• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Termal Pembangkit Listrik Tenag (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Termal Pembangkit Listrik Tenag (1)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan seluruh proses penulisan tugas akhir

ini. Tugas akhir yang berjudul “Analisis Termal Siklus Rankine Organik pada

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi” ini disusun sebagai persyaratan akademik

dalam menyelesaikan pendidikan sarjana di jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung.

Tugas sarjana ini tidak mungkin dapat dilaksanakan dan diselesaikan tanpa

dukungan dari banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua Orang Tua penulis, Soewitoadi dan Hersuprapti yang selalu setia mendukung penulis dalam menyusun tugas akhir ini. Segala pengorbanan yang

diberikan membuat penulis memungkinkan menyusun tugas akhir ini. Serta

kepada saudara-saudara penulis, Dhata Praditya, Dia Mayangsari, Shinta Putri

Andansari, Muhammad Fikri Yuliandi dan Danisha Athayya Praditya yang

senantiasa mendukung penulis.

2. Dr. Ir. Ari Darmawan Pasek, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak inspirasi, cerita, pengalaman, arahan, dan bimbingan dengan penuh

kesabaran kepada penulis dalam menyusun tugas akhir ini.

3. Dosen-dosen Program Studi Teknik Mesin atas segala ilmu yang telah diberikan.

(2)

ii

Halidah, Mohammad Ashyari Sastrosubroto, Jonathan Ricky, Ari Mahyudin,

Anugrah Erick, Dhira Naradwitama, Wafi Ihtikamiddin, Esta Andhizar, Fuadi

Fajri dan Dwiky Darmawan yang selalu mendukung penulis dan menemani

penulis dalam penyusunan tugas akhir ini baik dalam suka maupun duka.

5. Gea Fardias Mu’min, Hugo, Nina Konitat Supriyatna, dan Aqsa Dwi Putra yang telah memberikan bantuan teknis selama pengerjaan tugas akhir ini.

6. Teman-teman Badan Pengurus HMM-ITB periode 2011-2012, Panitia Olimpiade VI KM ITB, Panitia IEC ITB 2011, unit Ganesha Model United

Nations Club, Unit Kebudayaan Tionghoa, dan teman-teman Protokoler ITB

yang memberikan warna kepada penulis selama penulis berada di kampus ITB

sampai akhir.

7. Serta Teman-teman laboratorium termodinamika: Husin Baagil, Eksa Bagas, Tri Aghna Satriya, Dliya Izharul Haq, Adrian Rizki Irhamna, Satrio Swandiko,

Reynold Pardamaian, Davy Febrinzki, dan Lia Laila yang memberikan

dukungan dan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna. Penulis berharap

melalui tulisan ini dapat membantu perkembangan pembangkit listrik tenaga panas

bumi, khususnnya untuk mahasiswa teknik mesin dan mahasiswa ITB pada

umumnya.

Bandung, 25 Februari 2013

(3)

iii

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 5

1.6 Metodologi Penelitian ... 5

1.7 Sistematika Penulisan ... 6

Bab 2 Studi Pustaka ... 8

2.1 Energi Panas Bumi ... 8

2.2 Energi Panas Bumi di Indonesia ... 9

2.3 Sistem Hidrothermal ... 10

2.4 Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi ... 11

2.5 Komponen-komponen Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi ... 13

2.5.1 Sumur dan Separator ... 13

2.5.2 Evaporator ... 15

2.5.3 Turbin ... 16

2.5.4 Kondensor ... 17

2.6 Jenis-jenis Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi ... 18

2.6.1 Binary Power Plant ... 19

2.6.2 Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom Cycle 24 2.6.3 Back-pressure Steam and Binary Power Plant in Combine Cycle .. 25

2.7 Efisiensi Eksergetik dan Efisiensi Termal ... 27

2.8 Analisis Menara pendingin ... 29

(4)

iv

2.10 Analisis Finansial untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi ... 32

Bab 3 Data dan Simulasi ... 38

3.1 Data Lokasi 1 ... 38

3.1.1 Penghitungan Htotal ... 39

3.1.2 Penghitungan Laju Aliran Massa Total ... 40

3.1.3 Penghitungan , , , dan ... 40

3.1.4 Penghitungan Fraksi Uap ... 41

3.1.5 Pemilihan Turbin SRO, Condensing dan Back-Pressure Turbine. .. 41

3.1.6 Data Lain-lain... 42

3.2 Simulasi HYSYS Lokasi 1 ... 42

3.2.1 Simulasi HYSYS Binary Power Plant-Lokasi 1 ... 45

3.2.2 Simulasi HYSYS Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom Cycle-Lokasi 1 ... 46

3.2.3 Simulasi HYSYS untuk Back-Pressure Steam and Binary Power Plant in Combine Cycle-Lokasi 1. ... 48

3.3 Data Lokasi 2 ... 50

3.3.1 Penghitungan Htotal ... 52

3.3.2 Penghitungan Laju Aliran Massa Total ... 52

3.3.3 Penghitungan , , , dan ... 52

3.3.4 Penghitungan Fraksi Uap ... 53

3.3.5 Pemilihan Turbin SRO, Condensing dan Back-Pressure Turbine. .. 54

3.3.6 Data Lain-lain... 54

3.4 Simulasi HYSYS Lokasi 2 ... 55

3.4.1 Simulasi HYSYS Binary Power Plant-Lokasi 2 ... 57

3.4.2 Simulasi HYSYS Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom Cycle-Lokasi 2 ... 58

3.4.3 Simulasi HYSYS untuk Back-Pressure Steam and Binary Power Plant in Combine Cycle-Lokasi 2. ... 60

3.5 Data Efisiensi Eksergetik dan Efisiensi Termal ... 62

3.6 Analisis Menara Pendingin ... 63

3.6.1 Sumatera Selatan ... 63

3.6.2 Sulawesi Utara ... 64

(5)

v

3.8 Data Finansial ... 65

Bab 4 Hasil dan Analisis ... 66

4.1 Analisis Lokasi 1 (Sumatera Selatan) ... 66

4.1.1 Binary Power Plant ... 66

4.1.2 Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom Cycle 68 4.1.3 Backpressure Steam Turbine and Brine Binary Power Plant in Combine Cycle ... 71

4.2 Analisis Lokasi Sulawesi Utara ... 74

4.2.1 Binary Power Plant ... 74

4.2.2 Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom Cycle 77 4.2.3 Backpressure Steam Turbine and Brine Binary Power Plant in Combine Cycle ... 79

4.3 Efisiensi Eksergetik ... 83

4.4 Analisis Menara pendingin ... 84

4.5 Temperatur Pembentukan Silika ... 85

4.6 Hasil Perhitungan Analisis Finansial ... 88

Bab 5 Kesimpulan dan Saran ... 90

5.1 Kesimpulan ... 90

5.2 Saran ... 92

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi area prospek panas bumi di indonesia. [1] ... 1

Gambar 2.1 Skema sumber panas bumi [5] ... 8

Gambar 2.2 Sistem hidrothermal secara umum. [3] ... 10

Gambar 2.3 Perbedaan antara PLTU (kiri) dan PLTP (kanan). [3] ... 12

Gambar 2.4 Sistem binary plant. [3] ... 13

Gambar 2.5 Model sederhana dari sumur dan separator. [13] ... 14

Gambar 2.6 Evaporator pada SRO [13] ... 15

Gambar 2.7 Skema turbin [13] ... 17

Gambar 2.8 Skema kondensor [13] ... 18

Gambar 2.9 Skema binary cycle power plant. ... 20

Gambar 2.10 Tahapan hierarkis untuk desain optimal pada binary plant [9] ... 21

Gambar 2.11 Diagram skematik prosedural optimasi desain. [9] ... 22

Gambar 2.12 Diagram fasa termodinamika untuk berbagai tipe fluida kerja yang digunakan pada binary plants: (atas) diagram ln (ρ)-h; (bawah) diagram T-s. [9]23 Gambar 2.13 Skema condensing steam turbine and brine binary power plant bottom cycle. ... 25

Gambar 2.14 Non-condensing (back-pressure) steam turbine. [12] ... 26

Gambar 2.15 Skema dari back-pressure steam and binary power plant in combined cycle. ... 27

Gambar 2.16 Grafik berbagai bentuk silika pada larutan dalam air (fournier, 1973:22) ... 30

Gambar 2.17 Gambar grafik yang menunjukkan pengaruh antara konsentrasi silika dan temperatur. [14]... 31

Gambar 3.1 Sumber fluida geothermal pada pembangkit listrik tenaga panas bumi lokasi 1 ... 38

Gambar 3.2 Tampilan input fluida yang digunakan pada simulasi PLTP dengan menggunakan perangkat lunak HYSYS. ... 43

(7)

vii

Gambar 3.4 Tampilan saat ingin melakukan simulasi dan menekan tombol dalam

HYSYS. ... 44

Gambar 3.5 Bagan binary power plant lokasi 1. ... 45

Gambar 3.6 Evaporator yang digunakan pada HYSYS. ... 46

Gambar 3.7 Preheater yang digunakan pada HYSYS. ... 46

Gambar 3.8 Bagan condensing steam turbine and brine binary power plant bottom cycle padalokasi 1 ... 47

