• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Koefisien Grip Antara Ban Dan Permukaan Jalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Koefisien Grip Antara Ban Dan Permukaan Jalan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Ban bekerja dengan memanfaatkan gaya gesek permukaannya dengan permukaan jalan, gaya gesek ini disebut dengan istilah grip [5]. Ada dua faktor yang mempengaruhi gripban (Dapur Pacu, 2014), yaitu:

1. Gaya vertikal dari ban terhadap jalan

2. Koefisien gesek antara ban dan permukaan jalan. dan beberapa faktor lainnya seperti:

3. Pola tapak ban. 3. Tekanan udara ban.

4. Defleksi ban terhadap permukaan jalan. 5. Kekasaran permukaan jalan.

6. Defleksi permukaan jalan.

2.1. Pola Tapak Ban

Pada pola tapak ban akan dijumpai pola alur yang berbeda-beda tergantung masing-masing merek dan jenis ban. Pola tapak ban sangat mempengaruhi daya cengkeram ban ke permukaan jalan. Kemampuan maksimal ban mencengkram jalan bergantung pada kedalaman alur kembangan dan bidang tapaknya. Cengkeraman ban terus menurun seiring semakin tipisnya bagian tapak dan groove alias alur yang

(2)

semakin dangkal. "Batas maksimal kedalaman alur ban yaitu 1,6 mm dari ukuran baru yang berkisar 7 - 8 mm. Pada saat menyentuh 1,6 mm maka harus diganti," tutur Refil Hidayat, selaku Sport Segment Business Manager Michelin Indonesia.

Di pasaran banyak sekali desain pola tapak yang beredar dengan beragam corak seperti terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.

(a) (b) (c) (d) Gambar 2.1 Pola dasar tapak ban

(a) Pola Rib, (b) Pola Lug, (c) Pola Rib-Lug, (d) Pola Blok

1. Pola tapak Rib. Pola ini memiliki alur zig-zag sejajar pada sekeliling ban, biasanya digunakan pada kendaraan berpenumpang dan truk.

2. Pola tapak Lug. Pola ini banyak digunakan oleh kendaraan dan truk-truk.

3. Pola tapak Rib-lub. Pola ini merupakan gabungan pola Rib dan Lug. 4. Pola tapak blok.

Masing –masing ban memiliki desain pola yang berbeda- beda, namun tetap pada standard dasar yang sama, yang dibedakan menjadi pola simetris, asimetris dan directional/uni-directional seperti terlihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.

(3)

(a) (b) (c) Gambar 2.2 Standar pola tapak ban (a) Simetris, (b) Asimetris, (c) Directional

2.2. Kekasaran Permukaan Jalan

Tingkat kekasaran permukaan jalan (International Roughness Index, IRI) merupakan salah satu faktor/fungsi pelayanan (functional performance) dari suatu perkerasan jalan yang sangat berpengaruh pada kenyamanan pengemudi (riding quality) [6]. Semakin besar nilai IRI menunjukkkan bahwa permukaan jalan semakin kasar.

Kekasaran permukaan adalah kondisi halus-kasarnya permukaan perkerasan yang dipengaruhi oleh kondisi batuan, aspal dan ikatan antara keduanya. Kekasaran permukaan jalan merupakan faktor penting dalam memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Kecelakaan lalulintas karena selip dapat terjadi karena permukaan jalan memiliki tahanan gesek yang rendah. Tahanan gesek dipengaruhi oleh tekstur permukaan, sifat agregat (komposisi dan gradasi) dan faktor lingkungan (panas dan air hujan) [7]. Kekasaran permukaan jalan ditunjukkan dalam bentuk tonjolan-tonjolan yang akan kontak dengan karet dari ban. Jika gaya, F terjadi tangensial pada permukaan jalan, dimana permukaan karet bergerak relative terhadap

(4)

permukaan jalan, maka karet yang elastis akan mengikuti bentuk kekasaran dari permukaan jalan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3 di bawah ini [8].

Gambar 2.3 Profil kekasaran permukaan jalan IRI = Akb1 + Akb2 + Akb3 +…Akbn Dimana:

IRI: adalah kekasaran permukaan jalan

Akb: adalah luas penampang permukaan batu yang kontak dengan ban. Untuk menghitung luas kontak antara permukaan ban terhadap permukaan jalan aspal dan permukaan jalan beton (Akb1, Akb2, Akb3 Akbn) digunakan software image-J.

