• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Penerapan PP Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (Studi Pada PTPN IV Unit Pasir Mandoge)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Penerapan PP Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (Studi Pada PTPN IV Unit Pasir Mandoge)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURANCORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PP

NO.47 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS

A. Sejarah Perkembangan CSR

1. Perubahan Paradigma Dalam Pengaturan Perusahaan

Peradaban modern yang kapitalistik telah mendorong manusia begitu serakah

terhadap lingkungan hidup. Manusia modern terjangkiti oleh penyakit hedonisme

yang tidak pernah puas dengan kebutuhan materi. Sebab yang mendasar timbulnya

keserakahan terhadap lingkungan ini, karena manusia memahami bahwa sumber daya

alam adalah materi yang mesti di eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan materinya

yang konsumtif.44 Sistem perekonomian kapitalistik ini memiliki tiga syarat dalam menjalankan kegiatan-kegiatan ekonominya, yaitu akumulasi, ekspansi dan

eksploitasi. Akumulasi adalah suatu prinsip tentang melipatkan gandakan modal

usaha yang akan digunakan, artinya bahwa semakin besar jumlah modal yang di

infestasikan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan ekonominya maka akan

menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Sehingga kepemilikan modal adalah

salah satu syarat yang paling utama dalam ciri perekonomian seperti ini. Ekspansi

adalah usaha untuk menguasai pasar-pasar di wilayah-wilayah lain yang memiliki

potensi yang besar dalam menjalankan kegiatan usahanya atau negara-negara

berkembang seperti Indonesia. Menguasai pasar demi kebutuhan untuk menjual

44Bambang Rudito, Melia Famiola,Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di

(2)

barang-barang yang dihasilkan setelah berproduksi. Eksploitasi yaitu usaha-usaha

yang digunakan untuk memanfaatkan sumber daya yang butuhkan untuk melakukan

aktivitas produksi, seperti sumber daya manusia dan sumber daya alam. Eksploitasi

sumber daya alam yang dilakukan oleh suatu perusahaan pada gilirannya akan

mengancam kehidupan manusia dan akhirnya seluruh ekosistem. Berdasarkan

kesadaran tersebut maka pelaku usaha dalam melakukan kegiatan ekonominya tidak

hanya bertanggung jawab atas keuntungan perusahaan, tetapi juga bertanggung jawab

atas kehidupan dan masa depan masyarakat secara umum.45

Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang biasa di kenal dengan CSR

(Corporate Social Responsibility) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis

untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan

memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitik beratkan pada

keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan

hidup. Dari sisi urgensinya, formalisasi CSR memang mendesak karena kian

meluasnya eskalasi kemiskinan dan degradasi lingkungan yang terjadi sebagai

dampak eksploitasi kekayaan sumber daya alam yang terus berlangsung.Sejarah CSR

modern dikenal sejak Howard R.Bowen menerbitkan bukunya yang berjudul “Social

Responsibilities of The Businessman (1953), ide dasar yang dikemukakan Bowen

adalah mengenai “kewajiban perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan

nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat ditempat perusahaan itu beroprasi.

Gema tanggung jawab sosial perusahaan semakin kuat dan besar dengan kehadiran

(3)

buku berjudul“Silent Sprint” yang ditulis oleh Rachel Carson ditahun 1962. Dalam

bukunya tersebut Carson berupaya mengingatkan masyarakat dunia bahwa

penggunaan pestisida dalam aktivitas pertanian modern berakibat mematikan bagi

lingkungan dan kehidupan manusia.46

Pemikiran tentang perusahaan yang lebih insaniah juga ditegaskan dalam

buku berjudul “The Future Capitalism” yang ditulis oleh Thurow (1966). Dalam

bukunya yang cukup populer tersebut Thurow mengemukakan bahwa kapitalisme

yang menjadi haluan pemikiran utama dan mengilhami perilaku kalangan pelaku

usaha tidak hanya berdampak terhadap masalah ekonomi, tetapi juga berdampak

terhadap masyarakat setempat dan lingkungan.47

CSR mulai berkembang pada akhir tahun 1960 dalam upaya menjadikan

persoalan kemiskinan dan bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan agar

mendapatkan perhatian yang lebih luas dari berbagai kalangan yang memiliki peran.

Lebih lanjut perkembangan itu ditandai dengan munculnya definisi CSR oleh WBSD

(World Business Council for Sustainable Development) pada tahun 1995, sebuah

lembaga forum bisnis yang digagas oleh Badan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk

kalangan bisnis agar dapat berkontribusi dalam pembangunan. Konteks saat itu

adalah pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development), suatu konsep

pembangunan demi masa depan tanpa merusak sumber daya alam, dimana mencoba

menyatukan 3 elemen pembangunan yaitu ekonomi, lingkungan, sosial. Gagasan

46Deni Bram, Hukum Lingkungan Hidup Homo Ethic-Ecoethic,(Bekasi: Penerbit Gramata

Publishing, 2014) hal. 6

(4)

CSR oleh WBSD sangat dipengaruhi oleh roh pembangunan berkelanjutan ini.

Pemahaman yang muncul adalah bagaimana dunia bisnis dapat berkontribusi

terhadap pembangunan berkelanjutan secara luas, dan secara mikro terhadap

masyarakat yang ada disekitarnya. Atau dalam konteks ini CSR dimaknai sebagai

komitmen bisnis untuk berperilaku etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi

terhadap pembangunan ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawan

dan keluarganya, serta masyarakat lokal dan masyarakat pada umumnya.48

Pandangan lain tentang defenisi tanggung jawab sosial perusahaan

dikemukakan oleh Bank Dunia. Organisasi keuangan global ini mengemukakan

defenisi tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu persetujuan atau komitmen

berkesinambungan, bekerja dengan para perwakilan dan perwakilan mereka,

masyarakat setempat dan masyarakat dalam ukuran lebih luas, untuk meningkatkan

kualitas hidup, dengan demikian eksistensi perusahaan tersebut akan baik bagi

perusahaan itu sendiri dan baik pula bagi pembangunan. Defenisi tanggung jawab

sosial perusahaan yang dirumuskan Bank Dunia tersebut memang sangat mendalam

dan ideal. Defenisi tersebut sudah mengarahkan kapada dilibatkannya berbagai

pemangku kepentingan dalam kebijakan-kebijakan ekonomi perusahaan. Dengan

demikian, suatu perusahaan yang melakukan aktivitas ekonomi disuatu kawasan

terlebih dahulu harus mengetahui siapa saja yang menjadi pihak-pihak pemangku

kepentingan (stakeholders). Teori stakeholders merupakan sebuah kependekan dari

teori stakeholders korporasi, sebuah konsep yang relatif modern. Pertama kali

(5)

