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkan serta
mempunyai inisiatif sendiri dan mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan
yang diperolehnya.
Permasalahan tersebut menarik peneliti untuk mencoba membandingkan
manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik antara model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan tipe TPS dengan pendekatan saintifik pada materi bilangan
siswa SMP kelas VII di Kota Surakarta tahun ajaran 2014/2015. Selain model
pembelajaran, hal yang tidak kalah penting ialah melihat kamandirian belajar siswa,
karena matematika adalah ilmu dasar dimana untuk memahami materi sekarang
diperlukan pemahaman materi sebelumnya yang harus dimiliki oleh masing-masing
siswa.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: 1) manakah yang menghasilkan
prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan pendekatan saintifik, model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan
pendekatan saintifik atau pembelajaran klasikal dengan pendekatan saintifik. 2) manakah
yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa yang mempunyai
kemandirian belajar tinggi, sedang dan rendah. 3) manakah yang menghasilkan prestasi
belajar matematika lebih baik antara model pembelajaran NHT dengan pendekatan
saintifik, model pembelajaran TPS dengan pendekatan saintifik atau dengan pembelajaran
klasikal dengan pendekatan saintifik pada masing-masing kategori kemandirian belajar.
4) manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa
dengan kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah pada masing-masing model
pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2014/2015 dengan
jenis penelitian eksperimental semu. Adapun desain faktorial pada penelitian ini
Tabel 1. RancanganPenelitian
dengan (ab) ij adalah nilai prestasi belajar dengan model pembelajaran ke-i dan kriteria
kemandirian belajar siswa ke-j, dengan i = 1,2,3 dan j = 1,2,3.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP di Kota
Surakarta. Sampel yang digunakan adalah siswa dari 3 sekolah di Kota Surakarta.
Sekolah tersebut adalah SMP N 7 Surakarta untuk kategori tinggi, SMP N 17 Surakarta
untuk kategori sedang, dan SMP Muhammadiyah 4 Surakarta untuk kategori rendah.
Masing-masing sekolah diambil 3 kelas, yaitu 1 kelas eksperimen I, 1 kelas eksperimen II
dan 1 kelas eksperimen III.
Penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu model pembelajaran dan
kemandirian belajar siswa dan satu variabel terikat yaitu prestasi belajar matematika.
Untuk mengumpulkan data digunakan metode dokumentasi, metode angket dan metode
tes. Metode dokumentasi dalam penelitian ini untuk memperoleh data nama siswa dan
nilai rerata Ujian Nasional matematika peserta didik tahun pelajaran 2012/2013 yang
digunakan untuk mengetahui keadaan prestasi sekolah. Metode angket digunakan untuk
memperoleh data mengenai tingkat kemandirian belajar peserta didik pada kelas yang
akan dijadikan objek penelitian. Angket uji coba memuat 40 butir soal, sedangkan angket
yang digunakan untuk penelitian sebanyak 30 butir soal. Sedangkan metode tes meliputi
tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika. Tes kemampuan awal dengan
materi matematika kelas VI SD yang terdiri dari 30 butir soal tes yang diujicobakan dan
25 butir soal yang digunakan untuk uji keseimbangan yakni menguji kesamaan rerata
kemampuan awal matematika peserta didik kelas eksperimen I, II, dan III sebelum
dikenai perlakuan. Tes prestasi belajar matematika digunakan untuk memperoleh data
prestasi belajar matematika materi bilangan setelah dikenai perlakuan. Data yang
diperoleh melalui tes prestasi belajar matematika ini dianalisis dan digunakan untuk
melakukan uji hipotesis penelitian. Tes prestasi tersebut terdiri dari 35 butir soal uji coba
dan 30 butir soal untuk penelitian.
Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uji keseimbangan dilakukan untuk menguji kesamaan rerata kemampuan awal
matematika peserta didik kelas eksperimen I, eksperimen II dan kelas eksperimen III.
Hasil uji prasyarat, yakni uji normalitas populasi dan uji homogenitas variansi populasi
menyimpulkan bahwa sampel pada kelas eksperimen I, eksperimen II dan kelas
eksperimen III berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan populasi-populasi
tersebut mempunyai variansi yang sama (homogen).
