• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMA DAN TANTANGAN PROFESI GURU Maka (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROBLEMA DAN TANTANGAN PROFESI GURU Maka (3)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROBLEMA DAN TANTANGAN PROFESI GURU

Makalah

Diajukan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah

Pengembangan Profesi Keguruan

Dosen Pengampu

Reksiana, MA. Pd

Disusun oleh:

Afifah Syadza 15311498

Badhriyatul Khoiriyah 15311503

Ratu Prawati 15311488

Program Study Pendidikan Agama Islam (PAI)

Fakultas Tarbiyah

Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

(2)

I

Segala puji milik Allah SWT. yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan Al-Qur’an dengan kalam kepada mereka. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW., para keluarga, sahabat, dan pengikut kebaikan sampai akhir zaman.

Terimakasih kepada Ibu Reksiana, MA. Pd yang telah memberikan tugas ini sehingga penyusun terpacu untuk menjadi dan memberikan yang terbaik bagi para pembaca. Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh sekali dari kesempurnaan, untuk itu penyusun mohon kritik dan saran yang bersifat

membangun sehingga dalam proses pembutannya lebih baik lagi kedepannya.

Senin, 20 November 2017

(3)

II

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Massalah ... 1

C. Tujuan Pembahasan ... 2

BAB II PEMBAHASAN

1. Problematika Profesi Guru ... 3

2. Tantangan Profesi Guru ... 8 3. Solusi dalam Mengahadapi Problematika Guru ... 12

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN ... 14

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Problem guru merupakan topik yang tidak habis-habisnya dibahas dalam berbagai seminar, diskusi, dan workshop untuk mencari berbagai alternatif pemecahanbterhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dilingkungan sekolah.

Pekerjaan mendidik bukanlah pekerjaan yang mudah. Hasil pekerjaan itu tidak dapat sama sekali kita tentukan lebih dahulu seperti halnya dengan orang yang mencetak kue atau membuat benda-benda lain. Hasil dari pekerjaan mendidik tidak hanya ditentukan oleh kehendak si pendidik sendiri, tetapi juga ditentukan oleh banyak faktor lain. Di dalam pendidikan, faktor-faktor lingkungan (milieu) dapat mempengaruhi dan bahkan turut pula mempengaruhi pertumbuhan anak didik; demikian pula anak itu sendiri tidak dapat diabaikan.

Penyebabnya karena berdasarkan sejumlah penelitian pendidikan, guru diyakini sebagai salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan anak didik dalam melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral. Karena itu tidaklah berlebihan apabila para

pemerhati pendidikan senantiasa mengarahkan perhatiannya pada persoalan guru dan keguruan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana problematika profesi guru? 2. Bagaimana tantangan profesi guru?

(5)

2

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui problematika profesi guru 2. Untuk mengetahui tantangan profesi guru

(6)

3

BAB II

PEMBAHASAN

1. Problematika Profesi Guru

a. Pengertian Problematika

Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu

Problematic yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan masalah; permasalahan; situasi yang dapat didefinisikan sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, di atasi atau disesuaikan.1Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), problematika mempunyai arti: masih menimbulkan masalah, hal yang masih belum dapatdipecahkan permasalahan.

Uraian pendapat tentang problematika adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari individu (faktor internal) maupun dalam upaya pemberdayaan SDM atau guru dalam dunia pendidikan.

b. Problematika Profesi Guru

Secara umum problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu problem yangberasal dari diri guru yang bersangkutan dan problem yang berasal dari dalam diri guru lazim disebut problem internal, sedangkan yangberasal dari luar disebut problem eksternal.