dipopulerkam oleh R. Edward Freeman dalam buku Manajemen Strategisnya

Pendekatan Stakeholders. Freeman mendefinisikan pemangku kepentingan sebagai

“kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapain

tujuan organisasi. Premis dasar dari teori stakeholder adalah bahwa semakin kuat

hubungan korporasi bisnis, maka akan semakin mudah. Sebaliknya, semakin buruk

hubugan korporasi, akan semakin sulit. Hubungan yang kuat dengan para pemangku

kepentingan adalah berdasarkan kepercayaan, rasa hormat, dan kerja sama. Tujuan

dari teori stakeholder adalah untuk membantu korporasi memperkuat hubungan

dengan kelompok-kelompok eksternal dalam mengemban keunggulan kompetitif.49 Jika disimpulkan definisi CSR diatas maka dapat diartikan bahwa terjadi

pergeseran paradigma atau cara pandang dalam dunia usaha atau bisnis, bahwa

pelaksanaan konsep CSR adalah pengejawantahan konsep pembangunan

berkelanjutan dari dunia bisnis yang awalnya hanya mengutamakan keuntungan

semata dengan berlandaskan pada teori shareholders, menjadi dunia bisnis yang

bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungannya atau

berdasarkan pada teori stakeholders. Stakeholders perusahaan dapat di definisikan

sebagai pihak-pihak yang berkentingan terhadap eksistensi perusahaan. Termasuk

didalamnya adalah karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, masyarakat dan

lingkungan sekitar, serta pemerintah selaku generator.50

Sudah menjadi fakta bagaimana sikap masyarakat lokal (stakeholder) terhadap

perusahaan yang dianggap tidak bertanggung jawab terhadap dampak yang

49Ibid, hal. 78

(6)

ditimbulkan perusahaan yang dirasakan oleh masyarakat dan lingkungan, misalnya

PT Indorayon di Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara. Dimana masyarakat sekitar

melakukan perlawanan dengan melarang perusahaan melakukan aktifitas produksinya

karena dianggap tidak bertanggung jawab terhadap dampak negatif yang ditimbulkan

perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Hal seperti ini yang akhirnya

mempersulit, bahkan menyebabkan kerugian yang besar atau berdampak negatif bagi

pemerintah dan perusahaan itu sendiri.

CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan bukanlah sebuah momok yang

menakutkan bagi korporat, tetapi sebuah jawaban untuk membangun kepercayaan

masyarakat terhadap perusahaan dan kebersinambungan masyarakat lokal. CSR pada

prinsipnya adalah perwujudan dari etika bisnis suatu perusahaan, dimana ketika

perusahaan bertindak secara etis dalam berbisnis maka penempatan tanggung jawab

sosial perusahaan merupakan sebuah kebutuhan dan juga sebagai bagian dari modal

usaha dalam meningkatkan kepercayaan perusahaan terhadap pemangku

kepentingannya. Mau tidak mau, perusahaan dan masyarakat merupakan sebuah

ikatan solidaritas yang bersifat organik dan terbentuk menjadi sebuah mekanisme

solidaritas yang menyatu dalam hubungan saling membutuhkan.51

2. Perubahan CSR dari Tanggung Jawab Etik Menjadi Tanggung Jawab Hukum

Pada dasarnya CSR adalah bentuk transformasi hukum alam menjadi hukum

positif, yang artinya perubahan dari bentuk tanggung jawab moral atau etika menjadi

51 Martinus Wibisono,Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Antara Teori dan

(7)

tanggung jawab hukum yang dapat dipaksakan dan memiliki sanksi. Sebelum

dituangkan dalam hukum positif di Indonesia, penyelenggaraan CSR di sandarkan

pada tanggung jawab moral atau etika bisnis perusahaan yang bersifat sukarela

sehingga sangat bergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan

CSR tidak selalu selaras dengan visi dam misi perusahaan. Jika pimpinan perusahaan

tersebut memiliki kesadaran moral yang tinggi maka perusahaan tersebut akan

menerapkan program CSR dengan benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinan

perusahaan tersebut hanya berkiblat kepada kepentingan dan kepuasan pemegang

saham serta motivasi pencapaian prestasi pribadi maka kebijakan CSR hanya sekedar

kosmetik.

Moralitas dianggap sebagai salah satu alasan yang mendasari dan mendorong

seseorang bertindak secara beretika. Moral bagian dari jiwa manusia yang tumbuh

dan berdiam dalam diri secara kuat, karena setiap orang dianggap pasti memiliki

moral. Dan karena moral pula setiap orang bisa mengerti akan makna kehidupan,

serta bagaimana memperlakukan hidup secara lebih bermakna. Sifat CSR yang

sukarela, lemahnya produk hukum yang mengatur dan matinya peran stakeholder

dalam penyelenggaraannya menjadikan Indonesia sebagai negara yang ideal bagi

korporasi yang hanya mengejar keuntungan dan menyelenggarakan tanggung jawab

CSR hanya sebagai kosmetik pencitraan. Hal yang penting bagi perusahaan model

seperti ini hanyalah laporan tahunan yang baik dan lengkap dengan tampilan

(8)

program CSR sangat penting sebagai kewajiban untuk bertanggung jawab atas

kelangsungan kehidupan umat manusia di bumi masa mendatang.52

Alasan mendasar perubahan tanggung jawab tersebut adalah kelangsungan

dunia usaha itu sendiri serta kepentingan pemegang saham yang tidak boleh

diabaikan. Dengan perkataan lain, dalam hal terjadi persinggungan antara

kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat (stakeholder), maka

penerapan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial perusahaan tersebut harus dibuat

menjadi suatu keharusan (mandatory). Keharusan tersebut mengimplikasikan

penjabaran prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) kedalam peraturan

perundang-undangan. Implementasi prinsip-prinsip GCG menjadi lebih efektif.

