BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan struktural jantung atau pembuluh darah besar intratorakal yang terjadi pada saat pembentukan sistem kardiovaskular masa fetus dan dapat menyebabkan gangguan fungsional.1 Secara garis besar PJB dibagi 2 kelompok, yaitu PJB sianotik dan PJB asianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri, sebagai contoh Tetralogi Fallot (ToF), Transposisi Arteri Besar (TAB), dan atresia trikuspid. Termasuk dalam kelompok PJB asianotik adalah PJB dengan kebocoran sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan di antaranya adalah Defek Septum Ventrikel (DSV), Defek Septum Atrium (DSA), atau tetap terbukanya pembuluh darah seperti pada Duktus Arteriosus Persisten (DAP). Selain itu PJB asianotik juga ditemukan pada obtruksi jalan keluar ventrikel seperti stenosis aorta, stenosis pulmonal dan koarktasio aorta.7
pato-anatomi masing-masing jenis PJB untuk memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen.7
Tatalaksana PJB meliputi tatalaksana non-bedah dan tatalaksana bedah. Tatalaksana non-bedah meliputi tatalaksana medikamentosa dan kardiologi intervensi. Tatalaksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat komplikasi dari PJB itu sendiri atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai. Dalam hal ini tujuan terapi medikamentosa adalah untuk menghilangkan gejala dan tanda serta untuk persiapan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis penyakit yang dihadapi.7
Salah satu prosedur pilihan yang sangat diharapkan di bidang kardiologi anak adalah kardiologi intervensi nonbedah melalui kateterisasi jantung. Tindakan ini tidak traumatis, tidak menimbulkan jaringan parut, dan lebih murah. Beberapa jenis kardiologi intervensi antara lain Balloon Atrial Septostomy, Balloon Pulmonal Valvuloplasty, Balloon Mitral Valvotomy,
Balloon Aortic Valvuloplasty, penutupan DAP dengan umbrella coil dan
Ductal Occluder, dan penutupan defek septum dengan Septal Occluder.7
2.2 Bedah Jantung pada PJB
sirkulasi pulmonal maupun sirkulasi sistemik, serta bedah paliatif yang bertujuan sebagai tindakan sementara sambil menunggu bedah korektif.8
Pada prinsipnya penanganan PJB harus dilakukan sedini mungkin. Koreksi definitif yang dilakukan pada usia muda akan mencegah terjadinya distorsi pertumbuhan jantung dan hipertensi pulmonal. Bedah paliatif saat ini masih banyak dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum sambil menunggu bedah korektif dilakukan. Tindakan paliatif sering menimbulkan distorsi pertumbuhan jantung dan pasien menghadapi risiko dua kali pembedahan dengan biaya yang lebih besar.7 Kemajuan tehnologi dalam 20 tahun terakhir ini mencetuskan paradigma baru dalam bidang bedah jantung dimana pembedahan pada PJB ditujukan pada bedah korektif sedini mungkin tanpa didahului oleh bedah paliatif.9
2.2.1 Bedah Jantung Paliatif
Terdapat 2 prosedur paliatif utama yang digunakan yakni aortopulmonary shunt (pirau aortopulmonal) untuk pasien dengan aliran darah paru yang
kurang dan sianosis dan pulmonary artery banding (PA-banding) untuk pasien dengan aliran darah paru berlebih dan gagal jantung kongestif.10
Pirau Aortopulmonal
jantung kanan seperti ToF, Atresia Trikuspid, dan Atresia Pulmonal. Salah satu pirau aortopulmonal yang paling dikenal adalah pirau Blalock-Taussiq. Pirau Blalock-Taussiq adalah anastomosis end-to-side langsung dari arteri subklavia ke arteri pulmonalis. Modifikasi pirau Blalock-Taussiq menggunakan tabung politetrafluoroetilen (PTFE) sebagai pirau aortopulmonal.10
Pulmonary Artery Banding
Pulmonary Artery Banding menjadi tindakan paliatif awal pada anak dengan
pirau kiri ke kanan yang besar dan peningkatan aliran darah pulmonal yakni DSV, Defek Septum Atrioventrikular, atau Trunkus Arteriosus. Namun dengan adanya kemajuan teknik Cardiopulmonary Bypass (CPB) dan teknik bedah, PA-banding telah lama ditinggalkan pada hampir semua lesi. Band yang digunakan terbuat dari dakron atau PTFE yang diletakkan pada arteri pulmonalis sehingga menyebabkan stenosis arteri pulmonalis.10
2.2.2 Bedah Jantung Korektif
Pembedahan korektif pada PJB ditentukan oleh jenis lesi. Saat ini perencanaan pembedahan pada PJB ditujukan pada bedah korektif sedini mungkin tanpa didahului oleh bedah paliatif.9