Akibat gerakan tersebut akan terjadi gaya gesekan (Ff) yang arahnya berlawanan dengan arah gerakan [9]. Pemeriksaan kekasaran permukaan jalan dilakukan dengan menggunakan alat Nassra Roughness meter ARRB sehingga diperoleh International Roughness Index (IRI). IRI adalah parameter kekasaran seperti di tunjukkan Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Parameter kekasaran permukaan jalan V

………(2.1) Ak

b2

Ak

b3 Ak

B4 Ak

b1

(5)

IRI Kondis Visual dari permukaan Perkerasan

0 – 3 Sangat mulus dan teratur

3 – 4 Sangat baik, umumnya mulus

4 – 6 Baik

6 – 8 Cukup, sangat sedikit atau tidak ada lubang tetapi permukaan tidak teratur

8 – 10 Jelek, sesekali berlubang, permukaan tidak teratur

10 – 12 Pecah, bergelombang, banyak lubang

12 – 16 Sangat pecah-pecah, banyak lubang dan total bidang perkerasan hancur

> 16 Tidak dapat dialalui, kecuali 4 WD

Pengukuran kekasaran permukaan jalan adalah salah satu faktor/fungsi pelayanan dari suatu perkerasan jalan yang berpengaruh pada kenyamanan pengemudi. Kekasaran permukaan jalan adalah parameter kekerasan yang dihitung dari jumlah kumulatif naik turunnya permukaan arah profil memanjang dibagi dengan jarak/panjang permukaan, Gambar 2.4 di bawah ini merupakan contoh profil suatu permukaan jalan [6].

(6)

Gambar 2.4 Contoh grafik hasil survey IRI Bina Marga Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Medan Jl. AH. Nasution Tahun 2013

Hasil kekasaran permukaan jalan aspal yang telah dilakukan oleh Kementerian Bina Marga pada Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Kondisi ketidakrataan tekstur permukaan aspal Jl. AH. Nasution Medan Tanggal 14 September 2013 Stationer Distance H-Grade Latituda Longituda IRI

(7)

Hubungan IRI, kecepatan dan jenis permukaan jalan dengan menggunakan grafik terlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini [10].

Gambar 2.5 Grafik hubungan IRI, kecepatan dan jenis permukaan jalan Kekasaran permukaan jalan IRI merupakan faktor utama yang mempengaruhi koefisien gesek antara ban dan jalan. Untuk jalan yang kering dengan permukaan yang halus akan menghasilkan koefisien gesek yang besar antara ban dan jalan, namun sebaliknya jika dalam keadaan basah maka akan menghasilkan koefisien gesek yang kecil [11].

2.3. Kelendutan Permukaan Jalan

Salah satu metode pengukuran kelendutan pada struktur perkerasan adalah percobaan pembebanan permukaan (surface loading test). Metode ini terdiri dari dua katagori utama, yaitu pengukuran dengan beban statik/semi static (misalnya: Benkelman Beam, California Tavelling Deflectometer) dan beban dinamik (misalnya: Dynaflect, Falling Weight Deflectometer). Metode pengukuran yang

(8)

diuraikan pada Tesis ini adalah pengukuran dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD).

Prinsip alat FWD adalah pemberian beban impuls terhadap struktur perkerasan melalui plat berbentuk bundar (circular), yang efeknya sama dengan beban roda kendaraan. Plat tersebut diletakkan pada permukaan yang akan diukur, kemudian beban dijatuhkan sehingga timbul beban impuls pada struktur perkerasan tersebut.

Beban ini akan menimbulkan lendutan (deflection) pada struktur perkerasan dan efeknya akan ditangkap oleh 9 buah sensor yang diletakkan pada jarak-jarak tertentu. Lendutan-lendutan pada pengukuran ini akan membentuk suatu cekung lendutan. Hasil pembacaan untuk setiap lokasi pengamatan disimpan secara otomatis melalui sumbu mikro computer yang menjadi satu kesatuan dengan alat FWD. Data-data kelendutan tersebut dapat ditampilkan kembali untuk diproses, dianalisis atau dicetak bila diperlukan.