Perlindungan terhadap kepentingan yang lebih luas menjadi salah satu pendorong

utama pentingnya regulasi tersebut. Implementasi dari tanggung jawab sosial

perusahaan melalui prinsip CSR tidak terlepas dari penerapan konsep Good

Corporate Governance. GCG adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan

dan intuisi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan serta pengawasan terhadap

suatu perusahaan. Prinsip-prinsip yang dianut dalam GCG dan CSR ibarat dua sisi

mata uang, keduanya sama pentingnya dan tidak terpisahkan. Adapun definisiGood

Corporate Governance dari Cadbury Committee yang berdasarkan dari teori

stakeholder adalah seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para

pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

52

(9)

berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal yang berkaitan dengan

hak-hak dan kewajiban mereka.53

Sehingga disini jelas jika perusahaan ingin diarahkan untuk menciptakan

suatu bentuk organisasi bisnis yang bertumpu pada aturan-aturan hukum dan

manajemen modern yang profesional dengan konsep dedikasi yang jauh lebih

bertanggung jawab. Penafsiran bertanggung jawab dapat diartikan sebagai keikut

sertaan perusahaan secara jauh lebih dalam untuk ikut berpartisipasi dalam

membangun negara dan bangsa, seperti peran perusahaan sebagai penyedia lapangan

pekerjaan dan pendukung penuntasan kemiskinan. Oleh karena itu pelaksanaan GCG

diwujudkan dengan cara memasukkan CSR kedalam aturan hukum positif di

indonesia. Prinsip GCG merupakan cikal bakal pembentukan CSR. Suatu perusahaan

yang melakuan prinsip GCG juga harus melaksanakan konsep CSR, kedua konsep

tersebut kini bukan lagi suatu tanggung jawab biasa (responsibility), tetapi juga

merupakan suatu kebijakan hukum (liability) yang memiliki sanksi hukum jika tidak

dilaksanakan dengan baik, oleh karena itu hal ini sifatnya dapat dipaksakan

(imperative) sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang yang mengatur

tentang CSR di indonesia.54

Ada beberapa perbedaan dalam penerapan CSR di negara-negara Eropa dan

Amerika. Perusahan di negara Eropa penerapan CSR dilakukan berdasarkan

peraturan/regulasi yang dikeluarkan oeh pemerintah setempat, sehingga pelasanaan

(10)

CSR didasarkan pada desakan dan sanksi yang harus dipatuhi. Sedangkan dalam

perusahaan di Amerika, pelaksanaan CSR merupakan tindakan sukarela atas dasar

kepedulian perusahaan terhadap dampak lingkungan dan sosial dalam masyarakat.55 Prinsip-prinsip yang diatur dalam GCG secara umum terdiri dari 4 prinsip, yaitu :

1. Prinsip Akuntabilitas (accountability)

Prinsip ini mewajibkan direksi perusahaan bertanggung jawab atas

keberhasilan pengelolaan perusahaan untuk mewujudkan tujuan dari perusahaan

tersebut. Komisaris bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas pengawasan

terhadap direksi sehubungan dengan tugasnya. Kedudukan direksi dan komisaris

yang mendapatkan kewajiban dan tanggung jawab tersbebut harus diemban dengan

penuh dedikasi yang tinggi dengan mengutamkan kepentingan perusahaan dan dapat

mempertanggung jawabkan kepada para pemegang saham perusahaan tersebut.

2. Prinsip Keterbukaan (transparancy)

Adanya informasi yang akurat dan dapat diaudit oleh pihak ke tiga yang

independen sebagai laporan kepada para pemegang saham, sehingga pemegang

saham dapat mengetahui perkembangan dan kemerosotan perusahaan. Prinsip ini juga

menginginkan adanya laporan yang akurat dan tepat perihal keuangan, pengelolaan

dan perubahan-perubahan pengurus serta saham yang dapat mengakibatkan terjadinya

pergeseran kepemilikan dan bentuk-bentuk tindakan lainnya yang dilakukan oleh

direksi dan komisaris dalam melaksanakan tugasnya masing-masing secara berkala

maupun berkesinambungan.

55Abdullah Haris Susanto, Menimbang CSR Secara Rasional, (Jakarta: Penerbit Bina Aksara,

(11)

3. Prinsip Kewajaran (fairness)

Prinsip ini memberikan perlindungan terhadap kepentingan minoritas,

khususnya para pemegang saham minoritas untuk mendapatkan perlakuan yang adil.

Hal ini sebenarnya telah terakomodir dalam ketentuan UU No.40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang memberikan satu saham satu hak suara (Pasal 84) dan hak

pemegang saham minoritas untuk dapat mengusulkan diadakannya RUPS melalui

pengadilan jika pemegang saham mayoritas tidak melaksanakan (pasal 80). Prinsip

ini menginginkan setiap direksi maupun komisaris agar lebih mementingkan

kepentingan perusahaan daripada kepentingan pribadi, sehingga semua kegiatan yang

berhadapan dengan konflik kepentingan (conflict of interest) harus secara sukarela

melepaskan kepentingan pribadi tersebut.

4. Tanggung Jawab (responsiblity)

Prinsip ini menegaskan konsep fiduciary duty dari pada pengurus perseroan

untuk lebih mematuhi aturan-aturan yang digariskan dalam pengelolaan perusahaan.

Peraturan ditetapkan oleh pemerintah maupun kepentingan pihak lain (stakeholders)

yang mempengaruhi kesinambungan perusahaan. Direksi harus tanggap terhadap

keberlangsungan perusahaan dengan berbagai upaya untuk meningkatkan perusahaan

tanpa mengabaikan tanggung jawab sosial terhadap karyawan, lingkungan,

masyarakat, pelanggan atau pihak lain yang menentukan kesinambungan perusahaan.

Pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan

yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan

(12)

bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan

prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan

operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain

kepadashareholderjuga kepadastakeholders.56

Disadari bahwa penerapan prinip-prinsip good coorporate governance(GCG)

merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis

ekonomi dan lingkungan yang melanda Indonesia. Peran dan tuntutan investor dan

kreditur asing mengenai penerapan prinsip GCG merupakan salah satu faktor dalam

pengambilan keputusan berinvestasi pada suatu perusahaan. Prinsip-prinsip GCG

juga merupakan komponen tata perilaku (code of conduct) yang diyakini oleh banyak

pakar yang merupakan katalisator pemulihan sektor perusahaan di indonesia,

termasuk sektor badan usaha milik negara (BUMN), perbankan, maupun bidang pasar

modal. Berdasarkan prinsip-prinsip GCG tersebut yang sangat berhubungan dengan

pelaksanaan CSR adalah prinsip bertanggng jawab (responsiblity). Hal ini

dikarenakan prinsip akuntabilitas (accountability), keterbukaan (transparancy) dan

kewajaran (fairness) hanya mementingkan kelangsungan perusahaan pada

kepentingan pemegang saham (shareholders), sedangkan prinsip responsibility

mengedepankan kepentinganstakeholders. Tata kelola perusahaan yang baik (GCG)

diperlukan agar perilaku bisnis mempunyai arahan yang baik. Intinya, GCG

merupakan sebuah sistem dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara

56Indra Surya, Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance

(13)

berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara

pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan

korporasi. Dalam arti luas mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders

dapat dipenuhi secara proporsional.57

Oleh karena itu GCG telah diatur sedemikian rupa dalam peraturan per

Undang-Undangan di Indonesia seperti dalam ketentuan Undang-Undang No.19

tahun 2003 tentang BUMN dalam Pasal 36 perihal maksud dan tujuan perusahaan

BUMN adalah Menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum

berupa penyediaan barang dan/jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau

oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dalam

Pasal 73 diatur perihal restrukturisasi perusahaan yang harus memperhatikan GCG

tersebut, restrukturisasi tersebut antara lain :

1. Restrukturisasi sektoral yang pelaksanannya disesuaikan dengan kebijakan

sektor dan/atau ketentuan perundang-undangan.

2. Restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi :

a. Peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama disektor-sektor yang

terdapat monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah.

b. Penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan

BUMN selaku badan usaha, termasuk didalamnya penerapan

prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang dan menetapkan arah dalam rangka

pelaksanaan kewajiban pelayanan publik.

(14)

c. Restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen,

operasional, sistem dan prosedur.

Sebelumnya pemerintah juga mensyaratkan untuk menerapkan prinsip GCG

ini dalam BUMN dengan surat Keputusan Menteri BUMN

No.kep.117/M-MBU/2002 tentang penerapan GCG di BUMN sebagai pedoman korporasi yang

diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Menurut Keputusan

Menteri BUMN No.kep.117/M-MBU/2002, GCG adalah “Suatu proses dari struktur

yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan

akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka

panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan

peraturan perundangan dan nilai-nilai etika”.58

Perubahan paradigma ini adalah bukti bahwa ada hubungan saling

ketergantungan semua pihak dalam mencapai tujuannya masing-masing, dan untuk

melaksanakan itu pihak-pihak tersebut harus dapat bekerjasama sebagai mitra yang

memiliki kebutuhan yang sama yaitu manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua

pihak. Artinya bahwa masyarakat (stakeholder) memiliki peran penting dalam roda

produksi suatu perusahaan, dan sebaliknya peran suatu perusahaan dalam

menyelenggarakan CSR juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam upaya

mengentaskan persoalan-persoalan ekonomi dan sosial yang dihadapai. Sehingga

hubungan antara (stakeholder internal) dan (stakeholder eksternal) dapat saling

(15)

memberikan manfaat yang dapat dirasakan oleh semua pihak sebagai pemangku

kepentingan.

B. Ragam Pengaturan CSR di Indonesia

Hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang

mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggar akan

mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. E. Utrecht, dalam bukunya

Pengantar dalam Hukum Indonesia meyatakan hukum adalah himpunan petunjuk

hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh

anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk

hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintahan masyarakat itu.59

Menurut S.M. Amin, S.H, dalam bukunya yang berjudul Bertamasya ke Alam

Hukum, hukum dirumuskan sebagai “Kumpulan-kumpulan peraturan yang terdiri

dari norma dan sanksi-sanksi, dan tujuan hukum adalah mengadakan ketetiban dalam

pergaulan manusia”J. C. T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono, S.H. dalam bukunya

yang berjudul Pelajaran Hukum, definisi hukum adalah “Peraturan-peraturan yang

bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan

masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana

terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan

hukuman tertentu”. Dari beberapa perumusan tentang hukum Indonesia tersebut

diatas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, antara

lain :

(16)

a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.

b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.

c. Peraturan itu bersifat memaksa.

d. Sanksi terhadap pelanggar peraturan tersebut adalah tegas.60

Pada hakekatnya hukum dimaksudkan untuk mengatur hubungan tingkah laku

dan pergaulan yang ada di dalam masyarakat. Baik yang dilakukan oleh orang yang

satu dengan orang yang lainnya, orang perorangan dengan negara maupun mengatur

mengenai hubungan lembaga-lembaga yang ada di dalam negara tersebut. Dengan

adanya hukum maka kekuasaan yang dijalankan agar sesuai dengan fungsi dan tujuan

daripada hukum itu sendiri. Banyak orang beranggapan bahwa tujuan hukum dengan

fungsi hukum adalah hal yang sama, namun pada dasarnya hal ini sangatalah

berberda . Fungsi hukum mengacu pada peranan yang diemban oleh hukum,

sedangkan tujuan hukum menitik beratkan pada arah yang hendak yang dicapai dan

berfungsinya hukum.61 Sudah menjadi ciri negara hukum seperti Indonesia dimana konstitusinya memuat tentang kedaulatan dibidang politik dan ekonomi. Dengan

adanya ketegasan dalam konstitusi Negara Indonesia (UUD RI 1945) tentang

pengaturan ekonomi nasional, maka menyangkut tanggung jawab sosial perusahaan

semakin penting untuk di atur dan dijabarkan dengan jelas dan tegas dalam peraturan

hukum positif Indonesia.

60Ibid, hal.39

61Teguh Presetyo, Kadarwati Budiharjo Purwadi, Hukum dan Undang-Undang Perkebunan,

(17)

Demikian juga halnya dalam dunia bisnis atau ekonomi, hukum sebagai salah

satu perangkat yang mengatur norma-norma kehidupan bermasyarakat merupakan

salah satu faktor pendukung terciptanya aktivitas bisnis yang sehat. Prof. Dr. Bismar

Nasution, S.H., M.H. menyatakan supaya pembangunan ekonomi dilakukan

berlandaskan hukum dan pendidikan hukum dirancang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Mengingat perkembangan kegiatan ekonomi yang begitu pesat baik yang

berskala nasional maupun berskala internasional maka keberadaan hukum dalam

mendukung dan memfasilitasi kegiatan ekonomi dimaksud semakin sangat penting.

Para pakar hukum di indonesia memandang perlunya pengembangan hukum ekonomi

didasari oleh meningkatnya pula hubungan ekonomi melintasi batas-batas negara

melalui perkembangan aliran modal asing/teknologi. Hal ini menunjukan suatu

rangkaian kegiatan dibidang ekonomi dengan perangkat pengaturan hukumnya.62 Negara Indonesia, jelas berdaulat secara penuh terhadap aturan hukum yang

diterapkan nya dalam mengatur tanggung jawab sosial perusahaan terhadap

masyarakat dan lingkungan diwilayahnya. Sebagai konsekwensinya hukum yang

telah ditetapkan otomatis menjadi hukum positif yang wajib untuk dijalankan. Disatu

sisi, implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di indonesia masih dijalankan

(dengan relatif baik) oleh segelintir perusahaan. Artinya, masih jauh lebih panjang

daftar perusahaan yang sama sekali belum melaksanakan tanggung jawab sosial

perusahaan, walaupun mereka sudah mengetahui bahwa kewajiban tersebut telah

62Hasim Purba,Implementasi Prinsip Corporate Social Responsibility (CSR), Jurnal Equality,

(18)

diatur dalam peraturan perundang-undangan. Disisi lain, hingga saat ini belum pernah

terdengar dimana perusahaan yang sama sekali belum menjalankan tanggung jawab

sosialnya dikenakan sanksi oleh pemerintah. Bahkan mekanisme pemberian sanksi

kepada perusahaan yang lalai atas tanggung jawab sosialnya pun tampaknya belum

diatur dan disosialisasikan secara baku dan transparan.63

Seperti yang telah disampaikan diatas, bahwa tanggung jawab sosial

perusahaan pada dasarnya dilaksanakan berdasarkan tanggung jawab moral atau etika

perusahaan, namun dilihat dari dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan

terhadap lingkungan dan masyarakat rasanya tanggung jawab moral tersebut sudah

tidak bisa lagi di jadikan dasar dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahan.

