• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Sca

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Sca"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Metode Penemuan Terbimbing melalui Pemberian Bantuan

(Scaffolding) untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar

Mata Pelajaran Matematika

Ika Rahmawati

PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya Ikarahma999@gmail.com

Abstrak Bahasa Indonesia

Pelaksanaan penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya masalah yang dihadapi oleh siswa kelas V SD Negeri Sukun 2 Malang. Mereka merasa kesulitan dalam memahami materi matematika khususnya materi bangun datar. Beberapa siswa pun menyampaikan keluhan bahwa siswa yang kurang mampu dalam proses pemahaman materi tidak memperoleh kesempatan untuk mendapatkan bantuan baik dari guru maupun teman yang memiliki kemampuan lebih. Oleh karena itu diperlukan usaha yang serius dalam membangun pemahaman siswa terhadap materi sifat-sifat bangun datar. Usaha yang dapat dilakukan guru untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menggunakan LKS dan bahan manipulatif dengan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sukun 2 Malang dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VA SD Negeri Sukun 2 Malang. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan dapat membangun pemahaman materi sifat-sifat bangun datar siswa kelas VA SD Negeri Sukun 2 Malang.

Kata Kunci: pemberian bantuan, scaffolding, sifat-sifat bangun datar.

Abstrak Bahasa Inggris

The problems faced by fifth graders at SD Negeri Sukun 2 Malang in terms of understanding mathematical materials particularly concerning plain figure characteristics material. Several students complain that those students who is lacking in understanding matters don’t have enough opportunity to gain help from their high-ability friends. It is necessary to initiate a serious effort in building student’s understanding toward plain figure characteristics materials. Efforts that could be done by teacher in solving this problem would be by using LKS and manipulative material with the method of guiding discovery through giving assista nce.This study was conducted in SD Negeri Sukun 2 Malang with study’s subject were students of VA grade in SD Negeri Sukun 2 Malang. From the result of this study it is obtained that learning using the method of guiding discovery through giving assistance would be able in building understanding of plain figure characteristics material among VA grade students of SD Negeri Sukun 2 Malang

Keywords: giving assistance, scaffolding, plane figure’s characteristics.

Pendahuluan

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan pada siswa dalam pendidikan di sekolah, dan geometri merupakan cabang matematika

(2)

membantu kita merepresentasikan dan mendeskripsikan beberapa hal yang kita

temui dalam hidup, geometri juga menawarkan suatu aspek berpikir matematis yang terhubung pada dunia bilangan. Berdasarkan KTSP 2006 untuk Standar Kompetensi Geometri dan Pengukuran kelas V semester 2, yaitu Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun dengan kompetensi dasar Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar merupakan materi yang harus dipahami oleh siswa melalui pengalaman secara langsung dan tidak hanya sekedar menghafalkan apa yang telah guru jelaskan di depan kelas.

Pada umumnya kondisi belajar mengajar yang diciptakan dan disediakan guru untuk keperluan pembelajaran matematika dalam proses belajar

mengajar masih tradisional. Pembelajaran matematika hanya diterapkan dengan metode ceramah, sehingga siswa hanya pasif mendengarkan penjelasan guru, maka siswa masih banyak yang ramai, bercanda dengan temannya dan tidak terpusat pada penjelasan gurunya. Bahkan guru cenderung memberikan latihan (drill) kepada siswa. Van De walle (2008) menyatakan bahwa pengulangan latihan terhadap bagian-bagian matematika bukanlah merupakan hal yang baik dan tidak akan pernah menghasilkan pemahaman. Latihan bisa

memberikan hasil jangka pendek yang bagus dalam tes tradisional, tetapi akibat

jangka panjangnya, sebagian besar siswa tidak dapat mengerjakan matematika bahka menganggap matematika merupakan hal yang menyeramkan.

