• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN MODUL DAN METODE CER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN MODUL DAN METODE CER"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Djonny Pabisa

ABSTRAK

Pendidikan kesetaraan pada pendidikan luar sekolah khususnya Paket B setara SMP menggunakan bahan belajar yang disusun dalam bentuk modul. Kenyataan menunjukkan bahwa pengajaran program paket B yang selama ini secara substansial harus menggunakan modul yang telah disediakan, ternyata lebih banyak dilakukan dengan menggunakan metode ceramah atau metode konvensional. Oleh karena itu, penulis menganggap penting untuk melakukan suatu penelitian yang difokuskan pada pengaruh penggunaan modul dan metode ceramah terhadap hasil belajar matematika pada peserta didik Kejar Paket B di Kabupaten Barru. Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan memakai model treatment posttest-only control group design. Populasi adalah peserta didik Kejar Paket B yang dibina PPLS dan SKB Kabupaten Barru. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Penetapan kelompok yang diteliti diambil dari anggota sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar matematika Paket B kelas II dan data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan teknik analisis statistik inferensial, yaitu anavar satu arah dan uji lanjut scheffe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil belajar matematika Paket B kelas II untuk kelompok peserta didik yang diajar dengan menggunakan modul maupun yang diajar dengan menggunakan metode ceramah masing-masing berada pada kualifikasi sedang. Hasil belajar matematika Paket B kelas II untuk kelompok peserta didik yang diajar dengan menggunakan metode konvensional berada pada kualifikasi rendah dan (2) terdapat perbedaan hasil belajar matematika Paket B kelas II antara kelompok peserta didik yang diajar dengan menggunakan modul, metode ceramah, dan metode konvensional.

Kata Kunci: Modul, Metode Ceramah, Hasil Belajar, Paket B.

PENDAHULUAN

Pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan sebutan pendidikan luar sekolah diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan luar sekolah berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Peserta didik pendidikan luar sekolah adalah warga masyarakat yang tidak pernah sekolah, putus sekolah, anak usia dini, dan pencari kerja yang perlu bekal keterampilan dan ingin meningkatkan kemampuan atau keterampilan profesionalnya untuk meningkatkan kualitas hidupnya di masa depan (Depdikbud, 1995). Pendidikan luar sekolah dapat dikelompokkan

menjadi tiga bidang pendidikan yang integral (Depdiknas, 2000), yaitu: (1) pendidikan keaksaraan, (2) pendidikan dasar, dan (3) pendidikan berkelanjutan.

(2)

masing-masing dan menempatkan peran tutor sebatas melaksanakan bimbingan, memberi bantuan, mengarahkan, dan menggerakkan peserta didik (Ahmadi dan Prasetya, 1997).

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan modul dalam pengajaran pada Kejar Paket B masih sangat minimal dan lebih banyak didominasi oleh pengajaran dengan menggunakan metode ceramah. Pengajaran program paket B secara substansial harus menggunakan modul yang disediakan, ternyata lebih banyak dilakukan dengan menggunakan metode ceramah (Dinas Pendidikan Nasional, 2003). Kenyataan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Rifa’i (2002) yang menemukan bahwa sekitar 75 persen peserta didik paket B di Propinsi Jawa Tengah menyukai metode ceramah digunakan sebagai metode pengajaran pada program paket B, sedangkan sisanya 25 persen menyukai metode kerja kelompok. Utsman (2002) menemukan fakta dalam penelitian yang dilakukannya, bahwa metode yang digunakan tutor dalam proses pembelajaran paket B di Jawa Tengah secara umum masih menggunakan metode ceramah. Belajar dengan sistem modul sulit untuk dilaksanakan meskipun modul yang tersedia cukup. Penggunaan metode ceramah ini dilakukan karena sebagian besar tutor berasal dari guru sekolah formal, sehingga belum banyak mengenal metode-metode pengajaran yang sering diterapkan pada pendidikan luar sekolah. Selain itu, pengelola kegiatan belajar paket B dalam proses pembelajaran secara umum menggunakan metode dan teknik yang sama dengan pembelajaran pada sekolah-sekolah formal dan mereka kurang memahami tentang metode dan proses pembelajaran pada program Kejar Paket B.