Lendutan adalah besarnya gerak turun vertikal suatu permukaan perkerasan akibat beban. Metode pengukuran lendutan dibagi menjadi dua yaitu destruktif dan non destruktif. Pada non destruktif terdapat dua metode yaitu Surface loading test dan Seismic techniques. Surface loading test dibagi menjadi pembebanan statis dan pembebanan dinamis. Falling Weight Deflectometer (FWD) adalah alat yang menggunakan pembebanan dinamis pada suatu perkerasan dan subgrade yang mengevaluasi struktur kondisi perkerasan menggunakan defleksi.

(9)

Permukaan perkerasan jalan akan mengalami lendutan pada saat menerima beban roda kendaraan (Kosasih, 2004). Secara teoritis, Kosasih (2004) menjelaskan bahwa besarnya lendutan struktur perkerasan dapat dihitung dari data komposisi dan tebal lapisan perkerasan, karakteristik bahan perkerasan (modulus elastisitas dan konstanta poisson), dan konfigurasi beban roda kendaraan. Di lain pihak, lendutan struktur perkerasan juga dapat diukur di lapangan, yaitu dengan menggunakan alat ukur FWD. Lendutan alat FWD dihasilkan dari pelat beban yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu ke atas permukaan perkerasan jalan dan direkam oleh sejumlah sensor (tujuh hingga sembilan buah sensor) yang terpasang pada batang pengukur. Sensor nomor 9 berfungsi mengukur kelendutan permukaan jalan. Prinsip kerja FWD adalah memberikan beban impuls terhadap struktur perkerasan melalui pelat berbentuk sibundar yang efeknya sama dengan kendaraan. Pelat sirkular diletakkan pada permukaan perkerasan yang akan diukur kemudian beban dijatuhkan padanya sehingga menimbulkan gaya yang bervariasi [12].

Lendutan dengan FWD

dL = df1 × Ft × Ca × FKB - FWD Dimana:

dL : lendutan langsung

df1 : lendutan langsung pada pusat beban

Ft : factor penyesuaian lendutan terhadap temperature standar 35 °C, yaitu sesuai Persamaan 2.3, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm

……….………(2.2)

(10)

atau Persamaan 2.4, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm.

HL = 4, 184 × TL - 0, 4025 untuk HL < 10 cm

HL = 14, 785 × TL - 0, 7573 untuk HL > 10 cm TL: temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung di

lapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara, yaitu: TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) dilakukan pada musim kemarau dan 0,9 bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah tinggi

FKB-FWD = 4,08 × (Beban Uji dalam ton)

Cara pengukuran lendutan dengan alat FWD mengacu pada Petunjuk Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur dengan alat FWD [14].

2.4. Koefesien Grip

Gesekan adalah gaya yang melawan gerakan yang terjadi pada dua permukaan yang bersentuhan. Jenis gaya gesekan ada 2, yaitu gaya gesekan statis dan gaya gesekan kinetis. Gaya gesekan statis cenderung mempertahankan keadaan diam

(11)

benda. Sedangkan gaya gesekan kinetis cenderung mempertahankan gerak dari suatu benda. Gambar 2.6 memperlihatkan komponen gaya pada ban.

Fs = µs × N

W = m × g Dimana:

Fs: adalah gaya gesek statis µs: adalah koefisien gesek statis N: adalah gaya normal

W: adalah berat m: adalah massa g: adalah gravitasi.

Gambar 2.6 Komponen gaya pada ban

Gaya gesekan kinetis untuk menggerakkan roda diatas permukaan jalan dibutuhkan gaya yang dapat mengatasi gaya gesekan statis. Setelah bergerak, gaya itu mempertahankan gerak benda dan digunakan untuk mengatasi gaya gesek kinetisnya sehingga hanya diperlukan gaya yang lebih kecil dari pada gaya yang digunakan untuk mulai menggerakkannya. Setelah bergerak, gaya gesek statis berkurang sedikit

N

Fs

W F

……….. (2.9)

………..……….….. (2.8)

(12)

demi sedikit dan berubah menjadi gaya gesekan kinetis. Gaya gesek kinetis, mencerminkan hubungan relatif antara dua permukaan yang melakukan kontak.