Metode ceramah yang diberikan guru pun terkesan membosankan, sehingga beberapa siswa yang merasa jenuh pun cenderung tidak meperhatikan pejelasan guru dan sibuk sendiri dengan kegiatan yang dilakukannya di meja siswa. Pembelajaran dua arah dengan kapasitas guru sebagai fasilitator seharusnya lebih diterapkan, hal ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan dalam dirinya. Selain itu kesempatan interaksi dengan sesama siswa juga akan lebih mengembangkan kemampuan siswa

dalam mengkomunikasikan ide mengenai materi yang dibahas.

(3)

hanya mendengarkan dan mencatat apa yang diterangkan guru, tetapi siswa harus

berpartisipasi aktif misalnya bertanya, mengemukakan ide, dan maju ke depan kelas. Jika siswa aktif dalam kegiatan tersebut kemungkinan besar mereka akan dapat mengambil makna dari

pengalaman-pengalaman yang

dialaminya tersebut. Sebaliknya jika siswa kurang aktif, maka siswa tidak akan mendapat pengalaman dari belajarnya.

Walle (2008) juga menyatakan bahwa beberapa hal yang paling mendasar dalam matematika adalah bahwa matematika dapat dipahami atau masuk akal. Setiap hari siswa harus mendapatkan pengalaman bahwa matematika masuk akal. Para siswa harus percaya bahwa siswa mampu memahami

matematika. Para guru harus menghentikan cara mengajar dengan member tahu segalanya kepada siswa dan harus mulai member kesempatan kepada siswa untuk memahami matematika yang sedang mereka pelajari.

Pada umumnya, model

pembelajaran matematika dapat dilihat pada hubungan interaksi antara pembelajar dan peserta didik. Jika pembelajar lebih banyak berperan maka pembelajaran lebih pada metode ceramah atau ekspositari (teacher centered), sedang bila peserta didik lebih dominan

maka lebih ke arah pembelajaran inquiri (student centered). Model pembelajaran satu arah ini merupakan kasus ekstrim yang tentu tidak cocok untuk kebanyakan peserta didik. Maka diperlukan batasan

seberapa jauh “dukungan pembelajar” dan seberapa jauh “kebebasan peserta

didik” dalam proses pembelajaran.

Metode pembelajaran penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan adalah salah satu solusi yang dapat digunakan dalam permasalahan ini.

Metode pembelajaran penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan adalah memberikan bantuan kepada siswa selama tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah mereka

mampu mengerjakan sendiri. Mengajar matematika pada hakikatnya adalah membimbing aktivitas belajar matematika siswa.

(4)

ditunjuk sesuai giliran tempat duduk, sedangkan kenyataannya tempat duduk

mereka atau teman sebangku mereka adalah teman yang berkemampuan homogen, sehingga proses scaffolding yang diharapkan tidak benar-benar terjadi sesuai dengan harapan.

Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Guru Kelas V SD Negeri Sukun 2 Kota Malang, yaitu siswa kelas V di sekolah tersebut cenderung menganggap materi bangun datar adalah materi yang sulit bagi mereka, ketika mereka melihat gambar bangun datar di buku materi Matematika atau bahkan di beberapa soal matematika, mayoritas dari mereka akan spontan mengeluh dan tidak tertarik untuk menyelaminya. Akibatnya ketika siswa diberi beberapa pertanyaan atau pemahaman soal berkaitan dengan

bangun datar, sebagian besar dari siswa tidak dapat memahami dan mengerti akan soal dan wacana bangun datar yang dimaksud. Sebagian dari mereka juga mengganggap materi bangun datar tidak akan ada manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ketertarikan mereka dalam mempelajari materi bangun datar sangat rendah.

Berdasarkan masalah dan gambaran umum di lapangan maka peneliti akan melakukan penelitian terhadap siswa kelas V SD Negeri Sukun 2 Malang dalam upaya membangun pemahaman

konsep sifat-sifat bangun datar dengan penelitian menggunakan penerapan

metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuans ebagai upaya meningkatkan pemahaman matematika siswa kelas V SD Negeri Sukun 2 Malang.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK).

Dipilihnya jenis penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini adalah karena tujuan penelitian ini sesuai dengan karakteristik PTK, yaitu ingin memperbaiki kualitas proses pembelajaran perkalian bilangan dengan penerapan strategi interaksi. Penelitian ini berangkat dari permasalahan yang dihadapi oleh siswa dalam proses

pembelajaran untuk memahami materi matematika.

