• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Terhadap Konflik Agraria Kawasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kajian Terhadap Konflik Agraria Kawasan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Terhadap Konflik Agraria

Kawasan Hutan Lindung Oekabiti dan

Lahan Masyarakat

PEMBAHASAN

Sejarah Konflik Agraria di Kawasan Hutan Lindung Oekabiti, Kabupaten Kupang, Kepulauwan Nusa Tenggara

Pada bulan Juni 2000, Saul Boi Mau (Nunnapah) telah mengerjakan dan mengelola lading yaitu menanam jagung, ubi kayu, pisang dan lain-lain di kawasan hutan lindung Oekabiti. Bidang tanah milik Saul Boi Mau tersebut (object sengketa) diperoleh dengan cara mendapatkan pembagian harta warisan dari Timotius Boimou (ayah Saul Boi Mau-almarhum) seluas lebih kurang 1250 meter persegi dengan batas-batas sebagai berikut :

Utara berbatasan dengan tanah Edison Nubatonis Selatan berbatasan dengan tanah Ruben Loasana Timur berbatasan dengan kali Nonokmeo

Barat berbatasan dengan jalan raya Jurusan Kupang-Oekabiti

Bidang tanah pembagian warisan milik Saul Boi Mau tersebut sebelumnya dikerjakan secara turun-temurun juga termasuk bidang tanah lain di Kiutuntuka, Nunnapah, dan Neksufmoro yang letaknya tak jauh dari kawasan sengketa. Tanah tersebut semula milik kakek Saul Boi Mau- Tef Abi-Almarhum, kemudian dirurunkan kepada Timotius Boimou (ayah Saul Boi Mau-almarhum) dilanjutkan kepada Saul Boi Mau dan membayar pajak sejak tahun 1970 sampai sekarang (pada saat sengketa terjadi).

Pada tahun 2000, saat Saul N. Passu menjabat sebagai Kepala Kelurahan Nonbes mengumumkan kepada masyarakat untuk mendaftarkan tanah-tanah hak milik guna diukur dan diterbitkan sertifikat penegasan hak oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kupang melalui Prona tahun 2000/2001 yang masuk wilayah kecamatan Amarasi.

(2)

Oekabiti dengan Laporan Polisi No. LP/105/IX/2001/Polsek Amarasi dengan selama lebih dari 8 tahun. Hal ini diakibatkan karena tidak adanya kepastian dalam hak penguasaan tanah di kawasn hutan lindung Oekabiti. Adanya perbedaan paham mengenai batas kekuasaan tanah oleh masyarakat dan pemerintah, menyebabkan banyak kasus dimana masyarakat di intimidasi untuk segera menyerahkan lahan mereka kepada pihak pemerintah.

Beberapa dampak bagi pemerintah, masyarakat dan kawasan hutan lindung yang akan terjadi ke depannya bila permasalahan konflik ini tidak segera terselesaikan dan dibiarkan menggantung antara lain :

1. Balai Pengawasan Kawasan Hutan Lindung Oekabiti

Merenggangnya hubungan antara petugas dan warga terutama bagi warga yang berselisih (Saul Boi Mau) yang menyebabkan ptugas kesulitan melaksanakan tugasnya, karena mereka khawatir dalam melakukan setiap tindakan yang dapat menyebabkan konflik semakin meruncing. Apabila balai pengawasan hutan lindung mengambil tindakan keras maka dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian baik material maupun non-material yang akan dialami oleh warga.

2. Daerah Kawasan Hutan Lindung Oekabiti

Akibat tidak adanya kepastian, warga yang berselisih (Saul Boi Mau) secara diam-diam melakukan pekerjaannya berladang yang membuat kawasan hutan lindung Oekabiti semakin terbebani sehingga berpotensi merusak spesies binatang maupun tumbuhan yang berada dikawasan hutan lindung Oekabiti.

Pasal 37 UU No. 05 tahun 1990 tentang konservasi daya alam hayati dan ekosistemnya memperlihatkan adanya peluang untuk memposisikan rakyat sebagai sesuatu yang terpisah dari alam. Berdasarkan pasal ini pemerintah diminta untuk “menggerakkan dan mengarahkan” masyarakat untuk sadar konservasi.

Analisis Masalah Pendaftaran Tanah

Salah satu tujuan Undang-undang pokok agraria No. 5 tahun 1960 Adalah memberikan jaminan hukum atas hak tanah. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 19 UUPA ayat 1 yang menyebutkan : “ Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah republik Indonesia menurut peraturan yang diatur dalam peraturan pemerintah”.

(3)

dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat pembuktian haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.

