BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Konsep Dasar Investasi
Pada hakikatnya investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat
ini dengan harapan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Investasi
dibagi dalam dua jenis, investasi yang pertama adalah investasi yang dilakukan
pada asset-aset finansial yang dilakukan di pasar uang selain itu investasi finansial
juga dapat dilakukan di pasar modal. Jenis investasi kedua adalah investasi pada
asset-aset riil (Halim, 2005). Jogiyanto (2000:7) menyatakan bahwa
investasi ke dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung dilakukan dengan membeli langsung aktiva keuangan dari suatu perusahaan baik melalui perantara atau dengan cara yang lain. Sebaliknya investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portofolio aktiva-aktiva keuangan dari perusahaan lain.
Investasi pada pasar modal adalah investasi yang bersifat jangka pendek.
Ini dilihat pada return yang diukur dengan capital gain. Bagi para spekulator yang
menyukai capitail gain, maka pasar modal dapat menjadi tempat yang menarik
sebab investor bisa membeli pada saat harga turun, dan menjual kembali pada saat
harga naik. Selisih yang dilihat secara abnormal return itulah yang akan dihitung
keuntungannya (Fahmi, 2006).
Untuk melakukan investasi di pasar modal diperlukan pengetahuan yang
cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek -efek mana yang
akan dibeli, mana yang akan dijual, dan mana yang tetap dimiliki. Oleh karena itu
harus mempunyai ketajaman perkiraan masa depan perusahaan yang sahamnya
akan dibeli atau dijual Proses investasi menunjukkan bagaimana seharusnya
seorang investor membuat keputusan investasi pada efek -efek yang dapat
dipasarkan, dan kapan dilakukan.
Oleh karena itu diperlukan tahapan-tahapan dalam investasi yaitu
menentukan tujuan investasi dengan mempertimbangkan expected rate of return,
rate of risk dan ketersediaan jumlah dana yang akan diinvestasikan , melakukan
analisis baik dengan pendekatan fundamental ataupun teknikal, membentuk
portofolio dengan mengidentifikasi efek-egek mana yang akan dipilih ,
mengevaluasi kinerja portofolio baik terhadap tingkat pengembalian maupun
tingkat risiko yang ditanggung dan tahap terakhir adalah merevisi kinerja
portofolio.
Pada umumnya hubungan antara risiko dan tingkat pengembalian yang
diharapkan bersifat linier artinya semakin tinggi tingkat risiko maka semakin
tinggi pula tingkat pengembalian yang diharapkan. Oleh karena itu Menurut
Halim (2005:5) investor dapat melakukan analisis terhadap suatu efek atau
sekelompok efek melalui dua pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan Fundamental
b. Pendekatan Teknikal
Pendekatan ini didasarkan pada data (perubahan) harga saham di masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga saham di masa mendatang. Dengan analisis ini para analisis memperkirakan pergesaran penawaran (supply) dan permintaan (demand) dalam jangka pendek serta mereka berusaha untuk cenderung mengabaikan risiko dan pertumbuhan laba dalam menentukan barometer dari penawaran dan permintaan.
Mekanisme perdagangan saham adalah proses perdagangan saham dimana
saham tersebut berpindah tangan dari penjual kepada pembeli di pasar sekunder,
proses perdagangan jual beli saham dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut ini :
2.1.2 Pasar Modal
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham),
instrument derivatif, maupun instrumen lainnya (Darmadji dan Fakhruddin,
2006). Berdasarkan Undang- Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 , pasar
modal memiliki pengertian yang lebih spesifik lagi yaitu kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perushaaan publik
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek. Jogiyanto (2000:15) menyatakan bahwa
perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual surat berharganya di pasar modal. Surat berharga yang baru dikeluarkan oleh perusahaan dijual di pasar primer (primary market). Surat berharga yang baru dijual dapat berupa penawaran perdana ke public (initial public offering atau IPO) atau tambahan surat berharga baru jika perusahaan sudah going public (sekuritas tambahan ini sering disebut dengan seasones new issues). Selanjutnya surat berharga yang sudah beredar diperdagangkan di pasar sekunder (secondary market). Tipe lain dari pasar modal adalah pasar ketiga (third market) dan pasar keempat (fourth market). Pasar ketiga merupakan pasar perdagangan surat berharga pada saat pasar kedua tutup. Pasar ketiga dijalankan oleh broker yang mempertemukan pembeli dan penjual pada saat pasar kedua tutup. Pasar keempat merupakan pasar modal yang dilakukan diantara institusi berkapasitas besar untuk menghindari komisi untuk broker. Asar keempat umumnya menggunakan jaringan komunikasi untuk memperdagangkan saham dalam jumlah blok yang besar.
