• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Tentang Tanggungjawab Perusahaan Jasa Muatan Dalam Proses Angkutan Barang Melalui Darat (Studi Pada Pt. Komol Transport).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Tentang Tanggungjawab Perusahaan Jasa Muatan Dalam Proses Angkutan Barang Melalui Darat (Studi Pada Pt. Komol Transport)."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM ANGKUTAN DARAT

A. Pengangkutan dan Pengaturan Hukumnya

Pengangkutan adalah berasal dari kata “angkut” yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan sebagai pembawa barang-barang atau orang-orang (penumpang). 7 Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien. 8 Sedangkan hukum pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbale balik, yang mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya, yaitu pengirim barang, penerima barang dan penumpang wajib menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.

Adapun arti hukum pengangkutan jika ditinjau dari segi keperdataan dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan-peraturannya, di dalam dan di luar kodifikasi yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan/atau orang-orang dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk perjanjian-perjanjian-perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan. 9

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, angkutan adalah

7 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, P.N. Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 970 8 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat

dan Angkutan Udara, USU Press, Medan, 2006, hal. 20.

9 Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia , Rineka Cipta, Jakarta,

2007, hal. 6.

(2)

perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Keberadaan angkutan umum bertujuan untuk menyelenggarakan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik dan layak antara lain mencakup pelayanan yang aman, nyaman, cepat dan biaya murah.

Dari pengertian-pengertian yang telah diuraikan tersebut dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada pokoknya pengangkutan merupakan perpindahan tempat, baik mengenai benda-enda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.

Dalam buku III KUH Perdata berbagai bentuk perjanjian, dimana perjanjian tersebut memiliki nama tertentu seperti jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, dan sebagainya. Berhubung karena adanya asas kebebasan untuk melakukan perjanjian, asal tidak bertentangan dengan undang-udang, kesusilaan dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1337 dan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, Didalam praktek banyak digolongkan perjanjian yang diluar Buku III KUH Perdata, termasuk salah satu bentuk perjanjian pengangkutan, tetapi perjanjian pengangkutan ini tetap tunduk dalam KUH Perdata, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1319 KUH Perdata baik mempunyai nama khusus maupun yang tidak bernama tunduk kepada KUH Perdata.

Syarat sah perjanjian pengangkutan cukup memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pembentukan perjajian pengangkutan ini tidak harus tertulis tetapi cukup dengan lisan, asal ada persetujuan kehendak atau konsensus sesuai dengan asas konsesualitas dalam KUH Perdata.

Dalam pengangkutan barang, maka terjadinya kesepakatan antara pengangkut dengan pengirim barang baik jenis, banyaknya barang serta ongkos kiri barang tersebut, maka saat itu perjanjian pengangkutan telah ada.

(3)

Dalam perkembangan dan kemajuan akan lalu lintas perdagangan dewasa ini, serta hubungan dari suatu daerah kedaerah lain khususnya wilayah Indonesia, maka akan meningkatlah hasrat untuk hubungan dalam dunia perdagangan, dengan akan meningkatnya akan hubungan dagang tersebut sangatlah memerlukan sarana pendukung untuk mempelancar akan hubungan dagang dengan menyediakan sarana angkutan darat atau pengangkutan yaitu seperti: truk, bus, dan lain-lain.

Pengangkutan ini mempunyai peran penting dalam kontrak perdagangan, hal ini dapat menentukan maju atau mundurnya suatu tingkat ekonomi masyarakat atau daerah tersebut. Pengangkutan mutlak dilakukan dalam menjalankan dunia perdagangan, dan akan menaikan akan manfaat dan efisiensi akan barang, menambah lapangan kerja dan meningkatkan hubungan konsumen dan produsen. Kegiatan akan pengangkutan tersebut tidak bisa dipisahkan dalam menjalankan aktifitas perdanganan.

“Pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbal balik, pada masa mana pihak pengangkut mengikat diri untuk menyelenggarakan barang dan/ orang ketempat tujuan, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima; pengirim atau penerima; penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut”.10

Kemudian istilah pengangkutan menurut Abdulkadir Muhammad adalah meliputi tiga dimensi pokok yaitu: pengangkutan sebagai usaha (business); pengangkutan sebagai perjanjian (agreement); dan pengangkutan sebagai proses (process).11

Pengangkutan sebagai usaha (business) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a) Berdasarkan perjanjian.

b) Kegiatan ekonomi dibidang jasa.