Pendaftaran dan pengukuran yang diajukan oleh Saul Boi Mou terhadap tanah objek sengketa tidak dapat dilakukan karena tanah tersebut dalam sengketa dan berdasarkan peta wilayah, tanah tersebut merupakan kawasan hutan lindung milik Negara. Sehingga tanah tersebut dapat dilakukan pendaftaran dan pengukuran setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap mengenai perselisihan batas maupun perselisihan tentang siapa sesungguhnya berhak atas bidang tanah tersebut.

Pembuktian Kepemilikan Tanah

Yang dimaksud dengan membuktikan ialah menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Perselisihan mengenai hak milik seperti kasus yang dialami Saul Boi Mou merupakan ranah kasus perdata. Sejak dahulu Saul Boi Mou sebagai salah satu masyarakat desa yang tidak berpendidikan selalu mentaati peraturan yang dikelurkan oleh pemerintah (kantor pajak), yaitu setiap tahunnya memenuhi kewajiban dalam hal membayar pajak kepada Negara. Namun surat bukti pembayaran pajak tersebut bukan merupakan bukti pemilikan hak atas tanah sedangkan yang menjadi permasalahan adalah bukti tentang kepemilikan hak atas tanah sengketa.

Berdasarkan pasal ayat 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menyebutkan : “ Sertifikat merupakan suatu tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik maupun yuridis yang ada di dalamnya……….”. Maka jelas bahwa alat bukti yang dapat dipergunakan untuk membuktikan kepemilikan tanah tersbut adalah sertifikat dan bukan surat bukti pembayaran pajak.

Namun dilihat dari alat bukti yang ditentukan Undang-undang yang dirinci dalam pasal 164 HIR (Pasal 284 RBG), alat bukti yang sah terdiri atas :

(4)

Solusi Mengatasi Konflik Agraria Kawasan Hutan Lindung Oekabiti

Pembangunan pada dasarnya melakukan perubahan (plan change) yaitu perubahan menuju perbaikan kondisi yang telah disepakati bersama. Dalam pembangunan kehutanan, seluruh bentuk peraturan adalah merupakan perwujudan hukum yang dihasilkan dari suatu proses kesepakatan. Dalam mengatasi konflik hutan lindung Oekabiti, perlu adanya kesepakatan bersama antara pemerintah dan pemilik lahan untuk bersama-sama merumuskan jawaban dari semua permasalahan yang ada. Beberapa hal yang penting dalam pelaksanaan kesepakatan diantara kedua belah pihak, hendaknya mempertimbangkan hal berikut :

1. Sebelum adanya kesepakatan antara pihak yang bersengketa. Terlebih dahulu kedua pihak disadarkan bahwa diperlukan itikad baik dalam penyelesaian masalah ini. perlu ditekankan bahwa dalam pembentukan kesepakatan inidibuat secara bersama dan dalam posisi kedua pihak yang sejajar, tanpa adanya pihak yang mendominasi atau terdominasi. Sehingga kesepakatan yang dibuat akan dapat dilaksanakan, karena kedua belah pihak diuntungkan dan sesuai aspirasi masing-masing.

2. Dalam proses menuju kesepakatan dan pelaksanaan kesepakatan diperlukan pengawasan dari pihak yang ketiga (LSM) yang dipercayai oleh kedua belah pihak untuk memfasilitasi dan menjadi penengah dalam mengatasi masalah social yang timbul akibat adanya permasalahan sejenis.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dalam mengelola kawasan hutan Negara atau hutan lindung seharusnya melibatkan tokoh-tokoh adat, masyarakat, dan pemerintah setempat sehingga sistem pengelolaan hutan yang menerapkan konsep hutan kemasyarakatan (HKM) dengan sistem pengelolaan berkelompok dimana semua pengelolaan hutan termasuk pengawasannya dikembalikan kepada masyarakat dapat berjalan dan hasil hutannya mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Tidak akan ada lagi perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat.

Saran

(5)

pemerintah diharapkan tidak menggunakan cara-cara lama seperti menekan, menakut-nakuti pemilik lahan dan sebagainya.

Mengintegrasikan Peta Kelola

Masyarakat untuk Kurangi Konflik

Lahan

PPLB adalah perencanaan penggunaan lahan yang menekankan pada proses partisipatif, menggunakan metode pemetaan partisipatif, dan perencanaan tata guna lahan.Peta Administrasi Indonesia (NGI Maps)

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota dan provinsi harus mengakomodasi penuh Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan (PPLB) agar dapat mewujudkan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih detail dan jelas wilayah kelola masyarakat, sehingga pada akhirnya akan mengurangi konflik lahan.