jahitan.11 Penutupan DSA pada sebagian besar anak dapat dilakukan dengan jahitan primer, namun pada remaja dan dewasa, defek ini biasanya besar sehingga diperlukan perbaikan dengan patch.12 Penutupan DSV dapat dilakukan dengan jahitan atau dengan patch pada defek yang lebih besar. Bayi dengan DSV yang besar pada beberapa bulan pertama kehidupan dengan gagal jantung kongestif berat harus menjalani perbaikan segera. Penundaan operasi sampai pasien lebih besar tidak menguntungkan dan sering menyebabkan morbiditas dan mortalitas.13
Koreksi Transposisi Arteri Besar (TAB) adalah pemindahan aliran darah kanan dan aliran darah kiri yang dapat dilakukan dengan pendekatan tiga tingkatan yakni tingkat atrium (perbaikan intra-atrium seperti prosedur Senning atau Mustard), tingkat ventrikel (prosedur Rastelli), dan tingkat arteri besar (arterial switch operation—ASO). Arterial switch operation merupakan prosedur pilihan pada sebagian besar sentra.15 Teknik dari ASO meliputi transeksi dari arteri-arteri besar, pemindahan asal arteri koroner, dan reposisi arteri besar.16
2.3 Kualitas Hidup pada Anak
World Health Organization mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi
individual terhadap posisi mereka dalam kehidupan pada konteks kebudayaan dan penghargaan yang berhubungan dengan tujuan hidup, harapan hidup, standar hidup, dan keprihatinan sosial.17
Persepsi anak mengenai kualitas hidup berbeda dengan persepsi orangtua, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Dimana orangtua dapat memahami suatu masalah secara objektif sedangkan anak-anak lebih subjektif. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian kualitas hidup harus dilakukan baik dengan laporan orangtua maupun laporan anak.21
2.3.1 Dampak PJB terhadap Kualitas Hidup Anak
Penyakit jantung bawaan menyebabkan gangguan hemodinamik yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan, penurunan toleransi latihan, sianosis, dan kekerapan infeksi saluran napas berulang. Gangguan pertumbuhan pada PJB asianotik timbul akibat berkurangnya curah jantung sedangkan pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis.7
Pada masa remaja dapat terjadi krisis keremajaan, tampilan tubuh, dan seksualitas.23
Anak dengan PJB dapat mengalami kecemasan dan depresi karena sering memerlukan perawatan di rumah sakit dan memerlukan konsumsi obat-obatan setiap hari, serta rasa takut menghadapi kematian. Pada sebagian besar kasus, depresi ini terkadang tidak terdeteksi oleh petugas kesehatan.21,24
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah lingkungan keluarga anak karena dapat memengaruhi reaksi anak terhadap penyakit yang mereka derita. Lingkungan keluarga juga berhubungan erat dengan penerimaan anak terhadap penyakit dan kepatuhan terhadap pengobatan. Orangtua sering membatasi aktivitas fisik anak, bersikap sangat protektif, sehingga anak tidak memiliki inisiatif dan kurang percaya diri. Orangtua juga sering melakukan kesalahan dengan menumpahkan kecemasan mereka terhadap anak.21,25
Tingkat pendidikan orangtua juga berhubungan dengan kualitas hidup anak. Sebelum diagnosis ditegakkan, tingkat pendidikan orangtua berhubungan dengan keterlambatan diagnosis anak karena orangtua tidak segera mencari bantuan kesehatan.21
sekolah. Selain itu anak PJB juga dapat mengalami penerimaan sosial yang kurang terutama di lingkungan sekolah. Gangguan aktivitas fisik pada anak dengan PJB menyebabkan perasaan kesepian, merasa ditolak, isolasi sosial, dan akhirnya menyebabkan hubungan sosial yang semakin memburuk. 21,26
2.3.2 Dampak Pembedahan Jantung terhadap Kualitas Hidup Anak
Pembedahan jantung baik paliatif maupun korektif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan PJB bahkan diharapkan kualitas hidup tersebut dapat serupa dengan anak sehat. Namun pembedahan jantung sendiri dapat berhubungan dengan hal-hal yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup.5
Perubahan persepsi mengenai pencitraan tubuh baik pada periode sebelum operasi dan pascaoperasi merupakan masalah utama yang dialami oleh anak-anak dengan PJB. Pada periode pascaoperasi, perubahan yang terjadi adalah luka bekas operasi di dada yang dapat menjadi “stigma” yang mengingatkan anak terhadap PJB yang mereka derita, serta dapat mengundang pertanyaan dan komentar di lingkungan mereka terutama di sekolah.21
dengan proses Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) sehingga dapat menimbulkan efek samping terhadap otak karena risiko mikroemboli dan aktivasi berbagai mediator inflamasi seperti trombin, interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), interleukin-8 (IL-8), dan monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1).5,19,27