Penggunaan metode ceramah potensial terjadi dalam pengelolaan kegiatan belajar paket B disebabkan juga oleh persoalan klasik pada pendidikan luar sekolah yang sering terabaikan, yaitu: (1) modul-modul pelajaran paket B masih dibiarkan menumpuk di gudang buku Dinas Pendidikan dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), (2) para tutor dibiarkan mengajar matematika hanya dengan metode ceramah, walaupun modul sudah dimiliki, (3) kurangnya peran pengelola dan tutor dalam mengoptimalkan pemanfaatan modul oleh peserta didik sebagai upaya

menunjang peningkatan kemampuan belajar mereka, (4) pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan untuk para tutor masih belum mampu memberikan bantuan dalam mengatasi kesulitan penggunaan modul paket B, dan (5) mata pelajaran seperti matematika banyak diajarkan oleh Pamong Belajar atau tutor yang kurang kompeten di bidangnya.

Pengajaran dengan menggunakan modul secara teori memiliki banyak perbedaan bila dibandingkan dengan bentuk pengajaran menggunakan metode ceramah (Nasution, 2000). Adanya perbedaan tersebut diduga juga memberi indikasi adanya perbedaan pada hasil belajar peserta didik pada program paket B.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana gambaran hasil belajar matematika peserta didik yang diajar matematika paket B dengan menggunakan modul, metode ceramah, dan metode konvensional pada Kejar Paket B kelas II di Kabupaten Barru? dan (2) apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika peserta didik kelompok yang diajar matematika paket B dengan menggunakan modul, metode ceramah, dan metode konvensional?.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk mendapatkan gambaran hasil belajar matematika peserta didik yang diajar matematika paket B dengan menggunakan modul, metode ceramah, dan metode konvensional pada Kejar Paket B kelas II di Kabupaten Barru dan (2) untuk mengungkap ada atau tidak ada perbedaan hasil belajar matematika peserta didik kelompok yang diajar matematika paket B dengan menggunakan modul, metode ceramah, dan metode konvensional pada Kejar Paket B kelas II di Kabupaten Barru.

(3)

Kejar Paket B, (3) sebagai bahan masukan bagi penyelenggara pelatihan calon tutor dan penyelenggara program paket B untuk dapat meningkatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan di dalam pengelolaan, pelatihan, dan pembelajaran yang menggunakan modul, metode ceramah, dan metode konvensional, (4) sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang berkecimpung pada bidang pendidikan luar sekolah untuk dapat memilih pola pengajaran yang tepat, sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas lulusan paket B, dan (5) sebagai bahan masukan dalam usaha meningkatkan pengelolaan sistem pembelajaran program paket B oleh Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Sanggar Kegiatan Belajar, penilik luar sekolah, tenaga lapangan pendidikan masyarakat, dan mitra teknis pendidikan luar sekolah lainnya yang ada di Kabupaten Barru.

TINJAUAN PUSTAKA

Paket B adalah program pendidikan alternatif yang dimaksudkan untuk dapat melayani pendidikan anak-anak berusia 13-15 tahun yang kurang beruntung sebagai akibat putus sekolah, keterbatasan ekonomi, cakrawala berpikir yang sempit dari orang tua tentang pendidikan, atau perolehan kesempatan belajar yang tidak ada. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di dalam Utsman (2002) menjelaskan bahwa Paket B adalah salah satu bentuk pendidikan yang dilaksanakan pada jalur luar sekolah dengan maksud untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang putus sekolah dan kurang beruntung agar mereka dapat memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Peserta didiknya adalah masyarakat yang berusia 13 sampai dengan 15 tahun, lulus SD atau sederajat yang karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan ke SMP, putus SMP yang disebabkan oleh berbagai faktor, dan lulusan paket A.