Model penelitian tindakan kelas yang digunakan adalah model Hendrick. Berdasarkan model Proses Penelitian Tindakan Kelas Hendrick (Mertler, 2009), maka tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut:

Mulai Refleksi Awal Aksi Awal Evaluasi Awal

Evaluasi Lanjutan I

Refleksi Lanjutan I Aksi

Lanjutan I

Selesai Refleksi

Lanjutan II

Evaluasi Lanjutan II Aksi

(5)

Gambar 1. Diagram Alir Tahap-tahap

penelitian

Penelitian dimulai dari kegiatan pratindakan yang terdiri dari refleksi awal aksi awal dan evaluasi awal, dilanjutkan dengan pelaksanaan siklus I yang terdiri dari refleksi lanjutan I, aksi lanjutan I dan evaluasi I serta pelaksanaan siklus II yang terdiri dari refleksi lanjutan I, aksi

lanjutan II dan evaluasi lanjutan II. 1. Refleksi awal

Tahap refleksi awal di sini berupa observasi awal, dimana peneliti mengadakan observasi untuk menggali dan mengeksplorasi masalah yang dihadapi oleh siswa. Dari hasil observasi, peneliti merancang suatu solusi untuk mengatasi permasalahan siswa. 2. Aksi awal

Pada tahap ini peneliti merancang suatu strategi yang sesuai untuk diaplikasikan ke lapangan dengan kondisi permasalahan yang ditemukan peneliti pada tahap observasi awal. Peneliti mulai merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lembar Kerja untuk

siswa, Lembar tes untuk siswa, Lembar observasi untuk guru

3. Evaluasi awal

Pada tahap ini, peneliti mulai mengevaluasi hasil rancangan yang telah disusun yaitu dengan

memvalidasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian kepada

beberapa validator ahli guna mengetahui kevalidan dari hasil rancangan berupa perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian yang telah disusun.

4. Refleksi lanjutan I

Pada tahap refleksi lanjutan I ini peneliti melaksanakan revisi dari hasil validasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian yang telah divalidasi oleh validator, yang selanjutnya akan dapat digunakan dalam pelaksanaan penelitian.

5. Aksi lanjutan I

Dalam tahap aksi lanjutan I peneliti akan melaksanakan tindakan I dengan menggunakan strategi yang telah dirancang oleh peneliti dan dengan

menggunakan perangkat pembela-jaran dan instrumen penelitian yang telah divalidasi dan direvisi.

6. Evaluasi lanjutan I

(6)

7. Refleksi lanjutan II

Pada tahap refleksi lanjutan II ini peneliti melaksanakan revisi atau perbaikan dari hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan pada tindakan I, dengan menyusun rancangan strategi selanjutnya yang akan diaplikasikan dalam tahap aksi lanjutan II (tindakan II).

8. Aksi lanjutan II

Dalam tahap aksi lanjutan II peneliti akan melaksanakan tindakan II dengan menggunakan strategi yang telah dirancang oleh peneliti dan dengan menggunakan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian yang telah disusun oleh peneliti.

9. Evaluasi lanjutan II

Pada titik tahap ini peneliti mengevaluasi keefektifan strategi yang telah digunakan pada tindakan II (aksi lanjutan II) dan meninjau kembali pelaksanaan pembelajaran dengan memperhatikan hasil observasi yang telah dilakukan, dan dilanjutkan dengan menuliskan hasil laporan penelitia tindakan kelas yang telah dilaksanakan.

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini berupa validasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian,

observasi aktivitas guru dan siswa, hasil tes awal, tes akhir pembelajaran dan tes

hasil belajar siswa, dan wawacara.

Hasil dan pembahasan

(7)

pada tindakan 2, diperoleh 10 dari 42 siswa yang memperoleh nilai kurang dari

65. Namun, pada tes hasil belajar 3, diperoleh 2 dari 42 siswa memperoleh nilai kurang dari 65, dan 1 siswa memperoleh nilai 69.

