• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Kombinasi Alginat dengan Antasida Terhadap Penyembuhan Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Aspirin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Kombinasi Alginat dengan Antasida Terhadap Penyembuhan Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Aspirin"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

51

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(2)

52

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(3)

53

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(4)

54

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(5)

55

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(6)

56

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(7)

57

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(8)

58

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(9)

59

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(10)

60

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(11)

61

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(12)

62

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(13)

63

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(14)

64

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(15)

65

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(16)

66

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(17)

67

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(18)

68

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(19)

69

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(20)

70

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(21)

71

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(22)

72

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(23)

73

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(24)

74

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(25)

75

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(26)

76

(1) Perbesaran 10 x 10 (1) Perbesaran 10 x 40

(2) Perbesaran 10 x 10 (2) Perbesaran 10 x 40

(3) Perbesaran 10 x 10 (3) Perbesaran 10 x 40

(27)

77

Indeks ulkus 0,051

Tikus 2

(28)

78

Indeks ulkus 0,094

(29)

79

1 8,2 3,4 27,88

2 1,15 1,1 1,265

3 1,15 1,2 1,38

4 1,1 1 1,1

5 7,4 2,4 17,76

Jumlah luas ulkus (mm2) 49,385

Luas mukosa (mm2) 484,32

Indeks ulkus 0,101

Tikus 6

Jumlah ulkus = 6

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 3,2 1,4 4,48

2 1,2 1,2 1,44

3 3,2 2,0 6,4

4 2,4 1,2 2,88

5 1,4 1,0 1,4

6 4,5 2,4 10,8

Jumlah luas ulkus (mm2) 27,4

Luas mukosa (mm2) 431,24

(30)

80

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 8,2 3,3 27,06

2 1,1 1,2 1,32

3 1,1 1,2 1,32

4 7,4 2,4 17,76

Jumlah luas ulkus (mm2) 47,46

Luas mukosa (mm2) 484,32

Indeks ulkus 0,097

Tikus 2

Jumlah ulkus = 2

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 1,2 1,1 1,32

2 1,1 1,1 1,21

Jumlah luas ulkus (mm2) 2,53

Luas mukosa (mm2) 411,92

(31)

81

Indeks ulkus 0,037

Tikus 5

(32)

82

1 1,0 1,3 1,3

2 1,0 1,3 1,3

3 1,2 1,2 1,44

4 2,4 1,1 2,64

5 1,2 1,1 1,32

Jumlah luas ulkus (mm2) 8

Luas mukosa (mm2) 468,63

Indeks ulkus 0,017

c. kelompok I (7 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 3

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 4,2 1,1 4,62

2 4,4 1,4 6,16

3 2,1 1,0 2,1

Jumlah luas ulkus (mm2) 12,88

Luas mukosa (mm2) 334,02

(33)

83

1 6,4 8,2 52,48

2 1,3 1,1 1,43

3 2,1 1,3 2,73

Jumlah luas ulkus (mm2) 56,64

Luas mukosa (mm2) 554,04

Indeks ulkus 0,102

Tikus 3

Jumlah ulkus = 5

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 1,0 1,0 1,0

2 1,0 1,0 1,0

3 1,0 1,0 1,0

4 2,1 1,0 2,1

5 2,1 1,0 2,1

Jumlah luas ulkus (mm2) 7,2

Luas mukosa (mm2) 446,44

(34)

84

1 1,1 1,0 1,1

2 2,0 1,0 2,0

3 1,1 1,0 1,1

4 1,0 1,2 1,2

5 1,0 1,0 1,0

6 4,15 1,2 4,98

7 2,1 1,0 2,1

Jumlah luas ulkus (mm2) 13,48

Luas mukosa (mm2) 468,63

Indeks ulkus 0,028

Tikus 5

Jumlah ulkus = 1

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 1,0 1,0 1,0

Jumlah luas ulkus (mm2) 1,0

Luas mukosa (mm2) 322,24

(35)

85

1 3,2 1,15 3,68

2 1,1 1,0 1,1

3 1,0 1,0 1,0

Jumlah luas ulkus (mm2) 5,78

Luas mukosa (mm2) 455,24

Indeks ulkus 0,012

d. Kelompok I (10 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 5

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 8,4 3,4 28,56

2 1,15 1,2 1,38

3 1,15 1,2 1,38

4 1,1 1,0 1,1

5 7,3 2,4 17,52

Jumlah luas ulkus (mm2) 49,94

Luas mukosa (mm2) 584,32

(36)

86

1 4,2 1,2 5,04

Jumlah luas ulkus (mm2) 5,04

Luas mukosa (mm2) 327,04

Indeks ulkus 0,015

Tikus 3

Jumlah ulkus = 1

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 2,1 1,2 2,52

Jumlah luas ulkus (mm2) 2,52

Luas mukosa (mm2) 354,60

Indeks ulkus 0,007

Tikus 4

Jumlah ulkus = 1

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 2,2 1,0 2,2

Jumlah luas ulkus (mm2) 2,2

Luas mukosa (mm2) 358,84

(37)
(38)

88

1 2,2 1,2 2,64

2 2,0 1,1 2,2

Jumlah luas ulkus (mm2) 4,84

Luas mukosa (mm2) 326,63

Indeks ulkus 0,014

Tikus 3

Jumlah ulkus = 1

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 1,0 1,0 1,0

Jumlah luas ulkus (mm2) 1,0

Luas mukosa (mm2) 357,48

Indeks ulkus 0,002

Tikus 4

Jumlah ulkus = 1

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 2,1 1,1 2,31

Jumlah luas ulkus (mm2) 2,31

Luas mukosa (mm2) 338,14

(39)

89

Luas mukosa (mm2) 356,42

(40)

90

Indeks ulkus 0,018

(41)

91

Luas mukosa (mm2) 397,81

(42)

92

Luas mukosa (mm2) 344,18

(43)

93

1 2,2 1,1 2,42

Jumlah luas ulkus (mm2) 2,42

Luas mukosa (mm2) 375,94

Indeks ulkus 0,006

Tikus 6

Jumlah ulkus = 1

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 1,0 1,0 1,0

Jumlah luas ulkus (mm2) 1,0

Luas mukosa (mm2) 348,10

Indeks ulkus 0,002

h. Kelompok II (10 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 428,16

(44)

94

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 432,72

Indeks ulkus 0

Tikus 3

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 431,51

Indeks ulkus 0

Tikus 4

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 553,42

(45)

95

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 414,09

Indeks ulkus 0

Tikus 6

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 412,53

Indeks ulkus 0

i. Kelompok II (14 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 388,75

(46)

96

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 355,51

Indeks ulkus 0

Tikus 3

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 496,07

Indeks ulkus 0

Tikus 4

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 422,46

(47)

97

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 448,62

Indeks ulkus 0

Luas mukosa (mm2) 696,74

Indeks ulkus 0

(48)

98

Indeks ulkus 0,032

Tikus 3

(49)

99

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 381,56

Indeks ulkus 0

Tikus 6

Jumlah ulkus = 1

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

1 1,0 1,0 1,0

Jumlah luas ulkus (mm2) 1,0

Luas mukosa (mm2) 354,75

Indeks ulkus 0,002

k. Kelompok III (7 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 444,82

(50)

100

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 415,92

Indeks ulkus 0

Tikus 3

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 357,65

Indeks ulkus 0

Tikus 4

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 560,28

(51)

101

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 498,86

Indeks ulkus 0

Tikus 6

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 343,24

Indeks ulkus 0

l. Kelompok III (10 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 517,41

(52)

102

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 489,38

Indeks ulkus 0

Tikus 3

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 481,01

Indeks ulkus 0

Tikus 4

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 561,02

(53)

103

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 412,53

Indeks ulkus 0

Tikus 6

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 560,2

Indeks ulkus 0

m. Kelompok III (14 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 325,71

(54)

104

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 438,3

Indeks ulkus 0

Tikus 3

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 443,32

Indeks ulkus 0

Tikus 4

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 440,35

(55)

105

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 544,24

Indeks ulkus 0

Tikus 6

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm) Luas ulkus (mm2)

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 344,2

(56)

106 Pengambilan keputusan:

Jika Sig.(p) ˃ 0,05 maka H0 diterima.