1) Problem Internal

Problem internal yang dialami oleh guru pada umumnya berkisar

pada kompetensi profesional yang dimilikinya, baik bidang kognitif seperti penguasaan bahan/materi, bidang sikap seperti mencintai profesinya (kompetensi kepribadian) dan bidang perilaku seperti

1

(7)

4

keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa (kompetensi pedagogik) dan lain-lain.2

a) Menguasai Bahan/Materi

Menguasai materi harus dimulai dengan merancangdan menyiapkan bahan ajar/materi pelajaran yang merupakan faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dari guru kepada anak didiknya. Agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, rancangan dan penyiapan bahan ajar harus cermat, baik dan sistematis. Rancangan atau persiapan bahan ajar/materi pelajaran berfungsi sebagai pemberi arah pelaksanaan pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar dapat terarah dan efektif. Namun hendaknya dalam merancang dan menyiapkan bahan ajar disertai pula dengan gagasan/ide dan perilaku guru yang kreatif, dengan memperhatikan dibicarakan, didiskusikan, dan menuntut untuk dipecahkan, karena masih banyak guru yang punya anggapan bahwa mengajar hanyalah pekerjaan sambilan, padahal guru merupakan faktor dominandalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa, guru sering dijadikan teladan dan tokoh panutan. Untuk itu guru seyogyanya memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai dalam mengembangkan peserta didik secara utuh. Peran guru adalah perilaku yang diharapkan (expected behavior) oleh masyarakat dari seseorang karena status yang

2

Nana Sujana, Cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1998), hlm. 41

3

(8)

5

disandangnya. Status yang tinggi membuat seorang guru mengharuskan tampilnya perilaku yang terhormat dari penyandangnya.4 Dewasa ini masyarakat tetap memgharapkan perilaku yang paling baik dan terhormat dari seorang guru. c) Keterampilan Mengajar

Guru harus memiliki beberapa komponen keterampilan mengajar agar proses pembelajaran dapat tercapai, di antaranya yaitu 10 kompetensi guru yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Adapun 10 kompetensi guru tersebut menurut Depdikbud,5meliputi: (1)menguasai bahan, (2)mengelola program belajar mengajar, (3)mengelola kelas, (4)penggunaan media atau sumber, (5)mengelola interaksi belajar mengajar, (6)menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, (7)mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (BP), (8)mengenal menyelenggarakan administrasi sekolah (9)memahami prinsipprinsip, (10)menafsirkan hasil

penelitian pendidikanguru untuk keperluan pengajaran. d) Menilai Hasil Belajar Siswa

Evaluasi diadakan bukan hanya ingin mengetahuitingkat kemajuan yang telah dicapai siswa saja, melainkan ingin mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan siswa atau peserta didik yang telah dicapai. Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejauh mana kerberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai instrument penggali data seperti tes perbuatan tes tertulis dan tes lisan.6

4

H. A. R Tilaar, Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru, (Jakarta: Gramedia Widiyasarana Indonesia, 2002), hlm. 296

5

E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2006), hlm. 4-5 6

(9)

6 fasilitas dan sumber belajar yang tersedia.

b) Karakteristik sekolah yangdimaksud misalnya disiplin sekolah, perpustakaan yang ada di sekolah memberikan perasaan yang nyaman, bersih, rapi dan teratur.

Pada masa akhir tahun ajaran sekolah perhatian masyarakat akan tertuju pada betapa rendahnya kualitas pendidikan sekolah menengah yang ditunjukkan dengan hasil nilai ebtanas murni (NEM). Rendahnya skor tersebut akan senantiasa dikaitkan dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran sentral yang dibenahi adalah kualitas guru dan kualitas pendidikan guru.

Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan

guru telah dilaksanakan dengan pembaharuan pendidikan misalnya diintroduksinya proyek perintis sekolah pembangunan, pengajaran dengan sistem modul dan lainnya,8 dan adanya beberapa masalah yang mempengaruhi kinerja profesi guru yang menjadikan usaha-usaha tersebut tidak berjalan lancar, diantaranya:

1) Mengabaikan Guru

Sebagai contoh adalah diintroduksinya pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar-mengajar. Keyakinan para pengambil kebijaksanaan CBSA telah mendorong dikeluarkannya penetapan keharusan guru untuk menggunakan pendekatan tersebut

7

Nana Sujana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1998), hlm. 42-43

8

(10)

7

dalam proses belajar mengajar. Barangkali keyakinan ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berdasarkan hasil-hasil penelitian.