Gambar 3.9 Evaporator yang digunakan pada HYSYS. ... 47

Gambar 3.10 Preheater yang digunakan pada HYSYS. ... 48

Gambar 3.11 Bagan back-pressure steam and binary power plant in combine cycle padalokasi 1. ... 49

Gambar 3.12 Evaporator yang digunakan pada HYSYS. ... 49

Gambar 3.13 Preheater yang digunakan pada HYSYS. ... 50

Gambar 3.14 Sumber fluida geothermal pada pembangkit listrik tenaga panas bumi lokasi 2 ... 50

Gambar 3.15 Tampilan input fluida yang digunakan pada simulasi PLTP dengan menggunakan perangkat lunak HYSYS. ... 55

Gambar 3.16 Fluid packages yang digunakan untuk sistem PLTP. ... 56

Gambar 3.17 Tampilan saat ingin melakukan simulasi dan menekan tombol enter simulation. ... 56

Gambar 3.18 Bagan binary power plant lokasi 2. ... 57

Gambar 3.19 Evaporator yang digunakan pada HYSYS. ... 58

Gambar 3.20 Preheater yang digunakan pada HYSYS. ... 58

Gambar 3.21 Bagan condensing steam turbine and brine binary power plant bottom cycle padalokasi 2. ... 59

Gambar 3.22 Evaporator yang digunakan pada HYSYS. ... 60

Gambar 3.23 Preheater yang digunakan pada HYSYS. ... 60

Gambar 3.24 Bagan back-pressure steam and binary power plant in combine cycle padalokasi 2. ... 61

Gambar 3.25 Evaporator yang digunakan pada HYSYS. ... 61

(8)

viii

Gambar 3.27 Skema menara pendingin. ... 63

Gambar 3.28 Skema menara pendingin ... 64

Gambar 4.1 Skema binary power plant ... 66

Gambar 4.2 Diagram T-s ... 68

Gambar 4.3 Nilai UA dan LMTD (kiri) dan dimensi penukar panas (kanan) ... 68

Gambar 4.4 Skema condensing steam turbine and brine binary power plant in bottom cycle di sumatera selatan ... 69

Gambar 4.5 Diagram T-s ... 71

Gambar 4.6 Nilai UA dan LMTD (kiri) dan dimensi penukar panas (kanan) ... 71

Gambar 4.7 Simulasi HYSYS untuk backpressure steam turbine and brine binary power plant in combine cycle ... 72

Gambar 4.8 Diagram T-s ... 74

Gambar 4.9 Nilai UA dan LMTD (kiri) dan dimensi penukar panas (kanan) ... 74

Gambar 4.10 Hasil simulasi HYSYS 7.3 untuk binary power plant ... 75

Gambar 4.11 Diagram T-s aliran refrigerant Sistem 1 ... 76

Gambar 4.12 Nilai UA dan LMTD (kiri) dan dimensi penukar panas (kanan) .... 76

Gambar 4.13 Simulasi HYSYS untuk condensing steam turbine and brine binary power plant bottom cycle ... 77

Gambar 4.14 Diagram T-s aliran refrigerant Sistem 2 ... 79

Gambar 4.15 Nilai UA dan LMTD (kiri) dan dimensi penukar panas (kanan) .... 79

Gambar 4.16 Simulasi HYSYS untuk backpressure steam turbine and brine binary power plant in combine cycle ... 80

Gambar 4.17 Diagram T-s aliran refrigerant Sistem 3. ... 82

Gambar 4.18 Nilai UA dan LMTD (kiri) dan dimensi penukar panas (kanan) .... 82

Gambar 4.19 Temperatur pembentukan silika metode dipippo ... 85

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Potensi sumberdaya dan cadangan panas bumi indonesia, status:

februari 2009 [2] ... 3

Tabel 2.1 Klasifikasi sistem panas bumi. [3] ... 11

Tabel 2.2 Depresiasi dengan menggunakan metode MACRS [18] ... 35

Tabel 2.3 Tahun dari perkiraan depresiasi dari suatu aset [10] ... 36

Tabel 3.1 Data dari lokasi 1 ... 38

Tabel 3.2 Data input lokasi 1 ... 41

Tabel 3.3 Spesifikasi turbin condensing dan back-pressure ... 42

Tabel 3.4 Data lain-lain ... 42

Tabel 3.5 Data dari lokasi 2 ... 51

Tabel 3.6 Data input lokasi 2 ... 53

Tabel 3.7 Spesifikasi turbin condensing dan back-pressure ... 54

Tabel 3.8 Data lain-lain ... 54

Tabel 3.9 Data efisiensi utilisasi ... 62

Tabel 3.10 Data menara pendingin ... 63

Tabel 3.11 Data menara pendingin ... 64

Tabel 3.12 Nilai investasi PLTP di lokasi sumatera selatan ... 65

Tabel 3.13 Nilai investasi PLTP di lokasi sulawesi utara ... 65

Tabel 4.1 Hasil simulasi HYSYS untuk binary power plant ... 67

Tabel 4.2 Hasil simulasi HYSYS untuk condensing steam turbine and brine binary power plant bottom cycle ... 70

Tabel 4.3 Hasil simulasi HYSYS untuk backpressure steam turbine and brine binary power plant in combine cycle ... 73

Tabel 4.4 Hasil simulasi HYSYS untuk brine binary power ... 76

Tabel 4.5 Hasil simulasi HYSYS untuk condensing steam turbine and brine binary power plant bottom cycle ... 78

(10)

x

Tabel 4.7 Hasil perhitungan efisiensi eksergetik di PLTP sumatera selatan ... 83

Tabel 4.8 Hasil perhitungan efisiensi eksergetik di PLTP sulawesi utara ... 83

Tabel 4.9 Hasil perhitungan efisiensi termal di PLTP sumatera selatan ... 84

Tabel 4.10 Hasil perhitungan efisiensi di PLTP sulawesi selatan ... 84

Tabel 4.11 Hasil analisis menara pendingin. ... 84

Tabel 4.12 Nilai PW, IRR, dan PBP pada PLTP di lokasi sumatera selatan ... 88

(11)

1

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan pemakaian energi di Indonesia terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan industri dan bertambahnya jumlah penduduk [11]. Dengan kondisi tersebut, hanya bergantung kepada energi fosil saja tidak akan mampu memenuhi kebutuhan energi nasional. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan energi lain yang berpotensi besar khususnya dari bidang energi baru dan energi terbarukan.

Dari berbagai macam energi baru dan terbarukan yang sedang dikembangkan di Indonesia, salah satunya adalah energi panas bumi yang bisa dimanfaatkan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Manfaat langsung dari sumber energi panas bumi antara lain sebagai sumber air panas untuk pemandian umum dan wisata. Sedangkan, untuk manfaat secara tidak langsung, panasbumi dapat digunakan sebagai Pembangkit Listrik. Indonesia merupakan Negara dengan potensi panas bumi yang besar di dunia.

(12)

2

Potensi panas bumi di Indonesia yaitu sekitar 28170 MW atau 30-40% potensi sumberdaya panas bumi dunia. Setelah dilakukan beberapa survei terkait potensi panas bumi di Indonesia, terdapat 265 area prospek panas bumi. Persebaran potensi panas bumi yaitu 84prospek di Pulau Sumatera, 76 prospek di Pulau Jawa, 51 prospek di Pulau Sulawesi, 21prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian Jaya, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistem panas bumi di Indonesia umumnya sistem hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang

mempunyai temperatur sedang (125-225oC), sehingga sangat potensial apabila diusahakan untukpembangkit listrik [1].

Dari seluruh potensi panas bumi yang tersedia di Indonesia, baru 4% (1189 dari 28170 MW) saja yang sudah dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik tenaga panas bumi. Namun saat ini, telah dilakukan rencana pembangunan oleh Pertamina Geothermal Energy dari tahun 2009-2014 untuk menambah 9466 MW (atau sekitar 33.6% dari potensi panas bumi di Indonesia) [1].

Pada saat ini PT Pertamina Geothermal Energy merupakan perusahaan panas bumi yang memiliki hak pengelolaan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi paling banyak di Indonesia, yaitu 15 WKP [2], yaitu:

1. Sibayak – Sinabung (Sumatera) 2. Sibual-buali (Sumatera)

3. Sungai Penuh (Sumatera)

(13)

3 13. Tabanan/Bedugul (Bali) 14. Lahendong (Sulawesi) 15. Kotamobagu (Sulawesi)

Dalam setiap pembangunan pembangkit tenaga listrik tenaga panas bumi tersebut, harus diupayakan perencanaan dan penghitungan yang maksimal, agar setiap pembangkit yang dihasilkan dari tenaga panas bumi dapat berjalan dengan baik seefisien mungkin.