Jika Sig.(p) ˂ 0,05 maka H0 ditolak.

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Jumlah ulkus .248 72 .000 .785 72 .000

Indeks ulkus .296 72 .000 .584 72 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Nilai sig(2-tailed) atau probabilitas yang dihasilkan yaitu 0,000 (p < 0.05), maka Ho ditolak dan H1 diterima, berarti data tidak berdistribusi normal.

(57)

107

Jumlah ulkus

Chi-Square 2.099

Df 2

Asymp. Sig. .350

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 2. Analisis uji Kruskal-Wallis indeks ulkus pada hari ketiga Test Statisticsa,b

Indeks ulkus

Chi-Square 1.874

Df 2

Asymp. Sig. .392

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 3. Analisis uji Kruskal-Wallis jumlah ulkus pada hari ketujuh Test Statisticsa,b

Jumlah ulkus

Chi-Square 13.568

Df 2

Asymp. Sig. .001

a. Kruskal Wallis Test

(58)

108

Chi-Square 13.305

Df 2

Asymp. Sig. .001

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 5. Analisis uji Kruskal-Wallis jumlah ulkus pada hari kesepuluh Test Statisticsa,b

Jumlah ulkus

Chi-Square 16.248

df 2

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 6. Analisis uji Kruskal-Wallis indeks ulkus pada hari kesepuluh Test Statisticsa,b

Indeks ulkus

Chi-Square 16.152

df 2

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

(59)

109

Jumlah ulkus

Chi-Square 16.393

df 2

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 8. Analisis uji Kruskal-Wallis indeks ulkus pada hari keempatbelas Test Statisticsa,b

Indeks ulkus

Chi-Square 16.129

df 2

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

(60)

110

Jumlah ulkus

Mann-Whitney U 15.500

Wilcoxon W 36.500

Z -.408

Asymp. Sig. (2-tailed) .684

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .699a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 2. Analisis uji Mann-Whitney indeks ulkus pada hari ketiga Test Statisticsb

Indeks ulkus

Mann-Whitney U 13.000

Wilcoxon W 34.000

Z -.808

Asymp. Sig. (2-tailed) .419

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .485a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 3. Analisis uji Mann-Whitney jumlah ulkus pada hari ketujuh Test Statisticsb

Jumlah ulkus

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 21.000

Z -3.108

Asymp. Sig. (2-tailed) .002

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a

(61)

111

Indeks ulkus

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 21.000

Z -3.083

Asymp. Sig. (2-tailed) .002

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 5. Analisis uji Mann-Whitney jumlah ulkus pada hari kesepuluh Test Statisticsb

Jumlah ulkus

Mann-Whitney U 18.000

Wilcoxon W 39.000

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 6. Analisis uji Mann-Whitney indeks ulkus pada hari kesepuluh Test Statisticsb

Indeks ulkus

Mann-Whitney U 18.000

Wilcoxon W 39.000

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

(62)

112

Jumlah ulkus

Mann-Whitney U 18.000

Wilcoxon W 39.000

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: perlakuan

Tabel 8. Analisis uji Mann-Whitney indeks ulkus pada hari keempatbelas Test Statisticsb

Indeks ulkus

Mann-Whitney U 18.000

Wilcoxon W 39.000

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

(63)

113

(a) Posisi tikus sebelum dibedah

(64)

114

(65)

115

(a) Gambar mikrotom

(66)

116

(a) Suspensi antasida

(67)

117

(68)

118

(69)

48

Arianto, A., dan Bangun, H. (2014). Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Berbasis Alginat sebagai Sitoprotektif pada Ulkus Peptikum yang Diinduksi dengan Aspirin, Asam Klorida, dan Alkohol. Laporan Tahunan Hibah Bersaing. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Arivumani, K., Velpandian, V., Banumathi, V., Ayyasamy, S., dan Kumar, A. (2013). Anti-ulcer Activity of Hingu Chooraman against Aspirin and Pylorus Ligation Induced Gastric Ulcer in Rats. International Journal of

Pharma Research & Review. 2(4): 13 - 21.

Aziz, N. (2002). Peran Antagonis Reseptor H-2 dalam Pengobatan Ulkus Peptikum. Sari Pediatri. 3(4): 222 - 226.

Bakir, T., Minkar, T., Arslan, M.K., dan Aygun, E. (1988). Healing of Gastric Ulcer with Ranitidine or Higher-Dose of Antacid. Journal of Islamic

Academy of Sciences. 1(1): 70 - 71.

Buchanan, B.R., dan Andrews, F.M. (2003). Treatment and Prevention of Eqquine Gastric Ulcer Syndrome. The Veterinary Clinic Equine Practice. 19: 575 - 597.

Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 603-605.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan. Halaman 31.

Dufton, J. (2012). The Pathophisiology and Pharmaceutical Treatment of Gastric

Ulcers. PharmCon Inc. Halaman 2.

Draget, K. I., Smidsrod, O., dan Gudmund S. (2005). Alginate from Algae. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH and Co. Halaman 3-4.

Estuningtyas, A., dan Arif, A. (2011). Obat Lokal. Dalam: Farmakologi dan

Terapi. Edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Halaman 518 - 522.

(70)

49

Therapeutic Options. Departement of Internal Medicine, University of

Pisa, Italy. Page 113-142.

Ganguly, A.K., dan Bhatnagar, O.P. (1973). Effect of Bilateral Adrenalotomy on Production of Restraint Ulcers in Stomach of Albino Rats. Canadian

Journal of Physiology and Pharmacology. 51: 748 - 750.

Gosal, F., Paringkoan, B., dan Wenas, N.T. (2012). Patofisiologi dan Penanganan Gastropati Obat Antiinflamasi Nonsteroid. Artikel Pengembangan

Pendidik Keprofesian Berkelanjutan. 62(11): 444 - 449.

Guyton, A. C., dan Hall, J. E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 862.

Houshia, O.J., Eid, M.A., Zaid, O., Zaid, M., dan Al-daqqa, N. (2012). Assement of The Value of The Antacid Contents of Selected Palestinian Plants.

American Journal of Chemistry. 2(6): 322 - 325.