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai guru dalam penelitian ini, dengan tujuan agar proses pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan rancangan peneliti. Pembelajaran materi sifat-sifat bangun datar dilaksanakan dengan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan menggunakan bahan manipulatif yang dapat diutak-atik siswa dengan tujuan agar siswa dapat menemukan sendiri bagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun datar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Walle (2008)

yaitu model-model atau bahan manipulatif untuk ide-ide matematika membantu siswa mengungkap dan memperbincangkan ide-ide matematika. Benda-benda fisik atau bahan manipulatif untuk merepresentasikan konsep-konsep yang terdapat pada materi matematika merupakan alat yang penting untuk membantu siswa belajar matematika.

Pembelajaran materi sifat-sifat bangun datar dengan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan, dimana situasi kelas dikembangkan melalui: (1) penggunaan bahan

manipulatif berupa kertas berbentuk persegi, persegi panjang, segitiga,

trapesium dan lingkaran, kawat berbentuk jajar genjang dan belah ketupat, serta layang-layang (2) LKS yang mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sendiri bagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun datar.

Pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan membantu siswa dalam proses membangun pemahaman materi sifat-sifat bangun datar. Dengan pemberian bantuan di awal (scaffolding 1) berupa pengamatan dunia nyata dan presentasi aktif antara siswa dan guru, dimana guru memberikan pertanyaan arahan yang mengarah kepada pemahaman awal siswa terkait dengan bangun datar dan memberikan pertanyaan

(8)

dapat membantu siswa dalam membangun pemahaman materi.

Selanjutnya, proses pembelajaran scaffolding ini dapat membuat siswa menjadi tak lagi sungkan bertanya kepada guru dan meminta bantuan teman sejawat yang lebih mampu ketika merasa kesulitan dalam pemahaman materi dan mengerjakan LKS. Ketika siswa telah memahami materi, maka dilanjutkan dengan membantu siswa memperluas pengetahuan dan keterampilan baru agar selalu teringat (Scaffolding 3) dengan aktivitas penguatan yaitu seperti memberikan tes akhir pembelajaran dan memberikan pelatihan terus menerus dengan memberikan soal-soal.

Pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan menunjukkan hasil positif

terhadap siswa, baik dalam sikap belajar siswa yang awalnya tidak ada interaksi sama sekali baik dengan guru dan teman sejawat membuat siswa menjadi tak sungkan untuk menjalin komunikasi dan interaksi dengan guru dan teman sejawat yang mau memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Aktivitas ini tampak ketika kelompok Biru memiliki perbedaan pendapat ketika menyebutkan beberapa benda berbentuk persegi. Terlihat pada dialog 4, ketika ODY, RS dan MRS beradu pendapat, RS mengambil inisiatif untuk mengajak guru

turut serta dalam menengahi permasalahan yang ada di antara mereka.

Sehingga, guru pun ikut membantu secara langsung dan mengarahkan siswa.

Hal ini sesuai dengan pendapat Vygotsky dalam Walle (2008) dimana Vygotsky memfokuskan pada interaksi sosial sebagai komponen penting dalam pengembangan pengetahuan. Vygotsky percaya bahwa proses berfikir berada di antara orang-orang di dalam lingkungan sosial dan dari lingkungan inilah siswa dapat memperoleh ide-ide. Transfer ide inilah yang dinamakan interaksi.

Interaksi ini terdapat dalam ZPD (Zone of Proximal Development) setiap siswa. ZPD bukan ruang fisik, namun merupakan ruang simbolik yang dibuat melalui interaksi para siswa dengan yang lainnya yang berpengetahuan lebih

banyak atau yang lebih berkompeten. Hal ini juga tampak ketika RKZ memberikan bantuan secara langsung kepada KV ketika KV merasa kesulitan dalam menggambar segitiga pada pertemuan kedua. Bantuan oleh teman sejawat yang lebih mampu juga terlihat ketika RF dan RS memberikan bantuan pada teman-teman yang masih merasa kesulitan dengan menjelaskan di papan tulis seperti yang tampak pada dialog 12 dan dialog 13.