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) kini telah berkembang pesat sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi PLTP itu sendiri. Beberapa jenis Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi antara lain Binary Power Plant, Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom Cycle, dan

Backpressure Steam and Binary Power Plant in Combined Cycle.

Selain 15 WKP baru diatas, saat ini juga PT Pertamina Geothermal Energy membuka WKP baru di daerah lainnya. Salah satunya di 2 lokasi yang akan penulis simulasikan pada tugas akhir ini.

Oleh karena itu, penulis akan menghitung, serta membuat simulasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi di Sumatera Selatan juga Sulawesi Utara dan akan menentukan serta menganalisis Pembangkit Listrik Tenaga

(14)

4

Panas bumi mana yang memiliki tingkat efisiensi paling tinggi serta menghasilkan daya yang paling besar.

1.2 Identifikasi Masalah

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi kini sudah banyak dibangun di Indonesia guna memenuhi kebutuhan energi masyarakatnya yang semakin lama semakin bertambah. Pertumbuhan ini harus dibarengi dengan teknologi yang memadai sehingga hasil yang dicapai dari sebuah sistem menjadi lebih efisien. Sehingga diperlukan simulasi yang dapat membandingkan tingkat efisiensi dari berbagai macam jenis Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.

Namun pada kenyataan di lapangan, banyak faktor yang menentukan pemilihan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi mana yang dipilih dan efisiensi tidak semata-mata menjadi tolak ukur satu-satunya untuk penentuan PLTP. Sehingga perlu dilakukan simulasi dan analisis yang menyeluruh pada PLTP di 2 lokasi sumur panas bumi tersebut.

1.3 Tujuan

Tujuan dari Tugas Sarjana ini adalah:

1. Menentukan konfigurasi sistem pembangkit yang tepat untuk kedua lokasi sumur panas bumi.

2. Memprediksi kondisi operasi dan output daya dari setiap pembangkit listrik. 3. Menganalisis beban menara pendingin, menentukan temperatur

pembentukan silika dan menghitung analisis finansial.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian dalam tugas sarjana ini adalah:

(15)

5

2. Mendukung Kebijakan Energi Nasional dalam upaya meningkatkan penggunaan energi terbarukan sebagai energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah pada tugas sarjana ini adalah: Simulasi dan Analisis Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dilakukan pada 2 lokasi sumur panas bumi yang tidak dapat disebutkan nama lokasi tersebut dikarenakan data perusahaan bersifat rahasia. Lalu, Fluida kerja yang digunakan adalah R-134a dan air.

Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak HYSYS 7.3. HYSYS merupakan suatu program untuk simulasi proses desain. Banyak industri proses yang menggunakan ini terutama industri minyak dan gas. Dengan HYSYS, kita dapat membuat model steady state dan dinamis untuk perancangan pabrik, monitoring kinerja, troubleshooting, improvisasi operasi, perencanaan bisnis dan manajemen aset. Sifat termofisika dari fluida didapat dengan menggunakan perangkat lunak

REFPROP 8.0.

Sistem konfigurasi yang akan dianalisis adalah Brine Binary Power Plant, Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom Cycle

dan Backpressure Steam Turbine and Binary Power Plant in Combined Cycle. Dan Analisis hanya meliputi kajian termodinamika pada seluruh konfigurasi sistem.

1.6 Metodologi Penelitian

(16)

6

mengenai berbagai macam Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan analisis menghitung daya PLTP untuk mendukung proses pengerjaan tugas sarjana ini.

Selanjutnya adalah pengumpulan data. Data yang dibutuhkan adalah data teknis cuaca (temperatur air dan udara di sekitar PLTP) dan data fluid panas bumi (Tekanan, Temperatur, laju aliran massa, dan data kimia). Data-data tersebut penulis dapatkan dari sumber yang tidak bisa disebutkan namun lokasi dari data-data tersebut tidak dapat ditunjukkan karena alasan sifat data yang dinilai rahasia atau confidential. Sifat-sifat termodinamika dan termofisika udara didapat dari buku termodinamika dan perpindahan panas. Untuk data sifat termodinamika dan termofisika refrigeran R-134a didapat dari perangkat lunak REFPROP 8.0.

Dan yang terakhir adalah perhitungan dan analisis. Perhitungan daya keluaran pembangkit listrik dilakukan dengan menggunakan perangat lunak

HYSYS 7.3 serta analisis sistem mana yang memiliki efisiensi terbesar dengan keluaran daya paling tinggi.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan tugas sarjana ini adalah: bab 1 menjelaskan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan, manfaat, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan pada laporan tugas sarjana ini.

Sedangkan, bab 2 menjelaskan tinjauan pustaka mengenai energi panas bumi, energi panas bumi di indonesia, energi hidrothermal, Siklus Rankine Organik, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi secara umum, penjelasan mengenai Binary Power Plant, Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom Cycle, dan Backpressure Steam and Binary Power Plant in Combined Cycle. Serta menghitung temperatur pembentukan kerak silika.

Lalu bab 3 berisi data dan penghitungan laju aliran massa, enthalpy,

(17)

7

sistem panas bumi yang dilakukan dengan HYSYS 7.3, pemilihan turbin SRO, dan turbin lainnya, serta data-data lainnya.

Hasil dan perhitungan akan dibahas pada bab empat dengan menggunakan perangkat lunak HYSYS 7.3 serta hasil analisis mengenai ketiga jenis pembangkit listrik tersebut di dua lokasi tersebut.

(18)

8

Bab 2

Studi

Pustaka

2.1 Energi Panas Bumi

Energi panas bumi adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya. Energi ini sudah dimanfaatkan sejak tahun 1913 oleh Italy dan New Zealand pada 1958 [3].

Panas Bumi merupakan salah satu energi yang masuk dalam kategori energi baru dan terbarukan. Selain itu, panas bumi juga termasuk dalam golongan energi berkelanjutan karena saat panas bumi diambil dan digunakan untuk pembangkit listrik, panas bumi tersebut di reinjeksi melalui sumur injeksi kembali ke perut bumi. Hal ini harus dilakukan untuk menjaga kesetimbangan massa di bawah permukaan bumi. Pembangkit Listrik Tenaga panas Bumi hampir tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca dan hampir tidak menyebabkan polusi. Pembangkit listik tenaga geothermal menghasilkan listrik sekitar 90%, dibandingkan 65-75% pembangkit listrik berbahan bakar fosil [4].

Energi panas bumi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan energi sumber lain yang dapat diperbaharui, di antaranya: hemat ruang dan pengaruh

(19)

9

dampak visual yang minimal, mampu memproduksi secara terus- menerus selama 24 jam, sehingga tidak membutuhkan tempat penyimpanan energi,

Keunggulan lain dari geothermal energi adalah dalam faktor kapasitasnya (capacity factor), yaitu perbandingan antara beban rata‐rata yang dibangkitkan oleh pembangkit dalam suatu perioda (average load generated in period) dengan beban maksimum yang dapat dibangkitkan oleh PLTP tersebut

(maximum load). Faktor kapasitas dari pembangkit listrik panas bumi rata‐rata 95%, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan faktor kapasitas dari pembangkit listrik yang menggunakan batubara, yang besarnya hanya 60‐70% (U.S Department of Energy).

Dengan berbagai keunggulan diatas, saat ini energi panas bumi merupakan salah satu primadona di dalam dunia energi walaupun belum mampu menghasilkan daya yang sangat besar, namun saat ini sudah banyak negara di seluruh dunia yang menggunakan panas bumi sebagai sumber energi primer maupun sekunder.

2.2 Energi Panas Bumi di Indonesia

Di Indonesia sendiri, pencarian terhadap potensi panas bumi telah dilakukan 95 tahun yang lalu di daerah Kawah Kamojang. Sejak tahun 1926 – 1929 terdapat 5 sumur yang dibor pada saat itu dimana salah satu dari kelima sumur itu masih beroperasi sekarang dan masih memproduksikan uap panas kering atau dry steam.

(20)

10 2.3 Sistem Hidrothermal

Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistem hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa

diantaranya yang mempunyai temperature sedang (150‐225oC) [3].

Sistem panas bumi jenis hidrothermal pada dasarnya terbentuk dari hasil perpindahan panas secara konduksi dan konduksi dari suatu sumber panas ke sekelilingnya. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas.

Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apung (bouyancy). Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan.

Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi. Adanya suatu sistim hidrothermal di bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya manifestasi panasbumi di permukaan (geothermal surface manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud

pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya, dimana beberapa Gambar 2.2 Sistem hidrothermal secara umum. [3]

Kristalin Batuan Lapisan

Permeable Batuan

(21)

11

diantaranya, yaitu mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panasbumi di permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahanrekahan yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air panas) mengalir ke permukaan.

2.4 Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa di Indonesia umumnya merupakan dengan sistem hydrothermal dengan temperature tinggi (>225oC),

namun ada juga yang bertemperatur sedang (125o-225oC). Dari pengalaman

pada lapangan-lapangan panas bumi yang telah dikembangkan di dunia, maupun di Indonesia, menunjukkan bahwa sistem bertemperatur sedang dan tinggi ini memiliki potensi yang besar untuk dijadikan Pembangkit Listrik.

Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hanya saja, pada PLTU uap berada diatas permukaan tanah dan berasal dari boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panasbumi. Jika fluida yang keluar dari reservoir

(22)

12

panas bumi berupa fasa uap, maka uap langsung dialirkan ke turbin sehingga dapat menghasilkan listrik.

Apabila fluida panas yang keluar dari reservoir panas bumi berupa fluida dua fasa yang terdiri dari uap dan brine, maka fluida yang keluar dari reservoir akan masuk ke separator dulu untuk dipisahkan sehingga bisa didapat fasa uap yang digunakan untuk menggerakkan turbin.

Apabila sumberdaya panas bumi yang keluar dari reservoir termasuk temperature sedang, fluida tersebut masih dapat digunakan untuk menjadi pembangkit listrik dengan menggunakan sistem pembangkit listrik binary

(binary plant). Dalam sistem ini, fluida sekunder (isobutene, isopentane, dan ammonia) dipanasi oleh fluida dari panas bumi melalui heat exchanger atau penukar panas. Fluida sekunder akan menguap karna memiliki titik didih yang lebih rendah dari air pada tekanan yang sama. Fluida sekunder mengalir ke turbin setelah itu didinginkan kembali dengan condenser sebelum diuapkan kembali dan seterusnya. Pada sistem ini, fluida panas bumi tidak diambil

(23)

13

massanya namun hanya diekstraksi panasnya untuk memanaskan fluida sekunder sementara fluida panas buminya diinjeksi ke dalam reservoir.

Selain yang disebutkan penulis diatas, masih banyak pembangkit listrik lainnya yang telah diterapkan di lapangan, seperti: Single Flash Steam, Double Flash Steam, Multi Flash Steam, Combined Cycle, Hybrid/fossil geothermal conversion system. Pada tugas akhir ini, penulis akan menjelaskan lebih lanjut mengenai 3 sistem pembangkit listrik yang akan penulis analisis.

2.5 Komponen-komponen Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Pada sub-subab ini, penulis akan membahas mengenai komponen-komponen yang relevan terdapat pada pembangkit listrik tenaga panas bumi.

2.5.1 Sumur dan Separator

Model sederhana dari Sumur dan Separator dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(24)

14

Parameter panas utama untuk reservoir dalam hal desian pembangkit listrik adalah entahlpy, atau konten energi dari fluida tersebut. Stasiun 1 merupakan sebuah sumur, stasiun 2 adalah jalur masuk dari campuran uap dan air sebelum masuk ke separator. Stasion 3 adalah keluaran yang berupa uap, dan stasiun 4 ada keluaran yang berupa brine.

Setiap sumur memiliki produktivitas masing-masing. Tekanan pada Wellhead terpengaruh oleh aliran fluida dari dalam reservoir. Sehingga pompa

pada sumur sebisa mungkin menyerap fluida dari dalam reservoir. Pengaruh tersebut dapat digambarkan oleh persamaan:

̇ = (2.1)

Dimana persamaan tersebut memasukkan massa dan tekanan pada fungsi tersebut.

Pemilihan tekanan pada separator merupakan hal yang sangat kritis untuk pembangkit listrik. Jika tekanan wellhead rendah, maka dapat terjadi pendidihan yang dapat mengakibatkan pembentukan kerak pada celah melalui

Gambar 2.5 Model sederhana dari sumur dan separator. [13]

(25)

15

saluran yang sempit. Ini tentu akan menyebabkan kerugian seperti memperpendek umur dari sumur.

Semakin tinggi tekanan separator maka semakin baik uap yang tersedia untuk turbin, namun jumlah uapnya akan semakin sedikit tergantung dari kesetimbangan energi antara separator dan juga produktivitas tekanan wellhead yang semakin tinggi. Hal ini juga, mempengaruhi pemisahan gas

non-condensible dari fluida panas bumi. Oleh karena itu, pemilihan tekanan separator dipengaruhi oleh optimasi proses, faktor ekonomi, termodinamika, dan panas bumi.

2.5.2 Evaporator

Evaporator merupakan komponen yang penting pada pembangkit listrik tenaga panas bumi khususnya untuk Siklus Rankine Organik.

Gambar 2.6 Evaporator pada SRO [13]

(26)

16

Stasiun s1 merupakan inlet dari fluida panas bumi, dan stasiun s2 merupalan outletnya. Sedangkan stasiun 1 merupakan inlet dari fluida kerja dari pembangkit tersebut dan stasiun 2 merupakan outletnya.

Dalam evaporator, panas yang dilepas dari fluida panas harus sama dengan panas yang diterima oleh fluida kerja.

̇ ℎ − ℎ = � ̇ � ℎ − ℎ (2.2)

Kondisi fluida pada stasiun 2 ditentukan oleh siklus dan kebutuhan turbin. Evaporator tidak lain adalah sebuah penukar panas antara fluida panas bumi yang panas dan fluida kerja yang dingin dari siklus tersebut. Kita mengetahui bahwa hubungan antara enthalpy dan temperatur tidak linear, maka diperlukan penghitungan yang terpisah pada evaporator.

Temperatur keluaran dari fluida panas bumi rawan akan terjadinya pengerakan. Oleh karena itu, temperatur harus dijaga agar terhindar dari pengerakan pada penukar panas. Pembersihan inlet pada sumber fluida sangat diperlukan untuk mencegah pengerakan tersebut. Karena fluid panas bumi sangat korosif, maka material yang digunakan juga harus dipilih secara tepat.

2.5.3 Turbin

(27)

17

Turbin yang ideal adalah turbin yang isentropik. Dalam kasus ini, entropy dari uap yang masuk sama dengan entropy uap yang keluar. Enthalpy keluaran pada proses isentropik adalah enthalpy yang sama dengan entropy pada tekanan masuk dan keluar yang juga berlaku sama pada condenser.

Efisiensi isentropik turbin ditentukan oleh pembuat turbin. Efisiensi adalah rasio dari perubahan enthalpy yang melewati turbin menuju ke perubahan enthalpy yang terbesar (isentropi).

Daya keluaran dari Turbin dapat dihitung dengan:

�̇ = ̇ ℎ − ℎ (2.3)

Ekspansi pada turbin dapat menghasilkan uap keluaran yang masih dalam cair atau fraksi aliran massanya adalah liquid. Ini sangat berbahaya pada turbin yang dapat menyebabkan erosi dan kerusakan pada sudu.

2.5.4 Kondensor

Kondensor dapat berupa water atau air-cooled. Stasiun 1 adalah fluida kerja yang berasal dari turbin dan stasiun 2 merupakan keluaran yang berupa

Gambar 2.7 Skema turbin [13]

(28)

18

fluida yang sudah terkondensasi. Stasiun c1 merupakan saluran masuk dari fluida pendingin dan stasiun c2 merupakan keluarannya.

Kondensor tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah penukar panas antara uap panas dari turbin dan fluida pendingin yang bisa berupa air ataupun udara. Harus diperhatikan bahwa temperatur fluida panas harus lebih tinggi dibanding fluida pendingin yang keluar dari kondensor.

2.6 Jenis-jenis Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi

Pada Subbab kali ini, penulis akan membahas mengenai berbagai macam jenis pembangkit listrik tenaga panas bumi yang terdapat di dunia dan saat ini telah dikembangkan di berbagai negara. Namun, kali ini penulis membatasi jenis pembangkit listrik panas bumi hanya tiga jenis yang akan penulis simulasikan dalam tugas akhir ini. Tiga jenis pembangkit listrik tersebut adalah: Binary Power Plant, Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom Cycle, dan Backpressure Steam Turbine and Binary Cycle

Powerplant in Combine Cycle.

Gambar 2.8 Skema kondensor [13]

Fluida kerja masuk

Fluida kerja keluar Fluida pendingin keluar

(29)

19

2.6.1 Binary Power Plant

Binary Power Plant, menggunakan sumber uap panas yang berasal

dari aktivitas di inti bumi. Binary Power Plant secara spesifik menggunakan fluida kerja kedua (disebut juga binary) dengan titik didih yang jauh lebih rendah dibandingkan air. Fluida dari binary beroperasi pada siklus Rankine konvensional. Secara umum, fluida kerjanya adalah hidrokarbon seperti isopentana atau refrigerant. Fluida panas bumi (didominasi oleh uap air) dan fluida kerja bergerak menuju heat exchanger, dimana fluida kerja menguap dan menggerakkan turbin. Fluida panas bumi yang terdiri dari uap air yang sudah digunakan untuk menguapkan fluida kerja tadi di kembalikan ke reservoir panas bumi lalu siklus akan berjalan. Tidak ada gas buang ke atmosfer yang dihasilkan oleh pembangkit listrik ini, dan binary cycle menjadi sistem yang tertutup [6].