Pasar modal banyak dijumpai di banyak negara, karena pasar modal
memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara. Pasar modal dikatakan
memiliki dua fungsi sekaligus yakni fungsi ekonomi dan fungsi keuangan
(Husnan, 1993). Dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal
menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke borrower. Fungsi
modal yang diperdagangkan adalah dana jangka panjang. Fungsi keuangan
dilakukan dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh borrowers dan para
lenders menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva
riil yang diperlukan untuk investasi tersebut.
Dengan adanya pasar modal, maka diharapkan aktivitas perekonomian
dapat meningkat karena pasar modal meruapakan alternatif pendanaan bagi
perusahaan, sehingga dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar dan
selanjutnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran
masyarakat luas ( Darmadji dan Fakhruddin, 2006). Keberhasilan pemebentukan
pasar modal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu supply sekuritas, demand akan
sekuritas, kondisi politik dan ekonomi, masalah hukum dan peraturan serta peran
lembaga-lembaga pendukung pasar modal seperti BAPEPAM, bursa efek,
akuntan publik, underwriter, notaris dan sebagainya (Husnan, 1993).
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006:3) Pasar modal memiliki banyak
manfaat baik bagi dunia usaha, pemodal, lembaga penunjang pasar modal dan
juga bagi pemerintah, diantaranya :
1. Menyediakan sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka panjang)bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan dana secara optimal
2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi
3. Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi negara
4. Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah
5. Menciptakan lapangan pekerjaan / profesi menarik
6. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dengan prospek yang baik
8. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol sosial
9. Mendorong pengelolaan perushaan dengan iklim terbuka , pemanfaatan manajemen professional, dan penciptaaan iklim berusaha yang sehat.
2.1.3 Saham
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham
berwujudkan selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalam
pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan
ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan
tersebut (Darmadji dan Fakhruddin, 2006).
Suatu perusahaan dapat menjual hak kepemilikannya dalam bentuk saham
(stock). Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham, saham ini disebut
saham biasa (common stock), namun jika perusahaan mengeluarkan kelas lain dari
saham, itu disebut saham preferen (Jogiyanto, 2000). Saham preferen memiliki
karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena dapat
menghasilkan pendapatan tetap seperti bunga dan obligasi, sedangkan saham
biasa menempatkan pemiliknya pada posisi paling junior dalam pembagian
dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut
dilikuidasi (Darmadji dan Fakhruddin, 2006).
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006), pada dasarnya terdapat dua
keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham yaitu
dividen dan capital gain. Dividen merupakan pembagian keuntungan yang
diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan
uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat berupa
dividen saham yang berupa saham sehingga jumlah saham yang dimiliki investor
akan semakin bertambah. Sementara capital gain merupakan selisih antara harga
beli dan harga jual, hal ini terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham
di pasar sekunder. Pada umumnya investor dengan orientasi jangka pendek
mengejar keuntungan melalui capital gain.
Saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan
dan potensi risiko yang tinggi. Investor dapat memiliki keuntungan dari capital
gain yang besar dalam waktu yang singkat , namun sering berfluktuasinya harga
saham maka saham juga dapat membuat investor mengalami kerugian yang besar
dalam waktu yang singkat (Darmadji dan Fakhruddin, 2006). Oleh karena itu
investor harus lebih teliti lagi dalam membeli dan menjual saham yang dimiliknya
agar risiko tersebut dapat diperkecil.