10 Ibid, hal. 6.

(4)

c) Berbentuk perusahaan.

d) Menggunakan alat pengangkutan mekanik.

Pengangkutan sebagai proses (process) yaitu: serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju ke tempat ditentukan, dan pembongkaranatau penurunan ditempat tujuan. Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), pada umumnya bersifat lisan tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan.

Kemudian Abdulkadir Muhammad mengatakan menglafikasikan asas-asas pengangkutan yang merupakan landasan filosofis menjadi dua, yaitu: 12

a) Asas yang bersifat publik; b) Asas yang bersifat perdata;

Asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku bagi semua pihak yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan dan pihak pemerintah (penguasa), sedangkan asas yang bersifat perdata yaitu merupakan landasan hukum pengangkutan yang bersifat perdata yang berlaku dan berguna bagi pihak kedua belah pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut, dan penumpang atau pengirim barang.

Fungsi akan pengangkutan tersebut lebih lanjut H.M.N. Purwosutjipto mengatakan : “Memindahkan barang atau orang dari satu tempat ketempat lain dengan maksud untuk meningkatkan guna dan nilai”.13 Yang menjadi dasar sasaran dan fungsi dari pengangkutan adalah dengan dilakukannya pengangkutan itu maka barang yang diangkut itu akan meningkat daya guna dan nilai ekonomis dari barang tersebut, sedangkan bagi penumpang kegiatan pengangkutan tersebut mempunyai fungsi bukan

11 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal.

12-13

12 Ibid, hal. 16-17

13 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia , Jilid 3, Penerbit Djambatan,

Jakarta, 2001. hal. 1

(5)

hanya dari kegiatan perdagangan saja, tetapi juga kebutuhan dan kegiatan masyarakat tersebut.

Dengan melihat dari dasar sasaran dan fungsi pengangkutan, Soegijatna Tjakranegara mengatakan bahwa danya jasa diproduksi yang diperlukan masyarakat, maka akan memenuhi kepentingan pokok menimbulkan Please Utility dan Time Utility yang sangat bermanfaat.

a. Please Utility

Menimbulkan nilai dari suatu barang tetrtentu karena dapat dipindahkan, dari tempat dimana barang yang berkelebihan kurang diperlukan di tempat lain karena langka. Dalam perkataan lain, bahwa di daerah dimana barang itu dihasilkan dalam jumlah berkelebihan nilainya akan turun. Tetapi dengan dipindahkan, dikirim barang terse but kedaerah lain maka harga kebutuhan dapat disamaratakan.

b. Time Utility

Menimbulkan sebab karena barang-barang dapat diangkut atau dikirim dari suatu tempat ketempat lain atau barang yang sangat dibutuhkan menurut waktu dan kebutuhan. 14

Dalam pengangkutan kita bisa melihat siapa saja yang menjadi pihak yang terkait dalam perjanjian pengangkutan, menurut Hasim Purba dalam perjanjian pengangkutan barang pihak yang terkait terdiri dari:

1) Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan

2) Pihak pengguna barang (pengguna jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban untuk membayar kewajiban tarif angkutan sesuai yang telah disepakati dan berhak memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang dikirimnya

3) Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan) yakni sama dengan pihak pengrim barang dalam hal ini penerima dan pengirim adalah merupakan subjek berbeda. Namun ada kalanya pihak pengirim barang juga sebagai pihak penerima barang yang diangkut ketempat tujuan. 15

Sedangkan dalam hal penumpang, maka pihak yang terkait adalah:

14 Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 2005,

hal. 1

15 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Perspektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa Press,

Medan, 2005, hal. 3.