Tanggung jawab moral direksi saja tidak cukup untuk menjamin perusahaan yang

pada dasarnya hanya memaksimalkan keuntungan untuk menyelamatkan atau

mengurangi dampak negatif dari produktivitas perusahaan dengan menyelenggarakan

CSR yang pada dasarnya akan mengurangi keuntungan perusahaan. Bahkan

akhir-akhir ini, unjuk rasa yang dilakukan masyarakat sebagai wujud penolakan kehadiran

aktivitas perusahaan di lingkungan suatu masyarakat semakin mengkhawatirkan.

Masyarakat tidak sekedar menyampaikan tuntutan dan penolakan mereka kepada

perusahaan maupun pemerintahan setempat. Unjuk rasa yang dilakukan sering

dibumbui dengan tindakan melawan hukum, antara lain dalam bentuk penguasaan

fasilitas penting masyarakat seperti pelabuhan maupun jalan tol yang mengakibatkan

63Matias Siagian, Agus Suriadi, CSR Perspektif Pekerjaan Sosial, (Medan: Penerbit

(19)

lumpuhnya aktivias masyarakat luas. Bahkan tidak jarang diwarnai dengan

pembakaran dan perusakan fasilitas perusahaan yang mengakibatkan kerugian

perusahaan dalam jumlah yang sangat besar.

Hukum menurut Austin harus dipahami dalam arti perintah karena hukum

seharusnya tidak memberi ruang untuk memilih (apakah mematuhi atau tidak

mematuhi), hukum bersifat non optional. Dengan demikian kepatuhan pada hukum

adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar. Menyebut perintah sebagai hukum

tetapi dalam praktek tidak dapat ditegakkan melalui penerapan sanksi hukum adalah

absurd, karena hukum yang demikian tidak mampu memenuhi fungsi sosialnya

sebagai alat kontrol terhadap tingkah laku masyarakat. Hukum dalam arti terakhir ini

tidak punya implikasi hukuman apapun, ketika hukum tidak lagi dapat dipaksakan

dengan memberikan sanksi dan hukuman pada pelanggaranya maka hukum tidak lagi

dapat disebut hukum karena telah kehilangan esensinya sebagai perintah.64

Sejak di undangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 pada

tanggal 4 April 2012, menandakan babak baru dalam sejarah hukum di Indonesia

yang mengatur tentang tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan

Terbatas.Peraturan Pemerintah ini merupakan tindak lanjut dan penjelasan dari pasal

74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tanggung Jawab Sosial dan

lingkungan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal

74 yang menyatakan bahwa :

64Abdul Ghofur Anshori,Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009)

(20)

1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan.

2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan

sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan

memperhatiakan kepatutan dan kewajaran.

3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

diatur dengan peraturan pemerintah.65

Dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang

tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas membuktikan komitmen

pemerintah dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable

development). Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi

kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan

datang dalam memenuhi kebutuhannya.66

Jauh sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas yang merupakan amanah

65Pasal 74 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

66Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan

(21)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, telah hadir

beragam aturan hukum positif Indonesia yang mengatur tentang tanggung jawab

sosial perusahaan (CSR), antara lain:

1. Undang-Undang Dasar 1945

Sebagai Konstitusi Negara Republik Indoneisa Undang-Undang Dasar 1945

telah mengatur tentang sistem perekonomian nasional yang bertujuan untuk

memakmurkan rakyat secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Hal ini tentu

saja bertujuan untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkan suatu perusahaan

terhadap masyarakat dan lingkungan dalam menjalankan kegiatan usahanya untuk

mendongkrak perekonomian, hal ini dinyatakan dalam Pasal 33 Undang-Undang

Dasar 1945 yang berbunyi :

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh Negara.

3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan

lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekononi nasional.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini diatur dalam Undang-Undang.67

(22)

Dalam ayat (3) yang menyatakan “bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari Undang-Undang ini bisa disimpulkan bahwa

dalam menjalankan kegiatan ekonominya di Indonesia, baik Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) maupun perusahaan swasta yang melakukan kegiatan produksinya

untuk mengelola Sumber Daya Alam maupun tidak harus bertanggung jawab

terhadap lingkungan (berwawasan lingkungan).

Undang-Undang Dasar 1945 adalah induk dari hukum di Republik Indonesia,

artinya bahwa peraturan-peraturan yang ada didalamnya haruslah diatur lebih lanjut

dan diselenggarakan dengan sebaik-baiknya. Keberadaan sumber hukum yang

mengatur tentang tanggung jawab sosial perusahaan dalam Undang-Undang Dasar

1945 ini membuktikan bahwa jauh sebelum berkembangnya perusahaan-perusahaan

di Indonesia, hukum di Indonesia sudah mewajibkan suatu perusahaan untuk

melindungi lingkungan dan mensejahterakan masyarakat sekitar perusahaan. Artinya

dalam menjalankan kegiatan usahanya suatu perusahaan tidak diperbolehkan

mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam suatu daerah hanya untuk kepentingan

pribadinya, tetapi kehadiran suatu perusahaan di Indonesia juga harus dapat

memberikan manfaat terhadap masyarakat daerah tersebut serta berwawasan

lingkungan. Dalam sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia dengan

negara-negara penjajah, kehadiran perusahaan-perusahaan asing yang terus mengeksploitasi

dan memanfaatkan sumber daya alam hanya menyisakan kemiskinan dan

(23)

jawab sosial perusahaan adalah hal yang sangat penting, demi menjaga kelangsungan

dan masa depan seluruh masyarakat Indonesia.

2. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Pengaturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam UU No.40 Tahun

2007 terdapat dalam Bab V atau Pasal 74 yang terdiri dari 4 ayat, dimana dinyatakan:

1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan

lingkungan.

Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang

berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak mengelola

dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya

berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam termasuk pelestarian

fungsi kingkungan hidup.