2.1.4 Holding Period Saham
Holding period adalah periode waktu perkiraan atau riil dimana sebuah
investasi diatribusikan kepada sebuah investor tertentu. Lamanya kepemilikan
saham oleh investor dikenal dengan dengan stock holding period. Secara umum
keputusan membeli atau menjual saham ditentukan oleh perbandingan antara
perkiraan nilai intrinsik dengan harga pasarnya. Halim (2005:31) menyatakan
bahwa:
a. Jika harga pasar saham lebih rendah dari nilai intrinsiknya, maka saham tersebut sebaiknya dibeli dan ditahan sementara dengan tujuan untuk memperoleh capital gain jika kemudian harganya kembali naik b. Jika harga pasar saham sama dengan nilai intrinsiknya, maka jangan
keseimbangan, sehingga tidak ada keuntungan yang diperoleh dari transaksi pembelian atau penjualan saham tersebut
c. Jika harga pasar saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya, maka saham tersebut sebaiknya dijual untuk menghindari kerugian. Karena tentu harganya kemudian akan turun menyesuaikan dengan nilainya.
Nilai intrinsik adalah nilai sebenarnya atau nilai seharusnya dari saham
yang diperdagangkan tersebut (Jogiyanto, 2000). Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa Holding period saham merupakan rata-rata lamanya investor
dalam menahan atau memegang saham selama periode waktu tertentu. Rata-rata
holding period investor untuk setiap tahun dapat dihitung dengan membagi jumlah
saham beredar pada saham perusahaan i per akhir tahun t dengan rata-rata volume
perdagangan saham i tahun t. Holding Period Saham dapat diformulasikan
sebagai berikut ini :
���� = ℎ ℎ ��
��
Sumber : Atkins dan Dyl (1997)
Di mana :
HPit = Holding Period saham perusahaan i tahun t
2.1.5 Bid-Ask Spread
Di pasar tradisional , sebelum terjadi suatu transaksi atau terbentuknya
harga, terjadi proses tawar-menawar oleh pembeli dan penjual. Prinsip yang sama
juga terjadi dalam transaksi surat berharga khususnya pasar saham (Darmadji dan
Fakhruddin, 2006). Transaksi perdagangan di BEJ menggunakan order-driven
market system dan sistem lelang kontinyu (continous auction system)
sekuritas yang ingin melakukan transaksi harus melalui broker. Investor tidak
dapat langsung melakukan transaksi di lantai bursa.
Dalam sistem lelang kontiyu harga transaksi ditentukan oleh penawaran
(supply) dan permintaan (demand) dari investor. Harga penjualan terendah (ask
price) dan harga penawaran pembelian tertinggi (bid price) dari investor
diteriakkan oleh broker di lantai bursa. Dalam transaksi saham, istilah bid
menunjukkan harga yang diajukan oleh pihak yang akan melakukan pembelian
saham tersebut, sedangkan ask menunjukkan harga yang ditawarkan oleh pihak
yang akan menjual saham tersebut (Darmadji dan Fakhruddin, 2006).
Suatu transaksi tidak akan terjadi jika masih terdapat perbedaan antara bid
dan ask. Dengan kata lain, Bid-ask spread adalah selisih harga beli tertinggi yang
ditawarkan oleh pihak yang akan melakukan pembelian saham tersebut dengan
harga jual terendah dari pihak yang bersedia menjual saham tersebut.
Dalam bursa efek, aturan berapa batasan dalam setiap kali penawaran (bid
dan ask) diatur secara jelas dan diaplikasikan dalam komputer sistem perdagangan
secara otomatis (Darmadji dan Fakhruddin, 2006). Harga penawaran jual atau
permintaan beli yang dimasukkan ke dalam JATS adalah harga penawaran yang
masih berada di dalam rentang harga tertentu. Bila Anggota Bursa memasukkan
harga diluar rentang harga tersebut maka secara otomatis akan ditolak oleh JATS
(auto rejection).
BEJ perlu menerapkan sistem auto rejection untuk menjaga terlaksananya
perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien. Penerapan auto rejection
mengacu pada harga terakhir di pasar regular pada hari sebelumya (Darmadji dan
Fakhruddin, 2006). Batasan auto rejection yang berlaku saat ini:
1. Harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih kecil dari 50 %
(lima puluh persen) dibawah acuan harga Rp 50,- (lima puluh rupiah).
2. Harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih dari 35% (tiga
puluh lima perseratus) di atas atau di bawah acuan harga untuk saham
dengan rentang harga Rp 50,- (lima puluh rupiah) sampai dengan dari Rp
200,- (dua ratus rupiah).
3. Harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih dari 25% (dua
puluh lima perseratus) di atas atau di bawah acuan harga untuk saham
dengan rentang harga Rp 200,- (dua ratus rupiah) sampai dengan dari Rp
5.000,- (lima ribu rupiah).