(9)

hendak dilakukan siswa atau tugas siswa sangat membantu mengarahkan siswa

belajar sesuai dengan pemahaman siswa, sehingga dengan belajar menemukan sendiri sifat-sifat bangun datar membuat belajar siswa menjadi lebih bermakna. Aktivitas ini tampak ketika guru mengarahkan siswa dan bersama-sama memahami langkah-langkah yang terdapat pada LKS sebelum pelaksanaan Pengalaman Siswa yang dilanjutkan dengan siswa mulai aktif mengutak-atik bahan manipulatif dan menemukan sendiri siat-sifat yang dimiliki bangun datar.

Hal ini sesuai dengan pendapat Walle (2008) yang menyatakan bahwa siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan siswa ke dalam pemahaman mereka, guru tidak dapat mengirimkan

ide kepada siswa yang pasif. Agar siswa dapat membuat ide-ide baru dan menghubungkannya dengan jaringan ide siswa atau yang dinamakan memahami, maka siswa harus dilibatkan berfikir.

Ide tidak dapat dituangkan ke dalam diri siswa sebagaimana menuangkan air ke dalam bejana kosong. Sehingga dalam hal ini siswa diharapkan turut aktif guna mendapatkan pemahaman dan membuat belajar siswa menjadi lebih bermakna. Hal ini terlihat ketika guru melibatkan siswa sepenuhnya bekerja

dengan LKS dengan tujuan menemukan sendiri sifat-sifat bangun datar.

Pemberian bantuan yang tepat sesuai dengan pemikiran atau cara yang dimiliki siswa yang mengalami kesulitan atau melakukan kesalahan dapat memberikan kesempatan kepada siswa dalam memahami sifat-sifat bangun datar dengan kemampuan siswa sendiri dalam menemukan sifat-sifat bangun datar. Hal ini membawa pengaruh yang cukup baik, yaitu siswa menjadi berani untuk mengemukakan pendapat atau pemikiran siswa sendiri dan tidak merasa takut dalam melakukan suatu kegiatan di dalam kelas. Hal ini tampak ketika PST mengemukakan pendapatnya ketika sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam memecahkan masalah yang

(10)

Ide-ide yang diformulasikan dengan baik yang datang dari luar siswa

dinamakan konsep-konsep ilmiah, sedangkan ide-ide yang dikembangkan oleh siswa dinamakan konsep spontan. Kepercayaan harus dibangun dengan pemahaman bahwa melakukan kesalahan adalah bukan masalah. Siswa harus menyadari bahwa kesalahan adalah kesempatan untuk berkembang. Semua siswa harus percaya bahwa ide-ide siswa akan sampai pada kesimpulan benar atau salah. Tanpa kepercayaan ini, tidak akan pernah terjadi pertukaran ide. Pertukaran ide inilah yang ada dalam proses pemberia bantuan yang tepat sesuai dengan pemikiran atau cara yang dimiliki siswa ketika siswa mengalami kesulitan atau melakukan kesalahan.

Belajar dengan kelompok membuat

siswa saling membantu satu sama lain dan dapat meningkatkan motivasi belajar sehingga siswa senang belajar karena siswa tidak bekerja sendiri melainkan melibatkan lingkungan sekitar sehingga membuat pelajaran matematika menjadi menarik, menyenangkan, dan membuat siswa mau belajar matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Walle (2008) bahwa siswa dapat memiliki ide-ide atau pemikiran mereka sendiri dan membaginya dengan yang lain. Secara serupa mereka juga perlu memahami bahwa mereka dapat juga belajar dari

ide-ide atau pemikiran yang telah diformulasikan oleh orang lain.

Belajar matematika merupakan memahami ide-ide atau pemikiran dari komunitas matematika, dalam hal ini adalah pemikiran kelompok. Ide-ide atau pemikiran haris dipahami bersama-sama di dalam kelas. Setiap siswa harus menghargai ide-ide atau pemikiran dari temannya dan mencoba menilai dan menghargainya. Menghargai ide-ide atau pemikiran orang lain sangat penting dalam diskusi, hal ini terjadi ketika siswa berdiskusi bersama kelompok dan ketika salah satu wakil dari kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok ke depan kelas.