(30)

20

Dalam industri panas bumi, temperatur tinggi identik dengan temperatur diatas 150oC. Temperatur rendah menyalahi hukum-pertama dari efisiensi dari pembangkit listrik tenaga panas bumi. [6]

“η < 1 - Tc/Th where η is the efficiency, Tc is the absolute temperature of the cold reservoir and Th is the absolute temperature of the hot reservoir.” [6]

Dry plants dan flash plants menggunakan fluida geothermal langsung

pada turbin. Oleh karena itu, tidak bisa digunakan pada sumber panas bumi dengan temperatur rendah. Sedang Binary plants dapat digunakan untuk temperatur rendah sehingga dapat digunakan untuk aplikasi yang lebih beragam [7].

Ditilik dari sisi lingkungan, penggunaan binary plants ini sangat menguntungkan karena tidak melepas fluida panas buminya ke alam sekitar. Gas-gas bumi tidak hanya mengandung uap air saja, terdapat nitrogen, karbondioksidam hidrogen sulfida, amonia, merkuri, radon, dan boron. Kebanyakan zat-zat yang terbuang ke lingkungan berasal dari pembuangan air. Walaupun pembuangan zat-zat berbahaya tersebut dapat dilakukan seiring

(31)

21

berjalannya pembangkit tersebut, namun tetap saja masih ada sisa zat-zat tersebut. Dan juga, emisi rumah kaca (CO2) dari emisi pembangkit ini berkisar

antara 13-380 g/kWh, relatif kecil jika dibandingkan dengan minyak 906 g/kWh, gas alam 453 g/kWh, atau tembaga 1042 g/kWh, walaupun masih harus diperhitungkan. [8] Dengan itu, Binary Plants mencegah hal-hal tersebut terjadi dengan membuang emisi nya kembali ke reservoir.

Dalam perancangannya, banyak faktor yang harus diperhitungkan agar mendapatkan pembangkit listrik dengan efisiensi yang tinggi.

(32)

22

Ada juga hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pembangkit listrik binary ini.

Terdapat berbagai macam jenis fluida sekunder yang digunakan pada Binary Plant antara lain: R-134a, R-152a, R-401a, Isobutane, dan n-Pentane. Setiap fluida tersebut memiliki karakteristik masing-masing dan pemilihannya

(33)

23

disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dibuatnya pembangkit listrik tersebut.

(34)

24

2.6.2 Condensing Steam Turbine and Brine Binary Power Plant Bottom

Cycle

Awalnya, Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi hanya menggunakan uap terpisah dari sumur uap panas bumi, dan mengirimnya ke turbin uap yang terkondensasi. Selanjutnya fluida, dalam kasus di Wairakei, dapat di reinjeksi menuju reservoir kembali, atau di buang ke Sungai Waikato. Saat ini, Condensing Steam Turbine masih banyak digunakan, khususnya untuk kapasitas lebih besar dan temperatur sumber yang lebih tinggi.

Selain binary plants, saat ini banyak pembangkit yang menggunakan jenis combined plants. Seperti mengombinasikan antara Condensing Steam Turbine, dan Binary Plant.

Dalam Condensing Steam Turbine, semua uap inlet melakuakn semua kerja mekanik sampai kepada tekanan terendahnya, yang pada tekanan tersebut uap telah terkondensasi.

Fluida panas bumi yang diambil dari reservoir dipisah melalui separator, lalu uap panas bergerak menuju condensing steam turbine, lalu menuju ke condenser dan di reinjeksi ke dalam reservoir panas bumi. Sedangkan, Brine yang keluar dari separator digunakan untuk memanaskan fluida sekunder yang digunakan untuk menggerakkan turbine lainnya. Brine tersebut lalu di reinjeksi juga ke reservoir.

Hal ini tentu dilakukan guna meningkatkan efisiensi dari daya pembangkit tersebut karena semua bagian dalam fluida panas bumi dapat membangkitkan daya secara optimal.

(35)

25

Saat ini, banyak pembangkit listrik yang menggunakan jenis ini contohnya di Mokai dan Rotokawa, New Zealand. Variasi yang saat ini sedang dikembangkan yakni dengan lebih menggunakan campuran air dan ammonia, dibanding fluida organik seperti isopentana sebagai fluida kerja. [10]

2.6.3 Back-pressure Steam and Binary Power Plant in Combine Cycle

Back-pressure steam turbine atau dikenal juga dengan non-condensing steam turbine, semua energi yang tersedia dari inlet steam tidak digunakan untuk menghasilkan daya. Steam exhaust pada tekanan tertentu digunakan untuk proses pemanasan dan proses kimiawi. Back-pressure steam turbine juga biasa digunakan pada pembangkit yang memiliki temperatur fluida panas bumi yang sedang atau rendah.

Back-pressure steam turbine, banyak digunakan pada aplikasi sistem uap. Tekanan buang dikontrol oleh regulating valve untuk mengatur kebutuhan dari proses tekanan uap. Turbin ini biasanya digunakan pada kilang, unit

(36)

26

pemanas, dan tempat-tempat desalinasi dimana banyak terdapat uap bertekanan rendah.

Gambar dibawah menunjukkan back-pressure turbine mengeluarkan semua gas buangnya menuju proses industri atau fasilitas uap utama pada kondisi yang mendekati proses heat requirements.

Biasanya, uap yang dikirim menuju induk listrik tidak lebih rendah dari Temperatur saturasi. Istilah “back-pressure” merujuk pada turbin yang menghasilkan gas buang pada tekanan atmosfer dan diatas tekanan atmosfer

(37)

27

2.7 Efisiensi Eksergetik dan Efisiensi Termal

Karena efisiensi pada PLTP tidak dapat diukur dari jumlah bahan bakar yang digunakan, karena bahan bakar yang digunakan pada panas bumi tidak mengeluarkan biaya, maka efisiensi PLTP dapat dihitung dengan menggunakan

exergetic efficiency yang menghitung dari sisi utilitas sistem PLTP tersebut dengan persamaan.

= ℎ , � − ℎ , � − [s T, P − s , �)] (2.4)

Dimana

e = eksergi spesifik

ℎ , � = enthalpy pada temperatur dan tekanan sumur operasi (kJ/kg)

ℎ , � = enthalpy pada temperatur dan tekanan ambient (kJ/kg)

S(T,P) = entropy pada temperatur dan tekanan sumur operasi (kJ/kg-K) Gambar 2.15 Skema dari back-pressure steam and binary power

(38)

28

s , �) = entropy pada tekanan dan temperatur ambient (kJ/kg-K)

= temperatur ambient

Setelah mendapatkan e kita lalu menghitung nilai efisiensi eksergetik nya dengan persamaan:

E = ̇ (2.5)

Dimana: E = daya eksergi

e = eksergi spesifik

̇ = laju aliran massa (kg/s)

Sehingga, Efisiensi eksergetik:

ƞ = �� ��

� % (2.6)

Dimana: ƞ =

. � = � �

Selain efisiensi eksergetik, PLTP juga dapat dihitung nilai efisiensi termalnya dengan menggunakan persamaan berikut:

(39)

29 2.8 Analisis Menara pendingin

Analisis menara pendingin dilakukan untuk mengetahui laju aliran massa dari udara yang digunakan untuk mendinginkan air yang akan dibuang kembali ke sungai pada menara pendingin.

Dengan persamaan:

ℎ = enthalpy fasa cair air panas (kJ/kg)

ℎ = enthalpy fasa cair air dingin (kJ/kg)

= enthalpy udara keluar (kJ/kg)

ℎ� = enthalpy udara masuk (kJ/kg)

ℎ = enthalpy fasa gas panas (kJ/kg)

ℎ = enthalpy fasa gas dingin (kj/kg)

� = Rasio kelembaban udara panas (kg(uap)/kg(udara kering))

� = rasio kelembaban udara dingin (kg(uap)/kg(udara kering))

2.9 Penentuan Temperatur Pembentukan Kerak Silika

Fluida Panas Bumi yang biasa disebut brine mengandung berbagai jenis mineral yang terlarut didalamnya. Temperatur brine yang tinggi dapat meningkatkan kelarutan mineral yang terkandung di dalamnya. Jika temperatur

(40)

30

Brine pada siklus biner digunakan sebagai sumber panas yang menguapkan fluida organik. Karena hal tersebut, maka temperatur brine dapat menurun.

Hal yang diinginkan dalam proses ini adalah mendapatkan sebanyak mungkin potensi panas yang terdapat dalam brine, tetapi juga harus memperhitungkan temperatur terbentuknya kerak yang berasal dari mineral dalam brine. Dari berbagai macam mineral yang terdapat dalam brine, yang paling berpotensi menimbulkan kerak adalah Silika. Silika bisa berada pada beberapa bentuk yaitu amorphous silica, opal-CT (β-cristobalite), α -cristobalite, chalcedony, dan quartz (Fournier, 1973: 22).

Pada sumur panas bumi, pada kondisi temperatur rendah garis yang digunakan untuk menentukan temperatur kristalisasi silika adalah garis (amorphous silica). Temperatur yang ditunjukkan oleh garis A dengan konsentrasi silika dapato dihitumg dengan menggunakan persamaan berikut.