4. Harga penawaran jual atau penawaran beli saham lebih dari 20% (dua
puluh perseratus) di atas atau di bawah acuan harga untuk saham dengan
rentang harga di atas Rp 5.000,- (lima ribu rupiah).
Bid-ask spread adalah selisih harga beli tertinggi yang ditawarkan oleh
pihak yang akan melakukan pembelian saham tersebut dengan harga jual terendah
dari pihak yang bersedia menjual saham tersebut. Konsep perhitungan spread
adalah dengan membuat rata-rata bid-ask spread harian untuk setiap jenis saham
yang diteliti selama periode observasi. Perhitungan spread dapat diformulasikan
��=[ ∑ �� − �� �� + �� �
�=
]∕N
Sumber : Atkins dan Dyl (1997)
Di mana :
Spreadit = rata-rata bid-ask spread saham perusahaan i pada tahun ke-t
Askit = harga jual terendah yang menyebabkan investor setuju untuk
menjual saham perusahaan i pada hari ke- t
Bidit = harga beli tertinggi yang menyebabkan investor setuju untuk
membeli saham perusahaan i pada hari ke- t
N = jumlah hari transaksi saham perusahaan i selama tahun t
2.1.6 Market Value
Nilai pasar (market value) merupakan harga saham yang terjadi di pasar
bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ini
ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa
(Jogiyanto, 2000). Harga saham cenderung dipengaruhi oleh tekanan psikologis
pembeli atau penjual (tindakan yang tidak rasional) (Halim, 2005). Oleh karena
itu informasi perusahaan yang mengalir ke Bursa Efek harus cukup sepanjang
informasi tersebut berpengaruh terhadap harga sahamnya.
Market Value menunjukkan ukuran perusahaan, dimana apabila market
value semakin besar maka semakin besar perusahaan tersebut yang ditinjau dari
ukuran perusahaannya. Kebanyakan investor menganggap bahwa perusahaan
besar memiliki kestabilan keuangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan kecil, selain itu di perusahaan besar memiliki analisis keuangan yang
kompeten sehingga dapat menghasilkan informasi keuangan yang lebih akurat
yang dapat memperpendek jarak antara pengharapan investor dengan yang
Dengan demikian investor menganggap bahwa perusahaan besar memiliki
risiko lebih kecil karena dianggap memiliki akses ke pasar modal yang lebih baik
dibandingkan perusahaan kecil. Jogiyanto (2000:80) menyatakan bahwa
mengetahui nilai pasar dan nilai intrinsik dapat digunakan untuk mengetahui saham-saham mana yang murah , tepat nilainya atau yang mahal. Nilai pasar yang lebih kecil dari nilai intrinsiknya menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga murah (undervalued), karena investor membayar saham tersebut lebih kecil dari yang seharusnya dia bayar. Dan sebaliknya nilai pasar yang lebih besar dari nilai intrinsiknya menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang mahal (overvalued).
Market Value juga dapat diartikan sebagai rata-rata nilai keseluruhan suatu
perusahaan i selama tahun ke-t. Konsep perhitungan market value adalah dengan
mengalikan rata-rata harga saham selama tahun t dengan jumlah saham beredar
pada saham perusahaan i per akhir tahun ke-t. Perhitungan market value dapat
diformulasikan sebagai berikut:
�� = � − × �
Sumber: Atkins dan Dyl (1997)
Di mana:
MVit = rata-rata market value saham perusahaan i selama tahun t
2.1.7 Variance Return
Hanya menghitung return saja untuk sebuah investasi tidaklah cukup,
risiko dari investasi juga perlu diperhitungkan (Jogiyanto, 2000). Risiko adalah
suatu ketidakpastian. Pemodal dalam berinvestasi akan mendapatkan return di
masa datang dengan nilai return yang belum diketahui (Fahmi, 2006). Dalam
pengertian investasi , risiko selalu dikaitkan dengan tingkat variabilitas return
dalam investasi dapat didefenisikan sebagai variablitias return realisasi terhadap
return yang diharapkan (Fahmi, 2006).
Variance return merupakan proksi dari tingkat risiko yang diakibatkan
oleh fluktuasi harga saham. Dalam konteks manajemen investasi, risiko
merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan
(expected return) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return) (Halim,
2005). Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya.