Tersendat-sendatnya pelaksanaan CBSA dewasa ini merupakan bukti bahwa setiap kebijaksanaan dibidang pendidikan apabila pengajaran di kelas yang meninggalkan pandangan guru sebagai orang yang paling tahu keadaan kelas cenderung mengalami kegagalan sebab "pandangan guru" sangat diperlukan dalam setiap usaha peningkatan kualitas hasil pendidikan.9

2) Mentalitas dan Vitalitas

Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi.Pertama, para guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Kedua, akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para

guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri. Ketiga, guru harus membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan, khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan penelitian.10

3) Peran PGRI

Sebagai suatu organisasi profesi guru yang memiliki anggota lebih dari dua juta, PGRI secara moral mempunyai tanggung jawab untuk mendorong dan memberikan agar para guru bisa melaksanakan tiga kegiatan di atas.PGRI bisa memperbanyak pertemua-pertemuan ilmiah, menerbitkan pedoman-pedoman penelitian yang dapat cepat dicerna guru, menerbitkan jurnal-jurnal sebagai media komunikasi

9

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001), hal. 52-54

10

(11)

8

ilmiah para anggota.Untuk itu, kiranya PGRI perlu lebih meningkatkan kualiatas tubuhnya sendiri.11

2. Tantangan Profesi Guru

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan beratnya tantangan yang dihadapi oleh profesi keguruan dalam usaha untuk meningkatkan kewibaannya di mata masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Dedi Supriadi, (1999: 104-106) sebagai berikut:

a. Berkenaan dengan definisi profesi keguruan, masih ada kekurang jelasan tentang definisi keguruan, bidang garapannya yang khas, dan tingkat

keahlian yang dituntut dari pemegang profesi ini. Profesi keguruan berbeda misalnya dengan profesi kedokteran yang bidang tugas dan tingkat keahlian yang dituntutnya profesi telah begitu jelas serta dirinci sedemikian rupa.

b. Kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah profesi keguruan menunjukan bahwa desakan kebutuhan masyarakat dan sekolah akan guru, maka profesi ini tidak cukup terlindungi dari terjadinya “gangguan” dari luar. Di masa lalu bahkan hingga dewasa ini, ada kesan bahwa siapapun boleh berdiri di muka kelas untuk mengajar tanpa memperdulikan latar belakang dan tingkat pendidikannya. Di zaman kemerdekaan, asal seseorang bisa menulis, membaca, dan berhitung dan mau membagikan kemauannya kepada orang lain, dapat langsung berdiri di muka kelas. Sekalipun hal tersebut sekarang, pengaruh dari masa lalu itu masih terasa hingga sekarang. Di samping itu, kualifikasi pendidikan guru kita amat beragam, mulai hanya lulusan SLTP hingga S-3. Dapat dibayangkan betapa sulitnya menarik suatu generalisasi utuh tentang tingkat profesionalisme guru. Sekali lagi, bandingkan misalnya dengan profesi kedokteran yang anggotanya hanya terdiri atas dokter dengan kualifikasi pendidikan yang jelas dan seragam.12

11

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001), hal. 52-54

12

(12)

9

c. Penambahan jumlah guru secara besar-besaran membuat sulitnya standar mutu guru dikendalikan dan dijaga. Hal ini terjadi hampir pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Akibatnya, ada untuk anggapan seakan-akan tidak ada relevansinya untuk berbicara tentang profesionalisme guru di tengah mendesaknuya kebutuhan akan guru dalam jumlah besar.13

d. PGRI sendiri cenderung bergerak di “ pertengahan” antara pemerintah dan guru-guru. PGRI belum banyak aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang secara sistematis dan langsung berkaitan dengan profesionalisme guru; misalnya melalui penerbitan profesional dan kegiatan ilmiah lainnya. Kurangnya dana, langkanya tenaga profesional dan potensi “pasar” untuk mengkonsumsi penerbitan profesional, menjadi sebab sulitny PGRI bergerak ke arah itu. Hal serupa juga berlaku dalam upaya memperjuangkan nasib n-para guru. Diakui bahwa pada beberapa tahun terakhir PGRI makin aktif menyuarakan aspirasi guru, namun secara umum tidak berlebihan bila dikatakan bahwa PGRI masih harus berbuat

banyak untuk menjadi penyalur dan penyambung lidah para guru dalam menyampaikan aspirasinya untuk perbaikan statusnya.14