Fk = µk × N Dimana:

Fk : adalah gaya gesek kinetis

µk: adalah koefisien gesek kinetis

Arah gaya gesek sejajar dengan permukaan dan berlawanan dengan sentuhan antar dua permukaan.

Pada hukum pertama dan kedua Newton dapat dianggap sebagi definisi gaya. Gaya adalah suatu pengaruh pada sebuah benda yang menyebabkan benda mengubah kecepatannya, artinya, dipercepat.

a = Vf−Vit ……….……….…….…….(2.10) Dimana:

a: adalah percepatan Vi: adalah kecepatan awal Vf : adalah kecepatan akhir

t : adalah interval waktu dimana perubahan terjadi.

Arah gaya adalah percepatan yang disebabkan jika gaya itu adalah satu-satunya gaya yang bekerja pada benda tersebut. Besaran gaya adalah hasil kali massa

(13)

benda dan besaran percepatan yang dihasilkan gaya. Sedangkan massa adalah sifat instrinsik sebuah benda yang mengukur resistansinya terhadap percepatan [13].

F = m × a

Jika massa suatu benda semakin besar maka makin susah untuk dipercepat, demikian juga sebaliknya semakin kecil massa suatu benda semakin mudah benda tersebut dipercepat. Jadi massa sangat menentukan kecenderungan suatu benda mempertahankan posisinya (kelembamannya). Kelembaman benda dalam gerak melingkar kita kenal namanya momen inersia, adalah pola distribusi massa benda terhadap sumbu putarnya. Besaran turunan dari massa dan panjang ini juga bisa didefinisikan ukuran kelembaman benda yang mengalami gerak melingkar (rotasi). Momen inersia dari suatu partikel yang mempunyai massa didefinisikan sebagai perkalian massa dengan kuadrat jarak partikel tersebut dari sumbu putar.

I = k × m × R² Dimana:

I: adalah momen inersia k: koefisien

R²: adalah jari-jari (jarak paratikel ke sumbu putar)

Dari persamaan 2.12 di atas terlihat bahwa momen inersia sebanding dengan massa dan kuadrat jarak dari sumbu putarnya. Koefisien sangat ditentukan oleh bentuk dan sumbu putar benda. Jadi tidak semua benda memiliki koefisien yang

……….………. (2.12)

(14)

sama. Gambar 2.7 di bawah ini memperlihatkan gaya pada ban, persamaan momen inersia untuk berbagai roda adalah:

I = m × R²

Gambar 2.7 Gaya pada ban

Ada tiga gaya yang bekerja pada ban yaitu: (a) gaya normal atau vertical (FZ) yang diakibatkan oleh gaya berat kendaraan, (b) Gaya longitudinal (Fx) yang umumnya akibat gaya inersia percepatan (c) Gaya samping atau gaya lateral yang disebabkan oleh gaya sentrifugal kendaraan [14]. Gaya normal (N) adalah gaya yang ditimbulkan oleh alas bidang tempat benda berpijak dan arahnya tegak lurus dengan bidang tersebut seperti pada Gambar 2.8 di bawah ini.

Gambar 2.8 Gaya normal

N = W

N

W

……….………….………. (2.13)

……….………. (2.14)

(15)

Gaya gesekan merupakan gaya yang menahan gerak relatif antara roda kendaraan dan permukaan perkerasan. Gaya penahan ini dihasilkan melalui putaran roda atau luncuran di atas permukaan perkerasan (Hall, J. W., et al, 2009). Seperti di ilustrasikan pada Gambar 2.9 di bawah ini.

Gambar 2.9 Diagram gaya yang terjadi pada rotasi ban kendaraan Sumber: Hall, J. W., et al. 2009

Gaya gesek rotasi yang terjadi pada benda yang berputar mirip dengan gaya gesek statis namun ada satu hal yang membedakan, gaya gesek rotasi permukaan yang bergesekan akan selalu berubah-ubah.