Representasi dari bahan manipulatif berupa kertas yang berbentuk persegi, persegi panjang, trapesium, dan

lingkaran, kawat yang berbentuk jajar genjang dan belah ketupat serta layang-layang yang digunakan siswa dalam proses pembelajaran dengan strategi scaffolding ini memberikan kesempatan siswa dapat mengutak-atik sendiri bahan manipulatif guna memahami bagaimana sifat-sifat yang dimiliki bangun-bangun datar tersebut dengan menemukannya sendiri.

(11)

tahap ini siswa masih bekerja secara visualisasi dan benda konkret dalam

mengenal dan memberi nama bangun datar, mendeskripsikan bagaimana

sifat-sifat bangun datar dan

mengklasifikasikan bangun datar berdasarka sifat-sifatnya. Jadi siswa masih bekerja dalam tahap benda konkret untuk dapat memudahkan siswa dalam memahami bagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun datar.

Siswa terlihat sangat tertarik ketika siswa bekerja dengan benda konkret, hal ini tampak ketika siswa sangat antusias melihat guru membawa kawat, beberapa dari siswa menanyakan dengan rasa ingin tahu akan dibuat menjadi apakah kawat tersebut seperti yang terlihat pada pertemuan kedua pelaksanaan pengalaman siswa IV materi jajar

genjang. Hal serupa juga tampak ketika siswa sangat bersemangat saat guru memberikan instruksi untuk membawa layang-layang pada pertemuan keempat pelaksanaan pengalaman siswa VII materi layang-layang.

Penggunaan sarana belajar seperti Lembar Kerja Siswa (LKS), dan beberapa bahan manipulatif sangat membantu siswa dalam memahami sifat-sifat bangun datar dengan menemukan sendiri bagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun datar. Hal ini sesuai dengan pendapat Walle (2008) bahwa pengajaran

yang efektif merupakan kegiatan yang terpusat pada siswa. Dalam hal ini di

dalam kelas yang bersifat konstruktivis, tekanan diberikan kepada pembelajaran bukan pengajaran.

Siswa diberikan tugas belajar melalui LKS, peran guru adalah melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dengan membuat suasana kelas agar siswa mengeksplorasi dan memahami melalui LKS dan bahan manipulatif yang diberikan. Pada pertemuan pertama, terlihat siswa masih kaku dan belum terbiasa dengan proses pembelajaran dengan menggunakan LKS dan bahan manipulatif, namun untuk pertemuan selanjutnya, siswa tampak sudah terbiasa dan menikmati proses pembelajaran yang diberikan guru dengan strategi scaffolding menggunakan LKS dan bahan manipulatif.

(12)

bertukar pikiran. Bahkan ketika proses kerja kelompok berlangsung, sebagian

dari siswa pun terlihat pasif dan enggan untuk bertanya atau berdiskusi dengan teman sekelompoknya.

Kebiasaan guru yang tidak pernah memberikan bantuan secara langsung, bahkan hanya sekedar memberikan materi di depan kelas, dan langsung memberi instruksi siswa untuk mengerjakan soal-soal dalam buku paket tanpa memberi petunjuk atau arahan sebelumnya membuat siswa menjadi takut untuk menyampaikan pendapat atau bahkan bertanya kepada guru. Hal ini dihadapi peneliti dengan memberikan pendekatan dan motivasi kepada siswa,

bahwa dengan pembelajaran

menggunakan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan

(scaffolding), siswa akan lebih dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru, karena siswa diberi kesempatan untuk mendapatkan bantuan baik dari guru maupun teman sejawat yang lebih mampu.

Pembentukan suasana kelas dengan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan heterogen merupakan salah satu solusi dalam menangani masalah atau kendala ini, karena pengelompokkan siswa dengan memiliki kemampuan heterogen akan dapat membantu proses pembelajaran dengan metode penemuan

terbimbing melalui pemberian bantuan (scaffolding) dapat berjalan dengan lancar.