Alat statistik yang digunakan untuk mengukur penyebaran tersebut adalah
varians.
Menurut Halim (2005:42), apabila dikaitkan dengan preferensi investor
terhadap risiko maka risiko data dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Investor yang menyukai risiko (risk seeker)
Merupakan investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akan lebih suka mengambil investasi dengan risiko yang lebih tinggi, karena mereka tahu bahwa hubungan tingkat pengembalian dan risiko adalah positif.
b. Investor yang netral terhadap risiko (risk neutral)
Merupakan investor yang akan meminta kenaikan tingkat pengembalian yang sama untuk setiap kenaikan risiko. Investor dalam jenis ini biasanya cukup fleksibel dan bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan investasi.
c. Investor yang tidak menyukai risiko (risk averter)
Investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang lebih rendah. Biasanya investor jenis ini cenderung mempertimbangkan keputusan investasinya secara matang dan terencana
Ketiga preferensi investor terhadap risiko dapat juga disajikan pada
Sumber : Halim (2005)
Gambar 2.2
Preferensi Investor Terhadap Risiko
Dari Gambar 2.2 tersebut tampak bahwa bagi invetor yang menyukai
risiko, perubahan tingkat pengembalian dari A1 ke A2 lebih kecil dari perubahan
risiko dari β1 ke β2. Sebaliknya bagi investor yang tidak menyukai risiko,
perubaham tingkat pengembalian dari C1 ke C2 lebih besar dari perubahan risiko
dari β1 ke β2. Sedangkan bagi investor yang netral terhadap risiko, perubahan
tingkat pengembalian dari β1ke β2sama dengan perubahan risiko dari β1ke β2.
Selain itu dalam konteks portofolio, terdapat juga risiko sistematis
(systematic risk) dan risiko tidak sistematis (unsystematic risk). Dimana risiko
sistematis merpakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan
diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang
dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan sedangkan risiko tidak sistemats
merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena
Dalam mengukur risiko perusahaan yang diproksikan dengan nilai varian
dari return, maka terlebih dahulu dicari rata-rata return harian tiap sekuritas
menggunakan metode rata-rata arimatika, yang dapat diformulasikan sebagai
berikut:
� =� −�−�
�−�
. . .
(2.1)Sumber : Ahmad (1996)
Di mana:
Rit = rata-rata dari return harian saham i selama tahun ke-t
P = harga saham penutupan hari ke-t Pt-1 = harga saham penutupan hari ke t-1
Setelah diperoleh rata-rata return saham harian, maka dapat dicari variance
return. Konsep perhitungan variance return dapat diformulasikan sebagai berikut:
� =∑��= ���−Ε ��
�
. . .
(2.2)Sumber : Halim (2005)
Di mana :
� = varians dari investasi pada saham I (variance return)
Rit = tingkat pengembalian dari investasi pada saham i pada tahun t E(Ri) = ER dari investasi saham i
N = periode pengamatan
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan Holding Period Saham sudah
pernah dilakukan baik di luar negeri maupun di Indonesia. Penelitian yang pernah
dilakukan oleh Atkins dan Dyl (1997) mengenai hoding period dan bid-ask
spread untuk saham Nasdaq dari 1983 hingga 1991 dan untuk New York Stock
kuat bahwa, seperti yang diperkirakan, holding period dipengaruhi oleh bid ask
spread.
Atkins dan Dyl (1997) juga menemukan bahwa hubungan antara holding
period dan bid-ask spread jauh lebih kuat di Nasdaq, di mana spread lebih besar,
daripada di NYSE spread yang lebih kecil. Selain itu ditemukan juga bahwa
variabel market value dan variance return masing-masing memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap holding period saham
Kemudian di Indonesia, penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Dian
Anita Nuswantara dan Yane Kartikasari (2005) yang menguji pengaruh bid-ask
spread, market value dan r isk of return pada perusahaan yang tercatat pada LQ-45
tahun 2002 yang menyimpulkan bahwa hanya market value yang mempunyai
pengaruh negatif yang signifikan terhadap holding period saham, sedangkan risk
of return dan bid ask spread masing-masing mempunyai pengaruh negatif dan
positif dan tidak signifikan terhadap holding period saham.
