• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Karet Alam Monmorillonite Menggunakan Cetil Trimetilamomnium Bromida sebagai Pemodifikasi Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan dan Karakterisasi Komposit Karet Alam Monmorillonite Menggunakan Cetil Trimetilamomnium Bromida sebagai Pemodifikasi Organik"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet Alam

Karet alam adalah polimer isoprena (C5H8) yang mempunyai bobot molekul yang besar. Susunannya adalah –CH–C(CH3)=CH–CH2–. Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea brasiliensis adalah bentuk alamiah dari 1,4 poliisoprena. Karet jenis ini memiliki ikatan ganda lebih dari 98% dalam konfigurasi cisnya yang penting bagi kelenturan atau elastisitas poliisoprena. Lebih dari 90% cis –1,4 poliisoprena digunakan dalam industri karet Hevea.

Karet alam adalah salah satu bahan penting yang digunakan secara luas dalam aplikasi teknik. Penggunaannya terutama disebabkan oleh kelembutan alaminya dan kemudahan pembentukannya. Bagaimanapun, bahan pengisi perlu ditambahkan dengan maksud untuk menyiasati sifat-sifat alami yang tidak dikehendaki sehingga didapat suatu produk seperti yang diinginkan (Tarachiwin, 2005).

Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentil pirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4 poliisoprena. Susunan ruang demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal. Adapun rumus bangun dari isoprena, poliisoprena dan cis-1,4 poliisoprene dapat dilihat pada gambar berikut:

H2C C CH3

CH CH2

(2)

CH2 C C H

H2 C

H2

C C C

H

H2 C

CH3 CH3

n

Gambar 2.2 Rumus bangun Poliisoprena

C C

CH2

H H2C

H3C

*

n

Gambar 2.3 Rumus bangun cis- 1,4 – Poliisoprena (Stevens, 2001).

Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 97% cis 1,4 isoprena dikenal sebagai Havea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 33% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi (Stevens, 2001).

Untuk mengubah sifat fisik dari karet dilakukan proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Suhu adalah faktor yang cukup penting dalam proses vulkanisasi, namun tanpa adanya panas pun karet tetap dapat divulkanisasi. Vulkanisasi karet alam sangat bagus dalam hal berikut :

 Kepegasan pantul

 Tegangan putus

 Ketahanan sobek

(3)

2.1.1 Sifat Kimia Karet

Hasil utama tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah karet. Apabila hevea segar disentrifugasi pada kecepatan 32000 putaran per menit (rpm) selama 1 jam akan terbentuk 4 fraksi yaitu:

1. Fraksi karet

terdiri dari partikel-pertikel karet yang terbentuk bulat dengan diameter 0,05 – 3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap.

2. Fraksi frey wessling

Fraksi ini terdiri dari pertikel – partikel frey wessling yang dikemukakan oleh Frey Wessling. Fraksi ini bewarna kuning karena mengandung karotenida. 3. Fraksi serum

juga disebut fraksi C (centrifuge cerum) mengandung sebahagian komponen bukan karet yaitu air, protein, karbohidrat dan ion – ion logam.

4. Fraksi bawah

terdiri dari partikel – partikel lutoid yang bersifat gelatin mengandung senyawa nitrogen dan ion – ion kalsium serta magnesium (Ompusunggu, 1987).

2.1.2 Sifat Fisika Karet

Sifat fisika karet mentah dapat dihubungkan dengan dua komponen yaitu viskositas dan elastisitas yang bekerja secara serentak. Viskositas diperlukan untuk mengukur ketahanan terhadap aliran (deformasi). Terjadinya aliran pada karet yang disebabkan oleh adanya tekanan/ gaya disebabkan oleh dua hal, yaitu: 1. Terlepasnya ikatan di dalam atau antara rantai poliisoprena seperti terlepasnya

benang-benang yang telah dirajut. Hal ini terjadi pada stress yang rendah/kecil 2. Terlepasnya seluruh ikatan rantai poliisoprena dan satu monomer dengan

(4)

Dengan demikian komponen viskositas adalah irreversible dan dihitung sebagai aliran dingin (cold flow) dari karet mentah, sedangkan elastisitas mengukur energi yang segera dikembalikan oleh karet setelah diberikan input energy kepadanya. Elastisitas menunjukan jarak diantara ujung-ujung rantai poliisoprena.