(6)

1) Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban memberikan jasa pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerima pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang ditetapkan. 2) Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan) yakni pihak yang berhak

mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang ditetapkan. 16

Dalam peningkatan permintaan jasa angkutan oleh masyarakat harus diimbangi dengan sistem penyelenggaraan angkutan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara terpadu. Adapun jenis-jenis pengangkutan dalam pengangkutan barang maupun penumpang yakni :

1. Pengangkutan Darat

Pengangkutan darat dapat dilakukan dengan beberapa jenis yaitu dengan kendaraan bermotor di jalan raya maupun kereta api. Adapun yang dapat diangkut melalui angkutan darat adalah barang dan orang, sedangkan sifatnya dari pengangkutan darat itu sendiri adalah fleksibel, luwes dan praktis serta tidak banyak formalitasnya.

Peraturan pengangkutan barang secara umum melalui darat ada diatur dalam buku I bab ke-5 bagian ke-3 KUH Dagang, mengatur secara umum tentang pengangkutan barang saja yang menegaskan tentang pengangkutan yang melalui darat dan nahkoda-nahkoda yang melayari sungai-sungai di pedalaman termasuk terusan dan danau.

Adapun peraturan-peraturan yang mengatur tentang pengangkutan melalui darat, antara lain:

1. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tenatang lalu lintas dan angkutan jalan. Undang tersebut dilengkapi dengan beberapa peraturan pelaksana:

a. Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan Umum; b. Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan dan

Kendaraan bermotor di jalan;

16 Ibid, hal. 4.

(7)

c. Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu lintas jalan;

d. Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Bermotor 2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yaitu Buku I, Bab V, bahagian 2 dan 3. dari Pasal 90 sampai Pasal 98, peraturan ini mengatur tentang pengangkutan barang

3. Undang-Undang No 6 Tahun 1984 tentang Pos, Undang-Undang No 13 Tahun 1969 tentang konstitusi perhimpunan pos sedunia, Undang-Undang No 5 Tahun 1964 tentang telekomunikasi,Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1965, Undang-Undang No 10 Tahun 1969 tentang Konvensi International Telecomunication Union Di Montreux 1965

4. Undang-Undang No 13 Tahun 1992 tentang Perkereta Apian. 2. Pengangkutan Udara

Pengangkutan udara merupakan sarana transportasi yang mengangkut barang dan penumpang melalui lalu lintas udara, yang melintasi batas wilayah peraturan maupun negara. Pengangkutan udara ini dengan menggunakan pesawat udara atau pesawat terbang.

Peraturan pokok yang mengatur tentang pengangkutan udara di Indonesia adalah Ordonansi Pengangkutan Udara (luchtvervoer Ordonantie Stb 100-1939) atau disingkat dengan OPU, OPU ini dibuat sesuai dengan perjanjian Intenasional di Warsawa tanggal 12 Oktober 1929, akan tetapi ketentuan OPU ini tidak semua pengangkutan udara ini tunduk pada OPU ini.17

Tanggung jawab pengangkut udara pada umumnya dikenal dengan 2 macam jenis, yaitu:

1. Presumtion of liabilty

(8)

2. Limitation of liability18

Pertanggung jawaban pengangkutan penumpang dan barang bawaan berlaku

Presumtion of Liability, sedangkan mengenai bagage ditempatkan pada Limitation of Liability.

Dalam pengangkutan udara kita harus memiliki surat/dokumen pengangkutan udar, yaitu: tiket penumpang, tiket bagasi dan surat muatan, hal ini diatur didalam OPU, dalam hal ini surat/dokumen harus dimiliki oleh pemakai pengangkutan udara ini karena surat/dokumen sebagai bukti bahwa barang tersebut adalah miliknya agar dia dapat mengajukan klaim kepada pihak pengangkut apabila adanya kesalahan terhadap pengangkut yang tunduk terhadap perjanjian OPU.

Adapun peraturan-peraturan yang mengatur tentang pengangkutan udara adalah: 1. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009.

2. Luchtvervoer Ordonantie (Stb. 1939-100), tentang Ordonansi Pengangkutan Udara.

3. Luuchtversverkeersverrodening (Stb. 1936-426), yang mengatur tentang lalu lintas udara, misalnya: pnerangan, tanda dan isyarat yang harus digunakan dalam penerbangan.

4. Luchtvaartquarantie Ordonantie (Stb.1936-149, Jo Stb. 1939-150) yang mengatur tentang persoalan-persoalan pencegahan disebarkan penyakit oleh penumpang pesawat terbang.

5. Verodening Toezicht Luchtvaart (Stb. 1936-426) tentang pengawasan

penerbangan. 3. Pengangkutan Laut

17 Pasal 2 Ordonansi Pengangkutan Udara.

18 Soegjatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 2005,

hal. 103

(9)

Pengangkutan laut ini sama halnya dengan pengangkutan udara yang dapat melintasi lintas batasa negara, tetapi peruntukannya lebih luas, seperti ekspor-impor minyak, “Hukum Laut” itu mempunyai banyak Facet dan bidang yang beraneka warna, tidak hanya dalam hubungan nasional, tetapi juga dalam hubungan Internasional.19

Karena Laut adalah merupakan sebagian dari isi dari permukaan bumi dan penuh risiko ketidakpastian maka sifat hukum laut adalah sebagai pelengkap, kalau sesuatu yang semula dapat diatur, maka ketentuan-ketentuan yang sifatnya mutlak, yang artinya ketentuan tersebut tidak dapat dikesampingkan.20

Dalam pengangkutan di laut ini kita akan menggunakan Kapal, dengan ini kita harus mengetahui apa yang menjadi pengertian kapal tersebut. Dalam Pasal 309 ayat (1) KUH Dagang, kapal adalah semua perahu dengan nama apapun, dan dari macam apapun juga, ayat (2) segala yang diaggapi meliputi segala alat perlengkapannya.Sedangkan Pasal 310, kapal laut adalah kapal yang dipaakai untuk pelayaran laut atau yang diperuntukan untuk itu.

Adapun peraturan peraturan yang mengatur tentang pengangkutan laut ini adalah:

1. Undang-Undang No 18 Tahun 2007 tentang pelayaran. 2. KUH Dagang buku II bab V tentang charter kapal.

3. KUH Dagang buku II bab VA tentang pengangkutan barang. 4. KUH Dagang buku II bab VB tentang pengangkutan orang. 4. Perairan Darat

Dalam keputusan menteri Perhubungan tanggal 15 april tahun 1970, No SK 117/m/70, istilah peraiaran darat ini adalah perairan pedalaman, dalam Pasal1 a

19 Sution Usman Adji, Op Cit, Hal. 215 20 Ibid, hal. 216

(10)

berbunyi, perairan darat adalah semua perairan didaerah daratan seperti,, terusan-tersuan, sungai, danau, dan lain-lain.

Peraturan-peraturan yang mengatur mengenai perairan darat, yaitu:

1. SK. Menhub tanggal 15 April 1970 No SK 117/m/70 tentang Penggunann Pedalaman Untuk Angkutan Umum dan Angkutan Barang Khusus.

2. KUH Dagang buku I, bab V, bagian III, Pasal 91 sampai Pasal 98.

3. KUH Dagang buku II, bab XIII, Pasal 748 sampai Pasal 754 mengenai kapal-kapal yang melalui perairan darat.

4. Binnenaanvaringsreglement (Stb. 1914-226) tentang tubrukan kapal di sungai. Menyadari pentingnya peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan sudah sepantasnya ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, nyaman cepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Berkaitan dengan itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan yang mengatur tentang pelayanan dalam pengangkutan darat.

B. Pihak-pihak Yang Terkait Dalam Angkutan Darat

1. Pengirim

Pengirim adalah pihak yang mengikatkan dirinya untuk membayar uang angkutan sebagai imbalan jasa yang dilakukan oleh pihak pengangkut dalam melaksanakan pengangkutan barang. Pengirim ini, tidak hanya orang perorang saja, tetapi dapat juga suatu badan yang bergerak dalam bidang pengiriman barang, dimana

(11)

badan tersebut berupa ”ekspeditur” yaitu suatu badan yang pekerjaannya menyuruh

pihak lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang baik melalui darat, laut maupun udara.

2. Pengangkut

Dalam perjanjian pengangkutan barang, pihak pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan. Dalam perjanjian pengangkutan penumpang, pihak pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.21

3. Pengurus Jasa Muatan

Pengurus jasa muatan atau biasa disebut ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam bahasa Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur berfungsi sebagai pengantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pengusaha transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut. Hal ini nampak sekali dalam perincian tentang besarnya biaya angkutan yang ditetapkan. Seorang ekspeditur memperhitungkan atas biaya muatan (vrachtloon) dari pihak pengangkut jumlah biaya dan provisi sebagai upah untuk pihaknya sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transport. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui kriteria ekspeditur menurut ketentuan undang-undang, yaitu: 22

21 Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan, Pengangkutan Darat Melalui Jalan Umum dan Kereta Api,

Pengangkutan Laut Serta Pengangkutan Udara di Indonesia, UMM Press, Malang, 2007, hal. 89.

22 Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 53.

(12)

1. perusahaan pengantara pencari pengangkut barang; 2. bertindak untuk dan atas nama pengirim; dan 3. menerima provisi dari pengirim.

C. Objek Hukum Pengangkutan Darat

Yang diartikan dengan ”objek” adalah segala sasaran yang digunakan untuk

mencapai tujuan. Sasaran tersebut pada pokoknya meliputi barang muatan, alat pengangkut, dan biaya angkutan. Jadi objek hukum pegangkutan adalah barang muatan, alat pengangkut, dan biaya yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum pengangkutan niaga, yaitu terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak secara benar, adil, dan bermanfaat23

1. Barang Muatan (Cargo)

Barang muatan yang dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam pengertian barang yang sah termasuk juga hewan.24 Secara fisik barang muatan dibedakan menjadi 6 golongan, yaitu :

1) barang berbahaya (bahan-bahan peledak); 2) barang tidak berbahaya;

3) barang cair (minuman); 4) barang berharga;

5) barang curah (beras, semen,minyak mentah); dan 6) barang khusus. 25

Secara alami barang muatan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu : 1) barang padat

2) barang cair 3) barang gas

23 Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 59. 24 Ibid., hal. 60

25 Ibid, hal. 60.

(13)

4) barang rongga (barang-barang elektronik) 26

Dari jenisnya, barang muatan dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :

1) general cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepaknya dalam bentuk unit-unit kecil.

2) bulk cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan cara mencurahkannya ke dalam kapal atau tanki.

3) homogeneous cargo, adalah barang dalam jumlah besar yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepaknya. 27

2. Alat pengangkut ( Carrier)

Pengangkut adalah pengusaha yang menjalankan perusahaan pengangkutan, memiliki alat pengangkut sendiri, atau menggunakan alat pengangkut milik orang lain dengan perjanjian sewa. Alat pengangkut di atas atas rel disebut kereta api yang dijalankan oleh masinis. Alat pengangkut di darat disebut kendaraan bermotor yang dijalankan oleh supir. Alat pengangkut di perairan disebut kapal yang dijalankan oleh nahkoda. Sedangkan alat pengangkut di udara disebut pesawat udara yang dijalankan oleh pilot. Masinis, supir, nahkoda, dan pilot bukan pengangkut, melainkan karyawan perusahaan pengangkutan berdasarkan perjanjian kerja yang bertindak untuk kepentingan dan atas nama pengangkut. 28

3. Biaya pengangkutan (Charge/Expense)

Pemerintah menerapkan tarif yang berorientasi kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas. Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut, perusahaan umum, kereta api, perusahaan angkutan umum, perusahaan laut niaga, dan perusahaan udara niaga menetapkan tarif berorientasi kepada kelangsungan

26 Watni Syaiful dkk, Aspek Hukum Tanggungjawab Pengangkut Dalam Sistem Pengangkutan, BPHN

Dep Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 2004, hal. 60.

27 Ibid., hal 61.

28 Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 105.

(14)

dan pengembangan usaha badan penyelenggara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta perluasan jaringan angkutan. 29

Faktor-faktor yang mempengaruhi cost of services atau ongkos menghasilkan jasa yaitu :

1. Jarak yang harus ditempuh dari tempat asal ke tempat tujuannya; 2. Volume dan berat daripada muatan barang yang diangkut;

3. Resiko dan bahaya dalam pengangkutan, berhubung karena sifat barang yang diangkut, sehingga diperlukan alat-alat service yang spesial; dan 4. Ongkos-onkos khusus yang harus dikeluarkan berhubung karena berat dan

ukuran barang yang diangkut yang ”luar biasa” sifatnya. 30

Biaya pengangkutan dan biaya yang bersangkutan oleh Undang-undang, yaitu dalam Pasal 1139 sub 7 bsd. Pasal 1147 KUH Perdata dimasukkan dalam hak istimewa (privilege) atas barang-barang tertentu, yaitu atas pendapatan dari barang-barang yang diangkut. Hak istimewa bersifat perikatan (obligator) terbawa karena sifatnya hutang.31 Hak istimewa menurut Pasal 1134 ayat 1 KUH Perdata adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.32

D. Perjanjian Angkutan Barang

Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim.33

Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang

29 Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 85.

30 Isa Arief, Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Alumni, Bandung, 2003, hal. 85.

31 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Bagian Pertama Hukum Pengangkutan di Darat, Penerbit

Soeroeng, Jakarta, 2004, hal. 52.

32 Pasal 1134 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

(15)

dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.34

Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis), tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkut. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan, sedangkan dokumen pengangkutan penumpang disebut karcis pengangkutan. Perjanjian pengangkutan juga dapat dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter

(charter party), seperti carter pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji dan carter kapal untuk mengangkut barang dagangan.35

Ada beberapa alasan yang menyebabkan para pihak menginginkan perjanjian pengangkutan dilakukan secara tertulis, yaitu:

a. Kedua belah pihak ingin memperoleh kepastian mengenai hak dan kewajiban masing-masing

b. Kejelasan rincian mengenai objek, tujuan, dan beban risiko para pihak. c. Kepastian dan kejelasan cara pembayaran dan penyerahan barang. d. Menghindari berbagai macam tafsiran arti kata dan isi perjanjian, e. Kepastian mengenai waktu, tempat dan alasan apa perjanjian berakhir.

f. Menghindari konflik pelaksanaan perjanjian akibat ketidakjelasan maksud yang dikehendaki para pihak. 36

E. Hak dari Pengurusan Jasa Muatan dan Pengangkut

1. Pengurus Jasa Muatan

33 Tjakranegara Soegijatna, op.cit, hal. 2 34 Ibid, hal. 46.

35 Ibid, hal. 3.

(16)

Adapun hak-hak yang dimiliki oleh pengurusan jasa muatan, antara lain:

1. Pengurus jasa muatan berhak menerima sejumlah uang sebagai komisi dari pengangkutan barang tersebut.

2. Pengurus jasa muatan berhak menghunjuk pengangkut yang akan mengangkut barang tersebut sampai ke tempat tujuan.

2. Pengangkut

Adapun hak-hak yang dimiliki oleh pihak pengangkut, antara lain: 1. Pihak pengangkut berhak menerima biaya pengangkutan.

2. Berhak atas pemberitahuan dari pengirim mengenai sifat, macam dan harga barang yang akan diangkut, yang disebutkan dalam Pasal 469, 470 ayat (2), 479 ayat (1) KUHD.

3. Penyerahan surat-surat yang diperlukan dalam rangka mengangkut barang yang diserahkan oleh pengirim kepada pengangkut berdasarkan Pasal 478 ayat (1) KUHD.

36 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Instalasi CSSD melayani semua unit di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, mulai dari proses perencanaan, penerimaan barang, pencucian, pengemasan &

Dengan menggunakan metode content analysis terhadap empat suratakabar ibukota (Kompas, Media Indonesia, Republika dan Rakyat Merdeka), maka berdasarkan fenomena salience issue dan

Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang

Tabela 7: Število samozaposlitev po občinah v obdobju 2001 – 2004 Oddelek za prestrukturiranje RTH, 2006 Tabela 8: Število prezaposlitev in samozaposlitev skupaj po občinah v

Pengimplementasian Real Time Operating System pada mikrokontroler dapat berjalan dengan baik, pertama terbukti dengan adanya pengujian eksekusi tiap task berdasarkan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan nilai rata-rata MAPE terbaik sebesar 0,160% dengan menggunakan parameter terbaik yang telah diuji yaitu jumlah

McGlynn versus Aveling: A Comparison of Translation Strategies Used in Sapardi Djoko Damono’s Poems.. A

Hasil penelitian juga konsisten dengan penelitian Salter dan Sharp (2004) melakukan eksperimen dengan subjek yang digunakan adalah manajer AS dan Kanada, membuktikan bahwa