Studi pada tahun 2007 di Australia menilai kualitas hidup sebelum dan sesudah pembedahan jantung pada anak dengan PJB. Studi tersebut menemukan bahwa terdapat perbaikan kualitas hidup aspek sosial dan emosi 12 bulan setelah pembedahan yakni sebanding dengan populasi anak sehat.28 Hasil ini sesuai dengan studi pada tahun 2009 di Swiss menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien pascaoperasi untuk ToF, TAB, dan DSV sebanding dengan populasi normal.6
2.4 Penilaian Kualitas Hidup Anak
Terdapat 2 pendekatan utama dalam menilai kualitas hidup yakni pendekatan ‘kebutuhan’ (need) dan pendekatan ‘keinginan’ (want). Pendekatan berdasarkan kebutuhan adalah pendekatan utama yang paling sering digunakan. Pada pendekatan ini, kualitas hidup dinilai dari pemenuhan kebutuhan dasar seperti kesehatan, mobilitas, aktifitas fisik, nutrisi yang adekuat, dan perlindungan yang baik. Kualitas hidup pada pendekatan kebutuhan dinilai dengan kuesioner yang telah distandarisasi meliputi komponen-komponen kualitas hidup. Terdapat 3 jenis penilaian yakni instrumen umum yang menilai kualitas hidup pada populasi secara umum, instrumen spesifik yang dikembangkan untuk menilai kualitas hidup pada penyakit atau kelainan tertentu, dan gabungan antara keduanya.17,30
2.4.1 Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL)
Model pengukuran PedsQL dikembangkan sebagai pendekatan untuk mengukur HRQOL yang menekankan pada persepsi anak dan saat ini dikembangkan berdasarkan penyakit secara spesifik. Penggunaan instrumen PedsQL baik secara umum (Generic Core Scales) maupun spesifik terhadap penyakit memiliki keuntungan masing-masing. Penggunaan instrumen umum memungkinkan perbandingan populasi sakit dan populasi sehat. Penggunaan instrumen spesifik terhadap penyakit dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan penyakit spesifik.18
Pediatric Quality of Life Inventory mencakup laporan anak untuk usia 5
sampai 18 tahun dan laporan orangtua atau wakil untuk usia 2 sampai 18 tahun. Materi yang diikutkan dalam PedsQL diambil dari penelitian pengukuran skala laporan anak sedangkan materi untuk laporan dari orangtua dibuat sesuai dengan materi laporan anak.18
PedsQL versi 4.0 Generic Core Scales
PedsQL versi 4.0 Generic Core Scales didesain secara spesifik untuk diaplikasikan pada populasi anak sehat dan populasi anak dengan penyakit kronis yang dikembangkan berdasarkan proses interaktif selama 20 tahun. Materi PedsQL telah menunjukkan sensitifitas terhadap derajat keparahan penyakit, respon pasien yang berubah seiring berjalannya waktu, dan menunjukan interkorelasi signifikan dengan gejala spesifik terhadap penyakit. PedsQL 4.0 Generic Core Scales telah diuji pada lebih dari 25.000 anak serta orangtua mereka dan menunjukkan tingkat kepercayaan, validitas, ketersediaan, sensitifitas yang konsisten dalam mengukur kualitas hidup dalam berbagai penelitian bidang pediatrik.18
PedsQL berdasarkan Penyakit Spesifik
Modul PedsQL berdasarkan penyakit spesifik dikembangkan untuk menilai HRQOL yang disesuaikan dengan kondisi penyakit kronik anak. Saat ini telah dikembangkan PedsQL Jantung, Asma, Artritis atau Reumatologi, Kanker, Diabetes, dan Palsi Serebral. Modul PedsQL terhadap penyakit spesifik berguna untuk memberikan skala spesifik terhadap kondisi dan penyakit kronik yang dapat digunakan dalam suatu Randomized Controlled Trial (RCT). Tiap modul PedsQL dikembangkan berdasarkan penelitian penulis, pengalaman klinis pada kondisi kesehatan kronik anak, bekerja sama dengan tim yang menangani kondisi dan penyakit kronis tersebut, dan memiliki protokol pengembangan yang terdiri dari tinjauan pustaka, wawancara terhadap pasien dan orangtua, serta uji instrumen di lapangan terhadap populasi target.18
Modul Kardiologi PedsQL dengan total 27 poin meliputi 6 skala yakni masalah jantung dan terapi (7 poin), terapi (5 poin), persepsi penampilan fisik (3 poin), kecemasan terhadap terapi (4 poin), masalah kognitif (5 poin), komunikasi (3 poin). Skala modul kardiologi dikembangkan melalui fokus grup, wawancara kognitif, uji sebelum penggunaan, dan uji lapangan.18
Titik Potong Nilai PedsQL
bawah rerata populasi sampel. Untuk laporan menurut anak, titik potong untuk status risiko gangguan HRQOL adalah 69.7, sedangkan untuk laporan orangtua titik potong adalah 65.4. Sedangkan untuk modul kardiologi PedsQL, titik potong untuk menentukan risiko gangguan HRQOL dapat dilihat pada tabel 2.1.21
2.5 Kerangka Konseptual
: yang diamati dalam penelitian