Hal tersebut menjadi bahasan utama dalam Seminar Nasional JKPP "Mendorong Integrasi Peta Kelola Rakyat Melalui Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan" yang digelar Kamis (21/5). Hadir sebagai pembicara Deny Rahadian (Koordinator Nasional JKPP), Baharuddin Nurdin (Sekretaris Bappeda Luwu Utara), Budi Rario (Kabag Fisik dan Prasarana Bappeda Kapuas), Kusumo Widodo (Kepala Bidang Pemetaan, Kebencanaan, dan Perubahan Iklim Badan Informasi Geospasial), Budi Mulyanto (Dirjen Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang) dan Nana Apriyana (Perencana Madya Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas).

PPLB merupakan perencanaan penggunaan lahan yang menekankan pada proses partisipatif, menggunakan metode pemetaan partisipatif, dan perencanaan tata guna lahan yang lebih mendetail. PPLB adalah salah satu hasil pengembangan metode pemetaan partisipatif yang dilakukan oleh Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP).

(6)

Salah satu upaya Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dalam mendorong perluasan wilayah kelola rakyat adalah dengan Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan (PPLB), hasil pengembangan metode pemetaan partisipatif. PPLB merupakan perencanaan penggunaan lahan yang menekankan pada proses partisipatif, menggunakan metode pemetaan partisipatif dan perencanaan tata guna lahan yang lebih mendetail.

Deny Rahadian, Koordinator Nasional JKPP mengatakan bahwa kegiatan PPLB dilakukan untuk mendukung dan memberi masukan kritis pada penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), mewujudkan penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam RTRW, serta yang terpenting adalah menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan, dan memanfaatkan lahan bagi masyarakat.

Nana Apriyana, Perencana Madya Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas menyatakan bahwa pada dasarnya sangat mendukung produk-produk perencaaan partisipatif, sesuai dengan kebijakan pemerintah yang mendukung masyarakat sebagai subjek pembangunan. Namun produk-produk tersebut harus diintegrasikan ke lembaga atau kementerian yang bersangkutan seperti peta harus divalidasi oleh BIG, dan substansi materi terkait rencana Tata Ruang dikoordinasikan ke kementerian Agraria dan Tata Ruang. Peta partisipatif akan sangat membantu dalam memberikan informasi kepada masyarakat sekaligus sebagai alat pengendalian pemanfaatan tata ruang.

Budi Mulyanto, Dirjen Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengatakan bahwa permasalahan sengketa konflik pertanahan disebabkan berbagai hal seperti ketidakadilan, masalah hukum, batas-batas wilayah dan sebagainya. Tidak semua persoalan sengketa konflik pertanahan dapat diselesaikan dengan pemetaan partisipatif, namun sengketa konflik pertanahan yang berakar dari batas wilayah atau batas bidang dapat dibantu penyelesaiannya dengan pendekatan partisipatif.

Berdasarkan data hasil pemetaan partisipatif tahun 2014, seluas 5,50 juta ha sudah terpetakan, kurang lebih seluas 4,33 juta Ha menunjukkan indikasi tumpang tindih antara wilayah kelola masyarakat dengan kawasan hutan dan seluas 2,89 juta Ha bertumpang tindih dengan perijinan lainnya. Hal itu diakibatkan karena hingga saat ini, pemerintah belum menyediakan data spasial secara detail yang bisa menggambarkan kondisi desa beserta penguasaan ruangnya.

(7)

memperjelas sistem penguasaan dan sistem kelola masyarakat atas ruang dan mampu mengidentifikasi potensi konflik.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa kebijakan yang terkait dengan upaya untuk mewujudkan kemandirian pangan antara lain adalah; (a) kebijakan yang mempunyai dampak sangat positif dalam jangka pendek,

Namun berhubung anggota masyarakat tersebut sedemikian banyak, sehingga sulit untuk diidentifikasi satu per satu, dan seringkali tidak memahami hak-haknya dan

Penelitian ini merupakan keberlanjutan dari yang sebelumnya, namun dalam penelitian ini difokuskan pada terdakwa yang merupakan Anak sehingga semua dasar pertimbangan

Bila diinginkan mengirim sebuah file yang ada dalam sebuah komputer ke komputer yang lain, harus ada suatu jalur (data path) antara dua komputer tersebut, baik secara langsung

Pemilihan petugas Avsec terbaik bertujuan untuk menghasilkan bobot kriteria dan rangking alternatif Avsec terbaik, menentukan metode yang tepat guna menentukan

Asas Umum Pemerintah yang Baik (AUPB) dalam penyelesaian sengketa tanah, serta faktor pendukung dan penghambat penerapan AUPB dalam menyelesaikan sengketa tanah hak milik. Kajian

Sengketa tanah tersebut yang dapat diselesaikan melalui mediasi yaitu 2 kasus dan 3 kasus masuk kepengadilan dan kemudian 1 kasus yang dapat terselesaikan dipengadilan sedangkan

Media yang digunakan untuk proses Rapid Sand Filter tersusun dari pasir silica alami, anthrasit, atau pasir garnet yang memiliki variasi ukuran, bentuk dan