Indraswari, C.I., Kalsum, U., dan Sudjari. (2004). Pengaruh Pemberian Temulawak pada Lambung Tikus yang Mengalami Ulkus Peptikum Akibat Induksi Indometasin. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 20(2): 96 - 99. Insel, P.A. (1996). Analgesic-Antipyretic and Antiinflamatory Agents and Drugs

Employed in Treatment of Gout. Dalam: Goodman & Gilman’s. The

Pharmacological Basis of Therapeutics. Ninth Edition. New York:

McGraw-Hill. Halaman 626.

Ivey, K.J. Mechanisms of Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug-Induced Gastric Damage: Actions of Therapeutic Agents. The American Journal of Medicine. 84(2): 41-48.

Leeson , C.R., Thomas, S.L., dan Anthony, A.P. (1989). Buku Ajar Histology. Alih Bahasa: dr. Yan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 347-357.

(71)

50 Halaman 68.

Pearce, E.C. (2006). Anatomy & Physiology for Nurses. Penerjemah: Handoyo, S.Y., dan Mohamad, K. (2008). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 185 - 188.

Price, S.A., dan Wilson, L.M. (2005). Patofisologi: Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Halaman 417 - 431.

Saleem, M., dan Ramadurg, B. (2012). Antiulcerogenic Effect of Aqueous Extract of Annonasquamosa Linn. International Journal of Research in

Phytochemistry & Pharmacology. 2(3): 157 - 159.

Saputri, F.C., Sari, S.P., dan Mun’im, A. (2008). Pengembangan Metode Induksi Tukak Lambung. Majalah Ilmu Kefarmasian. 5(2): 84 - 90.

Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi Kedua. Jakarta: EGC. Halaman 556 - 558.

Sun, J., dan Huaping T. (2013). Alginate-Based Biomaterial for Regenerative Medicine Applications. China: Journal Materials. 6: 1285 - 1309.

Thompson, W.G. (2009). Antacids. International Foundation for Funtional

Gastrointestinal Disorders. 520(2): 2 - 4.

Tjay, H.T., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 269.

Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H. (2008). Principles of Anatomy and Phisiology. 12th Edition. John Wiley & Sons. Halaman 938 - 939.

(72)

25

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pembuatan suspensi antasida, pembuatan suspensi kombinasi alginat dengan antasida, pembuatan ulkus lambung pada tikus, pengamatan penyembuhan ulkus lambung pada hari ke 3, 7, 10, dan 14 yang meliputi pengamatan secara makroskpis (jumlah ulkus dan indeks ulkus) dan mikroskopis (histopatologi).

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium farmasi fisik Fakultas Farmasi dan Laboratorium patologi anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik (Boeco), mikroskop (Olympus), mikrotom (Leica), kamera digital (Nikon coolpix 14 mpixel), pH meter (Hanna), sonde tikus, spuit, kaca objek, kaca penutup, vial, jangka sorong, alat bedah, dan alat-alat gelas lainnya.

3.1.2 Bahan-bahan

(73)

26 3.2 Prosedur

3.2.1 Pembuatan sirup simpleks

Dikalibrasi gelas beker 100 ml, kemudian ditimbang 65 g gula pasir. Ditambahkan 30 ml akuades ke dalam gelas beker kemudian diaduk. Dipanaskan hingga larut dan berwarna jernih. Dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml. 3.2.2 Pembuatan suspensi antasida

R/ Alumunium Hidroksida 4% (b/v) Magnesium Hidroksida 4% (b/v) Simetikon 0,4% (v/v) Na. CMC 0,5% (b/v) Nipagin 0,025% (b/v) Sirup Simpleks 25% (v/v) Akuades ad 100 ml

(74)

27

Dikalibrasi gelas beker 100 ml, kemudian dilarutkan natrium alginat dalam sebagian akuades kemudian didiamkan selama 24 jam. Diaduk hingga homogen (Fase 1). Dipanaskan air sebanyak 20 kali dari berat Na. CMC. Ke dalam lumpang yang berisi air panas, ditaburkan Na. CMC, didiamkan hingga mengembang (Fase 2). Di lumpang lain, digerus alumunium hidroksida dan magnesium hidroksida hingga homogen, ditambahkan sedikit demi sedikit sirup simpleks sambil digerus, kemudian ditambahkan simetikon digerus hingga homogen (Fase 3). Setelah itu dilarutkan nipagin dengan menggunakan air panas, didinginkan lalu dicampurkan ke dalam Fase 3, kemudian ditambahkan Fase 1 dan Fase 2, digerus hingga homogen, kemudian dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml.

3.3 Hewan Percobaan

(75)

28

aspirin 400 mg/kg BB dalam larutan CMC 0,5% untuk pembuatan ulkus lambung sebelum pengobatan dengan suspensi antasida dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida. Setelah satu jam pemberian aspirin, sebanyak 6 ekor tikus dibunuh menggunakan kloroform, lalu diambil lambung kemudian dibuka dan dicuci, lalu diamati ulkus secara makroskopis dan mikroskopis (histopatologi). Keadaan pada masing-masing tikus dianggap sebagai keadaan ulkus mula-mula. 3.4.1 Penyembuhan ulkus pada tikus

Satu jam setelah pemberian aspirin, tikus (72 ekor) dibagi atas 3 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri atas 4 subkelompok. Tiap subkelompok terdiri atas 6 ekor tikus.

Kelompok 1: Tikus tanpa pengobatan (kontrol negatif).

Kelompok 2: Tikus diberikan 1 ml suspensi antasida secara oral (kontrol positif). Kelompok 3: Tikus diberikan 1 ml suspensi kombinasi alginat dengan antasida

secara oral (sediaan uji).

(76)

29

Pembagian kelompok dan waktu pembedahan hewan percobaan dapat kita lihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.

(77)

30

1. Spesimen dipotong sesuai dengan yang diinginkan setebal 1 - 2 mm. 2. Difiksasi dengan menggunakan larutan formalin 10% minimal 6 - 7 jam. 3. Difiksasi kembali dengan menggunakan larutan formalin 10% (1) dan (2)

selama 1 jam.

4. Dehidrasi dengan merendam spesimen ke dalam etanol 70%, 80%, dan 96% masing-masing selama 1 jam 30 menit. Tahap dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air dari jaringan yang telah difiksasi agar nantinya mudah dilakukan parafinisasi.

5. Penjernihan dengan merendam spesimen kedalam xilena (1), (2), dan (3) selama 2 jam. Tahap penjernihan bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan.

6. Embeding dengan menggunakan paraffin cair 56°C (1) dan (2) selama 2

jam.

7. Blocking pada cassete dan didinginkan pada suhu 4°C beberapa saat.

8. Spesimen dipotong dengan menggunakan mikrotom (Leica) setebal 2 - 3 µm kemudian dimasukkan di atas kaca objek yang telah diolesi gliserin. 9. Dilakukan deparafinisasi dengan menggunakan xilol (1), (2), dan (3)

selama 15 menit.

(78)

31

setelah itu direndam ke dalam larutan eosin 1% selama 1 menit).

12.Dihidrasi dengan etanol 80%, 96%, dan absolut masing-masing 1 menit lalu dikeringkan.

13.Direndam dalam larutan xilene selama 1 menit, kemudian ditutup dengan kaca objek yang telah diberi Canada balsam (Entellan®).