Kesetaraan yang dimaksud pada program Paket B pada dasarnya berkaitan dengan pengakuan kualitas lulusan satuan pendidikan (Depdiknas, 2003b). Kesetaraan dalam hal ini diartikan: (1) materi pokok atau materi inti yang diberikan di SMP juga

diberikan pada program Paket B, (2) kurikulum SMP menjadi sumber atau dasar dalam penyusunan modul program paket B, dengan demikian materi SLTP tersebut menjadi dasar untuk pengembangan materi pembelajaran dalam program Paket B, dan (3) lulusan program paket B mendapat ijasah yang mempunyai pengakuan yang sama dengan lulusan SMP.

Kegiatan belajar paket B pada prinsipnya tidak dilaksanakan oleh lembaga persekolahan, tetapi dilaksanakan oleh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) atau Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah melalui koordinasi Penilik Luar Sekolah sebagai institusi formal. Lembaga-lembaga informal dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat juga diberikan kewenangan untuk mengelola kegiatan belajar paket B sebagai mitra teknis. Kegiatan pembelajaran dilakukan dalam bentuk Kejar (kelompok belajar) yang anggotanya berkisar 15 – 40 orang dalam satu kelompok yang dibina oleh Pamong Belajar dan beberapa tutor. Bahan belajar paket B adalah modul-modul yang disusun berdasarkan kurikulum SLTP tahun 1994 yang telah dipersiapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktorat Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda serta Direktorat Pendidikan Masyarakat serta bahan belajar keterampilan dan pelengkap lainnya yang disusun berdasarkan muatan lokal.

Penggunaan modul

(4)

(5) alat-alat dan sumber yang akan dipergunakan, (6) kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati peserta didik secara berurutan, (7) lembaran kerja yang harus diisi oleh peserta didik, dan (8) evaluasi yang akan dilaksanakan. Russel (1973) menjelaskan bahwa modul adalah suatu paket belajar mengajar berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran. Modul dapat dipelajari di mana saja dan dengan modul, peserta didik dapat mencapai taraf tuntas dengan belajar secara individual.

Modul dirancang

sedemikian rupa agar memungkinkan peserta didik dapat belajar sendiri seoptimal mungkin sehingga peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan belajarnya masing-masing. Suryosubroto (1983) menegaskan bahwa dengan menggunakan modul sebagai suatu sistem penyampaian pengajaran memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar sendiri tanpa terlalu bergantung pada tenaga pengajar yang selama ini selalu bertugas sebagai penyampai informasi. Soedijarto di dalam Ali (2002) mengemukakan bahwa modul sebagai unit terkecil yang direncanakan dan ditulis secara sistematis dan operasional terdiri dari: (1) rumusan TIK, (2) deskripsi isi pengajaran yang harus dipelajari, (3) daftar alat-alat pelajaran yang akan digunakan, (4) kegiatan belajar yang harus dilakukan dalam bentuk teks bacaan dan petunjuk yang harus diikuti serta lembaran kerja yang berisi tugas-tugas yang harus diselesaikan, (5) kunci lembaran jawaban, (6) lembaran evaluasi dalam bentuk tes atau tugas, (7) kunci evaluasi, dan (8) petunjuk penggunaan modul oleh tenaga pengajar.

Penggunaan modul yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses belajar mengajar matematika paket B yang menjadikan

modul sebagai sumber belajar yang di dalamnya terdapat lembar kegiatan peserta didik, lembaran kerja, kunci lembaran kerja, lembaran tes atau tugas, dan kunci lembaran tes atau tugas, dengan ciri-ciri pengajaran: (1) bahan pelajaran disajikan secara individual sehingga setiap peserta didik dapat mempelajari sebagian atau seluruh bahan pelajaran menurut waktu yang diinginkan masing-masing, (2) berorientasi pada kegiatan peserta didik dengan pengajaran kepada peserta didik secara individual, (3) bahan-bahan dalam modul dipelajari menurut urutan tertentu, (4) peserta didik dapat bertanya kepada tutor maupun teman yang dianggap lebih tahu bila mengalami kesulitan memahami bahan-bahan dalam modul, dan (5) tutor dapat memberikan bantuan kepada peserta didik dalam mempelajari bahan-bahan dalam modul secara individual atau bila peserta didik mengalami kesulitan belajar dengan modul-modulnya melalui tatap muka secara langsung.