Dengan taraf signifikansi 0,05, hasil uji keseimbangan menggunakan anava satu
jalan terhadap data kemampuan awal matematika peserta didik disajikan dalam tabel
berikut.
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Keseimbangan Terhadap Data Kemampuan Awal
Matematika Peserta Didik
Sumber JK dk RK Fobs Ftabel Kep. Uji
Kelas (A) 0,147 2 0,073 0,039 3,029
H
0diterima
Galat 502,932 270 1,863 - -
Total 503,079 272 - - -
Dari tabel 2. diperoleh simpulan bahwa populasi pada kelas eksperimen I,
eksperimen II dan kelas eksperimen III mempunyai kemampuan awal matematika yang
sama.
Hasil perhitungan uji hipotesis penelitian menggunakan analisis variansi dua
jalan dengan sel tak sama disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Rangkuman Hasil Uji Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber JK dk RK Fhitung Ftabel Kep. Uji
Model
Pembelajaran (A)
24,4364 2 12,2182 5,447 3,030 H0A ditolak
Kemandirian Belajar (B)
87,4474 2 43,7237 19,494 3,030 H0B ditolak
Interaksi (AB) 7,6679 4 1,9170 0,855 2,406 H0AB diterima
Galat 592,1356 264 2,2429 - - - Total 711,6874 272 - - - -
Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan sebagai berikut. (a)
Terdapat perbedaan
pengaruh antar masing-masing kategori model pembelajaran terhadap prestasi
belajar matematika
, (b)Terdapat perbedaan pengaruh antar masing-masing
kategori kemandirian belajar terhadap prestasi belajar matematika
, (c)Tidak
terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemandirian belajar
peserta didik terhadap prestasi belajar matematika
.marginal dan rerata masing-masing sel yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rerata Marginal dan Rerata Tiap Sel Model
Scheffe untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata yang
berbeda. Berikut disajikan rangkuman perhitungan uji lanjut rerata antar baris dalam
Tabel 5.
Tabel 5. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Baris
H0 Fhit 2.F(0,05;2;264) DK Keputusan Uji
μ1. = μ2. 6,626 6,060 { F | F > 6,060 } H0 ditolak
μ1. = μ3. 9,638 6,060 { F | F > 6,060 } H0 ditolak
μ2. = μ3. 0,352 6,060 { F | F > 6,060 } H0 diterima
Berdasarkan Tabel 5 dan rerata marginal pada Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar peserta didik yang diberi model pembelajaran NHT lebih baik dari peserta
didik yang diberi model pembelajaran TPS dan klasikal. Sedangkan prestasi belajar
peserta didik yang diberi model pembelajaran TPS sama dengan peserta didik yang diberi
model pembelajaran klasikal. Sesuai dengan hasil penelitian Huda (2013) menyatakan
NHT merupakan varian dari diskusi kelompok dengan memanggil salah satu nomor
kepala untuk mengutarakan pendapat sehingga peserta didik lebih aktif. Didukung oleh
Robertus Margana (2009) menyatakan bahwa hasil belajar matematika siswa yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
labih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil perhitungan anava diperoleh H0B ditolak. Terdapat 3 tingkat
kemandirian belajar, maka perlu dilakukan uji lanjut anava dengan metode Scheffe untuk
mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata yang berbeda. Berikut
disajikan rangkuman perhitungan uji lanjut rerata antar kolom dalam Tabel 6.
