BERIT A NEGARA
R EP UBL I K I NDONESI A
No.1007, 2016 KEMENRISTEK-DIKTI. PTN.Biaya Kuliah Tunggal. Uang Kuliah Tunggal. Pencabutan.
PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG
BIAYA KULIAH TUNGGAL DAN UANG KULIAH TUNGGAL PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memiliki kewenangan untuk menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi yang menjadi dasar perguruan tinggi negeri dalam menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa;
b. bahwa biaya yang ditanggung oleh mahasiswa sebagaimana dimaksud dalam huruf a, disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya;
c. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam penetapan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa perlu pengaturan mengenai biaya kuliah tunggal dan uang kuliah tunggal pada perguruan tinggi negeri;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
2016, No.1007 -2-
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500);
3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 14);
4. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 889);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI TENTANG BIAYA KULIAH TUNGGAL DAN UANG KULIAH TUNGGAL PADA PERGURUAN TINGGI
NEGERI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN RISET,
TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Perguruan Tinggi Negeri yang selanjutnya disingkat PTN adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh Pemerintah.
2016, No.1007
-3-
2. Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang selanjutnya disingkat PTN Badan Hukum adalah Perguruan Tinggi Negeri yang didirikan oleh Pemerintah yang berstatus sebagai subyek hukum yang otonom.
3. Program Studi adalah kesatuan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan metode pembelajaran tertentu dalam satu jenis pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan vokasi.
4. Tahun Angkatan adalah tahun pada saat mahasiswa diterima di PTN.
5. Biaya Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat BKT adalah keseluruhan biaya operasional yang terkait langsung dengan proses pembelajaran mahasiswa per semester pada program studi di PTN.
6. Uang Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat UKT adalah sebagian BKT yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya.
7. Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri yang selanjutnya disebut Pemimpin PTN adalah Rektor atau Direktur pada PTN.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi.
Pasal 2
(1) BKT digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada masyarakat dan Pemerintah.
(2) UKT ditetapkan dengan memperhatikan BKT.
Pasal 3
(1) UKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas beberapa kelompok yang ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
(2) Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh PTN kepada Menteri untuk ditetapkan.
2016, No.1007 -4-
Pasal 4
BKT dan UKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 tercantum dalam:
a. Lampiran I untuk mahasiswa pada PTN dan PTN Badan HUKUM Tahun Angkatan 2013 sampai selesai masa studi; b. Lampiran II untuk mahasiswa pada PTN Tahun Angkatan
2014 sampai selesai masa studi;
c. Lampiran III untuk mahasiswa pada PTN Tahun Angkatan 2015 sampai selesai masa studi; dan
d. Lampiran IV untuk mahasiswa pada PTN mulai Tahun Angkatan 2016
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1) UKT kelompok I dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a, huruf b, dan huruf c diterapkan kepada paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN.
(2) UKT kelompok II dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a, huruf b, dan huruf c diterapkan kepada paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN.
(3) Jumlah mahasiswa penerima UKT kelompok I dan kelompok II dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, serta mahasiswa penerima bidikmisi diterapkan kepada paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh mahasiswa baru yang diterima di setiap PTN dan tersebar pada semua Program Studi.
(4) Bidikmisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bantuan biaya pendidikan yang diberikan
2016, No.1007
-5-
kepada mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi.
(5) Pemberlakuan UKT kelompok I sampai dengan UKT kelompok VIII ditetapkan oleh Pemimpin PTN.
Pasal 6
(1) Pemimpin PTN dapat melakukan penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa apabila terdapat: a. ketidaksesuaian kemampuan ekonomi mahasiswa yang
diajukan oleh mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya; dan/atau
b. pemutakhiran data kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan ulang pemberlakuan UKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Pemimpin PTN.
Pasal 7
(1) UKT yang dibebankan kepada mahasiswa penerima bidikmisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) paling banyak Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) per semester.
(2) UKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi kepada PTN.
Pasal 8
PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana untuk kepentingan pelayanan pembelajaran secara langsung.
Pasal 9
(1) PTN tidak menanggung biaya mahasiswa yang terdiri atas: a. biaya yang bersifat pribadi;
b. biaya pelaksanaan kuliah kerja nyata;
2016, No.1007 -6-
c. biaya asrama; dan
d. kegiatan-kegiatan pembelajaran dan penelitian yang dilaksanakan secara mandiri.
(2) PTN dapat memberikan fasilitasi biaya bagi mahasiswa untuk jenis biaya tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis biaya mahasiswa yang difasilitasi oleh PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Pemimpin PTN masing-masing.
Pasal 10
(1) PTN dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana bagi:
a. mahasiswa asing;
b. mahasiswa kelas internasional;
c. mahasiswa yang melalui jalur kerja sama; dan/atau d. mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri.
(2) Uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT yang dikenakan kepada mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana yang melalui seleksi jalur mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tetap memperhatikan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
(3) Jumlah mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari keseluruhan mahasiswa baru.
Pasal 11
(1) PTN menyampaikan laporan realisasi penerimaan UKT untuk masing-masing kelompok setiap semester kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Sistem Monitoring dan Evaluasi (SIMonev).
2016, No.1007
-7-
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Menteri sebagai dasar dalam melakukan pengawasan dan pengendalian tarif UKT.