2.1.3 Jenis-jenis Karet Alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan yang ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah:

 Bahan olahan karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar)

 Karet konvensional (RSS, white crepes, dan pale crepe)

 Lateks pekat

 Karet bongkah atau block rubber (SIR 5, SIR 10, SIR 20)

 Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber

 Karet siap olah atau tyre rubber

 Karet reklim atau reclaimed rubber (Tim Penulis, 1992).

2.1.4 Standart Indonesia Rubber (SIR)

Ketentuan tentang SIR didasarkan pada ketentuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan SK No.143/KP /V /69. Yang berlaku mulai 18 Juni 1969

menetapkan ketentuan-ketentuan SIR sebagai berikut : 1. Standart Indonesia Rubber (SIR) adalah karet alam yang dikeluarkan dari

daerah-daerahyang termasuk dalam lingkungan Negara Repoblik Indonesia. 2. Standart Indonesia Rubber (SIR) yang diperdagangkan dalam bentuk

(5)

dalam kantung kertas/krapt 4 ply atau dalam bentuk pallet seberat 0,5 ton atau 1 ton.

3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International Standart of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book).

4. Standart Indonesia Rubber (SIR) terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam bentuk SIR harus disertai dengan penetapan nilai Plasticity Retention Index (PRI) dengan menggunakan tanda huruf :

 “H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80.

 “ε” untuk PRI antara 60 – 79.

 “S” untuk PRI antara 30 – 59.

Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan dimasukkan dalam SIR.

5. Warna karet tidak menjadi bagian dalam spesifikasi teknis.

6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan pada Departeman Perdagangan. Oleh Departeman Perdagangan akan diberikan tanda pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah, untuk setiap pabrik yang diusahakan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan contoh-contoh hasil produksi kepada balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian Perkebunan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh kedua balai tersebut untuk mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu Produksi

7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang dikeluarkan/disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian.

(6)

2.1.5 Karet Alam SIR 10

Karet alam SIR 10 berasal dari koagulan (lateks yang mudah menggumpal) atau hasil olahan seperti lum, sit angin, getah keping, sisa dan lain-lain, yang diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.

Langkah-langkah dalam proses pengolahan karet alam SIR 10 yaitu dengan pemilihan bahan bakuyang baik, koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa, dan lain-lain). Kemudian dilakukan pembersihan dan pencampuran. Proses pengeringan dilakukan selama 10 hari sampai 20 hari. Kemudian dilakukan proses peremahan, pengemasan bandela (setiap bandela 33 kg atau 35 kg) dan karet alam SIR 10 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987).

2.2 Kompatibilitas Campuran Polimer

Kompatibilisasi campuran polimer dapat didefinisikan sebagai : 1. Campuran dari polimer pada skala molekul tertentu 2. Kesesuaian campuran polimer yang sifatnya diinginkan

3. Kesesuaian campuran polimer yang menunjukkan satu fasa ketika digabung (Bhatnagar, 2004).

(7)

Kompatibilisasi berguna untuk :

1. Mengurangi energi antarmuka dan memperbaiki adhesi antara fase dengan mengumpulkan pada batas layar, sehingga memperkecil fase dispersi ukuran partikel

2. Memperoleh dispersi yang baik selama campuran

3. Menstabilkan dispersi yang baik terhadap agglomeration (penumpukan) selama berlangsungnya proses

4. Mencapai suatu morfologi yang seimbang yang akan memberikan tegangan halus yang ditransfer dari satu fase ke fase yang lain dan digunakan untuk menahan gangguan (kerusakan) tegangan yang lebih besar (Bukit, 2011).

2.2.1 Monomer Glisidil Metakrilat

Monomer glisidil metakrilat (GMA) mengandung dua gugus, yaitu gugus epoksi dan gugus vinil. Adanya kedua gugus ini dapat memberikan kebebasan pada penggunaan GMA dalam mendesain polimer.

Epoksida merupakan senyawa eter cincin tiga. Suatu cincin epoksida tidak memiliki sudut ikatan sp3 sebesar 1090 tetapi memilki sudut antar inti sebesar 600 sesuai dengan persyaratan cincin tiga. Orbital yang membentuk ikatan cincin tidak dapat mencapai tumpang tindih maksimal, oleh karena itu cincin epoksida mengalami tegangan (strained). Polaritas ikatan-ikatan C-O bersama-sama tegangan cincin ini mengakibatkan reaktivitas epoksida yang tinggi dibandingkan reaktivitas eter lainnya.