Pelaksanaan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan terhadap materi sifat-sifat bangun terlaksana dengan baik, perubahan sikap siswa nampak dalam proses pembelajaran ini, dibandingkan sebelum proses pembelajaran dengan metode tersebut, serta dapat membantu membangun pemahaman siswa terhadap materi sifat-sifat bangun datar dengan siswa menemukan sendiri bagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun datar, dimana pemberian bantuan diberikan di saat yang tepat dan dalam jumlah yang tepat sehingga siswa menjadi seorang yang bebas pada pengaturan mereka sendiri, dilanjutkan

dengan kolaborasi dengan siswa yang lebih mampu yang dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.

(13)

3 terdapat 2 orang yang memiliki nilai kurang dari 65 serta 1 orang yang

memiliki nilai 69.

Peneliti juga melakukan wawancara terhadap 4 siswa, yaitu 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi setelah pembelajaran dan dapat disimpulkan siswa sudah dapat memahami materi sifat-sifat bangun datar, dimana siswa sangat terbantu dalam memahami sifat-sifat bangun datar melalui proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan.

Simpulan dan saran

Memperhatikan rumusan masalah,

paparan data dan temuan penelitian serta pembahasan hasil penelitian, disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan dapat membantu siswa dalam proses membangun pemahaman materi sifat-sifat bangun datar dengan beberapa langkah sebagai berikut: a. Pemberian bantuan di awal

(scaffolding 1) berupa pengamatan dunia nyata dan presentasi aktif antara siswa dan

guru, dimana guru memberikan pertanyaan arahan yang

mengarah kepada pemahaman awal siswa terkait dengan bangun datar dan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan dunia nyata seperti benda-benda di sekitar siswa.

b. Membantu siswa dalam menginteraksikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru (Scaffolding 2) dengan LKS yang digunakan siswa dalam menemukan sendiri sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun datar, dimana hal ini merupakan pengalaman nyata yang kontekstual dan dapat membantu siswa dalam membangun pemahaman materi.

c. Membantu siswa memperluas pengetahuan dan keterampilan baru agar selalu teringat (Scaffolding 3) dengan aktivitas penguatan yaitu seperti

memberikan tes akhir

pembelajaran dan memberikan pelatihan terus menerus dengan memberikan soal-soal.

(14)

awalnya tidak ada interaksi sama sekali baik dengan guru dan teman

sejawat membuat siswa menjadi tak sungkan untuk menjalin komunikasi dan interaksi dengan guru dan teman sejawat yang mau memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan.

Pelaksanaan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan terhadap materi sifat-sifat bangun terlaksana dengan baik, perubahan sikap siswa nampak dalam proses pembelajaran ini, dibandingkan sebelum proses pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan. Serta dapat membatu membangun pemahaman siswa terhadap materi sifat-sifat

bangun datar dengan siswa menemukan sendiri bagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun datar, dimana pemberian bantuan diberikan di saat yang tepat dan dalam jumlah yang tepat sehingga siswa menjadi seorang yang bebas pada pengaturan mereka sendiri, dilanjutkan dengan kolaborasi dengan siswa yang lebih mampu yang dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.

2. Pemahaman siswa terhadap materi sifat-sifat bangun datar setelah proses

pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing melalui

pemberian bantuan dapat dikatakan baik. Dengan hasil tes belajar yang dimiliki siswa dimana pada tes hasil belajar 1 terdapat 13 siswa yang memiliki nilai kurang dari 65, pada tes hasil belajar 2 terdapat 10 siswa yang memiliki nilai kurang dari 65, dan pada tes hasil belajar 3 terdapat 2 orang yang memiliki nilai kurang dari 65 serta 1 orang yang memiliki nilai 69. Dari hasil wawancara terhadap 4 siswa, yaitu 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah, dapat disimpulkan siswa sudah dapat memahami materi sifat-sifat bangun datar, dimana siswa sangat terbantu

dalam memahami sifat-sifat bangun datar melalui proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing melalui pemberian bantuan.

(15)

a. Dari aspek manajemen disarankan untuk menerapkan metode penemuan

terbimbing melalui pemberian bantuan (scaffolding)dalam pembelajaran matematika, terlebih dikarenakan kondisi sosial siswa yang membutuhkan bantuan baik dari guru maupun teman sejawat yang lebih mampu.

b. Dari aspek guru hendaknya membiasakan berinteraksi dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, proses pembelajaran yang hanya terpusat kepada guru mengakibatkan sulit berkembangnya pemikiran siswa dan menumbuhkan rasa takut dalam diri siswa untuk mengungkapkan pendapat, serta tak sungkan dalam memberi bantuan di saat yang tepat ketika siswa

mengalami kesulitan dalam belajar. c. Dari aspek siswa hendaknya siswa

juga diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sejawat bahkan dengan yang berkemampuan lebih untuk dapat saling berbagi dan saling memberi bantuan dalam proses belajar. Kebiasaan duduk berkumpul dengan teman yang berkemampuan homogen hendaknya dihindari dan diatasi dengan mengkondisikan suasana kelas denga tempat duduk dimana siswa berkemampuan heterogen dapat berkumpul menjadi

satu, sehingga proses transfer pemikiran dan proses saling berbagi

serta saling membantu dapat terlaksana.

d. Dari aspek proses hendaknya dalam proses pembelajaran, guru memperhatikan kembali posisi tempat duduk siswa, disarankan untuk membuat kondisi tempat duduk menjadi lebih heterogen, sehingga proses pembelajaran sekaligus penyampaian informasi bias lebih maksimal.

e. Dari aspek sarana disarankan penggunaan sarana belajar seperti bahan manipulatif dalam pembelajaran matematika hendaknya dibiasakan selalu digunakan, karena siswa SD masih dalam tahap dimana mereka belajar dengan menggunakan

benda konkret untuk

merepresentasikan ide-ide matematika.

(16)

bantuan (scaffolding) yang dapat diterapkan dalam pembelajaran

matematika.

Daftar Pustaka

Billstein, Rick. 2007. A Problem Solving Approach to Mathematics for Elementary School Teachers. New York: Pearson.

Heruman. 2010. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Kennedy, Leonard M. 2008. Guiding Children’s Learning of Mathematics. California: Thomson Wadsworth.

Mertler, Craig A. 2009. Action Research Teachers as Researchers in the Classroom Second Edition. Los Angeles: SAGE Publications, Inc.

Miles, M.B. & Huberman, M.A. 1992. Quality Data Analysis. Terjemahan oleh Tjetjep Rohidi. Jakarta: UI Press.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. United States of America: The National Council of Mathemetics, Inc.

Pannen, Paulina. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

Qohar, Abdul. 2009. Penggunaan Reciprocal Teaching untuk Mengembangkan Pemahaman Matematis (dalam Hasrattudin (editor). 2009. Prosiding Konferensi Nasional Pendidikan Matematika III). Medan: Universitas Negeri Medan.

Santrock, John. W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Suherman, Erman, Ar. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Van De Walle, John. 2008. Matematika

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Gian Dwi Oktiana, dalam skripsinya yang berjudul, " Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Android Dalam Bentuk Buku Saku Digital

bahwa besaran gaji pokok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai

Leny Dyah Laksmisari, Pengaruh metode Resitasi dengan menggunakan LKS terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas VII UPTD SMPN I Ngunut Tulungagung tahun ajaran 2012/2013

pengetahuan para pakar, sehingga para peternak dapat mengetahui cara membudidayakan bibit unggul pada ternak sapi dan kambing mereka, tetapi sistem pakar tidak dapat

Selain meninjau persepsi guru j-QAF tentang minat murid terhadap program Kem Bestari Solat, kajian ini juga meminta mereka memberi pandangan tentang pendekatan dalam pengajaran

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal skripsi dengan judul

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skrips i dengan judul “ Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula Di Lahan Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

Penulis menyimpulkan bahwa kematian maternal yaitu kematian wanita selama proses persalinan dari kehamilan hingga berakhirnya masa nifas yang disebabkan oleh