Metode ceramah dapat dipandang sebagai suatu cara penyampaian pelajaran dengan melalui penuturan. Ali (2002) mengemukakan bahwa dalam metode ceramah komunikasi yang terjadi antara guru dan peserta didik pada umumnya searah. Metode ceramah adalah suatu bentuk penyampaian materi secara lisan dengan maksud memberitahu, menjelaskan prinsip-prinsip, konsep-konsep, dan/atau menuliskan rumus-rumus tanpa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengulang kembali apa yang diperlihatkan guru, nanti setelah selesai, peserta didik baru diberi kesempatan untuk berpikir dan mengulang dengan pertanyaan yang bersifat ingatan.

(5)

dan efektif untuk keperluan penyampaian informasi dan pengertian. metode ceramah tidak cocok digunakan untuk situasi pembelajaran: (1) untuk bahan yang kompleks, terinci, dan abstrak, (2) kalau keterlibatan peserta didik penting bagi pencapaian tujuan, dan (3) bila tingkat kemampuan dan pengalaman peserta didik kurang. Untuk mengefektifkan penggunaan metode ceramah, menurut Surakhmad dalam Suriani (1993) hal-hal yang perlu dilakukan oleh pendidik adalah: (1) merumuskan tujuan khusus yang hendak dipelajari oleh peserta didik secara jelas, (2) menyelidiki apakah metode ceramah benar-benar merupakan metode yang sesuai pada tempatnya, (3) menyusun bahan ceramah yang benar-benar perlu diceramahkan, (4) pengertian yang dapat dijelaskan dengan uraian tertentu harus ditetapkan sebelumnya, (5) menangkan perhatian peserta didik dan mengarahkannya pada pokok yang akan diceramahkan, (6) mengusahakan menanam pengertian yang jelas, dan (7) mengadakan rencana penilaian dengan menentukan teknik dan prosedur penilaian yang tepat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan khusus yang telah dirumuskan.

Penggunaan metode ceramah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengajarkan pelajaran matematika paket B kepada peserta didik secara lisan di depan kelas dengan ciri-ciri: (1) tujuan dan topik yang akan diajarkan dijelaskan oleh tutor, (2) definisi dan rumus diberikan, dikerjakan, dan dijelaskan dengan singkat sebagai contoh lalu tutor memerintahkan apa yang akan dikerjakan oleh peserta didik dan bagaimana menyimpulkannya, (3) dapat diselingi dengan tanya jawab, (4) pada akhir pertemuan, tutor menjelaskan kembali rumusan-rumusan yang penting, dan (5) tutor memberikan tugas rumah. Materi

pembelajaran berpedoman pada Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) paket B yang disusun berdasarkan kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 1994 yang diterbitkan oleh Proyek Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Pusat, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga (PLSPO), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan pokok bahasan: (1) kuadrat suatu bilangan, (2) akar kuadrat suatu bilangan, dan (3) teorema Pythagoras.