(8)

oksidasi sedangkan reaksi pada gugus epoksi dapat meningkatkan ketahanan terhadap asam.

C

CH3 C

O H2 C

H C

O

CH2 O

H2C

Gambar 2.4 Struktur Glisidil Metakrilat

( Laine,2007)

2.2.2 Kopolimerisasi Cangkok

Kopolimerisasi cangkok monomer vinil untuk memodifikasi sifat permukaan polimer dasar telah banyak dilakukan untuk mendapatkan gugus-gugus fungsi tertentu dan memberikan kekuatan mekanik yang baik. Ada tiga metode umum untuk mempreparasi kopolimer-kopolimer cangkok yaitu:

1. Monomer dipolimerisasi dalam hadirnya suatu polimer dengan percabangan yang terjadi akibat adanya transfer rantai

2. Monomer dipolimerisasi dalam hadirnya polimer yang memiliki gugus-gugus fungsional reaktif atau letak-letak yang biasa diaktifkan misalnya, oleh radiasi

3. Dua polimer yang memilki gugus-gugus fungsional reaktif direaksikan bersama (Steven, 2001).

2.2.2.1 Grafting Glisidil Metakrilat Ke dalam Karet Alam

(9)

permukaan kedua polimer dan meningkatkan kekuatan mekanik. Kopolimer dalam bentuk in situ menunjukkan fase dispersi yang lebih efisien mengikuti titik leleh campuran.

Glisidil metakrilat (GMA) tergrafting sering digunakan sebagai zat kompatibilitas yang reaktif pada campuran poliester. Hal ini dikarenakan gugus epoksi dari GMA dapat bereaksi dengan gugus karbonil atau hidroksil dari poliester (Su, 2009).

Modifikasi karet alam dengan glisidil metakrilat sehingga menghasilkan zat kompatibilitas karet alam tergrafting GMA diharapkan mampu meningkatkan dispersi bahan pengisi yang berupa montorillonit kedalam karet alam. Adapun mekanisme polimerisasi terjadi pada gambar 2.5

1. Dekomposisi Inisiator

C O O C

O O

2 C O

O

Benzoil Peroksida radikal BPO

2. Inisiasi

Pembentukan karet alam radikal

C O

O

+ C

H C CH2

CH3

C

H C CH

CH3

+ HC2 OH

karet alam

(10)

Pembentukkan monomer radikal

Penyerangan karet alam radikal terhadap monomer

(11)

Grafting kopolimerisasi

(12)
(13)

HC C

Gambar 2.5 Mekanisme Polimerisasi(Eddiyanto, 2007)

2.3 Monmorillonit

Montmorilonit merupakan kelompok mineral filosilikat yang paling banyak menarik perhatian. Montmorillonit memiliki sifat seperti tanah liat, dimana pada X-Ray ditunjukkan dari kaolin dan bisa dibentuk dari mineral dengan partikel koloidal tertutup pada strukturnya. Sangat lembut, berwarna putih dan abu-abu menjadi merah rose dan kebiru-biruan (Dana, 1960).

Montmorillonit termasuk mineral tanah liat dari t-o-t, lapisan silikat dari kedua dioktahedral dan trioktahedral. Karakteristik yang dapat dimengerti dari bilangan grup ini adalah kemampuannya untuk mengabsorpsi molekul air dimana dapat meningkatkan kemampuannya pada strukturnya (Hurlbut, 1962).

(14)

(swelling). Kemampuan montmorilonit dalam meningkatkan sifat-sifat polimer sangat ditentukan oleh derajat pendispersian silikat ini dalam matriks polimer, tetapi sifat hidrofil dari permukaan montmorilonitmenghalangi proses ini.

Montmorilonitmurni dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang penggunaan, seperti kertas fotokopi tanpa karbon, adsorben selektif, pengobatan, membran, organoclay, polymeric clay, pillared clay, nanoclay produksi katalis (Vaccari,1998).