Penelitian yang dilakukan Eko Budi Santoso (2008) pada perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang termasuk dalam LQ-45 selama periode
2000-2005 menguji pengaruh biaya transaksi yang dicerminkan oleh bid-ask spread
terhadap holding period saham dengan dua variabel independen tambahan yaitu
market value dan variance of return.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa variabel spread
berpengaruh positif pada holding period yang artinya investor cenderung akan
menahan saham lebih lama jika saham tersebut memiliki biaya transaksi yang
market value dan variance of return masing-masing berpengaruh positif dan
negatif terhadap holding period saham.
Untuk variabel market value hal ini berarti investor akan menahan saham
lebih lama pada perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang lebih besar.
Sedangkan untuk variabel variance of return hal ini berarti investor akan menahan
saham lebih pendek pada perusahaan yang memiliki tingkat volatilitas yang lebih
tinggi.
Di tahun yang sama, dilakukan juga penelitian oleh Helmy Yulianto
(2008) pada perusahaan LQ-45 selama tahun 2003-2005. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa variabel bid-ask spread dan market value berpengaruh
positif dan signifikan terhadap holding period saham, sedangkan variabel resiko
saham berpengaruh negatif dan signifikan terhadap holding period saham.
Dimana market value mempunyai pengaruh yang paling kecil terhadap holding
period saham. Hal itu disebabkan holding period saham lebih dipengaruhi oleh
variabel resiko saham dan Bid-Ask Spread.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Yuningsih (2008) pada perusahaan
yang terdaftar di BEJ pada periode 2005, hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa variabel bid-ask spread dan market value mempunyai pengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap holding period saham, sedangkan risk of return
mempunyai pengaruh negatif dan signifkan terhadap holding period pada tingkat
signifikansi 5 %.
Penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh Vinus Maulina (2009) pada
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa secara parsial ada dua variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap lamanya kepemilikan saham biasa yakni
variance return dan spread masing-masing memiliki pengaruh negatif dan positif
secara signifikan. Diantara variabel spread, market value dan dividend pay-out
ratio yang merupakan variabel yang paling berpengaruh adalah variance return
yang merupakan cerminan dari tingkat risiko akibat fluktuasi harga saham.
Sedangkan variabel dividend pay-out ratio dan market value mempunyai
pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap holding period saham.
Di tahun berikutnya penelitian dilakukan oleh A.Sakir dan Nurhalis (2010)
pada perusahaan yang tercatat dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Jakarta pada
tahun 2006. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dari variabel
independen (bid-ask spread, market value, variance return dan dividend pay-out
ratio) hanya variance return yang mempunyai hubungan atau sesuai dengan teori
dan penelitian terdahulu, meskipun variance return tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap holding period saham LQ-45.
Selain itu variabel bid-ask spread dan market value mempunyai pengaruh
yang negatif dan tidak siginifkan terhadap holding period saham, sedangkan
dividend pay-out ratio mempunyai pengaruh yang positif dan tidak signifikan
terhadap holding period saham LQ-45. Dimana variabel yang paling dominan
mempengaruhi holding period adalah variabel spread.
Penelitian yang dilakukan oleh Vinsensia Retno Widi Wisayang (2010)
pada saham LQ 45 dalam periode februari 2008 sampai januari 2009
signifikan terhadap holding period, market value berpengaruh positif dan tidak
signifikan sedangkan variabel varian return berpengaruh positif dan signifikan
terhadap holding period. Secara ringkas, penelitian-penelitian terdahulu dapat
diringkas sebagai berikut: 3 2008 Eko Budi Santoso Analisis Pengaruh
Transaction Cost 4 2008 Helmy Yulianto Analisis Pengaruh
5 2008 Yuningsih Analisa Faktor-6 2009 Vinus Maulina Analisis Beberapa
Faktor Yang 7 2010 A.Sakir dan Nurhalis Analisis Holding
LQ-2.3 Kerangka Konseptual
1. Pengaruh Bid-Ask Spread terhadap Holding Period saham
Bid-ask spread merupakan selisih harga beli tertinggi yang ditawarkan
oleh pihak yang akan melakukan pembelian saham dengan harga jual terendah
dari pihak yang bersedia menjual saham tersebut. Menurut Jogiyanto (2000),
semakin tinggi bid-ask spread maka semakin besar keuntungan (return) yang
akan diperoleh. Oleh karena itu bid-ask spread merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan investor untuk menahan atau menjual
saham tersbut.