Wardani (2002)

mengemukakan bahwa ciri khas dari pengajaran bentuk konvensional adalah: (1) pengajar tetap sebagai sumber utama dalam proses belajar dan mengajar yang sementara berlangsung, (2) Informasi yang diterima oleh peserta didik ditentukan oleh pengajar, dan (3) pengajaran masih berfokus pada penghafalaan suatu rumus atau konsep. Wen (2003) menjelaskan bahwa ciri pengajaran dengan metode konvensional adalah pencapaian kurikulum sangat bergantung pada kemampuan pengajar dalam menyelesaikan bahan ajar dalam kurun waktu tertentu. Pengajar berada di bawah tuntutan menyelesaikan bahan ajar, sehingga dapat berakibat pada ketidakpedulian pengajar terhadap keadaan peserta didik dalam memahami dan menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan. Depdiknas (2003a) mengemukakan 5 pola dalam pengajaran dengan metode konvensional, yaitu: (1) pengajaran menyandarkan kepada hafalan-hafalan, (2) pemilihan informasi-informasi sebagai bahan pengajaran ditentukan oleh pengajar, (3) pengajaran cenderung berfokus pada satu disiplin tertentu, (4)

memberikan sekumpulan

(6)

kegiatan akademik berupa ulangan/ujian.

Penggunaan metode konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode yang sementara digunakan oleh tutor dalam mengajarkan matematika paket B kepada peserta didik yang dapat dilakukan dengan satu atau berbagai macam pendekatan dalam bentuk ceramah, penugasan, diskusi, tanya jawab, dan mengerjakan soal-soal yang telah disediakan untuk mencapai tujuan pengajaran.

Dalam belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan, seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi, dan nilai. Bloom sebagaimana dikutip

oleh Degeng (1989)

mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 domain atau ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan sikap. Ranah kognitif, menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual; ranah psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif atau keterampilan motorik; dan ranah

sikap berkaitan dengan

pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi yang dipelajari (baru). Selanjutnya Bloom dalam Sulistyono (2003) mengklasifikasi ranah kognitif menjadi enam aspek yaitu: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation).

Hasil belajar sesungguhnya merupakan perilaku berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, informasi, dan atau strategi kognitif yang baru dan diperoleh peserta didik setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu suasana atau kondisi pembelajaran. Pengetahuan, keterampilan, sikap, informasi dan atau strategi kognitif tersebut adalah baru, bukan yang telah dimiliki peserta didik sebelum memasuki

kondisi atau situasi pembelajaran dimaksud.

Menjadi kesimpulan, yang dimaksud hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil interaksi antara peserta didik dengan materi pelajaran matematika paket B selama proses pembelajaran dilaksanakan oleh peneliti pada ranah kognitif sehingga dapat menjadi gambaran tingkat penguasaan peserta didik terhadap topik bahasan yang diberikan selama penelitian ini berlangsung, meliputi: (1) ingatan, (2) pemahaman, (3) penerapan, dan (4) lain-lain (gabungan analisis, sintesis, dan evaluasi).

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Barru, yaitu pada Kejar Paket B yang dibina oleh Dinas Pendidikan dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dengan jenis penelitian kuantitatif yang memakai model treatment posttest-only control group design. Variabel-variabel yang diteliti adalah: (1) metode pengajaran sebagai variabel bebas terdiri atas: penggunaan modul diberi simbol X1, metode

ceramah diberi simbol X2, dan metode

konvensional diberi simbol X3 dan (2) hasil

belajar matematika Paket B sebagai variabel terikat terdiri atas: hasil belajar dengan menggunakan modul diberi simbol Y1, metode

ceramah diberi simbol Y2, dan metode

konvensional diberi simbol Y3. Populasi dalam

penelitian adalah seluruh peserta didik pada Kejar Paket B yang sampai penelitian ini dilaksanakan masih berstatus aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, selanjutnya pengambilan anggota sampel mempergunakan teknik acak sederhana.

(7)

Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan teknis analisis statistik deskriptif dan teknik analisis statistik inferensial, yaitu anavar satu arah dan uji lanjut scheffe.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sekitar 8 persen peserta didik pada kelompok yang diajar dengan menggunakan modul mendapatkan skor dengan kualifikasi rendah, sedangkan peserta didik yang mendapatkan skor dengan kualifikasi sedang sebanyak 92 persen. Skor terendah yang diperoleh peserta didik adalah 9 dan skor tertinggi adalah 20. Rata-rata (mean) skor data hasil pengukuran adalah 15,75. Skor rata-rata yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil belajar matematika Paket B peserta didik tergolong berada pada kualifikasi sedang. Sebanyak 33 persen peserta didik yang memperoleh nilai di bawah rata-rata dan sebanyak 50 persen peserta didik yang memperoleh nilai di atas rata-rata.