2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan kewajiban Perseroan yang di anggarkan dan diperhitungkan

sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan

memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Yang dimaksud dengan “kepatutan dan kewajaran” adalah kebijakan

perseroan, yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan perseroan, dan

potensi resiko yang mengakibatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan

(24)

tidak mengurangi kewajiban sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan usaha perseroan.

3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan “dikenai sanksi dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan yang terkait.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

diatur dengan peraturan pemerintah.68

Menurut Undang-Undang ini tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah

komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi

berkelanjutan guna meningkatkan kwalitas kehidupan dan lingkungan yang

bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat

pada umumnya.69 Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan materi yang baru diatur dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas ini, latar belakang

dimaksudkannya ketentuan ini adalah sebagai bentuk pertanggung jawaban sosial

perseroan terhadap lingkungan dan keadaan masyarakat sekitar tempat usaha

perseroan. Ketentuan ini bertujuan untuk menciptakan hubungan perseroan yang

serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat

setempat.

(25)

3. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN

Pada pasal 2 ayat (1) huruf e dinyatakan bahwa BUMN turut aktif

memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,

koperasi dan masyarakat. Kemudian dalam Pasal 88 Ayat (1) dan (2)

Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 menyatakan bahwa : BUMN dapat menyisihkan

sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta

pembinaan masyarakat sekitar BUMN, ketentuan lebih lanjut diatur dengan

keputusan menteri. Dengan demikian BUMN bukan saja mendukung keberadaan

usaha kecil dan koperasi tetapi juga harus mendukung program sosial lainnya.70 Amanah Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN selanjutnya

diatur dengan peraturan menteri PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan dan

Bina Lingkungan, dan telah mengalami perubahan ke empat yaitu dengan lahirnya

PER-08/MBU/2013 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Dalam

peraturan menteri BUMN biaya penyelenggaraan CSR ditetapkan sebesar 2% dari

keuntungan setelah pajak setiap tahunnya, hal ini berbeda dengan peraturan

pemerintah nomor 47 tahun 2012 bahwa penyelenggaraan CSR dihitung sebagai

biaya produksi. Artinya dalam peraturam menteri BUMN CSR diselenggarakan pada

akhir tahun setelah mengetahui besarnya keuntungan setelah pajak, sedangkan dalam

PP nomor 47 tahun 2012 CSR diselenggarakan pada awal tahun bersamaan dengan

penyelenggaraan kegiatan produksi.

(26)

4. Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini,

dinyatakan bahwa setiap penenam modal diwajibkan untuk melaksanakan tanggung

jawab sosial perusahaan.71 Dalam kamus besar bahasa indonesia kata “ wajib ” diartikan sebagai harus dilakukan tidak boleh tidak dilaksanakan, dan berkawjiban

artinya adalah memiliki kewajiban yang bertanggung jawab. Oleh karena itu penanan

modal mempunyai kewajiban atau bertanggung jawab untuk menjalankan tanggung

jawab sosial yang dikelolanya. Dari bunyi pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tersebut dapat dikatakan bahwa ruang

lingkup sabjek dari tanggung jawab sosial perusahaan yaitu setiap penanam modal

yang berada diwilayah Indonesia. Didalam ketentuan pasal 1 angka (4)

UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa

“Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman

modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing”.

Dari bunyi pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa ruang lingkup subjek

tanggung jawab sosial perusahaan dapat berupa perseorangan atau badan usaha.

Perseorangan diartikan sebagai perusahaan perseorangan, yaitu perusahaan swasta

yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perseorangan.72

71Pasal 15 huruf b Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

72Arifin Mukhtar sudrajat, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Dalam

(27)

5. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca

tambang.73 Yang dimaksud dengan Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas

bumi, serta air tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan Pertambangan Batu Bara

adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk

bitumen padat, gambut dan batuan aspal.74 Dalam Pasal 95 huruf (d) dinyatakan bahwa Pemegang IUP dan IUPK wajib, melaksanakan pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat setempat. Kemudian dalam Pasal 108 menyatakan :

1. Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat.

2. Penyusunan program dan rencana sebagimana dimaksud pada ayat (1)

dikonsultasikan kepada pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

Pengembangan masyarakat (community development) adalah upaya

mengembangkan sebuah kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif

berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan saling menghargai. Inti

pengembangan masyarakat adalah mendidik dan membuat anggota masyarakat

mampu mengerjakan sesuatu dengan memberikan kekuatan atau sarana yang

(28)

diperlukan dalam memberdayakan suatu masyarakat. Pengembangan masyarakat

dalam konteks ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan

masyarakat lapis bawah dalam mengidentifikasi kebutuhan, mendapatkan sumber

daya dalam memenuhi kebutuhan, dan memberdayakan mereka secara bersama-sama.

Pengembangan masyarakat sering kali di implementasikan dalam beberapa bentuk

kegiatan. Pertama, program-program pembangunan yang memungkinkan anggota

masyarakat memperoleh daya dukung dan kekuatan dalam memenuhi kebutuhannya.

Kedua, kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan warga

kurang mampu dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.75 Jika dikaitkan antara pengembangan masyarakat (Comdev) dalam

Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara dengan CSR yang diatur

dalam Pasal 47 Undang-Undang Perseroan Terbatas maka terdapat perbedaan yang

sangat signifikan. Bila disimpulkan community development atau pengembangan

masyarakat adalah program aktivitas kegiatan perusahaan terhadap stakeholder

eksternal yang berada diluar korporat. Sedangkan CSR adalah aktivitas korporat

dalam hal tanggung jawab sosialnya terhadap stakeholder internal dan stakeholder

eksternal. Sehingga dalam hubungannya ini dapat dikatakan bahwa pengembangan

masyarakat (community development) adalah bagian dari CSR.

C. CSR Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas

Kalangan pebisnis adalah mereka yang selama ini dianggap memiliki peran

besar dalam mempertemukan keinginan pemerintah (goverment) dan masyarakat

75Harianto Pratomo, Defenisi dan Ruang Lingkup Tanggung Jawab Sosial Perusahaan,

(29)

(publik). Jika diibaratkan sebuah piramida maka posisi pemerintah adalah menempati

posisi diatas dan masyarakat dibawah, dengan begitu pebisnis dengan perusahaan

yang dimilikinya berada pada posisi di tengah. Artinya pebisnis memiliki fungsi

dalam mengubah dan membangun tatanan masyarakat dari kehidupan tradisional ke

kehidupan modern, dari pemikiran sederhana ke pemikiran yang lebih kompleks,

terutama merasakan faedah pembangunan tersebut. Termasuk tanggung jawab para

pebisnis mampu menciptakan iklim bisnis yang sehat serta memiliki nilai-nilai etika

yang dibentengi oleh hukum positif.76

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial

dan Lingkungan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2012 Nomor 89) adalah perintah atau amanah dari Pasal 74 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, tambahan lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4656). Adapun yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.47

tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas

antara lain :

1. Pelaksanaan CSR Oleh Direksi

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dijelaskan bahwa pelaksanaan tanggung

jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas dilaksanakan oleh direksi berdasarkan

rencana kerja tahunan perseroan setelah mendapat persetujuan dewan komisaris atau

76

(30)

RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan anggaran dasar perseroan,

kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.77 Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan

untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta

mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan

anggaran dasar.