Pasal 12
Pengaturan mengenai BKT dan UKT bagi PTN Badan Hukum diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1199), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
2016, No.1007 -8-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya ke dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 2016
MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MOHAMAD NASIR
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
2016, No.1007
-9-
2016, No.1007 -10-
2016, No.1007
-11-
2016, No.1007 -12-
2016, No.1007
-13-
2016, No.1007 -14-
2016, No.1007
-15-
2016, No.1007 -16-
2016, No.1007
-17-
2016, No.1007 -18-
2016, No.1007
-19-
2016, No.1007 -20-
2016, No.1007
-21-
2016, No.1007 -22-
2016, No.1007
-23-
2016, No.1007 -24-
2016, No.1007
-25-
2016, No.1007 -26-
2016, No.1007
-27-
2016, No.1007 -28-
2016, No.1007
-29-
2016, No.1007 -30-
2016, No.1007
-31-
2016, No.1007 -32-
2016, No.1007
-33-
2016, No.1007 -34-
2016, No.1007
-35-
2016, No.1007 -36-
2016, No.1007
-37-
2016, No.1007 -38-
2016, No.1007
-39-
2016, No.1007 -40-
2016, No.1007
-41-
2016, No.1007 -42-
2016, No.1007
-43-
2016, No.1007 -44-
2016, No.1007
-45-
2016, No.1007 -46-
2016, No.1007
-47-
2016, No.1007 -48-
2016, No.1007
-49-
2016, No.1007 -50-
2016, No.1007
-51-
2016, No.1007 -52-
2016, No.1007
-53-
2016, No.1007 -54-
2016, No.1007
-55-
2016, No.1007 -56-
2016, No.1007
-57-
2016, No.1007 -58-
2016, No.1007
-59-
2016, No.1007 -60-
2016, No.1007
-61-
2016, No.1007 -62-
2016, No.1007
-63-
2016, No.1007 -64-
2016, No.1007
-65-
2016, No.1007 -66-
2016, No.1007
-67-
2016, No.1007 -68-
2016, No.1007
-69-
2016, No.1007 -70-
2016, No.1007
-71-
2016, No.1007 -72-
2016, No.1007
-73-
2016, No.1007 -74-
2016, No.1007
-75-
2016, No.1007 -76-
2016, No.1007
-77-
2016, No.1007 -78-
2016, No.1007
-79-
2016, No.1007 -80-
2016, No.1007
-81-
2016, No.1007 -82-
2016, No.1007
-83-
2016, No.1007 -84-
2016, No.1007
-85-
2016, No.1007 -86-
2016, No.1007
-87-
2016, No.1007 -88-
2016, No.1007
-89-
2016, No.1007 -90-
2016, No.1007
-91-
2016, No.1007 -92-
2016, No.1007
-93-
2016, No.1007 -94-
2016, No.1007
-95-
2016, No.1007 -96-
2016, No.1007
-97-
2016, No.1007 -98-
2016, No.1007
-99-
2016, No.1007 -100-
2016, No.1007
-101-
2016, No.1007 -102-
2016, No.1007
-103-
2016, No.1007 -104-
2016, No.1007
-105-
2016, No.1007 -106-
2016, No.1007
-107-
2016, No.1007 -108-
2016, No.1007
-109-
2016, No.1007 -110-
2016, No.1007
-111-
2016, No.1007 -112-
2016, No.1007
-113-
2016, No.1007 -114-
2016, No.1007
-115-
2016, No.1007 -116-
2016, No.1007
-117-
2016, No.1007 -118-
2016, No.1007
-119-
2016, No.1007 -120-
2016, No.1007
-121-
2016, No.1007 -122-
2016, No.1007
-123-
2016, No.1007 -124-
2016, No.1007
-125-
2016, No.1007 -126-
2016, No.1007
-127-
2016, No.1007 -128-
2016, No.1007
-129-
2016, No.1007 -130-
2016, No.1007
-131-
2016, No.1007 -132-
2016, No.1007
-133-
2016, No.1007 -134-
2016, No.1007
-135-
2016, No.1007 -136-
2016, No.1007
-137-
2016, No.1007 -138-
2016, No.1007
-139-
2016, No.1007 -140-
2016, No.1007
-141-
2016, No.1007 -142-
2016, No.1007
-143-
2016, No.1007 -144-
2016, No.1007
-145-
2016, No.1007 -146-
2016, No.1007
-147-
2016, No.1007 -148-
2016, No.1007
-149-
2016, No.1007 -150-
2016, No.1007
-151-
2016, No.1007 -152-
2016, No.1007
-153-
2016, No.1007 -154-
2016, No.1007
-155-
2016, No.1007 -156-
2016, No.1007
-157-
2016, No.1007 -158-
2016, No.1007
-159-
2016, No.1007 -160-
2016, No.1007
-161-
2016, No.1007 -162-
2016, No.1007
-163-
2016, No.1007 -164-
2016, No.1007
-165-
2016, No.1007 -166-
2016, No.1007
-167-
2016, No.1007 -168-
2016, No.1007
-169-
2016, No.1007 -170-
2016, No.1007
-171-
2016, No.1007 -172-
2016, No.1007
-173-
2016, No.1007 -174-
2016, No.1007
-175-
2016, No.1007 -176-
2016, No.1007
-177-
2016, No.1007 -178-
2016, No.1007
-179-
2016, No.1007 -180-
2016, No.1007
-181-
2016, No.1007 -182-
2016, No.1007
-183-
2016, No.1007 -184-
2016, No.1007
-185-
2016, No.1007 -186-
2016, No.1007
-187-
2016, No.1007 -188-
2016, No.1007
-189-
2016, No.1007 -190-
2016, No.1007
-191-
2016, No.1007 -192-
2016, No.1007
-193-
2016, No.1007 -194-
2016, No.1007
-195-
2016, No.1007 -196-
2016, No.1007
-197-
2016, No.1007 -198-
2016, No.1007
-199-
2016, No.1007 -200-