F – Ff = ma dan N – mg = 0

Karena roda bergulir tanpa selip, maka harus ada gaya gesekan. Besar gaya

gesek pada sistem ini adalah sebagai berikut:

I × α = Ff × R Ff = I × Rα

Jika disubstitusikan ke persamaan F – Ff = m a, maka persamaanya;

………. (2.15)

……….…. (2.16)

…….……...………..…….…… (2.17)

….………...……. (2.18)

(16)

F−I a

Cengkraman ban atau biasa disebut koefisien grip akan berpengaruh terhadap gaya dorong kendaraan. Daya cengkram grip dapat ditingkatkan dengan memperbaiki koefisien gesek antara ban dengan permukaan jalan. Semakin besar koefisien grip akan memperbesar cengkraman ban terhadap jalan [4]. Pengujian koefisien grip adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui daya cengkeram dari bahan ban.

Secara eksperimen, ditemukan bahwa gaya gesek (Ff) bergantung pada gaya yang mendorong permukaan benda, yakni F pada sifat permukaan yang bersentuhan seperti yang ditunjukkan Gambar 2.10, 2.11 dan 2.12 di bawah ini.

(17)

W W W Hasil eksperimen tersebut dapat ditulis secara matematis,

(18)

Dimana:

V: adalah kecepatan S: adalah jarak

Kekesatan permukaan perkerasan jalan dapat mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Kekesatan merupakan kondisi tahanan gesek antara permukaan jalan dan ban kendaraan sehingga tidak mengalami selip atau tergelincir baik pada kondisi basah (waktu hujan) ataupun kering. Syarat utama lapis perkerasan jalan adalah aman, nyaman, dan ekonomis (Sukirman, 1992). Aman berarti perkerasan jalan harus cukup kuat memikul berat kendaraan serta menahan gaya gesek dan keausan karena roda kendaraan [10].

Canek (2004) di dalam Christopher Bennett (2007) mendefenisikan kekesatan permukaan jalan dan hubungannya antara tekstur permukaan jalan dan kekesatan jalan, yaitu kendaraan akan mengalami selip ketika proses pengereman, percepatan serta manuver karena gesekan yang terjadi melebihi batas kekuatan gesekan yang dihasilkan oleh roda kendaraan dan permukaan jalan. Oleh karena itu, kekesatan permukaan jalan dapat didefenisikan sebagai batas koefisien gesekan antara roda kendaraan terhadap permukaan jalan [7]. Dalam fisika koefisien gesek (µ) adalah tingkat kekesatan permukaan yang bergesekan. Makin kesat kontak bidang permukaan yang bergesekan makin besar gesekan yang dihasilkan. Jika bidang kesat sekali maka µ =1, jika bidang halus sekali maka µ = 0. Gambar 2.13 di bawah ini merupakan gerak menggelinding pada bidang datar.

(19)

Gambar 2.13 Gerak menggelinding pada bidang datar

Dari uraian persamaan 2.28, diperoleh koefisien gesek merupakan fungsi dari percepatan µ= ƒ (a) adalah:

Dimana µk adalah koefisien gesek kinetis (µkja adalah koefisien gesek kinetis pada jalan aspal, µkjb adalah koefisein gesek kinetis pada jalan aspal), F adalah gaya dorong (Fja adalah gaya pada jalan aspal, Fjb adalah gaya pada jalan beton), mg adalah gaya normal.

(20)

µk =Pban × Akb m ×g −

∆V ∆t ×g

Dimana Pban adalah tekanan udara ban, Akb adalah luas permukaan material jalan yang kontak terhadap permukaan ban (Akbja/Akba adalah luas kontak ban pada jalan aspal, Akbjb/Akbj adalah luas kontak ban pada jalan beton), ∆V adalah kecepatan mobil, ∆t adalah waktu tempuh kendaraan, g adalah gravitasi dan m adalah massa.

Kekesatan/koefisien gesek kinetis permukaan jalan dihasilkan dari fungsi utama tekstur permukaan jalan. Ketika tekstur permukaan jalan bersentuhan dengan roda kendaraan, gaya gesekan dapat dihasilkan. Secara umum lapis perkerasan aspal memiliki permukaan lebih halus daripada perkerasan beton hingga kekesatan perkerasan aspal lebih rendah daripada perkerasan kaku. Permukaan halus memiliki kenyamanan yang tinggi bagi kendaraan tetapi bila licin akan mudah menimbulkan selip bagi kendaraan yang permukaan bannya sudah halus. Permukaan jalan beton memiliki tekstur lebih kasar sehingga kekesatan (tahanan gesek) tinggi, akibatnya pola profil permukaan ban kendaraan lebih cepat aus dan kenyamanannya rendah bagi kendaraan [7].

Dalam kondisi basah dan kecepatan rendah (kurang dari 70 km/jam), mikrotekstur lebih berperan dalam menghasilkan gaya gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan. Namun, dalam kecepatan tinggi (lebih besar dari 70 km/jam), mikroteksure dan makrotekstur diperlukan untuk menghasilkan gesekan yang tinggi. Kekesatan permukan jalan diukur dengan membandingkan antara tekstur permukaan

(21)

dan korelas gesekan perlawanan. Gambar 2.14 di bawah ini memperlihatkan permukaan tekstur permukaan jalan.

(a) (b) Gambar 2.14 Permukaan jalan

(a) Aspal (b) Beton

Perbedaan nilai koefisien gesek pada kecepatan tertentu disebabkan oleh perbedaan permukaan kekesatan permukaan jalan, cuaca, kondisi ban dan jenis ban seperti pada Gambar 2.15. Kecepatan kendaraan jalan raya di Indonesia umumnya berada diantar 30 - 150 km/jam atau sekitar 8 m/detik sampai dengan 41,6 m/detik [6].

Gambar 2.15 Dari hasil penelitian hubungan antara koefisien gesek (µmaks.) dengan kecepatan V [11]

Gambar 2.15 diperlihatkan pada kecepatan rendah diperoleh nilai koefisien gesekan yang tinggi sedangkan untuk kecepatan tinggi diperoleh nilai koefisien gesek

(22)

yang rendah [11]. Permukaan memiliki kekesatan cukup bila tahanan gesek antara ban dan permukaan jalan tersedia cukup dan permukaan tidak licin sehingga pada kondisi kering atau basah tidak mengakibatkan ban yang halus mudah selip.

Permukaan perkerasan yang basah lebih berbahaya bagi kendaraan dengan permukaan ban halus dari pada kondisi permukaan kering. Nilai tahanan gesek yang disarankan disajikan pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel. 2.3 Kekesatan /Koefisein gesek kinetis permukaan jalan

Spesifikasi Penyediaan Prasarana Jalan

Jalan Bebas Hambatan Jl. Raya Jl. Sedang Jl. Kecil

O

Koefisien grip, sama dengan koefisien gesek kinetis dan sama dengan kekesatan memanjang .

(23)

Dimana:

Pban: adalah tekanan udara ban

Akb: adalah luas permukaan material jalan yang kontak terhadap permukaan ban, K: adalah kekakuan permuk

dL: adalah kelendutan permukaan jalan ∆t: adalah selish waktu

Hasil eksperimen akan di integrasikan terhadap Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011.

2.5. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan, keamanan, pelayanan yang efisien kepada pengguna jalan dan memiliki kapasitas struktural yang mampu mendukung berbagai beban lalu lintas dan tahan terhadap dampak dari kondisi lingkungan (Christopher Bennett, 2007). Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan. Fungsi perkerasan jalan adalah:

1. Mendistribusikan beban terpusat, sehingga tekanan yang terjadi pada lapis tanah dasar menjadi lebih kecil.

2. Menyediakan kekesatan sehingga mempunyai koefisien gesek yang besar antara roda dan permukaan perkerasan.

3. Menyediaan kerataan, sehingga pengguna tidak terguncang pada saat lewat pada perkerasan.

(24)

2.5.1. Perkerasan aspal

Perkerasan aspal adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan, seperti terlihat pada Gambar 2.16 di bawah ini.

Gambar 2.16 Susunan lapis perkerasan jalan aspal

Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya berupa muatan kendaraan (gaya vertikal), gaya rem (Horizontal) dan pukulan roda kendaraan (getaran).