Pada dasarnya proses pelaksanaan CSR yang kewenangan seutuhnya

diberikan kepada direksi melalui RUPS bararti menutup peran aktif pemangku

kepentingan (stakeholder) dalam segala bentuk kegiatannya. Direksi adalah organ

perseroan yang bertanggung jawab penuh dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang

bertujuan untuk mencapai cita-cita perusahaan, yaitu memaksimalkan keuntungan

perusahaannya. Keberhasilan seorang direksi adalah ketika dia mampu memberikan

yang terbaik bagi perusahaan dan pemegang saham, sehingga ketika dibenturkan

dengan suatu kewajiban yang sudah pasti akan mengurangi keuntungan atau

keberhasilan perusahaan untuk mencapai keuntungan yang sebesarnya maka akan

menimbulkan pertentengan-pertentangan dalam alur penyelenggaraan tanggung

jawab sosialnya. Pertentangan tujuan ini pada akhirnya akan mempengaruhi

nilai-nilai manfaat yang seharusnya dirasakan oleh masyarakat (stakeholder). Yang

menjadi acuan keberhasilan penyelenggaraan CSR adalah tepenuhinya hak dan

kewajiban pemangku kepentingan, yaitu perusahaan, pemerintah dan masyarakat.

77Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.47 tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial

(31)

Sehingga dalam bentuk penyelenggaraannya dibutuhkan keterlibatan semua pihak

dalam bentuk kemitraan untuk memaksimalkan kemanfaatan dari program CSR yang

dijalankan oleh perusahaan. Dalam penyelenggaraan CSR pola kemitraan antara

perusahaan dengan pemerintah maupun komunitas/masyarakat dapat mengarah pada

tiga pola kemitraan sebagai berikut :

1. Pola kemitraan kontra produktif

Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional

yang hanya mengutamakan kepentinganshareholdersyaitu mengejarprofitsebesar –

besarnya. Fokus perhatian perusahaan lebih bertumpu pada bagaimana perusahaan

bisa mendapatkan keuntungan secara maksimal, sementara hubungan dengan

pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.

Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri, pemerintah juga tidak peduli,

sedangkan masyarakat tidak mempunyai akses apapun kepada perusahaan. Pola

kemitraan ini dapat saja terjadi namun lebih bersifat semu dan bahkan menonjolkan

kesan negatif. Bahkan juga bisa memicu terjadinya fenomena buruk kapan saja,

misalnya pemogokan oleh buruh, unjuk rasa dan terhentinya aktifitas atau tutupnya

perusahaan.

2. Pola kemitraan semi produktif

Dalam pola ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai

obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program-program

pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia

(32)

kepentingan jangka pendek dan tidak menimbulkan sense of belonging di pihak

masyarakat danlow benefitdi pihak pemerintah. Kerjasama ini lebih mengedepankan

aspek karitatif atau public relation dimana pemerintah dan masyarakat masih lebih

dianggap sebagai obyek. Dengan kata lain, kemitraan masih belum strategis dan

masih mengedepankan kepentingan diri(self interest)perusahaan, bukan kepentingan

bersama(common interest)antara perusahaan dengan mitranya.

3. Pola kemitraan produktif

Pola ini menempatkan mitra sebagai subyek dan dalam paradigma common

interests. Prinsip simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini. Perusahaan

mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan

iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan support positif

kepada perusahaan. Bahkan bisa menjadi mitra yang dilibatkan pada pola hubungan

resource-based partnership dimana mitra diberi kesempatan menjadi bagian dari

shareholders. Pola ini dapat menimbulkan sense of belonging, membangun

kepercayaan yang semakin tinggi (high trust, high security level) sertahubungan

sinergis antara subyek – subyek dalam paradigmacommon interests. Pola inilah yang

perlu mendapat perhatian dan dorongan untuk dapat diimplementasikan secara lebih

luas. Konsep dasar tanggung jawab sosial perusahaan adalah kesadaran bahwa

terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara perusahaan

dengan komunitas yang berada dalam lingkungan sekitarnya. Komunitas lokal

(33)

Sebaliknya pihak perusahaan mengharapkan mereka diperlakukan secara adil dan

cara pandang yang suportif.78

Jika dilihat dari pola kemitraan tersebut, maka penyelenggaraan CSR yang

hanya menjadi kewenangan direksi merupakan pola kemitraan semi produktif,

dimana pemerintah dan masyarakat hanya sebagai objek yang akan dibantu. Sebagai

akibat kemitraan semi produktif ini maka kebijakan yang diambil suatu perusahaan

dalam menyelenggarakan program CSR nya tidak akan mampu menyelesaikan

persoalan-persoalan yang dihadapai masyarakat.

2. Peran Organ PT Dalam Pelaksanaan CSR

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas ini dinyatakan bahwa setiap perseroan

selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.79Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi

kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau

berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang.80

Sumber daya alam adalah unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari

sumber daya alam hayati dan non hayati yang secara keseluruhan mempengaruhi

ekosistem.81 Kekayaan sumber daya alam Indonesia kerap dieksploitasi oleh

78Ika Safithri,Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR)

Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Tesis Magister Humaniora, USU, 2008

79 Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.47 tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan Perseroan Terbatas

80

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas

81 A. Sonny Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, Alam Sebagai Sebuah Sistem Kehidupan,

(34)

perusahaan-perusahaan dalam menjalankan kegiatan produksinya, kehadiran

perusahaan tersebut ditengah-tengah masyarakat selain memberikan dampak positif

juga memberikan banyak dampak negatif baik terhadap masyarakat maupun

lingkungannya. Perusahaan merupakan suatu sektor yang sangat penting untuk

meningkatan perekonomian nasional, karena dari perusahaan-perusahaanlah

pendapatan perekonomian nasional dapat meningkat. Selain itu

perusahaan-perusahaan tersebut dapat menjadikan Indonesia menjadi negara yang tidak

bergantung lagi terhadap hasil produksi luar negeri untuk memenuhi kebutuhan

dalam negeri. Namun, hal tersebut menjadi suatu ironi ketika peningkatan jumlah

perusahan baik yang mengelola ataupun memanfaatkan sumber daya alam tidak

dibarengi dengan kepedulian terhadap lingkungan sekitar yang menyebabkan kualitas

lingkungan wilayah tersebut menjadi membruruk. Oleh sebab itu sudah sepantasnya

suatu perusahaan yang bergerak dibidang atau memanfaatkan sumber daya alam

untuk menyelenggarakan CSR nya terhadap masyarakat dan lingkungan, hal ini

adalah upaya untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu

perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya ditengah-tengah msyarakat.