Sebesar 25 persen peserta didik pada kelompok yang diajar dengan menggunakan metode ceramah mendapatkan skor dengan kualifikasi rendah, peserta didik yang mendapatkan nilai dengan kualifikasi sedang sebanyak 50 persen, dan sebanyak 25 persen peserta didik yang mendapatkan skor dengan kualifikasi tinggi. Skor terendah yang diperoleh peserta didik pada kelompok yang diajar dengan menggunakan metode ceramah adalah 9 dan skor tertinggi adalah 23. Skor Rata-rata (mean) data hasil pengukuran adalah 15,5. Skor rata-rata yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil belajar matematika Paket B tergolong berada pada kualifikasi sedang. Peserta didik yang memperoleh nilai di bawah rata-rata sekitar 58 persen dan peserta didik yang memperoleh nilai di atas rata-rata sebanyak 33 persen.

Skor rata-rata hasil belajar matematika Paket B kelas II pada kedua kelompok eksperimen secara statistik dinyatakan tidak berbeda (masing-masing berada pada kualifikasi sedang) diduga sebagai akibat: (1) tutor yang mengajar berlatar belakang pendidikan matematika (S1

matematika) sehingga dapat dimengerti bila dalam proses belajar mengajar, materi pelajaran dapat diajarkan secara tuntas dan (2)

tutor yang mengajar pada kedua kelompok eksperimen menguasai dengan baik penggunaan modul dan penggunaan metode ceramah dalam pengajaran matematika Paket B kelas II. Pada penggunaan metode ceramah, peserta didik menunjukkan keaktifan dengan ikut serta bersama-sama tutor dalam menjelaskan atau menyebutkan sesuatu. Keaktifan itu juga ditunjukkan dengan keberanian anak maju ke depan untuk mengerjakan soal-soal yang ditanyakan tutor di papan tulis. Pada penggunaan modul, Peserta didik sangat baik dalam merespon petunjuk-petunjuk yang diberikan tutor. Peserta didik tidak begitu mempersoalkan bentuk penampilan modul. Peserta didik hanya sering mengeluhkan adanya kesalahan-kesalahan jawaban pada contoh-contoh soal dan pada kunci jawaban. Keluhan ini selalu disampaikan kepada peneliti selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dan peneliti mengajak peserta didik untuk sama-sama membetulkannya.

Sebanyak 60 persen peserta didik pada kelompok yang diajar dengan menggunakan metode konvensional mendapatkan skor dengan kualifikasi rendah, sedangkan peserta didik yang mendapatkan skor dengan kualifikasi sedang sebesar 40 persen. Skor terendah yang diperoleh peserta didik adalah 4 dan skor tertinggi adalah 15. Skor rata-rata (mean) data hasil pengukuran adalah 9,6. Skor rata-rata yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil belajar matematika Paket B tergolong berada pada kualifikasi rendah. Peserta didik yang memperoleh nilai di bawah rata-rata sekitar 47 persen dan peserta didik yang memperoleh nilai di atas rata-rata sebanyak 20 persen.

(8)

sejalan dengan mata pelajaran yang diajarkan dan tidak dimilikinya buku acuan atau bahan bacaan yang dapat dijadikan sebagai pegangan bagi peserta didik untuk dapat mengulang, berlatih, dan mengembangkan materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Peserta didik bergantung sepenuhnya pada bahan pelajaran yang telah diajarkan secara terbatas oleh tutor.