Baik sebagai wahana untuk meningkatkan profesionalisme maupun untuk memperjuangkan nasib guru, PGRI memang masih sebelum “secanggih” oraganisasi serupa di negara lain. Misalnya, NEA (National

Education Assocoation) di AS benar-benar aktif melakukan pembinaan

terhadap profesionalisme guru; sedangkan AFT (American Federation of

Teacher) lebih berurusan dengan upaya memperjuangkan hak-hak

guru.Guru-guru yang kurang puas dengan kondisi kerja banyak bergabung dengan AFT. Di Inggris, NUT (National Teacher Union) merupakan kekuatan yang ampuh baik sebagai sarana untuk pembinaan profesionalisme

13

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1998), hlm. 104

14

(13)

10

guru maupun dalam mempengaruhi opini publik tentang pendidikan dan guru.15

Tuntutan dan harapan masyarakat yang terus meningkat dan berubah membuat guru makin ditantang.Perubahan yang terjadi dalam masyarakat melahirkan tuntutan-tuntutan baru terhadap peran (Role Expectation) yang seharusnya dimainkan oleh guru.Akibatnya, setiap penambahan kemampuan guru selalu berpacu dengan meningkatnya kemampuan dan harpan masyarakat tersebut yang kadang-kadang lebih cepat dari kemampuan guru untuk memenuhinya.Masalah terjadi apabila harapan atas peran guru bertambah, sementara kemampuan giri memenuhinya terbatas.Bila dimasa lalu guru menjadi sumber utama untuk menjawab ketidaktahuan siswa, sekarang bukan lagi. Di rumah tersedia radio, televisi, surat kabar, bahkan komputer dan internet. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa dengan pengecualian pedesaan barisan depan dalam irama perubahan masyarakat sebagaimana dipercayai di masa lalu, melainkan pengikut perubahan

masyrakat yang bergerak jauh di depan mereka. Dalam situasi demikian, tidak mudah menegakkan profesi keguruan.Jadi, betapa peliknya problematik

dan betapa beratnya tantangan yang dihadapi profesi keguruan.16

Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagagalan dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh.Sosok guru merupakan orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada alasan apa pun, yang dapat diberikan oleh seorang guru untuk membela dirinya.Maka, ketika ujian nasional digulirkan dengan standar kelulusan yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa ketar-ketir.Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan terjadi pada

15

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1998), hlm. 105

16

(14)

11

peserta didik: frustasi, stress, depresi dan segala keputusasaan mental generasi bangsa ini.17

Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan persoalan dunai pendidikan.Dengan prinsip pembelajaran inovatif, seorang guru akan mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan terjun di tengah masyarakatnya.Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran inovatif, yaitu:

a. pembelajaran, bukan pengajaran;

b. guru sebagai fasilitator, bukan instruktur; c. siswa sebagai subjek, bukan objek; d. multimedia, bukan monomedia; e. sentuhan manusiawi, bukan hewani; f. pembelajaran induktif, bukan deduktif;

g. materi bermakna bagi siswa, bukan sekadar dihafal; h. keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.18

Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang utuh.Pola dan strategi pendidikan yang menitik bertakan pada tercipanya kesadaran peserta didik pada dirinya sendiri dan lingkungannya.

Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan. Seorang guru sudah seyogyanya untuk yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang guru seyogyanya untuk yakin bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka

17

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1998), hlm. 105

18

(15)

12

menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang disampaikannya sama seperti yang kemarin.

Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta merta akan membentuk karakternya menjadi kreatif. Kemampuan dan kapasitasnya, baik hard skill maupun soft skill, akan terasah dengan sendirinya. Kekreatifan seorang guru, akan berdampak tidak hanya pada pola komunikasi pembelajaran, tetapi juga akan membentuk suasana serta atmosfir pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning). Pembelajaran yang mampu mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membetuk karakter siswa yang manusiawi.19

Beberapa metode yang dapat digunakan oleh seorang kreatif dalam membangun suasana kelas yang familiar dan manusiawi.Suasana kelas yang tak lagi hadir sebagai ruang penjara yang dijejali teori, konsep dan tugas dari guru.Tetapi ruang kelas yang mampu menggali potensi siswa dan menjernihkan nalar pikir anak didik dalam memahami dan mengaplikasikan kemampuannya untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.Kreatifitas guru

tentunya terletak pada kekayaannya memiliki metode dan aneka model pembelajaran, serta kecermatannya untuk memilih dan memilah metode dan aneka pembelajaran yang akan digunakan di setiap waktu yang berbeda.20

3. Solusi dalam Menghadapi Problematika Guru

Untuk mengatasi problematika pendidikan yang berkaitan dengan profesionalisme, guru diperlukan kerja sama antara dunia pendidikan dengan instansi-instansi lain, mengintegrasikan seluruh sumber informasi yang ada di masyarakat ke dalam kegiatan belajar mengajar, penanaman tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diembannya dan pembudayaan akhlaqul karimah dalam setiap perbuatan kesehariannya serta diperlukan kerja sama

19

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1998), hlm. 106

20

(16)

13

dari berbagai pihak, utamanya pemimpin lembaga pendidikan dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Guru dalam proses pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan berfungsi sebagai mediator dalam penyampaian materi-materi yang diajarkan kepada peserta didik, untuk kemudian ditindak lanjuti oleh peserta didik dalam kehidupan nyatanya, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Dalam proses pembelajaran ini, untuk menjadi guru yang profesional, hendaknya guru memiliki dua kategori, yaitu capability dan loyality, artinya guru itu harus memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi dan memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal kepada tugas-tugas keguruan yang tidak semata-mata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah di kelas.21

21

(17)

14

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Problematika pengembangan profesionalisasi guru dapat dilihat dari kurangnya minat guru untuk meneliti, guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera, kurang kreatifnya guru dalam membuat alat peraga dan media pembelajaran.

Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama dari kita semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti, mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut guru untuk kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat.

Tuntutan dan harapan masyarakat yang terus meningkat dan berubah membuat guru makin ditantang. Tantangan serta berbagai persoalan kegagalan dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sososk guru merupakan orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Maka perbaikan

(18)

15

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. Meningkatkan Kreatifitas Pembelajaran bagi Guru. Jakarta: Bestari Buana Murni. 2010

Djamara, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik. Jakarta: Rineka Cipta. 2005

Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Rosda Karya. 2006

Rajasa, Sutan. Kamus Ilmiyah Populer. Surabaya: Karya Utama. 2002

Sujana, Nana. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bndung: Sinar Baru Algesindo. 1998

Supriadi, Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1998

Tilaar, H. A. R. Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: Gramedia Widiyasarana Indonesia. 2002

Wibowo, Catur Hari. Problematika Profesi Guru dan Solusinya bagi

Peningkatan Kualitas Pendidikan, Jurnal Surakarta, 2014

Referensi

Dokumen terkait

PERENCANAAN ATRAKSI WISATA ED UKASI D I TAMAN SATWA CIKEMBULAN KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu. paling

Syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang memiliki keistimewaan dan pemberian segala kenikmatan besar, baik nikmat iman,

Bentuk dari default adalah optional dan jika tidak digunakan, maka tidak ada perintah-perintah di penyeleksian switch yang akan diproses jika pembandingan semua konstanta

Berdasarkan lembar penilaian aktivitas siswa, perolehan skor aktivitas siswa adalah 28 dengan kategori sangat baik. Aktivitas siswa yang memperoleh penilaian

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jarak lokasi pemeliharaan rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii terhadap morfologi sel dan rumput laut

Hasil produksi yang ingi dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari

pengarahan dan pengawasan usaha--usaha usaha para anggota organisasi dan penggunaan para anggota organisasi dan penggunaan para anggota organisasi dan penggunaan para anggota

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh perbandingan isolat jamur pelarut fosfat yang tepat untuk digunakan sebagai formula kultur campur agar dapat melarutkan fosfat