Tabel 6. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom
H0 Fhit 2.F(0,05;2;264) DK Keputusan Uji
μ.1= μ.2 14,265 6,060 { F | F > 6,060} H0 ditolak
μ.1= μ.3 34,926 6,060 { F | F > 6,060} H0 ditolak
Berdasarkan Tabel 6 dan rerata marginal pada Tabel 4, dapat disimpulkan peserta
didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik
dari peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang dan rendah. Sedangkan
peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang
sama dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Muhammad Gazali (2013) dengan hasil
penelitian bahwa peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi memiliki
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar sedang dan rendah, dan peserta didik dengan kategori kemandirian
belajar sedang dan peserta didik dengan katergori kemandirian belajar rendah memiliki
prestasi belajar yang sama baiknya.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis data dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan
sebagai berikut. 1) Prestasi belajar peserta didik pada model pembelajaran NHT dengan
pendekatan saintifik lebih baik daripada prestasi belajar peserta didik pada model
pembelajaran TPS dengan pendekatan saintifik dan model pembelajaran klasikal dengan
pendekatan saintifik. Sedangkan prestasi belajar peserta didik pada model pembelajaran
TPS dengan pendekatan saintifik sama baiknya dengan prestasi belajar peserta didik pada
model pembelajaran klasikal dengan pendekatan saintifik. 2) Prestasi belajar peserta didik
yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada prestasi belajar peserta
didik yang memiliki kemandirian sedang dan rendah. Sedangkan prestasi belajar peserta
didik yang memiliki kemandirian belajar sedang sama baiknya dengan prestasi belajar
peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah. 3) Pada kategori kemandirian
belajar tinggi, sedang maupun rendah prestasi belajar peserta didik yang diberi model
NHT dengan pendekatan saintifik lebih baik daripada peserta didik yang diberi model
pembelajaran TPS dengan pendekatan saintifik dan peserta didik yang diberi model
pembelajaran klasikal dengan pendekatan saintifik. Selain itu, prestasi belajar peserta
didik yang diberi model TPS dengan pendekatan saintifik lebih baik daripada peserta
didik yang diberi model pembelajaran klasikal. 4) Pada setiap model pembelajaran, baik
model pembelajaran NHT dengan pendekatan saintifik, model pembelajaran TPS dengan
pendekatan saintifik maupun pada model pembelajaran klasikal dengan pendekatan
saintifik, prestasi belajar peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi lebih baik
daripada peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang dan rendah. Selain itu,
prestasi belajar peserta didik dengan kemandirian belajar sedang lebih baik daripada
Adapun saran dari hasil penelitian ini bagi para pendidik sebaiknya guru
menerapkan model pembelajaran NHT untuk materi bilangan karena pada setiap
tingkatan kemandirian belajar terbukti NHT memberikan prestasi yang lebih baik
daripada model pembelajaran TPS dan klasikal. Kepada kepala sekolah diharapkan
kepala sekolah menyarankan kepada guru matematika khususnya dan guru mata pelajaran
lainnya memilih model pembelajaran yang sesuai untuk memperoleh hasil yang lebih
baik, misalnya model pembelajaran NHT. Bagi peneliti, penulis berharap agar para
peneliti atau calon peneliti dapat meneruskan atau mengembangkan penelitian ini untuk
variabel-variabel yang sejenis yang masih banyak jumlahnya, untuk meningkatkan
prestasi belajar matematika peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Huda M. 2013. cooperative learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maheady, L., Michielli-Pendl, J., Harper, G. F., & Mallette, B. 2006. The Effects of Numbered Heads Together with and Without an Incentive Package on the
Science Test Performance of a Diverse Group of Sixth Graders. Journal of
Behavioral Education, Vol. 15, No.1, March 2006, pp.25-39.
Muhammad Gazali. 2013. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Assisted Individualization Guide Note Taking (TAI GNT) Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa. Surakarta: Tesis UNS. Tidak dipublikasikan.
Padya, S. 2011. Interactive Effect Co-operative Learning Model and Learning Goals of
Students on Academic Achievement of Students in Mathematics. Meviana
International Journal of Educationb (MIJE). 1(2). 27-34. http://mije.mevlana.edu.tr/archieve/issue_1_2/3.mije_11_04.pdf.
Robertus Margana. 2009. Eksperimentasi Metode pembelajaran kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas X SMA Negeri Di Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajran Inovatif-Progresif; Landasan dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP). Jakarta: Prenada Medi Group.
Trianto. 2011. Model-model Pembelajaan Inovatif Beorientasi Konstruktivistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka.