• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Produktivitas Primer Fitoplankton di Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Produktivitas Primer Fitoplankton di Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai Ular

Sungai Ular pada bagian hulu berada pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Karo, sedangkan hilirnya berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai (batas administrasi kedua kabupaten). Sungai Ular secara teknis merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Belawan/Belumai/Ular (SWS. 01.10). Sungai Ular bermuara di Selat Malaka di Pulau Sumatera. Secara geografis Sungai Ular berada sekitar 30 km dari pusat Kota Medan arah ke Timur berada pada 03o23’ Lintang Utara dan 98o55’ Bujur Timur. Panjang keseluruhan Sungai Ular adalah sekitar 31,65 km, dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sekitar 1133,43 km2. Debit maksimum Sungai Ular mencapai 57,53 m3/det dan debit minimum 22,42 m3/det. Sejumlah sungai di Sumatera Utara dalam kondisi kritis dan mengancam kehidupan masyarakat. Luasan daerah aliran sungai Ular yang termasuk ke dalam golongan hutan diperkirakan tinggal 10-15% dari luas keseluruhan DAS Ular, luasan areal ini cenderung berkurang setiap waktu (Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Utara, 2004).

(2)

Sungai Karai dan Sungai Buaya dan beberapa anak cabang sungai. Letak Sungai Ular yang mengalir antara Kota Lubuk Pakam dan Kota Perbaungan menjadikan Sungai Ular sebagai sumber air utama untuk kedua kota tersebut. Masyarakat yang tinggal Kota Lubuk Pakam Kabupaten Deli serdang dan Kota Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai sangat tergantung dengan besarnya debit Sungai Ular, yang disebabkan adanya kepentingan air sungai untuk beberapa peruntukan antara lain irigasi pertanian masyarakat, air bersih, industri, tambak perikanan, domestik, komersial (bahan baku air minum). Keberadaan Sungai Ular secara langsung sangat mempengaruhi tingkat sosial ekonomi masyarakat pada daerah yang dialirinya, sehingga naik turunnya debit dan permukaan Sungai Ular akan sangat berarti bagi kawasan tersebut (Suroto, 2008).

Produktivtas Primer Perairan

Setiap ekosistem atau komunitas atau bagian-bagiannya memiliki produktivitas dasar atau disebut produktivitas primer. Batasan produktivitas primer adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen, melalui proses fotosintesis dan kemosintesis dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Beberapa kategori produktivitas, yaitu:

1) Produktivitas primer kotor yaitu kecepatan total fotosintesis, mencakup pula bahan organik yang dipakai untuk respirasi selama pengukuran.

(3)

Cahaya

mataha

Kecepatan penyimpanan energi potensial pada tingkat trofik konsumen dan pengurai, disebut produktivitas sekunder (Resoedarmo, 1993)

Produktivitas Primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Secara umum produktivitas pimer dianggap sebagai padanan fotosintesis, walaupun sejumlah kecil produktivitas primer dapat dihasilkan oleh bakteri kemosintetik (Nybakken. 1988). Di ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer dilakukan oleh fitoplankton (Wetzel, 1983).

Proses fotosintesis terjadi baik di atas permukaan lautan, di darat, di air tawar maupun di dalam laut. Sinar matahari bergabung dengan komponen-komponen kimiawi dalam air untuk menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan hidup dengan reaksi kimia sederhana:

6CO2 + 6H2O

C6H12O6 + 6O2

Reaksi kimia ini terjadi pada semua organisme fotosintetik dan merupakan dasar bagi semua kehidupan di perairan, kecuali bakteri tertentu dan biota laut yang mampu berkemosintesis atau membuat makanan tanpa bantuan sinar matahari (Romimohtarto, 2001).

(4)

mempengaruhi tingkat kesuburan perairan, karena suatu tingkat kesuburan suatu perairan salah satunya ditentukan oleh tingkat kelimpahan fitoplankton (Nugroho, 2006).

Menurut Raymond (1980) ada suatu hubungan yang positif antara kelimpahan fitoplankton dengan produktivitas primer, yaitu jika kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka perairan tersebut cenderung mempunyai produktivitas primer yang tinggi pula.

Hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil disebut sebagai Produktivitas Primer. Fotosintesis memainkan peranan sangat penting dalam pengaturan metabolisme komunitas yang sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, konsentrasi karbondioksida terlarut dan faktor temperatur. Laju fotosintesis bertambah 2 – 3 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 10oC. Namun intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis. Dalam fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang berupa salah satu produk dari fotosintesis tersebut. Proses kebalikan dari fotosintesis dikenal proses respirasi yang meliputi pengambilan oksigen serta pelepasan karbondioksida dan energi. Apabila cahaya tidak ada maka proses fotosintesis akan terhambat, sementara aktivitas respirasi terus berlangsung (Barus, 2004).

(5)

oksigen rmelalui pembacaan kurva oksigen harian. Sampel yang diteliti tidak dibatasi ukurannya dan dapat diukur setiap saat, namun ada kemungkinan terjadi persinggungan oksigen di atmosfer dan di dalam air. Banyaknya model perhitungan produktivitas primer perairan mengakibatkan hasil yang didapat berbeda-beda (Wiryanto, 2002).

Pengkuran produktivitas primer fitoplankton yang banyak digunakan adalah metode oksigen (botol gelap terang), metode 14C, dan metode klorofil . Hal ini didasarkan pada teori, bahwa nilai fotosintesis bersih dari suatu populasi fitoplankton dapat disetimasi dengan mengukur nilai perubahan dari beberapa komponen kimia yang berperan dalam reaksi fotosintesis, seperti nilai oksigen, atau karbondioksida yang dikonsumsi oleh fitoplankton. Metode oksigen, didasarkan atas terbentuknya oksigen selama berlangsungnya proses fotosintesis. Didalam proses fotosintesis, jumlah oksigen setara dengan jumlah karbondioksida (CO2) yang terpakai (Asriyana, 2012).

(6)

satuan karbon kemudian dapat dijabarkan dengan menggunakan faktor konversi (Boyd, 1981 diacu oleh Bachir 1999).

Fitoplankton

Plankton meliputi biota yang hidup terapung atau terhanyut di daerah pelagik. Plankton berasal dari kata Yunani yang berarti pengembara. Organisme ini biasanya berukuran relatif kecil atau mikroskopis, hidupnya selalu terapung atau melayang dan daya geraknya tergantung pada arus atau pergerakan air. Plankton dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan/nabati) dan zooplankton (plankton hewani) (Arinardi dkk., 1997).

Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis. Fitoplankton memiliki klorofil untuk dapat berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat dan oksigen. Plankton berdasarkan daur hidupnya dibagi menjadi dua, yaitu holoplankton (seluruh daur hidupnya bersifat planktonik) dan meroplankton (sebagian dari daur hidupnya bersifat planktonik) (Nybakken, 1992).

(7)

menjadi zat organik dengan memanfaatkan energi karbon dari CO2 dan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis (Basmi, 1988).

Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme aur lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok oragnisme air lainnya yang membentuk rantai makanan. Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut dengan produktivitas primer. Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2004).

(8)

Keberadaan fitoplankton di suatu peairan juga dipengaruhi oleh faktor fisika kimia, dan biologi perairan tersebut (Odum, 1971). Perkembangan fitoplankton sangat ditentukan oleh intentitas sinar matahari, temperatur, unsur hara, dan tipe komunitas fitoplankton. Fitoplankton sering dijumpai berbeda baik jenis maupun jumlahnya pada daerah yang berdekatan, meskipun berasal dari massa air yang sama. Perairan sering didapatkan kandungan fitoplankton yang sangat melimpah, namun pada satu stasiun di dekatnya kandungan fitoplankton sangat sedikit (Davis, 1995). Faktor yang dapat mempengaruhi kelimpahan dan penyebaran fitoplankton antara lain angin, unsur hara, kedalaman perairan, dan aktivitas pemangsaan (Fachrul, 2007).

Nutrien

Fitoplankton membutuhkan banyak materi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Materi yang paling penting adalah makronutrien yaitu nitrogen, fosfor, dan silika (Kennish, 1990).

(9)

menimbulkan kondisi anaerob karena kandungan oksigen terlarut sangat sedikit (Barus, 2004).

Nitrogen

Nitrogen di perairan terdapat dalam berbaagi bentuk seperti gas N2, NO2, NO2- (Nitrit), NO3- (Nitrat), NH3 Amonia dan NH4+ (Ammonium) serta sejumlah besar N yang berikatan dalam organik kompleks.

Nitrogen berasal dari aktivitas organisme dan masukan air sungai dan juga hujan, dalam hal ini nitrogen merupakan faktor pembatas bagi organisme sebab nitrogen sebelum dimanfaatkan harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi ammonia, direduksi menjadi amonium dan terbentuk nitrat, yang pada tahap ini nitrogen dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan dan hewan untuk pertumbuhan. Fitoplankton memanfaatkan nitrogen secara bertahap dan berturut turut mengambil ammonia, nitrat, nitrit (Nontji, 1984).

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen dalam perairan alami dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003).

(10)

Penyerapan unsur nitrogen oleh fitoplankton biasanya dalam bentuk nitrogen-nitrat (NO3-N) dan Nitrogen Ammonia (NH3-N), tetapi dari kedua nitrogen tersebut adsorbsi terbesar adalah pada NH3-N, karena senyawa ini banyak dijumpai baik dalam kondisi aerobik maupun anaerobik (Welch, 1980 diacu olehSusanti, 2001).

Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air , yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah dari aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan ammonia. Sumber ammonia yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik (Effendi, 2003)

Sebagian besar gas N2 berasal dari difusi udara, yang jumlahnya terbesar di atmosfer (78% dari gas total). N2 dapat difiksasi secara alami oleh tumbuhan air tertentu, sehingga masuk dalam siklus N di perairan. Fikasasi N2 juga terjadi oleh adanya kilat pada waktu hujan, sehingga terbentuk NO (nitric oxide) yang akan teroksidasi lebih lanjut membentuk NO3- (nitric acid) dan terbawa hujan masuk ke perairan seperti terlihat pada reaksi reaksi berikut (Hariyadi, 2006):

1. N2 (g) + O2 (g) 2 NO (g) 2. 2NO (g) + O2 2 NO2 (g)

3. 3 NO2 + H20 2 H+ + 2 NO3-+ NO

(11)

memberikan keuntungan signifikan bagi fitoplankton karena dapat digunakan langsung untuk pembentukan asam amino.

Fosfat

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen. Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2 mg/l dalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0,005 – 0,02 mg/l (Effendi, 2003).

(12)

Fosor merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan dan metabolisme tubuh diatom. Fosfat dapat menjadi faktor pembatas, baik secara temporal maupun secara spasial (Raymon, 1980). Kandungan fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah berkisar pada 0,09 – 1,80 ppm. Kandungan ortofosfat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,27 – 5,51 mg/l dan jika kandungannya kurang dari 0,02 mg/l maka akan menjadi faktor pembatas (Andriani, 2004).

Nitrgen dan fosfor sebagai nutrient utama yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhan dan perkembangannya memiliki kadar yang optimal. Menurut Mackentum (1969) untuk pertumbuhan optimal fitoplankton memerlikan kandungan nitrat pada kisaran 0,9 – 3,5 mg/l dan ortofosfat adalah 0,09 – 1,80 mg/l. Unsur N dan P sering menjadi faktor pembatas dalam produktivitas primer fitoplankton (Asriyana, 2012).

Paramater Fisika Kimia Air

Selain pengambilan sampel air, dilapangan perlu dilakukan beberapa pengukuran secara langsung. Hal ini karena beberapa parameter kualitas air harus langsung diukur di lapangan untuk mendapatkan data yang benar . Parameter tersebut adalah

 Suhu atau temperatur (baik air maupun udara)

 Kecerahan (kedalaman secchi)

 pH

 Oksigen terlarut

 DO awal untuk Produktivitas Primer

(13)

Untuk itu perlu dipersiapkan peralatan untuk pengukuran karateristik tersebut seperti Secchi disk, pH meter, DO meter atau titrasi kit untuk pengukuran DO di lapangan. Penggunaan peralatan pengukuran tersebut perlu diperhatikan adalah bahwa peralatan selalu distandarisasi secara periodik. Selain itu gunakan alat sesuai prosedur, seperti pemanasan beberapa menit dan kalibrasi terhadap suhu, tekanan udara (Hariyadi, 2006).

Parameter Fisika

a) Suhu

Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti : curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2007). Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Alga dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut 30ºC – 35°C dan 20ºC – 30ºC. Sedangkan filum Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan Chlorophyta dan diatom (Haslam, 1995 diacu olehEffendi, 2003).

(14)

Tanah adalah penyangga yang baik terhadap pengaruh perubahan suhu udara dan terhadap sinar matahari dan oleh karena itu suhunya jauh lebih stabil daripada suhu udara . Maka suhu hulu sungai yang masukan airnya dari air tanah akan mendekati suhu tanah di sekelilingnya. Suhu tersebut umumnya lebih rendah dari suhu udara, tetepi ketika air mengalir ke hilir, suhunya akan naik perlahan lahan akibat bersentuhan dengan udara dan oleh oleh sinar matahari. Kenaikan suhu itu kurang lebih setara dengan logaritma dari jarak yang disentuhnya (Damanik dkk., 1984).

b) Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003).

Intentitas cahaya merupakan faktor lingkungan pertama yang mempengaruhi fotosintesis. Laju fotosintesis akan tinggi bila tingkat intentitas cahaya tinggi dan menurun bila tingkat intentitas cahaya menurun. Produksi fitoplankton berlangsung pada lapisan air teratas, karena memperoleh intentitas cahaya cukup bagi berlangsungnya fotosintesis oleh karena itu fitoplankton banyak ditemukan pada lapisan atas dengan kecerahan tinggi (Nugroho, 2006).

c) Kecepatan Arus

(15)

dalam gerakan yang relatif terhadap permukaan bumi.. Semakin cepat kecepatan angin, semakin besar gaya gesekan yang bekerja pada permukaan air, dan semakin besar arus permukaan. Dalam proses gesekan antara angin dengan permukaan air dapat menghasilkan gerakan air yaitu pergerakan air laminar dan pergerakan air turbulen (Supangat, 2003).

2.5.2 Parameter Kimia

a) pH

Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman dan kebasaan suatu perairan yang ditunjukkan oleh keberadaan ion hidrogen. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap adanya perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, seperti nitrifikasi. Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati, namun algae Chlamydomonas acidophila masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat rendah, yaitu 1, dan algae Euglena masih dapat bertahan hidup pada pH 1,6 (Haslam diacu oleh Effendi, 2003).

Menurut Odum (1971) perairan dengan pH antara 6 – 9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif karena memiliki kisaran pH yang dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam perairan menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton.

b) Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)

(16)

dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat di dalam air terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Dengan terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).

c) Salinitas

Salinitas adalah jumlah berat semua garam (daam gram) yang terlarut satu liter air biasanya dalam satuan (ppt) (Nontji, 2005). Sebagaimana suhu, salinitas secara tidak langsung mempengaruhi fitoplankton melalui pengaruhnya terhadap densitas air dan stabilitas kolom air. Salinitas secara langsung memengaruhi laju pembelahan sel fitoplankton, juga keberadaan, distribusi, dan produktivitas fitoplankton. Salinitas dapat mengubah karakter fotosintesis melalui perubahan sistem karbon dioksida atau perubahan tekanan osmotik (Nielsen, 1975 diacu oleh Kennish, 1990). Oleh karena fitoplankton hidup di perairan estuari yang salinitasnya sangat bervariasi, organisme ini umumnya akan mengalami fluktuasi tekanan osmotik yang sangat tinggi. Seiring perubahan tekanan osmotik dan komposisi ion dalam sel, proses proses selular (seperti sintesis klorofil dan laju fotosintesis) dapat juga berubah (McLachlan, 1961 diacu olehKennish, 1990).

Pengelolaan Wilayah Sungai Ular

(17)

kebutuhan air di berbagai sektor, serta memperkecil resiko berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sumber daya air (Istanto dkk., 2009).

Menurut PP No 82 Tahun 2001 Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

a. Kelas satu: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d. Kelas empat: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Menurut UU No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air, pengelolaan sumber daya air (SDA) adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penye-lenggaraan konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air. Langkah awal pengelolaan SDA adalah menyusun pola pengelolaan SDA yang merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan SDA.

(18)

(1) Konservasi sumber daya air, (2) Pendayagunaan sumber daya air, dan (3) Pengendalian daya rusak air.

Pengelolaan sungai terpadu mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-aspek yang menyangkut kinerja sungai dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif yang akan meningkatkan kinerja sungai dalam menghasilkan output, sementara itu karakteristik yang saling bertentangan yang dapat melemahkan kinerja sungai dapat ditekan sehingga tidak merugikan kinerja sungai secara keseluruhan.

Pengelolaan wilayah sungai secara terpadu menghendaki adanya kesamaan visi antar stakeholders. Menyadari arti penting visi pengelolaan itu, maka perlu dipelopori perumusan visi bersama seperti terwujudnya pengelolaan sumberdaya wilayah sungai yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat. (Alfin, 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Mata Kuliah Pokok : -Pengembangan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD, Kajian Bahasa Indonesia SD, Pembelajaran Bahasa

[r]

[r]

Membawa semua dokumen asli dan/atau salinan sah yang terkait penawaran pekerjaan tersebut di atas dan Bukti keabsahan Dokumen (Akta pendirian) termasuk daftar kontrak yang

Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember | 248 kurang dari batas kritis penelitian 0,05 maka Ho (Hipotesis Nol) di tolak dan Ha (Hipotesis Alternatif)

Pemberian bahan uji gemfibrozil tunggal, EEDS tunggal, kombinasi I dan kombinasi II dapat menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan kadar HDL, karena

dalam arti khusus) yaitu ketentuan- ketentuan yang mengatur hubungan antar manusia, yang menyangkut harta benda atau kebutuhan terhadap benda, seperti hubungan jual

Jasa Marga ( JSMR) akan m endapat kan kom pensasi dari pem erint ah unt uk j alan t ol yang I RR nya belum kem bali ke perhit ungan awal sebagai bent uk