3. Penyusunan Kegiatan dan Anggaran CSR Memperhatikan Azas Kelayakan Dan Kepatutan

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas ini dinyatakan Perseroan yang

(35)

alam, dalam menyusun dan menetapkan rencana kegiatan dan anggaran sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) harus memperhatikan kepatutan dan kewajaran.82 Penetapan anggaran CSR berdasarkan kelayakan dan kepatutan berarti

mendasarkan anggaran penyelenggaraan program-program CSR yang akan

dilaksanakan perusahaan kepada etika atau moralitas perusahaan. Hal ini akan

membuat penyelenggaraan CSR yang dilaksanakan semakin tidak jelas, sebab tidak

ada batasan yang jelas mengenai kelayakan dan kepatutan tersebut. Kelayakan dan

kepatutan yang dimiliki oleh suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya tentunya

berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh skala usaha (usaha kecil, usaha menengah

atau usaha besar) yang dijalankan oleh suatu perusahaan. Kondisi-kondisi negatif lain

yang dihadapai suatu perusahaan juga mampu merubah kualitas kelayakan dan

kepatutan tersebut, misalnya suatu perusahaan besar sedang mengalami kesulitan

dana dalam menjalankan bisnisnya, hal ini tentu saja akan mengurangi besaran

anggaran dana CSR yang akan diselenggarakan tersebut. Sebab ketika suatu

perusahaan dalam kondisi sulit seperti itu, maka suatu perusahaan tentu akan

membutuhkan modal yang besar untuk menstabilkan perusahaannya. Sehingga

penyusunan kegiatan dan anggaran CSR yang memperhatikan azas kelayakan dan

kepatutan tersebut akan menimbulkan pertentangan-pertentangan hal apa yang harus

dipenuhi terlebih dahulu oleh suatu perusahaan terkait modalnya, apakah

penyelenggaraan CSR atau menggunakan dana tersebut untuk operasional perusahaan

sebagaimana tujuan utama suatu perusahaan, yaitu memaksimalkan keuntungannya.

Penetapan anggaran penyelenggaraan CSR atas nilai-nilai moral ini

mengembalikan tanggung jawab hukum perusahaan menjadi tanggung jawab moral.

Artinya tidak ada batasan dan unsur paksaan dalam proses penyelenggaraannya. Hal

82Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial

(36)

ini tentu saja akan mempengaruhi kemanfaatan yang akan di dapatkan oleh suatu

masyarakat (stakeholdernya) atas program-program yang akan diselenggarakan

tersebut.

4. Pertanggung Jawaban Penyelenggaraan CSR

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas ini dinyatakan bahwa pelaksanaan

tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam laporan tahunan perseroan dan

dipertanggung jawabkan kepada RUPS.83

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus

Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung

segala sesuatu nya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Pertanggung

jawaban penyelenggaraan program CSR merupakan hal yang penting dalam

mewujudkan kemanfaataannya terhadap seluruh pemangku kepentingan, tanggung

jawab yang dimiliki oleh direksi tersebut dikatakan penting sebab menyangkut

dengan hajat hidup orang banyak. Namun pertanggung jawaban direksi tersebut tidak

disertai dengan akibat nya, artinya dalam hal pertanggung jawaban penyelenggaraan

program-program CSR yang tidak sesuai dengan yang dianggarkan direksi tersebut

tidak mendapatkan sanksi hukum dalam peraturan pemerintah ini. Pertaanggung

jawaban ini terkesan dilakukan oleh dan kepada perusahaan itu sendiri, tanpa ada

83Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan

(37)

keterlibatan pihak manapun selain pihak-pihak yang berkompeten untuk menghadiri

Rapat Umum pemegang Saham (RUPS).

5. Penghargaan Oleh Pemerintah

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas ini menyatakan tanggung jawab sosial dan

lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 tidak menghalangi perseroan

berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagimana

diamaksud dalam pasal 2.84 Perseroan yang telah berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diberikan penghargaan oleh instansi yang berwenang.

Pemberian penghargaan oleh pemerintah terhadap perusahaan yang telah

menyelenggarakan program-program CSR nya adalah hal yang sangat penting,

penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap perusahaan yang telah

melaksanakan tanggung jawabnya. Penghargaan yang diberikan pemerintah tersebut

dapat berupa pemotongan pajak perusahaan ataupun pemberian

penghargaan-penghargaan dalam bentuk lainnya. Sehingga setiap perusahaan akan berkompetisi

dalam hal penyelenggaran program-program CSR nya, dengan demikian

penyelenggaraan program yang dilaksanakan akan lebih bertanggung jawab.

Kompetisi tersebut akan menghasilkan program-program yang bermanfaat dan tepat

sasaran dalam hal menyelesaikan persoalan-persoalan yang dirasakan masyarakat

(stakeholder).

84Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial

Referensi

Dokumen terkait

Program ini dijalankan oleh kontributor yang saling mendukung satu sama lain, yaitu STIE YPBI dan CMED sebagai basis pelaksana kegiatan pendidikan, administrasi, dan online

Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa employee engagement adalah sebagai sikap yang positif yang dimiliki karyawan

Teknik pembangkitan data untuk mendukung penemuan konsep pola pembudayaan kompetensi berbasis ideologi Tri Hita Karana studi etnografi tentang konsepsi masyarakat bali terhadap

Masalah etos kerja bagi bangsa Indonesia adalah masalah yang amat krusial, bukan hanya karena banyaknya penganggur yang sampai saat ini masih bertahan pada angka 40 juta orang

Namun pada tabel diatas, diperoleh nilai p 0,000, karena nilai p 0,000 berarti p<0,05 menunjukan bahwa ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dikelompok perlakuan yang berlanjut dalam pemberian ASI pada bayi umur 10 hari sebesar 80% dan yang tidak

Perancangan sentral industri kreativ kulit memberikan fasilitas dan sarana edukasi dan rekreativ yang menjadi ruang penyamakan kulit, pusat produksi 1 untuk mengelola kulit

Himalaya dengan latihan interval diperoleh nilai t hitung (2,471) > t table (2,262), dengan demikian dapat diartikan ada pengaruh latihan interval pada pengingkatan