(Fournier, 1973:23)

� [oC] = , −log �7 − , (2.9)

Dengan � = konsentrasi Silika (ppm)

(41)

31

Gambar 2.17 menunjukkan grafik yang juga dapat digunakan untuk menentukan temperatur kristalisasi silika. Garis yang ditunjukkan pada grafik tersebut merupakan garis jenuh amorphous silica seperti halnya garis A pada Gambar 2.16.

Selain menggunakan grafik pada Gambar 2.16 dan 2.17 serta persamaan 2.8, metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung temperatur pembentukan silika adalah metode SSI (Silica Scaling Index). SSI membandingkan antara konsentrasi silika yang terlarut dalam brine dan juga kelarutan amorphous silica. Jika nilai SSI>1, maka brine dapat dikatakan sangat jenuh terhadap amorphous silica, sehingga kerak akan terbentuk.

(42)

32

Perbandingan tersebut dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut. (Nugroho, 2007: 404)

= �

� ′ = − , + , − , + , −9

Dimana: = konsentrasi silika dalam brine (ppm) T = Temperatur brine keluar (oC)

S = Kelarutan silika, harus dikalikan 54800 agar mendapatkan satuan ppm.

Jadi untuk menghitung temperatur pembentukan kerak silika, penulis menggunakan tiga referensi yaitu: grafik dan persamaan Fournier, 1973, grafik DiPippo, 2008, dan metode SSI atau Silica Scaling Index.

2.10 Analisis Finansial untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Saat ini, investasi di bidang PLTP masih terbilang sangat sulit akibat biaya yang sangat mahal untuk investasi, namun harga jual yang terlalu rendah untuk 1 kWh nya yaitu $ 9.1 sen/kWh. Sehingga diperlukan perhitungan yang matang untuk menentukan apakah kita ingin berinvestasi di PLTP atau tidak.

Hal-hal yang dilakukan dalam analisis finansial meliputi: 1. Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya-biaya untuk investasi peralatan-peralatan utama dan peralatan-peralatan pendukung, biaya investasi untuk kegiatan pengembangan (FS, Basic Design), investasi untuk penggantian (replacement), infrastruktur, utilities, dan lain-lain. Sumber dana bisa dari hutang/pinjaman dari bank dan modal sendiri (equitas).

Secara umum, basis untuk mengestimasi biaya investasi adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk:

– Biaya eksplorasi panas bumi

– Biaya utilisasi pembangkit listrik tenaga panas bumi

– Sistem perpipaan dan lain lain.

(43)

33

Namun untuk tugas akhir ini penulis hanya menetapkan nilai investasi

2. Biaya Operasi (operating expenditure)

Biaya operasi adalah besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk membiayai semua kegiatan operasi hingga produk siap untuk dijual. Basis untuk menentukan biaya operasi (operating cost) adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk:

1. Bahan habis (consumables seperti reduktor, asam sulfat, limestone, flokulan dan termasuk bahan bakar/fuels)

2. Labour (managers, engineers, operators, administration, services) 3. Maintenance cost

4. Product transportation

5. Fixed charges such as taxes, depreciation, insurance 6. Office cost such as communication

7. Sales and marketing expenses 8. Environmental management 9. Community development 10.Research and development

Biaya operasi ini disebut Expenses yang dibagi menjadi beberapa kategori: Unit variable Cost, Variable Cost, Fixed Cost, dan Depreciation

3. Menghitung Proyeksi Pendapatan (Revenue)

Perhitungan proyeksi pendapatan (revenue) adalah perkiraan dana yang masuk atau diterima dari hasil penjualan produk.

4. Aliran Kas (Cash Flow)

(44)

34

berhubungan dengan suatu konstruksi Pembangkit dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Aliran kas awal (initial cash flow) merupakan aliran kas yang berkaitan dengan pengeluaran untuk kegiatan investasi, misalnya pembelian tanah, gedung, biaya pendahuluan, dan sebagainya. Aliran kas awal dapat dikatakan aliran kas keluar (cash out flow).

b. Aliran kas operasional (operational cash flow) merupakan aliran kas yang berkaitan dengan operasional suatu pembangkit seperti penjualan listrik, biaya umum, administrasi dan lain sebagainya. Berdasarkan pengertian itu, aliran kas operasional dapat berupa aliran kas masuk (cash in flow) atau aliran kas keluar (cash out flow).

c. Aliran kas akhir (terminal cash flow)merupakan aliran kas yang berkaitan dengan nilai sisa proyek (nilai residu) seperti sisa modal kerja, nilai sisa proyek yaitu nilai penjualan peralatan proyek.

5. Depresiasi (Depreciation)

Depresiasi adalah penurunan dalam nilai fisik properti seiring dengan waktu dan penggunaannya. Depresiasi merupakan biaya non-kas yang berpengaruh terhadap pajak pendapatan. Dalam konsep akuntansi, depresiasi adalah pemotongan tahunan terhadap pendapatan sebelum pajak, sehingga pengaruh waktu dan penggunaan atas nilai aset dapat terwakili dalam laporan keuangan suatu perusahaan. Properti yang didepresiasi yaitu infrastruktur pabrik, gedung, dan tanah. Metoda perhitungan depresiasi adalah linier (diasumsikan bahwa aset terdepresiasi setiap tahunnya selama umur pemanfaatannya).

(45)

35

Tabel 2.2 Depresiasi dengan menggunakan metode MACRS [18]

MACRS Depreciation Schedules for Personal Property with Half-Year Convention

Year Class 3 5 7 10 15 20

Depreciation Rate 200% 200% 200% 200% 200% 200%

DB DB DB DB DB DB

1 33.33 20 14.29 10 5 3.75

2 44.45 32 24.49 18 9.5 7.219

3 14.81 19.2 17.49 14.4 8.55 6.677

4 7.41 11.52 12.49 11.52 7.7 6.177

5 11.52 8.93 9.22 6.93 5.713

6 5.76 9.92 7.37 6.23 5.285

(46)

36

Tabel 2.3 Tahun dari perkiraan depresiasi dari suatu aset [10]

Dari Tabel di atas didapat bahwa depresiasi untuk pembangkitan daya adalah 20 tahun. Maka digunakan depresiasi dengan metode MACRS untuk 20 tahun.

6. Menentukan Kriteria Kelayakan

Indikator utama yang digunakan untuk menentukan kelayakan ekonomi dalam investasi adalah NPV (Net Present Value), IRR, dan Pay Back Period.

a. Net Present Value (NPV).

Investasi dianggap mempunyai kelayakan bila hasil-hasil evaluasi memberikan NPV yang positif. Present Value (PV) adalah nilai sekarang dari penerimaan (uang) yang akan didapat pada tahun mendatang. Net Present Value (NPV) adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran per tahun.

Untuk menghitung NPV dapat menggunakan persamaan dengan menggunakan paket program Microsoft Excel dengan persamaan:

MACRS Property Classification (ADR = Asset Depreciation Range) Recovery

Period ADR Midpoint Class Applicable Property 3 years ADR ≤ 4 Special tools for manufacture of plastic

products, fabricated metal products, and

motor vehicles

5 years 4 < ADR ≤ 10 Automobiles, light trucks, high-tech equipment,

equipment used for R&D, computerized

telephone switcing systems

7 years 10 < ADR ≤ 16 Manufacturing equipment, office furniture,

fixtures

10 years 20 < ADR ≤ 25 Waste water plants, telephone-distribution

plants, or similar utility property

20 years 25 ≤ ADR Municipal sewers, electrical power plant 27,5 years Residential rental property

39 years Nonresidential real property including

(47)

37

NPV = (i, range) (2.37) Dimana P adalah nilai sekarang, F nilai masa depan, N tahun ke masa sekarang, dan i merupakan interest rate dari bunga bank ataupun inflasi.

b. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat diskon atau bunga (discount rate / interest rate) pada saat NPV = 0. Suatu investasi dapat diterima apabila IRR lebih besar dari nilai interest rate yang ditentukan. Semakin tinggi nilai IRR, maka investasi akan semakin layak (feasible). IRR dapat menggunakan persamaan dengan menggunakan paket program Microsoft Excel dengan persamaan:

IRR = (range, guess) (2.38)

Mencari IRR dapat dilakukan dengan metode numerik hingga didapat

NPV = 0.

Apabila didapatkan hasil IRR > suku bunga yang ditetapkan bank pemberi pinjaman, maka konstruksi pembangkit listrik layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, apabila IRR < suku bunga yang ditetapkan bank, maka proyek harus dibatalkan atau perlu dilakukan rekayasa.

c. Payback Period (PBP)

(48)

38

Bab 3

Data dan Simulasi

3.1 Data Lokasi 1

Lokasi 1 adalah sebuah kota kecil di sebuah propinsi di pulau Sumatera. Data didapat dari beberapa sumur di lokasi 1, hanya saja beberapa sumur tidak dapat berproduksi karena tekanan yang terlalu rendah, temperatur yang terlalu rendah dan laju aliran massa yang terlalu lambat. Data yang didapat dari sumur adalah data temperatur, tekanan, dan laju aliran massa.