(79)

32

4.1 Penginduksian Ulkus Lambung dengan Aspirin 400 mg/kg BB

Pada semua tikus menunjukkan terjadinya ulkus lambung setelah pemberian aspirin. Dari Gambar 4.1 menunjukkan kerusakan pada mukosa lambung setelah pemberian aspirin.

Gambar 4.1 Mukosa lambung menunjukkan terjadinya luka. A: Tikus 1 pada kelompok kontrol. B: Tikus 3 pada kelompok kontrol. ( O = luka).

Dari Gambar 4.1 dapat kita lihat bahwa pada mukosa lambung tikus yang diberikan aspirin terdapat ulkus pada lambung tikus. Aspirin merusak pertahanan mukosa dengan menembus lapisan pelindung mukus dan bikarbonat serta merusak lapisan sel-sel epitel. Dengan demikian, asam lambung dapat masuk ke dalam sistem pertahanan mukosa. Difusi balik dari asam ini selanjutnya melukai sel-sel dan merusak kapiler dan venula (Ivey, 1988).

Akumulasi aspirin pada lambung merintangi semua mekanisme pertahanan lambung. Aspirin menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan melalui beberapa mekanisme antara lain menurunkan jumlah prostaglandin

(80)

33 2012).

4.2 Penyembuhan Ulkus Lambung

Efek penyembuhan ulkus lambung ditunjukkan dengan kemampuan suspensi kombinasi alginat dengan antasida yang diberikan setiap hari selama tiga, tujuh, sepuluh, dan empatbelas hari untuk penyembuhan ulkus lambung yang diinduksi oleh aspirin. Efek penyembuhan suspensi kombinasi alginat dengan antasida terhadap ulkus lambung dibandingkan dengan suspensi antasida.

4.2.1 Pengamatan makroskopis lambung tikus

(81)

34

kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida (n = 6)

Hari Tanpa pengobatan (kontrol negatif)

Grafik perbandingan jumlah ulkus pada mukosa lambung masing-masing kelompok tampak pada Gambar 4.2 .

(82)

35

Dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung dibandingkan dengan pemberian suspensi antasida dan tanpa pengobatan dilihat dari penurunan jumlah ulkus sampai pada hari keempatbelas.

Selain pengamatan makroskopis yaitu dengan menghitung jumlah ulkus juga dilakukan perhitungan indeks ulkus pada masing-masing kelompok. Efek penyembuhan dari suspensi kombinasi alginat dengan antasida dapat kita lihat juga dari penurunan indeks ulkus pada pembedahan hari ketiga sampai hari keempatbelas yang ditandai adanya penurunan. Pada hari ketujuh sudah tidak terdapat adanya nilai rata-rata indeks ulkus. Hasil indeks ulkus rata-rata pada masing-masing kelompok dapat kita lihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2 Indeks ulkus rata-rata antara kelompok tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida (n = 6)

Hari Tanpa pengobatan (kontrol negatif)

(83)

36 kelompok tampak pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Perbandingan indeks ulkus antara kelompok tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida. Dari Tabel 4.2 dan Gambar 4.3, dilihat dari penurunan indeks ulkus dapat disimpulkan bahwa suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung pada tikus dibandingkan dengan kelompok pemberian suspensi antasida dan tanpa pengobatan. Penurunan jumlah ulkus dan indeks ulkus pada kelompok tanpa pengobatan disebabkan oleh adanya pembaharuan sel pada mukosa. Pembaharuan sel epitel lambung terkoordinasi dengan baik untuk menjamin penggantian sel yang rusak. Proses pembaharuan epitel lengkap membutuhkan waktu sekitar 3-7 hari, sedangkan penggantian sel kelenjar secara keseluruhan membutuhkan waktu berbulan. Namun, pembaharuan

(84)

37

Penyembuhan ulkus lambung pada tikus dengan pemberian suspensi kombinasi alginat antasida, suspensi antasida, dan tanpa pengobatan dibandingkan dengan tikus yang hanya diberi aspirin saja dapat kita lihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Mukosa lambung tikus pada hari ketiga. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida. (O= luka).

Dari Gambar 4.4 pada pembedahan hari ketiga dapat kita lihat bahwa pada mukosa lambung tikus dari masing-masing kelompok yaitu pada kelompok tanpa pengobatan, suspensi antasida, dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida masih terdapat adanya ulkus.

A

C

(85)

38

Gambar 4.5 Mukosa lambung tikus pada hari ketujuh. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida. (O: luka).

Dari Gambar 4.5 dapat kita lihat bahwa mukosa lambung tikus pada pembedahan hari ketujuh dengan kelompok tanpa pengobatan dan suspensi antasida masih menunjukkan adanya ulkus lambung, tetapi dengan pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida sudah tidak terdapat ulkus pada mukosa lambung. Dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhan ulkus lambung dibandingkan dengan pemberian suspensi antasida. Kemampuan alginat disamping meningkatkan efek pertahanan mukosa lambung (sitoprotektif) juga meregenerasi jaringan pada luka sehingga mempercepat penyembuhan ulkus lambung. Sun dan

(86)

39

mempercepat penyembuhan ulkus lambung dengan meregenerasi jaringan yang luka pada mukosa lambung, yang dikombinasikan dengan antasida (aluminium dan magnesium hidroksida) yang dapat menyebabkan berkurangnya kerja proteolitis dari pepsin dengan cara menaikkan pH isi lambung dan mengurangi terjadinya ulkus peptikum. Antasida juga memiliki khasiat melindungi tukak dengan jalan menutupnya dengan suatu lapisan pelindung terhadap serangan asam-pepsin (Tjay dan Rahardja, 2007).

4.2.4 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari kesepuluh

Gambar 4.6 Mukosa lambung tikus pada hari ke sepuluh. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida (O: luka).

A

B

(87)

40

lambung tikus sampai pembedahan hari kesepuluh.

4.2.5 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari keempatbelas

Gambar 4.7 Mukosa lambung tikus pada hari keempatbelas. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida. (O: luka).

Gambar 4.7 menunjukkan pemberian suspensi antasida dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida tidak terdapat adanya ulkus pada hari keempatbelas, tetapi pada kelompok tanpa pengobatan masih terdapat ulkus pada lambung tikus sampai pembedahan hari keempatbelas.

A

B

(88)

41

tikus. Uji histopatologi dilakukan terhadap empat ekor tikus dari masing-masing kelompok. Dari Gambar 4.8 dapat kita lihat bahwa pada tikus kelompok kontrol ulkus dengan pemberian aspirin saja terjadi kerusakan dan erosi sel-sel epitel pada permukaan mukosa lambung yang disebabkan karena bersentuhan langsung dengan aspirin. Pada gambar dapat juga kita lihat bahwa adanya perdarahan pada lapisan lambung yaitu pada mukosa. Pemberian aspirin yang masuk ke dalam saluran cerna dapat menyebabkan pengelupasan permukaan sel epitel dan mengurangi sekresi mukus yang merupakan barier protektif terhadap serangan asam (Mustaba, 2012). Aspirin merusak pertahanan mukosa dengan menembus lapisan pelindung mukus dan bikarbonat serta merusak lapisan sel-sel epitel (Ivey, 1988).

Gambar 4.8 Gambaran histologis jaringan lambung tikus kelompok kontrol ulkus dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. Terdapat erosi pada sel-sel epitel pada permukaan mukosa.

Sel-sel epitel erosi

Mukosa

(89)

42 .

Gambar 4.9 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari ketiga dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida.

Pada Gambar 4.9 dapat dilihat dengan lebih jelas erosi sel-sel epitel pada mukosa lambung di setiap kelompok. Pada gambar (A), (B), dan (C) dapat dilihat bahwa kohesi antar sel masih mengalami kerusakan selama penyembuhan tiga hari baik pada pemberian suspensi antasida maupun pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida. Pada kelompok tikus tanpa pengobatan (A), pada segmen tertentu mengalami lisis, peradangan dan perdarahan, yang mana pada bagian atau segmen yang lisis diapit oleh sel-sel epitel yang sehat. Kelompok tikus yang diberikan suspensi antasida (B), dijumpai lisis dan terjadi

Sel-sel epitel erosi

(90)

43

Gambar 4.10 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari ketujuh dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida.

Hasil histopatologi juga menunjukkan adanya kerusakan sel-sel epitel dan terjadi erosi pada sel epitel pada pembedahan hari ketujuh. Dari Gambar 4.10 dapat kita lihat pada kelompok tikus tanpa pengobatan (A), masih terdapat kerusakan sel-sel epitel pada permukaan yang minimal. Pada kelompok tikus yang diberikan suspensi antasida (B), masih terdapat kerusakan pada sel epitel mukosa, sedangkan hasil uji histopatologi pada tikus yang diberikan suspensi kombinasi

A

B

C

Sel-sel epitel erosi

(91)

44

menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin jika dibandingkan dengan pemberian suspensi antasida yang ditandai dengan tidak adanya erosi pada daerah mukosa dan submukosa.

4.2.6.3 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari kesepuluh

Gambar 4.11 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari kesepuluh dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida.

Dari Gambar 4.11 merupakan hasil histopatologi pada pembedahan hari kesepuluh masih menunjukkan adanya kerusakan sel-sel epitel dan terjadi erosi pada sel epitel yang terdapat pada kelompok tikus tanpa pengobatan (A),

(92)

45

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi antasida dan suspensi kombinasi alginat dan antasida dapat menyembuhkan ulkus lambung pada pembedahan hari kesepuluh, sedangkan pada kelompok tanpa pengobatan ulkus lambung belum sembuh sampai pada hari kesepuluh.

4.2.6.4 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari keempatbelas

Gambar 4.12 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari keempatbelas dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida.

Dari Gambar 4.12 diatas pada hasil uji histopatologi pembedahan hari keempatbelas masih menunjukkan adanya kerusakan sel-sel epitel pada mukosa

(93)

46

dengan antasida (C) menunjukkan kohesi antar sel mukosa yang telah bagus dan tidak terdapat erosi pada sel epitel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida dapat menyembuhkan ulkus lambung pada pembedahan hari kesepuluh, sedangkan pada kelompok tanpa pengobatan tidak sembuh sampai pada hari keempatbelas.

(94)

47 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung pada tikus yang diinduksi oleh aspirin 400 mg/kg bb dibandingkan dengan pemberian suspensi antasida, yang mana pada hari ketujuh jumlah ulkus dan indeks ulkus rata-rata adalah 0 dan menunjukkan mukosa yang telah utuh, sedangkan jumlah ulkus dan indeks ulkus rata-rata lambung tikus dengan pemberian suspensi antasida pada hari ketujuh adalah 1,83 dan 0,008 dan masih terdapat adanya erosi sel-sel epitel pada jaringan mukosa lambung.

5.2 Saran

(95)

6 2.1 Lambung

Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek. Semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam HCl. Dan dengan cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh usus (Pearce, 2006). Lambung merupakan organ untuk menampung makanan yang ditelan. Lambung dapat membesar sampai mencapai kapasitas dua sampai tiga liter dan tidak mempunyai bentuk yang tetap. Dalam keadaan kosong, mempunyai ukuran seperti kolon dan bentuknya menyerupai huruf ‘J’. Bentuk ini dapat berubah tergantung pada isi, posisi tubuh, dan pernafasan (Wibowo, 2009).

2.1.1 Anatomi lambung

Lambung terletak di bawah diafrgama, di depan pankreas dan limpa menempel pada sebelah kiri fundus (Pearce, 2006). Menurut Wibowo (2009), lambung mempunyai dua buah lengkungan atau kurvatura yaitu kurvatura minor yang membentuk batas kanan lambung dan kurvatura mayor yang membentuk batas kiri lambung.

(96)

7

Gambar 2.1 Anatomi lambung (Totora, 2008). 2.1.2 Fisiologi lambung

(97)

8

membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan kimus, dan mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus (Guyton dan Hall, 2007). Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin (Price dan Wilson, 2005).

2.1.3 Histologi lambung

Gambaran histologi dari lambung dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.

(98)

9

serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfinkter dan berada dibawah lapisan pertama, dan (c) serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orifisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurvatura minor (lengkung kecil) (Pearce, 2006). 2.1.3.1 Mukosa

Dalam keadaan hidup mukosa lambung berwarna pucat, merah-keabuan dan dibatasi oleh epitel selapis kolumnar. Mukosa lambung tebal (0,5 sampai 1,5 mm) karena adanya massa kelenjar lambung, yang bermuara ke permukaan melalui sumur-sumur (Leeson, et al., 1989). Membran mukosa lambung berbentuk irreguler seperti tiang, membentuk lipatan longitudinal yang disebut

rugae dan jumlahnya tergantung pada tinggi rendahnya rentangan organnya.

Membran mukosa terdiri dari tiga komponen yaitu epitelium, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan mukosa ditandai oleh adanya lubang sumuran yang terletak rapat satu dengan yang lain dan dilapisi epitel sejenis. Bentuk dan kedalaman dari sumuran ini serta sifat kelenjarnya berbeda pada tiap bagian lambung.

(99)

10

sel-sel kardia esofagus tetapi juga terdapat sedikit sel-sel parietal penghasil asam dan beberapa sel enteroendokrin. Kelenjar lambung letaknya di daerah fundus dan badan lambung, sebagian besar enzim dan asam yang disekresikan oleh mukosa lambung dihasilkan olehnya. Pada daerah ini sumur-sumurnya relatif pendek, menempati kurang lebih seperempat tebal mukosa. Kelenjar pilorus terletak di bagian distal lambung mengandung sumur-sumur yang dalam. Tiap kelenjar lambung terbentuk dari empat jenis sel, yaitu: sel-sel lendir leher, sel-sel utama (Chief cell/peptic cells), sel-sel parietal (sel oksintik), dan sel-sel enteroendokrin. Sel-sel lendir leher berukuran lebih kecil dari permukaan, bersifat basofil, jumlahnya relatif lebih sedikit, mempunyai dasar yang lebar dan menyempit di bagian daerah puncaknya. Sel lendir leher berfungsi mensekresikan mukus asam, berbeda dengan mukus netral yang dibentuk oleh sel mukus permukaan. Sel-sel ini terletak di daerah leher kelenjar lambung, dalam kelompok kecil atau satu-satu. Bentuknya cenderung tidak teratur seakan akan terdesak oleh sel-sel di sekitarnya (terutama sel parietal), biasanya mempunyai dasar sempit dan puncak melebar (Leeson, et al., 1989).

(100)

11

yang berada dalam keadaan istirahat terdapat banyak gelembung tubulosa, dan kanalikuli melebar dengan relatif sedikit mikrovili. Sewaktu mensekresi asam, mikrovili bertambah banyak dan gelembung tubulosa berkurang, yang menunjukkan adanya pertukaran membran di antara gelembung tubulosa di dalam sitoplasma dan mikrovili pada permukaan. Sel-sel enteroendokrin ditemukan dalam kelenjar lambung. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida. Sel enteroendokrin tidak hanya ditemukan di mukosa lambung, tetapi juga di dalam epitel usus halus dan usus besar, kelenjar esofagus bagian bawah (kardia) dan dalam jumlah terbatas pada duktus utama hati dan pankreas. Pada umumnya sel-selnya kecil berbentuk piramid dengan sitoplasma jernih tak berwarna. Sel-sel ini berjumlah banyak terutama di daerah antrum pilorik dan umumnya ditemukan pada dasar kelenjar. Sel enteroendokrin menghasilkan beberapa hormon peptida murni yaitu sekretin, gastrin, dan kolesistokinin, semuanya melalui peredaran darah untuk mencapai organ sasaran pankreas, lambung, dan kandung empedu (Leeson, et al., 1989).

2.1.3.2 Submukosa

(101)

12

Tunika muskularis dibentuk oleh tiga lapisan otot polos, yaitu: (1) Lapisan

luar longitudinal dan (2) Lapisan tengah sirkular yang merupakan lanjutan dari

kedua lapisan otot esofagus dan ditambah dengan (3) Lapisan serong (oblik) berbentuk lengkungan otot yang berjalan dari kardia mengitari fundus dan korpus. Pada pilorus lapisan sirkular tengah menebal sebagai sfingter pilorus (Leeson, et al., 1989).

2.1.3.4 Serosa

Tunika serosa pada kurvatura mayor dan kurvatura minor bersatu dengan mesenterium (omenta) mayor dan minor. Omentum mayor bergantung pada lambung seperti tirai (apron) dan biasanya mengandung lebih banyak lemak bila umur bertambah. Pembuluh darah besar, keluar masuk lambung melewati omenta (Leeson, et al., 1989).

2.1.4 Mekanisme pertahanan mukosa lambung

Mekanisme pertahanan mukosa lambung diantaranya faktor pelindung lokal dan neurohormonal, yang memungkinkan mukosa tahan terhadap berbagai faktor perusak. Mekanisme pertahanan mukosa lambung akan dijelaskan dibawah ini (Fornai, et al., 2011).

2.1.4.1Mekanisme pertahanan lokal mukosa lambung a. Lapisan mukus-bikarbonat-fosfolipid

(102)

13

ini juga mampu mencegah penetrasi pepsin, sehingga menghindari pencernaan proteolitik epitel. Mukus disekresikan oleh sel-sel epitel permukaan dan dibentuk oleh sejumlah besar air (sekitar 95%) dan berbagai macam musin glikoprotein.

Sekresi bikarbonat ke dalam lapisan mukus sangat penting untuk mempertahankan gradien pH pada permukaan epitel, yang merupakan garis pertahanan pertama terhadap asam lambung. Sekresi bikarbonat dari membran apikal sel epitel permukaan dimediasi oleh pertukaran anion Cl-/HCO3- dan

dirangsang oleh berbagai faktor termasuk prostaglandin, asam luminal, faktor pelepasan kortikotropin, dan melatonin. Karena itu, ketika pelindung ini rusak, maka mekanisme perlindungan kedua datang diantaranya netralisasi asam, perbaikan epitel yang cepat, dan memelihara aliran darah (Fornai, et al., 2011).

b. Sel-sel epitel

Lapisan sel epitel permukaan merupakan pertahanan mukosa berikutnya. Sel epitel ini bertanggung jawab untuk memproduksi mukus, bikarbonat, dan komponen lain dari penghalang mukosa lambung. Permukaan sel epitel mampu membentuk penghalang terus menerus yang dapat mencegah difusi kembali asam dan pepsin. Faktor protektif lain yang relevan tersedia dalam sel epitel diwakili oleh heat shock protein, yang diaktifkan dalam respon terhadap stres termasuk kenaikan suhu, stres oksidatif dan agen sitotoksik lainnya. Protein ini dapat mencegah denaturasi protein dan melindungi sel terhadap cedera. Cathelicidin dan

(103)

14

Pembaharuan sel epitel lambung terkoordinasi dengan baik untuk menjamin penggantian sel yang rusak. Proses pembaharuan epitel lengkap membutuhkan waktu sekitar 3 - 7 hari, sedangkan penggantian sel kelenjar secara keseluruhan membutuhkan waktu berbulan-bulan. Namun, pembaharuan epitel permukaan setelah kerusakan terjadi sangat cepat yaitu beberapa menit. Proses pergantian sel diatur oleh faktor pertumbuhan. Secara khusus, ditandai ekspresi reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGF-R). Reseptor tersebut dapat diaktifkan oleh faktor pertumbuhan mitogenik, seperti Transforming Growth

Factor- α (TGF-α ) dan Insulin-Like Growth Factor-l (IGF-1). Selain itu, PGE2

dan gastrin dapat transaktif dengan EGF-R dan mempromosikan aktivasi

Mitogen-Activated Protein Kinase (MAPK) akibat proliferasi sel. EGF tidak

terdeteksi pada mukosa normal, meskipun terdapat pada cairan lambung yang dapat merangsang proliferasi sel mukosa dalam kasus cedera (Fornai, et al., 2011).

d. Aliran darah mukosa

(104)

15

peningkatan kecepatan aliran darah mukosa. Peningkatan aliran darah dianggap sebagai mekanisme penting untuk mencegah cedera sel mukosa lambung dan penurunan nekrosis jaringan. Peningkatan aliran darah mukosa dimediasi oleh pelepasan Nitric Oxide (NO), telah dibuktikan bahwa Nitric Oxide (NO) melindungi mukosa lambung terhadap cedera yang disebabkan oleh etanol, sedangkan penghambatan sintesis Nitric Oxide (NO) meningkatkan cedera mukosa (Fornai, et al., 2011).

e. Saraf sensori

Pembuluh darah mukosa dan submukosa lambung dipersarafi oleh neuron sensori aferen, yang diatur dalam pleksus di dasar lapisan mukosa. Saraf sensori dapat mendeteksi keasaman atau difusi asam, dimana aktivasi saraf sensori tersebut memodulasi kontraksi arteri pada submukosa sehingga mengatur aliran darah mukosa. Secara khusus, stimulasi saraf sensori menyebabkan pelepasan kalsitonin yang berhubungan dengan peptida (CGRP) dan substansi P dari saraf disekitar pembuluh besar submukosa. Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP) kemudian berkontribusi pada pemeliharaan integritas mukosa lambung melalui vasodilatasi pembuluh darah di submukosa yang dimediasi oleh pelepasan Nitric

Oxide (NO). Persarafan sensori memiliki peran penting dalam perlindungan

mukosa dengan meningkatkan sensitivitas lambung (Fornai, et al., 2011).