Semakin besar perbedaan (spread) antara harga permintaan beli (bid) dan
harga tawaran jual (ask) maka investor akan cenderung untuk menahan saham
tersebut lebih lama, yang artinya investor memiliki holding period yang panjang
untuk mendapatkan keuntungan (return) yang lebih tinggi.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Atkins dan Dyl
(1997) dan penelitian yang dilakukan oleh Eko Budi Santoso (2008), Helmy
Yulianto (2008) dan Vinus Maulina (2009) yang menyimpulkan bahwa variabel
bid-ask spread memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap holding
period saham. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan suatu
hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1: Bid-ask spread memiliki pengaruh terhadap holding period
2. Pengaruh Market Value Terhadap Holding Period Saham
Nilai pasar merupakan harga dari saham di pasar bursa pada saat tertentu
yang ditentukan oleh pelaku pasar. Market value ini ditentukan oleh permintaan
dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa (Jogiyanto, 2000). Market
Value menunjukkan ukuran perusahaan, dimana apabila market value semakin
besar maka semakin besar perusahaan tersebut yang ditinjau dari ukuran
perusahaannya. Selain itu menurut Husnan (1993), apabila kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat maka harga saham (market value)
juga akan meningkat. Dengan kata lain profitabilitas akan mempengaruhi harga
saham atau dapat dikatakan bahwa harga saham merupakan cerminan dari
profitabilitas suatu perusahaan.
Dengan demikian investor akan menahan saham lebih lama dengan
mengandalkan kenaikan nilai saham untuk mendapatkan return atau keuntungan
yang lebih besar dari investasi saham. Secara umum investor menganggap bahwa
perusahaan besar memiliki kestabilan keuangan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan kecil, artinya perusahaaan tersebut memiliki kinerja yang baik
sehingga dapat menyebabkan makin tingginya laba usaha yang akan diperoleh dan
investor akan menikmati keuntungan yang makin besar juga karena semakin besar
kemungkinan harga saham perusahaan akan naik.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Atkin dan Dyl
(1997), Eko Budi Santoso (2008) dan Helmy Yulianto (2008) bahwa market value
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan suatu hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis 2: Market value memiliki pengaruh terhadap holding period
saham sektor pertambangan
3. Pengaruh Variance Return terhadap Holding Period saham
Dalam berinvestasi, investor tidak cukup hanya menghitung return yang
maksimal saja , investor juga harus memperhitungkan risko dari investasi. Return
dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena pertimbangan suatu
investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai
hubungan yang positif, semakin besar risiko yang ditanggung maka semakin besar
return yang harus dikompensasikan (Jogiyanto, 2000). Dalam pengertian
investasi, risiko selalu dikaitkan sdengan tingkat variabilitas return yang dapat
diperoleh dari surat berharga (Ahmad, 1996).
Pada umumnya, investor akan menanamkan modalnya pada saham-saham
perusahaan yang lebih baik dari perusahaan lain dengan risiko yang sama atau
dengan risiko yang lebih kecil. Artinya investor akan menahan saham lebih
pendek pada perusahaan yang memiliki tingkat volatilitas yang lebih tinggi atau
memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi akibat fluktuasi harga saham.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Atkins dan Dyl (1997),
juga penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Eko Budi Santoso (2008), Helmy
Yulianto (2008) dan Vinus Maulina (2010) yang menyimpulkan bahwa varance
saham. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan suatu hipotesis
sebagai berikut:
Hipotesis 3: Variance return memiliki pengaruh terhadap holding period
saham sektor pertambangan
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu maka dapat digambarkan
kerangka konseptual dalam bentuk diagram skematis di bawah ini:
Independent Variabel
H1
Dependent Variabel
H2
H3
Gambar 2.3
Diagram Skematis Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tinjauan pustaka dan
kerangka konseptual maka hipotesis dapat dikembangkan dalam penelitian ini
untuk digunakan dalam menguji variabel-variabel independent yang berpengaruh
terhadap variabel dependent seperti berikut: Bid-ask
spread
Holding Period Market Value
1. H1: Bid-ask spread memiliki pengaruh terhadap holding period saham
sektor pertambangan.
2. H2: Market value memiliki pengaruh terhadap holding period saham sektor
pertambangan.
3. H3: Variance return memiliki pengaruh terhadap holding period saham