Dari sumur diatas didapat data-data sebagai berikut.

Tabel 3.1 Data dari lokasi 1

Sumur H (kJ/kg) TKS (kscg) Flow Rate (kg/s)

1.3 1044.61 7.2 108.01

1.5 1137.56 8.6 73.3

1.6 1188.27 7.1 70.6

Tekanan separator: 0.63 MPa

(49)

39 Asumsi yang digunakan:

 Keadaan dalam kondisi tunak

 Kondisi adiabatik

 Volume atur

 Efisiensi turbin 90%

 Efektivitas penukar panas 75%

 Efisiensi termal pompa pada kondisi adiabatik 75%

 Komposisi brine 100% H2O

Hal-hal yang harus dihitung agar mampu melakukan input pada HYSYS

adalah: menghitung Htotal, ̇ , Penghitungan , , , dan , dan

menghitung fraksi uap (x).

3.1.1 Penghitungan Htotal

Untuk mengetahui Htotal , maka:

Masukkan data yang telah diambil,

Lalu hasil yang didapat adalah,

� = ∗ ̇ +̇ + ̇ + ̇∗ ̇ + ∗ ̇

� =

∗ � + ∗ � + ∗ �

� + � + �

(50)

40

3.1.2 Penghitungan Laju Aliran Massa Total

Setelah mendapatkan Htotal, hal yang harus dicari selanjutnya adalah laju

aliran massa dari fluida panas bumi yang keluar dari sumur. Mencari laju aliran

massa total menggunakan persamaan:

Masukkan dengan data yang telah diperoleh:

Sehingga laju aliran massa total adalah:

3.1.3 Penghitungan , � , , dan

Setelah mendapatkan Htotal dan laju aliran massa, maka selanjutnya

penulis akan menghitung , , , dan . Tekanan pada separator ditentukan yaitu 6.3 bar.

Dengan menggunakan HYSYS maka didapat nilai sebagai berikut,

= C

= 678.558 kJ/kg

= 2758.81 kJ/kg

= 2758.81 kJ/kg

̇ � = ̇ + ̇ + ̇

̇ � = � + � + �

(51)

41

3.1.4 Penghitungan Fraksi Uap

Dari hasil yang telah didapat, dapat ditentukan fraksi uap yang keluar dari separator.

Maka,

Sehingga, dari data-data tersebut didapatkan data input sebagai berikut.

Tabel 3.2 Data input lokasi 1

3.1.5 Pemilihan Turbin SRO, Condensing dan Back-Pressure Turbine.

Untuk turbin SRO, penulis menggunakan turbin dari perusahaan First ESCO India Pvt. Ltd. Dengan turbine inlet pressure: 3.2 MPa = 32 bar dan turbine inlet temperature: 145o C.

Sedangkan untuk turbin condensing dan turbin back-pressure penulis menggunakan turbin dari perusahaan Siemens, Ltd. Dengan jenis turbinnya Siemens SST-150.

Data Steam Brine

Flow 52.41 kg/s 199.59 kg/s

Ts C C

Tekanan 0.63 MPa 0.63 MPa

X = �

X =

7 9 − 7 7

X = 0.208

(52)

42

Tabel 3.3 Spesifikasi turbin condensing dan back-pressure

Technical Data Data

Daya keluaran (sampai dengan) 20 MW

Tekanan masuk (sampai dengan) 10.3 MPa (103 bar) Temperatur masuk (sampai dengan) 505o C

Kecepatan rotasional (sampai dengan) 13300 rpm Ektraksi yang dapat diatur (sampai dengan) 1.6 MPa (16 bar)

Bleed (sampai dengan) 2.5 MPa (25 bar)

Tekanan keluaran (backpressure) (sampai dengan) 1 MPa (10 bar) Tekanan keluaran (kondensing) (sampai dengan) 0.025 MPa (0.25 bar)

Luas area keluaran 0.28 – 1.6 m2

3.1.6 Data Lain-lain

Berikut ini adalah data lain-lain dari simulasi pembangkit listrik tenaga panas bumi.

Tabel 3.4 Data lain-lain

Data Nilai

Temperatur keluar preheater (refrigerant)

70o C

Temperatur keluar preheater (brine) 100o C

Temperatur air untuk kondensor [15] 27.1o C

3.2 Simulasi HYSYS Lokasi 1

(53)

43

hanya 2 yaitu H2O sebagai fluida geothermal dan R-134a sebagai fluida organic yang digunakan pada siklus rankine organik.

(54)

44

Setelah input fluida, hal selanjutnya adalah menentukan fluid packages

yang digunakan pada simulasi sistem tersebut. Untuk hal ini, penulis menggunakan persamaan Peng-Robinson.

Setelah menentukan fluida yang digunakan dan fluid packages yang digunakan, kita mulai dapat menggunakan simulasi tersebut dengan menekan tombol Enter Simulation.

Setelah itu barulah kita membuat sistem yang ingin disimulasikan Gambar 3.3 Fluid packages yang digunakan untuk sistem PLTP.

Gambar 3.4 Tampilan saat ingin melakukan simulasi dan menekan tombol dalam

(55)

45

3.2.1 Simulasi HYSYS Binary Power Plant-Lokasi 1

Sistem yang pertama disimulasi adalah Binary Power Plant. pada sistem ini komponennya antara lain: Evaporator, Preheater, Turbin SRO,

Condenser, dan pompa.

Pada subbab ini, penulis akan menghitung beberapa komponen yang digunakan sebagai nilai input pada HYSYS. Selain nilai-nilai tersebut, perangkat lunak HYSYS akan menghitung sisanya. Komponen-komponen tersebut adalah

evaporator dan preheater.

(56)

46

3.2.1.1 Evaporator

Pada evaporator ini akan ditentukan berapa nilai T4 yang paling tepat.

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan setelah dilakukan iterasi maka didapat T4 adalah 113o C dengan mass flow rate: 889.57 TPJ.

3.2.1.2 Preheater

Dari preheater didapatkan nilai Te yang digunakan pada siklus rankine

dengan menggunakan persamaan 2.2 dan dilakukan iterasi. Nilai Te adalah

33.65o C.

3.2.2 Simulasi HYSYS Condensing Steam Turbine and Brine Binary

Power Plant Bottom Cycle-Lokasi 1

Selanjutnya adalah sistem dengan Turbin Kondensi dan Brine Binary Power Plant. Pada sistem ini ada tambahan komponen yakni turbin kondensi, pompa dan kondensor untuk steam yang keluar dari separator. Dan keluaran dari pompa tersebut di reinjeksi langsung ke sumur reinjeksi bersamaan dengan jalur brine.

Gambar 3.6 Evaporator yang digunakan pada HYSYS.

(57)

47 .

3.2.2.1 Evaporator

Pada evaporator ini akan ditentukan berapa nilai T4 yang paling tepat.

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan setelah dilakukan iterasi maka didapat T4 adalah 113o C dengan mass flow rate: 704.54 TPJ.

Gambar 3.8 Bagan condensing steam turbine and brine binary power plant bottom cycle padalokasi 1

(58)

48

3.2.2.2 Preheater

Dari preheater didapatkan nilai Te yang digunakan pada siklus rankine

dengan menggunakan persamaan 2.2 dan dilakukan iterasi. Nilai Te adalah

33.65o C.

3.2.3 Simulasi HYSYS untuk Back-Pressure Steam and Binary Power

Plant in Combine Cycle-Lokasi 1.

Sistem ini merupakan salah satu sistem terbaru yang saat ini sedang dikembangkan oleh berbagai perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi.

(59)

49

Komponennya hampir sama dengan sistem Biner, hanya saja ditambah beberapa komponen antara lain: Turbin back-pressure dan kondesor.

3.2.3.1 Evaporator

Pada evaporator ini akan ditentukan berapa nilai T4 yang paling tepat.

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan setelah dilakukan iterasi maka didapat T4 adalah 111o C dengan mass flow rate: 733.756 TPJ.

Gambar 3.11 Bagan back-pressure steam and binary power plant in combine cycle

padalokasi 1.

(60)

50

3.2.3.2 Preheater

Dari preheater didapatkan nilai Te yang digunakan pada siklus rankine

dengan menggunakan persamaan 2.2 dan dilakukan iterasi. Nilai Te adalah

32.65o C.

3.3 Data Lokasi 2

Lokasi 2 merupakan sebuah tempat yang terdapat di Pulau Sulawesi, Indonesia. Sama seperti lokasi 1, yang dibutuhkan pada lokasi ini adalah data temperatur, tekanan, dan laju aliran massa. Beberapa sumur di wilayah ini juga tidak dapat berproduksi karena tekanan, temperatur, dan laju aliran massa yang terlalu rendah.

Tekanan separator: 1.073 MPa

Gambar 3.13 Preheater yang digunakan pada HYSYS.

(61)

51

Dari sumur diatas, didapat data sebagai berikut.