Pengolahan data hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 10,7 ternyata lebih

besar dari nilai Ftabel pada = 0,05

atau F(0,95;2:36)= 3,26 bahkan sampai

pada nilai Ftabel dengan = 0,01 atau

F(0,99;2:36)= 5,25. Hal ini berarti bahwa

terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara hasil belajar matematika Paket B pada ketiga kelompok peserta didik yang diajar matematika Paket B dengan menggunakan modul, metode ceramah, dan metode konvensional pada Kejar Paket B kelas II di Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan. Dengan kata lain, H0 ditolak

dan H1 diterima.

Hasil penghitungan untuk menentukan signifikansi perbedaan hasil belajar dari ketiga kelompok dengan menggunakan Scheffe test dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel. Hasil hitung Scheffe test

Kelompok

Ftabel= F

(1-;2;38)

F’= (k-1)Ftabel

Fhitung

= 0,0 5

= 0,0 1

= 0,0 5

= 0,01

Modul VS

Ceramah 3,2

5 5,2

1 6,5

0 10,4

2 0,0237

Modul VS

Konven-sional

3,2 5

5,2 1

6,5 0

10,4 2

15,9183 *)

Ceramah

VS

Konvensio nal

3,2 5

5,2 1

6,5 0

10,4 2

14,6504 *)

Keterangan: k=3; *) sangat signifikan

Berdasarkan Tabel di atas, menunjukkan bahwa: (1) pengajaran

matematika Paket B dengan menggunakan modul memberi pengaruh yang sama baiknya (tidak berbeda) dengan pengajaran matematika Paket B yang menggunakan metode ceramah pada Kejar Paket B kelas II di Kabupaten Barru (karena Fhitung lebih kecil dari

F’), (2) pengajaran matematika Paket B dengan menggunakan modul memberi pengaruh yang lebih baik (sangat signifikan) bila dibandingkan dengan pengajaran matematika Paket B yang menggunakan metode konvensional pada Kejar Paket B kelas II di Kabupaten Barru (karena Fhitung lebih besar

dari F’), dan (3) pengajaran matematika Paket B dengan menggunakan metode ceramah memberi pengaruh yang lebih baik (sangat signifikan) bila dibandingkan dengan pengajaran matematika Paket B yang menggunakan metode konvensional pada Kejar Paket B kelas II di Kabupaten Barru (karena Fhitung lebih besar dari F’).

KESIMPULAN DAN SARAN

(9)

kelompok peserta didik yang diajar dengan metode konvensional. Hal ini berarti bahwa pengajaran matematika Paket B dengan menggunakan metode ceramah memberi pengaruh yang lebih baik bila dibandingkan dengan pengajaran matematika Paket B yang menggunakan metode konvensional. Hasil belajar kelompok peserta didik yang diajar dengan menggunakan modul dianggap sama baiknya dengan hasil belajar kelompok peserta didik yang diajar dengan menggunakan metode ceramah, walaupun skor rata-rata dari kelompok peserta didik yang diajar dengan menggunakan modul lebih besar dari skor rata-rata dari kelompok peserta didik yang diajar dengan menggunakan metode ceramah.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat dikemukakan saran sebagai berikut: (1) dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar peserta didik pada Kejar Paket B, maka salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah penggunaan modul dalam proses belajar mengajar yang dilakukan sesuai dengan prosedural pengajaran modul yang benar. Oleh karena itu, Dinas Pendidikan dalam hal ini Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah, baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota perlu: (a) mengfokuskan penyelenggaraan pelatihan bagi tutor Kejar Paket B pada pelatihan mata pelajaran dan cara penggunaan modul sebagai metode belajar mengajar, (b) mengupayakan pemenuhan rasio modul 1:1 atau sekurang-kurangnya 1:2 dalam arti satu modul untuk satu atau dua peserta didik Kejar Paket B, (c) melakukan pendistribusian modul secara merata sehingga modul-modul tersebut dapat diterima oleh setiap kelompok belajar (Kejar) Paket B yang ada di wilayahnya, (d) menegaskan kepada tutor Kejar Paket B agar mulai membiasakan diri menggunakan modul dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar berdasarkan prosedural pengajaran modul yang benar, dan (e) merevisi dan menyempurnakan kembali modul matematika Paket B yang telah diterbitkan dan digunakan pada hampir semua Kejar Paket B agar dapat lebih menarik, fungsional, dan terhindar dari kesalahan-kesalahan, (2) penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran Paket B oleh tutor sebaiknya dilakukan bila para tutor sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik sehingga memungkinkan peserta didik