(105)

16

Mukosa lambung merupakan sumber produksi prostaglandin, seperti Prostaglandin E2 (PGE2) dan Prostaglandin I2 (PGI2) yang dianggap sebagai faktor penting untuk pemeliharaan integritas mukosa dan perlindungan terhadap faktor melukai. Prostaglandin dapat mengurangi produksi asam, merangsang produksi mukus, bikarbonat, dan fosfolipid, meningkatkan aliran darah mukosa, dan mempercepat restitusi epitel dan penyembuhan mukosa. Prostaglandin E2 diketahui dapat menekan pelepasan dari histamin dan Tumor Necrosis Factor- α (TNF-α) dari mukosa lambung, dimana pelepasan dari TNF-α dapat mengakibatkan kerusakan jaringan pada ulkus lambung (Fornai, et al., 2011). 2.1.4.2 Mekanisme neurohormonal

Pertahanan mukosa lambung didukung oleh sistem saraf pusat dan faktor hormonal. Diketahui bahwa aktivasi nervus vagal merangsang sekresi mukus dan meningkatkan pH sel epitel dalam lambung. Hormon lainnya, termasuk gastrin, kolestokinin, thyrotropin-releasing hormon, bombesin, EGF, peptida YY, dan neurokinin A memainkan peran penting dalam regulasi mekanisme pelindung lambung (Fornai, et al., 2011).

2.1.5 Sekresi asam hidroklorida

(106)

17

menjadi enzim aktif pepsin; (2) membantu penguraian partikel makanan berukuran besar dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil; (3) mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk bersama makanan (Sherwood, 2001). 2.1.6 Sekresi pepsinogen

Konstituen pencernaan utama pada getah lambung adalah pepsinogen. Pada saat disekresikan ke dalam lumen lambung, molekul pepsinogen mengalami penguraian oleh HCl menjadi enzim bentuk aktif, pepsin. Setelah terbentuk, pepsin bekerja pada molekul pepsinogen lain untuk menghasilkan lebih banyak pepsinogen. Pepsin memulai pencernaan protein dengan memecah ikatan asam amino; enzim ini paling efektif bekerja pada lingkungan asam. Karena dapat mencerna protein, pepsin harus disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif, sehingga zat ini tidak mencerna sendiri sel-sel tempat ia terbentuk (komponen struktural utama sel adalah protein). Oleh karena itu pepsin dipertahankan dalam bentuk inaktif pepsinogen sampai zat tersebut mencapai lumen usus (Sherwood, 2001).

2.2 Ulkus Lambung

2.2.1 Defenisi ulkus lambung

(107)

18 2.2.2 Patofisiologi

Ulkus peptikum terjadi ketika keseimbangan antara asam lambung dan faktor pertahanan mukosa terganggu. Pada individu yang sehat, saluran pencernaan dilapisi oleh membran mukosa yang melindungi jaringan utama melawan korosif akibat asam lambung yang tinggi, namun jika jumlah asam secara dramatis bertahan, atau pH dari asam secara signifikan berkurang, atau lapisan membran mukosa menjadi terlalu tipis atau kering, maka asam merusak jaringan dan kemudian terjadi ulkus (Dufton, 2012).

Beberapa faktor yang termasuk patogenesis dari ulkus lambung, faktor terbesar meliputi infeksi bakteri (Helicobacter pylori), obat-obatan (NSAIDs),

bahan-bahan kimia (HCl/etanol), kanker lambung dan faktor lainnya meliputi keadaan stres, merokok, makanan pedas dan defisiensi nutrisi (Sunil, et al., 2012). Kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(108)

19 ritmik.

b. Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong (di malam hari).

c. Nyeri yang terjadi segera setelah atau selama makan. Kadang nyeri dapat menyebar ke punggung atau bahu.

d. Penurunan berat badan juga biasanya menyertai ulkus lambung (Corwin, 2009).

Obat yang digunakan untuk pengobatan ulkus peptikum adalah penghambat pompa proton, analog prostaglandin, antagonis reseptor histamin dan agen sitoprotektif. Tetapi sebagian besar obat tersebut menghasilkan efek merugikan seperti toksisitas dan juga dapat mengubah mekanisme biokimia pada tubuh (Saleem, et al., 2012).

2.2.4 Mekanisme penyembuhan ulkus lambung

Ulkus lambung terjadi akibat adanya nekrosis jaringan terutama dipicu oleh iskemia dengan penghentian pengiriman nutrisi dan pembentukan Reactive

Oxygen Species (ROS). Penyembuhan ulkus merupakan proses yang kompleks,

(109)

20

pematangan (40 - 150 hari setelah ulkus) ditandai dengan pematangan dan diferensiasi sel-sel khusus. Penyembuhan ulkus diprakarsai oleh pembentukan faktor pertumbuhan epidermal (EGF-R) dan faktor pertumbuhan yang berasal dari platelet (PDGF). Selama penyembuhan granulasi jaringan mengalami perbaikan terus menerus, dimana sel-sel inflamasi muncul pada fase awal penyembuhan dilanjutkan oleh fibroblast dan mikrovaskular dalam fase penyembuhan akhir (Fornai, et al., 2011).

2.3 Aspirin

2.3.1 Uraian bahan Rumus bangun:

Gambar 2.4 Rumus bangun aspirin

Rumus molekul : C9H8O4

Berat molekul : 180,16

(110)

21 2.3.2 Mekanisme terjadi ulkus pada lambung

NSAID dapat menyebabkan ulkus pada mukosa lambung karena efeknya pada penghambatan prostaglandin. Efek penghambatan prostaglandin oleh NSAID menyebabkan berkurangnya aliran darah mukosa, berkurangnya produksi mukus, dan bertambahnya sekresi HCl (Buchanan dan Andrews, 2003).

Aspirin merusak pertahanan mukosa dengan menembus lapisan pelindung mukus dan bikarbonat serta merusak lapisan sel-sel epitel. Dengan demikian, asam lambung dapat masuk ke dalam sistem pertahanan. Difusi balik dari asam ini selanjutnya melukai sel-sel dan merusak kapiler dan venula. Efek kerusakan lokal ini tergantung dari pH dan disebabkan oleh sekresi asam lambung. Mekanisme lain aspirin menyebabkan kerusakan mukosa yaitu dengan penghambatan sintesis prostaglandin (Ivey, 1988). Aspirin menghambat dua enzim siklooksigenase yaitu COX-1 dan COX-2 yang menghambat sisntesis prostaglandin (PGs). Efek penting dari prostaglandin adalah menstimulasi sekresi mukus dan bikarbonat serta menghambat sekresi asam (Arivumani, et al., 2013).

2.4 Alginat

(111)

22 kekuningan pucat.

Kelarutan : Larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol, eter, pelarut organik dan asam.

Tak tercampurkan : Dengan turunan acridine, kristal violet, fenilmerkuri asatat dan nitrat, garam kalsium.

2.4.1 Struktur alginat

Alginat merupakan kopolimer linear yang mengandung lebih dari 700 residu asam uronat yaitu β – d – manuronat dan asam α – l – guluronat dengan ikatan 1,4. Rantai alginat yang hanya mengandung residu asam manuronat disebut blok M, rantai alginat yang hanya mengandung residu asam guluronat disebut blok G dan rantai alginat yang mengandung residu asam manuronat serta asam guluronat disebut blok G-M (Draget, et al., 2005), seperti Gambar 2.5 dibawah ini.