Lapisan yang paling atas disebut lapisan permukaan dimana lapisan permukaan ini harus mampu menerima seluruh jenis beban yang bekerja. Oleh karena itu lapisan permukaan mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Lapis perkerasan penahan beban roda, harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

2. Lapis aus, lapisan yang langsung menerima gesekan akibat gaya rem dari kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

3. Lapisan yang meyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang ada di bawahnya [11].

2.5.2. Perkerasan beton

(25)

Perkerasan beton adalah struktur yang terdiri dari pelat beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan terletak diatas pondasi bawah, atau tanpa pondasi bawah dengan atau tanpa peraspalan sebagai lapisan pemukaan. Perkerasan beton memiliki modulus elastisitas yang tinggi akan mendistribusikan beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri, seperti pada Gambar 2.17 di bawah ini.

Gambar 2.17 Susunan lapis perkerasan beton

2.6. Material Permukaan Jalan

Sebelum menentukan material untuk digunakan sebagai bahan pondasi hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik – baiknya sehubungan dengan persyaratan teknis. Bermacam – macam material alam atau bahan setempat dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain batu pecah, krikil, dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur sesuai dengan kebutuhan.

2.6.1. Material permukaan jalan aspal

Perkerasan lentur terdiri dari Hotmix adalah campuran agregat halus dengan agregat kasar dan bahan pengisi dengan bahan pengikat aspal dalam kondisi suhu panas tinggi. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat

Lapis pondasi bawah Lapis tanah dasar

(26)

dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Komposisi material jalan aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1, 4.2 dan 4.3. Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat dan kekuatannya tergantung kepada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran, dan ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat aspal yang digunakan.

2.6.2. Material permukaan jalan perkerasan beton

Perkerasan beton semen atau perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan dowel, atau menerus dengan tulangan, terletak di atas tanah dasar atau diatas lapisan granular dengan bounding atau unbounding baik dengan semen atau aspal yang terletak diatas tanah dasar (subgrade), tanpa atau dengan pengaspalan sebagai lapis permukaan. Komposisi material jalan beton dapat dilihat pada Tabel 4.4, 4.5, dan 4.6.

Beton terdiri dari gabungan material semen, air, pasir (agregat halus) dan kerikil (agregat kasar) yang kemudian dicampur dan diaduk hingga tercampur secara merata. Perbandingan jumlah material beton akan berpengaruh pada kuat beton itu sendiri. Kuat beton biasanya diukur dengan cara ditekan atau diberi beban pada umur beton 28 hari.

(27)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan dari data dan tinjauan pustaka, maka secara sederhana dibuat kerangka penelitian, seperti terlihat pada Gambar 2.18 dibawah ini.

(28)

Gambar

Tabel 2.1 Parameter kekasaran permukaan jalan
Tabel 2.2 Kondisi ketidakrataan tekstur permukaan aspal  Jl. AH. Nasution Medan Tanggal 14 September 2013
grafik terlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini [10].
Gambar 2.7 Gaya pada ban
+6

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan program pendidikan yang tidak hanya menyajikan tentang konsep-konsep pengetahuan semata, namun harus mampu membina peserta didik menjadi warga negara dan

Skripsi dengan judul &#34;Scaffolding Pada Penyelesaian Soal Matematika Materi Bangun Ruang Sisi Datar Di Kelas VItr SMP Negeri 2 Sumbergempol Tahun 201612017&#34; yang

• Yang dimaksud dengan biaya tetap ialah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi serta tidak habis dalam satu proses

6 Talk Show Love Bite Cocktail Party di Jogjakarta Plaza Hotel Narasumber 2009 7 On The SpotPro 2 Foodcort RRI Narasumber 2010 8 Seminar Membumikan Penelitian dan Pengembangan

• Bila dengan perhitungan misalnya ada penurunan muka gambut bongkor akibat dekomposisi sebesar 2 cm/tahun, maka maksimum g p / , akan melepaskan karbon sebesar 11,6 ton/ha/tahun

Mahasiswa mampu membuat garnish, food presentation , mengukir buah, membuat hiasan gelas, merangkai bingkisan (buah dan bunga), membuat samir, dan menata

khususnya geometri, sehingga siswa dapat lebih aktif dan kreatif dalam. mengikuti

We knew that we needed to be better prepared — both to know what could fail but also what that failure looks like, what to do in case of failure, and to make sure that we as a