Tabel 3.5 Data dari lokasi 2

Sumur H (kJ/kg) TKS (kscg) Flow Rate (kg/s)

LHD 27 1136.73 13 60.49

LHD 31 942.53 13.2 137.17

LHD 34 1172.63 22 134.725

Asumsi yang digunakan:

 Keadaan dalam kondisi tunak

 Kondisi adiabatik

 Volume atur

 Efisiensi turbin 90%

 Efektivitas penukar panas 75%

 Efisiensi termal pompa pada kondisi adiabatik 75%

 Komposisi brine 100% H2O

Hal-hal yang harus dihitung agar mampu melakukan input pada HYSYS

adalah: menghitung Htotal, ̇ , Penghitungan , , , dan , dan

(62)

52

3.3.1 Penghitungan Htotal

Untuk mengetahui Htotal maka,

Masukkan data yang didapat.

Maka,

3.3.2 Penghitungan Laju Aliran Massa Total

Setelah mendapatkan Htotal, hal yang harus dicari selanjutnya adalah laju

aliran massa dari fluida panas bumi yang keluar dari sumur. Mencari laju aliran

massa total menggunakan persamaan:

Masukkan Data yang telah didapat,

Maka,

3.3.3 Penghitungan , � , , dan

Setelah mendapatkan Htotal dan laju aliran massa, maka selanjutnya

penulis akan menghitung , , , dan . Tekanan pada separator ditentukan yaitu 10.73 bar.

(63)

53

Dengan menggunakan HYSYS maka didapat nilai sebagai berikut,

= C = 774.786 kJ/kg

= 2005.372 kJ/kg = 2780.16 kJ/kg

3.3.4 Penghitungan Fraksi Uap

Fraksi yang keluar dari separator.

Sehingga,

Data input untuk Lokasi 2.

Tabel 3.6 Data input lokasi 2

Data Steam Brine

Flow 49.19 kg/s 283.19 kg/s

Ts 182.59 C 182.59 C

Tekanan 1.073 MPa 1.073 MPa

X

=

� −

X = 7 −77 7

7 −77 7

X = 0.148

Fraksi Steam: 0.148 * 1196.58 TPJ = 177.09 TPJ = 49.19 kg/s

(64)

54

3.3.5 Pemilihan Turbin SRO, Condensing dan Back-Pressure Turbine.

Untuk turbin SRO, penulis menggunakan turbin dari perusahaan First ESCO India Pvt. Ltd. Dengan turbine inlet pressure: 3.2 MPa = 32 bar dan turbine inlet temperature: 145o C.

Sedangkan untuk turbin condensing dan turbin back-pressure penulis menggunakan turbin dari perusahaan Siemens, Ltd. Dengan jenis turbinnya Siemens SST-150.

Tabel 3.7 Spesifikasi turbin condensing dan back-pressure

Technical Data Data

Daya keluaran (sampai dengan) 20 MW

Tekanan masuk (sampai dengan) 10.3 MPa (103 bar) Temperatur masuk (sampai dengan) 505o C

Kecepatan rotasional (sampai dengan) 13300 rpm Ektraksi yang dapat diatur (sampai dengan) 1.6 MPa (16 bar)

Bleed (sampai dengan) 2.5 MPa (25 bar)

Tekanan keluaran (backpressure) (sampai dengan) 1 MPa (10 bar) Tekanan keluaran (kondensing) (sampai dengan) 0.025 MPa (0.25 bar)

Luas area keluaran 0.28 – 1.6 m2

3.3.6 Data Lain-lain

Berikut ini adalah data lain-lain dari simulasi pembangkit listrik tenaga panas bumi.

Tabel 3.8 Data lain-lain

Data Nilai

Temperatur keluar preheater (refrigerant)

70o C

Temperatur keluar preheater (brine) 100o C

(65)

55 3.4 Simulasi HYSYS Lokasi 2

Pada tugas akhir ini, penulis memodelkan pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan menggunakan perangkat lunak HYSYS. Pada saat memulai menggunakan perangkat lunak, kita harus menentukan jenis fluida apa saja yang digunakan pada simulasi ini, dalam hal ini penulis mengasumsikan fluida hanya 2 yaitu H2O sebagai fluida geothermal dan R-134a sebagai fluida organic yang digunakan pada siklus rankine organik. Kali ini untuk Lokasi 2.

(66)

56

Setelah input fluida, hal selanjutnya adalah menentukan fluid packages

yang digunakan pada simulasi sistem tersebut. Untuk hal ini, penulis menggunakan persamaan Peng-Robinson.

Setelah menentukan fluida yang digunakan dan fluid packages yang digunakan, kita mulai dapat menggunakan simulasi tersebut dengan menekan tombol Enter Simulation.

Gambar 3.16 Fluid packages yang digunakan untuk sistem PLTP.

(67)

57

Setelah itu barulah kita membuat sistem yang ingin disimulasikan dalam HYSYS.

3.4.1 Simulasi HYSYS Binary Power Plant-Lokasi 2

Sistem yang pertama disimulasi adalah Binary Power Plant. pada sistem ini komponennya antara lain: Evaporator, Preheater, Turbin SRO,

Condenser, dan pompa.

(68)

58

3.4.1.1 Evaporator

Pada evaporator ini akan ditentukan berapa nilai T4 yang paling tepat.

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan setelah dilakukan iterasi maka didapat T4 adalah 120o C dengan mass flow rate: 1552.89 TPJ.

3.4.1.2 Preheater

Dari preheater didapatkan nilai Te yang digunakan pada siklus rankine

dengan menggunakan persamaan 2.2 dan dilakukan iterasi. Nilai Te adalah

27.203o C.

3.4.2 Simulasi HYSYS Condensing Steam Turbine and Brine Binary

Power Plant Bottom Cycle-Lokasi 2

Selanjutnya adalah sistem dengan Turbin Kondensi dan Brine Binary Power Plant. Pada sistem ini ada tambahan komponen yakni turbin kondensi, pompa dan kondensor untuk steam yang keluar dari separator. Dan keluaran

Gambar 3.19 Evaporator yang digunakan pada HYSYS.

(69)

59

dari pompa tersebut di reinjeksi langsung ke sumur reinjeksi bersamaan dengan jalur brine.

(70)

60

3.4.2.1 Evaporator

Pada evaporator ini akan ditentukan berapa nilai T4 yang paling tepat.

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan setelah dilakukan iterasi maka didapat T4 adalah 120o C dengan mass flow rate: 1323.06 TPJ.

3.4.2.2 Preheater

Dari preheater didapatkan nilai Te yang digunakan pada siklus rankine

dengan menggunakan persamaan 2.2 dan dilakukan iterasi. Nilai Te adalah

27.203o C.

3.4.3 Simulasi HYSYS untuk Back-Pressure Steam and Binary Power

Plant in Combine Cycle-Lokasi 2.

Sistem ini merupakan salah satu sistem terbaru yang saat ini sedang dikembangkan oleh berbagai perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Komponennya hampir sama dengan sistem Biner, hanya saja ditambah beberapa komponen antara lain: Turbin back-pressure dan kondesor.

Gambar 3.22 Evaporator yang digunakan pada HYSYS.

(71)

61

3.4.3.1 Evaporator

Pada evaporator ini akan ditentukan berapa nilai T4 yang paling tepat.

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan setelah dilakukan iterasi maka didapat T4 adalah 117o C dengan mass flow rate: 1385.38 TPJ.

Gambar 3.25 Evaporator yang digunakan pada HYSYS.

Gambar

Tabel 1.1 Potensi sumberdaya dan cadangan panas bumi indonesia, status: 15. Kotamobagu (Sulawesi)  februari 2009 [2]
Gambar 3.6  Evaporator yang digunakan pada HYSYS.
Gambar 3.8 Bagan condensing steam turbine and brine binary power plant bottom cycle pada lokasi 1
Gambar 3.10 Preheater yang digunakan pada  HYSYS.
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Rumah Singgah Girlan Nusantara memi - liki peranan yang cukup penting dalam pembinaan anak jalanan. Pada dasarnya anak jalanan memiliki berbagai potensi karakter positif

$ormulasi ini menunju%%an* ada nyeri a%ut* yan&amp; ertama %ali diberi%an adalah obat anti in(lamasi non steroid* asirin atau ara&#34;etamol yan&amp; merua%an

tentang faktor-faktor risiko yang dapat diubah terhadap kejadian katarak pada DM tipe 2 yaitu kadar trigliserida ≥150 mg/dl; semakin lama mengidap DM, maka risiko

Kesimpulan penelitian ini adalah hasil uji F menunjukkan bahwa kualitas layanan, kualitas produk, dan harga secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan nasabah

Wawancara semistructured dengan guru fisika kelas X untuk mengetahui kesiapan dalam pembelajaran Kurikulum 2013 serta kepala sekolah untuk mengetahui seberapa

Sesuai dengan hasil penelitian dan analisis data, di Kenagarian Gauang Kecamatan Kubung Kabupaten Solok ditemukan tindak tutur direktif menyarankan dan tindak tutur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel firm sizedan profitabilityberpengaruh signifikan positif terhadap dividend payout ratio, variabel cash flow berpengaruh