(112)

23

Dalam beberapa tahun terakhir penelitian tentang alginat sebagian besar bergeser ke arah aplikasi biomedis (Andersen, 2012). Alginat banyak digunakan untuk keperluan medis, antara lain untuk bahan memperbaiki dan regenerasi jaringan seperti pembuluh darah, kulit, tulang rawan, ikatan sendi, sistem penyampaian obat dan beberapa formulasi pencegahan terjadinya refluks gastroesofageal. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang biodegradable dan biocompatible, antibakteri, non-toksik, dan tidak menyebabkan alergi. Dalam memperbaiki jaringan dan organ-organ yang rusak alginat semakin banyak digunakan dalam berbagai bentuk fisik antara lain larutan, dispersi, gel, serat dan lain-lain (Sun dan Huaping, 2013).

Menurut Arianto dan Bangun (2014), pemberian sirup alginat sebanyak 1 ml dapat menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin 400 mg/kg bb tikus. Fransiska (2013), pemberian sirup alginat sebanyak 2,5 ml yang diberikan 30 menit sebelum pemberian HCl 0,6 N dapat mencegah terjadinya ulkus lambung pada lambung tikus. Ferawati (2014), menggunakan sirup alginat sebanyak 1 ml untuk menyembuhkan ulkus lambung pada tikus setelah diinduksi dengan etanol.

2.5 Antasida

Antasida merupakan pengobatan efektif tertua untuk ulkus peptikum dan

(113)

24 paparan asam lambung (Thompson, 2009).

Tabel 2.1 Zat aktif dari antasida (Thompson, 2009)

Antasida Formula Kekuatan

menetralkan

Efek yang tidak diinginkan Natrium

Bikarbonat NaHCO3 Rendah

Retensi cairan, Alkalosis Magnesium

Hidroksida Mg(OH)2 Tinggi

Diare, keracunan magnesium Aluminium

Hidroksida Al(OH)3 Sedang

Konstipasi, menghambat

absorpsi Kalsium Karbonat CaCO3 Sangat Tinggi Hipersekresi asam

lambung

(114)

1 1.1 Latar Belakang

Ulkus lambung saat ini menjadi suatu penyakit yang banyak diderita masyarakat dan dalam kondisi yang parah dapat menjadi penyebab kematian. Ulkus lambung merupakan salah satu bentuk ulkus peptik yang ditandai dengan rusaknya lapisan mukosa, bahkan sampai ke mukosa muskularis (Saputri, dkk., 2008). Ulkus lambung terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor agresif seperti asam klorida, pepsin, Helicobacter pylori, NSAIDs seperti aspirin dengan

faktor pertahanan mukosa seperti bikarbonat, aliran darah, dan prostaglandin, yang akhirnya menyebabkan kerusakan mukosa (Arivumani, et al., 2013). Penyebab paling sering adalah karena penggunaan NSAID dalam pengobatan osteoartritis dan reumatoid artritis (Indraswari, 2004). Aspirin menyebabkan ulkus lambung, gejala ulkus peptik (heartburn, dyspepsia), pendarahan gastrointestinal, dan erosi gastritis (Insel, 1996). Ada dua tipe dari ulkus peptikum yaitu bila terjadi di antara kardia dan pilorus disebut ulkus lambung dan bila terjadi pada daerah setelah pilorus disebut ulkus duodenum (Aziz, 2002). Aspirin, etanol, indometasin, fenilbutazon, dan kortikosteroid memiliki efek langsung terhadap mukosa lambung dan menyebabkan terbentuknya ulkus, mungkin disebabkan oleh rusaknya salah satu sawar pelindung dalam lambung (Price dan Wilson, 2005).

(115)

2

lambung (Houshia, 2012). Campuran cair mengandung aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida dapat menaikkan pH lambung (Buchanan dan Andrews, 2003). Magnesium hidroksida cenderung menyebabkan diare, magnesium hidroksida merupakan antasida yang ideal. Untuk mengurangi efek diare, ditambahkan aluminium hidroksida yang dapat menyebabkan konstipasi. Aluminium hidroksida dapat melindungi lapisan lambung dari efek kerusakan alkohol dan zat iritan lain. Aluminium hidroksida menonaktifkan pepsin pada saluran pencernaan. Kombinasi senyawa magnesium dan alumunium dapat digunakan untuk saling meminimalkan efek samping (Thompson, 2009).

(116)

3

luka. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa produk tersebut mempunyai kualitas yang baik sebagai pembalut luka dibanding pembalut luka konvensional.

Beberapa peneliti telah menggunakan alginat untuk mencegah ulkus lambung. Fransiska (2013), memberikan 2,5 ml sirup alginat 30 menit sebelum pemberian HCl 0,6 N dan hasil penelitian ini dapat mencegah terjadinya ulkus lambung pada tikus. Pemberian sirup alginat akan meningkatkan efek pertahanan mukosa lambung terhadap asam sehingga asam tidak dapat menembus ke dalam mukosa lambung. Ferawati (2014), memberikan sirup alginat sebanyak 1 ml untuk menyembuhkan ulkus lambung pada tikus yang diinduksi dengan etanol. Penyembuhan ulkus lambung karena sirup alginat memiliki kemampuan sebagai sitoprotektif. Bakir (1988), memberikan suspensi antasida aluminium magnesium (15 ml) yang dapat menyembuhkan penyakit ulkus lambung pada manusia. Menurut Arianto dan Bangun (2014), pemberian sirup alginat sebanyak 1 ml dapat menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin 400 mg/kg bb tikus.

(117)

4

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah apakah pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung dibandingkan dengan suspensi antasida?

(118)

5

ulkus lambung dibandingkan dengan suspensi antasida.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kecepatan penyembuhan ulkus lambung dari suspensi kombinasi alginat dengan antasida dibandingkan dengan suspensi antasida.

1.6 Manfaat Penelitian

Gambar

Tabel 2. Analisis uji Kruskal-Wallis indeks ulkus pada hari ketiga
Tabel 5. Analisis uji Kruskal-Wallis jumlah ulkus pada hari kesepuluh
Tabel 7. Analisis uji Kruskal-Wallis jumlah ulkus pada hari keempatbelas
Tabel 3. Analisis uji Mann-Whitney jumlah ulkus pada hari ketujuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

The expectation is that such UASs will often replace manned fixed wing aircraft and also some rotary winged types that are used today for wildlife research, aerial survey

tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Angggota Dewan Perwakilan Ralqrat Daerah

 Weight balance: the lift force has to be equal to the weight of all the elements constituting the airplane.  Energy balance: we will first establish the expression

Dengan menyimak dan mencermati teks percakapan, siswa mampu memberikan contoh perilaku di rumah yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila... keempat

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-1/W4, 2015 International Conference on Unmanned Aerial Vehicles

As its main building was constructed with materials taken from Quanzhou, the hall of Fujian in Yantai is located in the old city with its style different from local

The General Planning for China’s Grand Canal Heritage Conservation and Management in stage three divides the resources of China’s Grand Canal heritage into Canal

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus T\rgas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, perlu menetapkan.. Peraturan