dapat menyerap materi pelajaran lebih banyak sesuai tuntutan kurikulum Paket B yang berlaku, dan (3) penggunaan metode konvensional dalam pembelajaran Paket B sebaiknya dilakukan bila para tutor telah menguasai dengan baik materi pembelajaran yang akan diajarkan dan telah terlatih menggunakan berbagai metode atau teknik pendekatan secara bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Prasetya, Joko Try. 1997. Strategi Belajar Mengajar – SBM untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Pustaka Setia

Ali, Muhammad. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Degeng, I Nyoman S. 1989. Ilmu Pengajaran, Taksonomi Variabel. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti

Depdikbud. 1995. Program Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Dirjen PLSPO

Depdiknas. 2000. “Rencana Strategis Pembangunan Bidang Pendidikan Luar Sekolah Tahun 2000-2004”. Fortal Informasi Pendidikan Indonesia. Online. (http://www.Depdiknas.Go.Id). Diakses 30 Januari 2005.

__________. 2003a. Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta: Dikdasmen

__________. 2003b. Pedoman

Penyelenggaraan Program Paket B Setara SLTP. Jakarta: Diktentis

Dinas Pendidikan Nasional. 2003. Pengembangan Model Pembelajaran Paket B Setara SLTP Mata Pelajaran Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia. Manado: BPKB

Hasibuan & Moedjiono. 1999. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya Nasution, S. 2000. Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

(10)

Russel, James D. 1973. Modular Instruction, Minneapolis. Minessota: Burgess Publishing Company

Sulistyono, T. 2003. Wawasan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen Suriani. 1993. Studi Eksperimen tentang

Metode Demonstrasi dan Metode Ceramah dalam Pengajaran Pokok Lingkaran pada Siswa Kelas I SMA Negeri Camba Kabupaten Maros. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan. Ujung Pandang: IKIP Suryosubroto. 1983. Sistem Pengajaran

dengan Modul. Jogjakarta: Bina Aksara Utsman. 2002. Potensi Kelompok Belajar

Paket B untuk Menunjang Wajib Belajar 9 Tahun. Disampaikan dalam rangka Widya Karya PLSP Dirjen PLSP Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: 15 Agustus

Wardani, Sri. 2002. Strategi Pembelajaran yang Kontekstual/Realistik dalam Pembelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas

Gambar

Tabel. Hasil hitung Scheffe test

Referensi

Dokumen terkait

24 Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Perilaku Konsumen..., hal.202-203.. 25 Menurut Wibowo dalam Amanullah mengatakan bahwa persepsi manfaat didefinisikan sebagai suatu

berikut ini. 1) Meminta kesediaan dosen dan guru untuk menjadi validator Bimbingan TIK berbasis android. 2) Meminta dosen dan guru memberikan penilaian terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja karyawan divisi operasional PT Bumi Menara

Berdasarkan hasil penelitian menerangkan bahwa pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo terbagi dalam

(2013) akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran serta pelaporan informasi keuangan dalam ukuran moneter

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa sebelum mengurus dan memperoleh IUKI maka terlebih dahulu badan usaha harus mengurus izin lingkungan. Hal ini dikarenakan

Kadar rerata IgG pada kelompok infeksi sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok infeksi primer, dan kadar rerata IgG pada DBD baik yang mengalami syok atau tidak lebih

Tersedianya limbah ampas teh dan limbah tulang ikan lele yang cukup banyak serta kurang dimanfaatkan, peneliti tergerak untuk melaksanakan pemanfaatan limbah