2.3.1. Struktur Montmorillonit

Montmorillonite memiliki bentuk seperti lembaran, dimensinya antara panjang dan lebar dapat dihitung hanya satu nanometer. Berikut ini adalah rumus struktur dari monmorillonit:

M+

y(Al2-yMgy)(Si4) O10(OH)2 * nH2O (www.nanocor.com)

Gambar 2.6 Struktur Bangun Montmorillonit (Beyer, 2002)

(15)

kondisi terjadinya bentonit, memungkinkan terjadinya substitusi Si oleh Al (bentuk tetrahedral ), menyebabkan mineral lempung kekurangan muatan negatif (-) yang dinetralisir oleh logam alkali dan alkali tanah. Ion logam tersebut berada diantara lapisan, sehingga dapat dipertukarkan dengan ion lain menyebabkan bentonit mempunyai sifat penukar ion (Zhu, 1996).

2.3.2 Sifat –Sifat Montmorillonit

Montmorillonit memiliki kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk di interkalasi dengan senyawa organik membentuk material komposit organik-anorganik. Selain itu mineral ini juga mempunyai kapasitas penukar kation yang tinggi sehingga ruang antar lapis montmorillonit mampu mengakomodasi kation dalam jumlah yang besar serta menjadi montmorillonit sebagai material yang unik.

Na-montmorilonit memiliki kandungan Na+ yang besar pada antar lapisnya. Selain itu memiliki sifat mudah mengembang bila direndam dalam air dan akan terbentuk suspensi bila didispersikan ke dalam air. Untuk Ca-montmorilonit, kandungan Ca2+ dan Mg2+ relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kandungan Na+. Ca-montmorilonit memiliki sifat sedikit menyerap air dan jika didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap atau tidak terbentuk suspensi. Oleh karena itu, Na-montmorilonit sering disebut dengan montmorilonit mengembang dan Ca-montmorilonit disebut dengan montmorilonit tidak mengembang (Riyanto, 1994).

2.4 Surfaktan

(16)

permukaan sistem tersebut jika diberikan dalam konsentrasi rendah. Struktur surfaktan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian ekor dan kepala. Bagian ekornya ialah bagian hidrofobik atau tidak suka air, yang artinya dibutuhkan energi yang besar untuk melakukan kontak dengan air. Bagian ekor ini terbentuk dari rantai karbon, yang sifatnya jika makin panjang makin baik untuk menangkap kotoran non polar. Bagian kepala merupakan bagian yang hidrofilik atau menyukai air, yang artinya tidak diperlukan energi besar untuk melakukan kontak dengan air (Salanger, 2002). Struktur surfaktandiperlihatkan pada gambar 2.7

Bagian Kepala (Hidrofilik)

Bagian Ekor (Hidrofobik)

Gambar 2.7 Surfaktan

Muatan yang terkandung pada kepala surfaktan menentukan jenis surfaktan itu sendiri. Jenis-jenis surfaktan :

1. Anionik – membawa muatan negatif, contoh: Sodium Dodechyl Sulfate (SDS) CH3(CH2)11OSO3-Na+, Natrium Stearat CH3(CH2)16COO-Na+ dan Sodium Dodhecyl Benzene Sulfonate (SDBS) C12H25C6H4SO3-Na+.

2. Kationik – membawa muatan positif, contoh : Dodesilamin Hidroklorida, [CH3(CH2)11NH+Cl-.

3. Zwitterionik – membawa muatan positif dan negatif, contoh: Dodesil Betain, CH3(CH2)11NHCH2CH2COOH.

4. Non-ionik tidak bermuatan, contoh: Tergitol, C9H19C6H4O(CH2-CH2O)40H, Polistilen Laurel eter dan C12H25O(C2H4O)8H.

(17)

H3C H3C

CH3

N CH3

Br

Gambar 2.8 Senyawa Cetiltrimetiammonium Bromida (CTAB)

- Nama zat : Cetiltrimetilammonium Bromida - Formula : C19H42BrN

- Berat molekul : 364,45 g/mol

2.4.1.1Sifat Fisika Dan Kimia CTAB

Sifat fisika dan kimia dari CTAB dapat dilihat dari data dibawah ini:

- Tampilan : serbuk

- Warna : putih

- Rentang titik lebur : 237-243°C

- Kelarutan dalam air : larut (https://www.sigmaaldrich.com/)

2.5 Modifikasi Montmorillonit

Lempung tanah liat biasanya mengandung muatan positif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation. Muatan ini berasal dari satu atau lebih dari berbagai reaksi yang berbeda.

(18)

memungkinkan terjadinya interklasi dengan berbagai polimer (Charu, S., 2008). Umumnya hal ini didapat dilakukan reaksi pertukaran ion dengan surfaktan kationik termasuk dengan senyawa Cetiltreimetilammonium Bromida (CTAB) pada gambar 2.9

Gambar 2.9 Skema Proses Interklasi Pada Montmorillonit Dengan CTAB (Kishore, 2012)

2.6 Komposit

(19)

Pencampuran dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dengan berbagai variasi seperti komposisi bahan, temperatur pencampuran dan lainnya. Ada tiga jenis poliblen polimer komersil yaitu polimer sintetik dengan polimer sintetik, polimer sintetik dengan polimer alam dan polimer alam dengan polimer alam. Proses pencampuran dapat digolongkan menjadi dua jenis, yakni: a. Blending kimia yaitu menghasilkan suatu kopolimer yang ditandai dengan

terjadinya ikatan-ikatan kovalen antar polimer-polimer penyusunnya.

b. Blending fisik yaitu blending atas dua jenis polimer atau lebih yang strukturnya berbeda yang menghasilkan suatu poliblen. Dengan demikian dalam poliblen ini tidak terjadi ikatan kovalen antar komponen-komponennya. Interaksi yang terjadi dalam sistem ini dapat berupa ikatan hidrogen, interaksi dipol-dipol dan ikatan Van der Waals (Bandrup, 1975).

2.6.1 Nanokomposit

Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui penggabungan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer. Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat mekanik, termal, elektrik dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro ataupun mikropartikelnya. Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan nanopartikel organik atau anorganik pada matriks polimer. Nanopartikel dapat berupa material tiga dimensi berbentuk sferis atau polihedral seperti silika, material dua dimensi berupa padatan berlapis seperticlay, grafit dan hidrotalsit ataupun nanofiber satu dimensi seperti nanotube.

(20)

identik dengan matriks polimer serta dapat mengikat filler itu sendiri. Bahan kompatibilitas yang sering digunakan dalam pembuatan polimer nanokomposit adalah PP-g-MA. Kompatibilitas memegang peranan penting dalam proses compounding. Peran kompatibilitas sama seperti peran emulsifier dalam teknologi emulsi. Kompatibilitas yang paling banyak digunakan adalah kopolimer baik tipe blok maupun grafting (Liza, 2005).

Pada sistem konvensional, sebagai penguat polimer digunakan filler dengan ukuran mikron. Biasanya filler dalam ukuran mikro tidak dapat menghasilkan produk yang baik, karena pendispersiannya yang tidak merata di dalam matriks polimer. Polimer nanokomposit merupakan alternatif yang lebih menjanjikan dibandingkan system konvensional. Pola pendispersian filler di dalam matriks polimer terdiri dari dua tipe, yaitu:

a. Mikrokomposit

Pada matriks polimer jika polimer tidak dapat memenuhi ruang (interkelasi) di antara lapisan silikat. Mikrokomposit ini memiliki sifat yang sama dengan komposit konvensional.

b. Nanokomposit

(21)

2.6.2 Bahan Kompon

1. Bahan pemvulkanisasi

Belerang atau sulfur merupakan bahan pemvulkanisasi tertua dalam proses pembuatan barang jadi karet. Belerang menjadi jembatan antara rantai-rantai molekul karet sehingga terbentuk ikatan secara tiga dimensi. Reaksi ini mengubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang bersifat yang bersifat elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan (curing/cure), dan molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked) dirujuk sebagai vulkanisasi karet (rubber vulcanite) (Liang, 2004).

2. Bahan pencepat ( accelerator)

Bahan ini berfungsi untuk membantu mengontrol waktu dan temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat diperbaiki sifat vulkanisasi karet. Beberapa jenis bahan pempercepat antara lain:

- Bahan pempercepat organik seprti: Mercapto Benzhoatiazole Disulfhida, Marcapto Banzhoathizole, Tetra metil Thiura Disulfarat.

- Bahan pempercepat anorganik seperti: karbonat, Timah hitam, magnesium dan lain-lain (Mark dan Erman,2005).

3. Bahan pengiat (activator)

Bahan ini berfungsi sebagai bahan pengaktifan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan pempercepat. Baham pengiat umum yang biasa digunakan adalah kombinasi antara ZnO dan asam stearat.

4. Bahan Antidegradasi (antidegradant)

Penambahan bahan antidegradasi ini bertujuan untuk melindungi barang jadi karet dari serangan oksigen dan ozon. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara tersebut dapat menurunkan sifat fisik atau bahkan menimbulkan retak-retak di permukaan barang jadi karet.

5. Bahan Pengisi

(22)

mengendalikan sifat barang jadi karet atau biaya produksi pembuatan barang jadi karet. Bahan pengisi terbagi atas dua yaitu:

- Menguatkan (reinforcing filler)

Bahan pengisi ini bertujuan untuk meningkatkan kekerasan, antara lain untuk meningkatkan kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan sobek (tear strength) dan ketahanan kikis (abrasion resistance).

- Tidak menguatkan (nonreinforcing filler)

Bahan pengisi ini bertujuan menekan biaya produksi kompon (Buana, 2009).

2.7Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer

Karakterisasi yang akan dilakukan dalam penelitian kali ini yaitu meliputi pengujian ukuran partikel dengan menggunakan Particel Size Analyser (PSA), pungujian bobot molekul dengan menggunakan viskositas Mooney, Pengujian terhadap gugus fungsi dengan menggunakan Spektroskopi Infra Merah (FT-IR), Pengujian ketahanan termal dengan menggunakan Thermal Gravimetry Analyzer (TGA) dan analisa permukaan dengan menggunakan Scanning Elektron Microscopy (SEM).

2.7.1 Particle Size Analyzer

(23)

Perhitungan partikel secara modern umumnya menggunakan analisis gambar atau beberapa jenis penghitung partikel. Gambar didapatkan secara tradisional dengan mikroskop elektron atau untuk partikel yang lebih kecil menggunakan SEM (James & Syvitski, 1991).

Penyinaran sinar laser pada analisis ukuran partikel dalam keadaan tersebar. Pengukuran distribusi intensitas difraksi cahaya spasial dan penyebaran cahaya dari partikel. Distribusi ukuran partikel dihitung dari hasil pengukuran. Difraksi sinar laser analisis ukuran partikel meliputi perangkat laser untuk mennghasilkan sinar laser ultraviolet sebagai sumber cahaya dan melekatkan atau melepaskan flourescent untuk mengetahui permukaan photodiode array yang menghitung distribusi intensitas cahaya spasial dan penyebaran cahaya selama terjadinya pengukuran (Totoki, 2007).

Partikel Ukuran Analyzer adalah alat yang mampu mengukur partikel distribusi ukuran emulsi, suspensi dan bubuk kering. Hal ini dapat melakukan berbagai analisis dalam penggunaan operasi yang sangat ramah lingkungan. Keunggulannya antara lain :

1. Akurasi dan reproduksibilitas berada dalam ±1% 2. Mengukur berkisar dari 0,02 nm sampai 2000 nm

3. Dapat digunakan untuk pengukuran distribusi ukuran partikel emulsi, suspensi dan bubuk kering (Hossaen, 2000).

2.7.2 Spektroskopi Infra Merah Fourier Transform

Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan “Fourier transform” dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19. Michelson telah mendapat informasi spektrum dari

(24)

transform pada spektrofotometer dalam bidang astronomi. Dua variasi instrumental dari spektroskopi inframerah (IR) yaitu metode dispertif yang memiliki prisma atau kisi

untuk mendispersikan radiasi IR dan metode Fourier transform (FT) yang menggunakan

prinsip interferometri. Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran

sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat. Karena instrument ini memiliki

komputer yang terdedikasi, maka memiliki kemampuan untuk menyimpan dan

memanipulasi spektrum.

FT-IR bermanfaat dalam meneliti paduan-paduan polimer. Sementara paduan yang tidak dapat bercampur memperlihatkan suatu spektrum IR yang merupakan superposisi dari spektrum homopolimer, spektrum paduan yang dapat bercampur adalah superposisi dari tiga komponen, dua spektrum homopolimer dan satu spektrum interaksi yang timbul dari interaksi kimia atau fisika antara homopolimer (Steven, 2001).

Sampel yang digunakan untuk analisa dapat berupa padat cair dan gas. Metoda penyiapan untuk polimer antara lain melarutkan polimer ke dalam suatu pelarut seperti karbon bisulfida, karbon tetra klorida atau kloform, pembuatan film transparan dan metode pellet Kbr.

Hubungan kuantitatif antara konsentrasi (C) dan adsobsi (A) pada spektroskopi infra merah diberikan oleh persamaan Lambert – Beer :

A = C δ (2.1) Keterangan:

= Absorbsifitas molar

L = Tebal sampel (jarak yang ditempuh sinar IR yang menembus sampel)

Hubungan intensitas radiasi, absorbansi (A) didefenisikan sebagai :

(25)

Keterangan:

lo = Intensitas radiasi sebelum melewati sampel l = Intensitas radiasi setelah melewati sampel

Untuk mengukur serapan gugus dari serapan spektrum infra merah digunakan cara dasar tangen. Seperti terlihat pada gambar 2.10 dengan menggunakan metode garis AC, maka harga lo adalah panjang BE dan I = DE, sehingga harga absorbansi adalah :

A = log (2.3)

Hal ini dilakukan mengingat transmisi 100% tidak pernah dicapai karena adanya serapan dari medium (serapan latar belakang).

Gambar 2.10 Pengukuran absorbansi dan transmitasi dan spektrum IR BE

DE

A B

Serapan C

Latar belakang

D E

T

ran

sm

it

an

s

(%

)

100

0

(26)

2.7.3 Uji Sifat Mekanik

Sifat mekanis biasanya biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σ

t) menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (F

maks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang

σt =FmaksAo .

selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, A

o/A = l/lo, dengan l dan lo masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Bila didefenisikan besaran kemuluran ( ) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula ( = Δl/l

o) maka diperoleh hubungan

� = l + ε .Ao

(27)

Tegangan lumer

Kuat tarik Tegangan putus

Perpanjangan Lumer

T

e

ga

nga

n

Regangan

Gambar 2.11 Kurva tegangan regangan bahan polimer

2.7.4 Pengujian Kestabilan Termal

Pengujian kestabilan bahan polimer dengan menggunakan Thermogravimetri Analysis (TGA) merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju berat dari material sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksikan stabilitas termalnya pada temperatur mencapai 1000 0C. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi.

(28)

2.7.5 Analisa Morfologi

Analisa morfologi dengan menggunakan Scanning electron microscopy (SEM) merupakan suatu alat yang dapat menggambarkan bentuk suatu bayangan pada permukaan suatu benda, struktur permukaan dari pada benda yang diuji yang berfungsi untuk mempelajari struktur pemukaan itu secara langsung.

Pada dasarnya alat ini berkerja dengan menggunakan sinyal yang dihasilkan dari elektron yang untuk dipantulkan atau dengan kata lain berkas sinar elektron sekunder. SEM menggunakan prinsip scanning dengan prinsip utamanya ialah suatu berkas elektron diarahkan dari satu titik ke titik yang lain pada permukaan suatu spesimen.

Gambar

Gambar 2.1Struktur monomer isoprena
Gambar 2.2 Rumus bangun Poliisoprena
Gambar 2.4 Struktur Glisidil Metakrilat
Gambar 2.5 Mekanisme PolimerisasiO
+6

Referensi

Dokumen terkait

KESATU : Menghapus dari daftar inventaris Barang Milik Daerah Berupa Bangunan/Gedung Shelter Relokasi Pasar Celep dan Pasar Bantul, sebagaimana tersebut dalam

Dalam rangka implementasi Kurikulum 2013, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

1.1. Menulis hal-hal penting/pokok dari suatu teks yang dibacakan. Teks bacaan Menjawab pertanyaan tentang teks

Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 29/KEP-34/I/2015 tentang Penunjukan Lokasi Kegiatan

Dengan hormat disampaikan bahwa dalam rangka program pengembangan sekolah mitra Fakultas Sains Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu MAN Laboratorium UIN

Rangkaian ini menggunakan suatu mikrokontroler yang didalamnya diisi suatu program assembler, dimana program ini sebagai pengatur kerja dari rangkaian miniatur score board. Alat

Ayah memiliki 52 ekor ayam, dipotong sebanyak 22 ekor, berapa ekor sisa ayam Ayah sekarangA. Rika mempunyai 45 buah balon, pecah 15 buah, sisa balon Rika

Definisi: Tugas Akhir (TA) adalah karya tulis ilmiah yang disusun menurut kaidah bahasa Indonesia, di bawah pengawasan atau pengarahan pembimbing dengan kompetensi