• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Persepsi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Di Puskesmas Kedai Durian Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik dan Persepsi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Di Puskesmas Kedai Durian Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

28 2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan

2.1.1 Pengertian Mutu

Banyak pendapat tentang mutu, pendapat yang dikemukakan agaknya berbeda-beda namun saling melengkapi yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang apa yang dimaksud dengan mutu. Seorang pakar mutu DR. Armand V. Feigenbaum yang dikutip oleh Wijono (2009) bahwa mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan dimana produk dan jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan.

Mutu juga memiliki banyak pengertian lain, menurut Azwar (2013) beberapa diantaranya yang dianggap cukup penting adalah:

1. Mutu adalah tingkatan kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati.

2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.

3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna.

4. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan

(2)

1. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2. Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.

3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah, apa yang dianggap bermutu pada saat ini belum mungkin dianggap kurang bermutu pada masa mendatang.

Maka dapat disimpulkan bahwa mutu adalah kemampuan suatu produk, baik itu barang maupun jasa atau layanan untuk memenuhi keinginan pelanggannya. Sehingga setiap barang atau jasa selalu dipacu untuk memenuhi mutu yang diminta pelanggan melalui pasar.

2.1.2 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu merupakan fenomena yang komprehensif dan multi facet. Menurut Lori Di Prete Brown dalam bukunya Quality Assurance of Health Care in Developing Countries yang dikutip oleh Wijono (2009),kegiatan menjaga mutu dapat menyangkut dimensi berikut:

1. Kompetensi Teknis

Kompetensi teknis terkait dengan keterampilan, kemampuan, dan penampilan petugas, manajer dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal dapat dipertanggungjawabkan atau diandalkan (dependability), ketepatan (accuracy), ketahanan uji (reliability), dan konsistensi (consistency).

2. Akses terhadap pelayanan

(3)

3. Efektivitas

Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.

4. Hubungan antar manusia Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas

dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif, dan memberikan perhatian. Hubungan antar manusia yang

kurang baik akan mengurangi efektivitas dari kompetensi teknis pelayanan kesehatan.

5. Efisiensi

Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki. Pelayanan kurang baik karena norma yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau dihilangkan. Dengan cara ini kualitas dapat ditingkatkan sambil menekan biaya.

6. Kelangsungan pelayanan

(4)

7. Keamanan

Mengurangi resiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan.

8. Kenyamanan dan kenikmatan

Dalam dimensi kenyamanan dan kenikmatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektivitas klinis, tetapi dapat mengurangi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.

Sedangkan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Bustami (2011) menganalisis dimensi kualitas jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Kelima komponen mutu pelayanan dikenal dengan nama ServQual. Kelima dimensi mutu menurut Parasuraman dkk. meliputi:

a. Ketanggapan (Responsiveness)

Dimensi ini dimasukkan ke dalam kemampuan petugas kesehatan menolong pelanggan dan melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan. Dimensi ini merupakan penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh pelanggan.

b. Kehandalan (Reliability)

(5)

c. Jaminan (Assurance)

Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari resiko.

d. Empati (Empathy)

Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka, dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya. Peranan SDM kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena mereka dapat langsung memenuhi kepuasan para pengguna jasa pelayanan kesehatan.

e. Bukti fisik (Tangible)

Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh penggunainannya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai. Para penyedia layanan kesehatan akan mampu bekerja secara optimal sesuai dengan keterampilannya masing-masing.

2.2 Pemanfaatan Pelayanan 2.2.1 Definisi

Manfaat secara bahasa diartikan sebagai guna; faedah; untung. Pemanfaatan adalah proses; cara; perbuatan memanfaatkan sedangkan pelayanan adalah perihal atau cara melayani (Depdiknas, 2010).

(6)

rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar, 2012).

Dari berbagai bentuk pelayanan, pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menurut Levey dan Loomba (1973) dalam Azwar (2012) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

Menurut Brotosaputro (2012) pelayanan kesehatan adalah segala kegiatan yang secara langsung berupaya untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan atau dituntut oleh masyarakat untuk mengatasi kesehatannya. Sumber lain yang menyatakan bahwa pengertian pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Pelayanan kesehatan juga melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) (Notoatmodjo, 2012).

2.2.2 Tujuan Pelayanan Kesehatan

(7)

oleh semua orang, penyusunan kebijakan kesehatan seharusnya melibatkan penerima pelayanan kesehatan, lingkungan pengaruh terhadap kesehatan penduduk, kelompok, keluarga dan individu, pencegahan penyakit sangat diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, kesehatan merupakan tanggung jawab individu, klien merupakan anggota tetap team kesehatan (Azwar, 2012).

Beberapa macam pelayanan kesehatan diantaranya adalah 1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) ditujukan untuk pelayanan kesehatan masyarakat untuk yang sakit ringan atau meningkatkan kesehatan/promosi kesehatan bentuk pelayanan antara lain: Puskesmas, Pusling, Pustu, 2) pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health care) adalah pelayanan kesehatan masyarakat yang memerlukan rawat inap dan memerlukan (Azwar, 2012).

Pelayanan Puskesmas merupakan salah satu jenis pelayanan tingkat pertama (Primary health care) yaitu pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk yang sakit ringan atau meningkatkan kesehatan/promosi kesehatan, sehingga pemanfaatan Puskesmas dapat diartikan sebagai perilaku, proses, cara atau perbuatan dalam memanfaatkan pelayanan puskesmas oleh masyarakat.

2.2.3 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

(8)

1. Ketersediaan dan Kesinambungan Pelayanan

Pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat (acceptable) serta berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada tiap saat dibutuhkan.

2. Kewajaran dan Penerimaan Masyarakat

Pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat wajar (appropriate) dan dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat. Artinya pelayanan kesehatan tersebut dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu keadaan pelayanan kesehatan yang baik. 3. Mudah Dicapai oleh Masyarakat

Pengertian dicapai yang dimaksud disini terutama dari letak sudut lokasi mudah dijangkau oleh masyarakat, sehingga distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Jangkauan fasilitas pembantu untuk menentukan permintaan yang efektif. Bila fasilitas mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan. Tingkat pengguna di masa lalu dan kecenderungan merupakan indikator terbaik untuk perubahan jangka panjang dan pendek dari permintaan pada masa akan datang.

4. Terjangkau

(9)

5. Mutu

Mutu (kualitas) yaitu menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan menunjukkan kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan yang dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

2.2.4 Upaya Pencarian Pelayanan Kesehatan Sebagai Pola Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Upaya pencarian pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan gambaran perilaku pola pemanfaatan pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang dapat menggambarkan tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pemanfaatan fasilitas kesehatan di puskesmas dapat dilihat dengan menggunakan beberapa indikator, antara lain beberapa kunjungan per hari buka puskesmas dan frekuensi kunjungan puskesmas (BPS, 2012).

Hal ini berarti dengan meningkatnya kunjungan puskesmas disebabkan adanya kesadaran individu dan masyarakat itu sendiri untuk mencapai serta mendapatkan pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan yang pemerintah siapkan. Pemanfaatan fasilitas kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor waktu, jarak, biaya, pengetahuan, fasilitas, kelancaran hubungan antara dokter dengan klien, kualitas pelayanan dan konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit (Notoatmodjo, 2010).

(10)

2.2.5 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2010) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model) dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama yaitu karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, karakteristik kebutuhan.

1. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristics)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu :

a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur.

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan sebagainya.

c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Selanjutnya Anderson percaya bahwa:

1) Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

2) Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, mempunyai perbedaan gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

(11)

2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics)

Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, ia tak akan bertindak untuk memanfaatkannya, kecuali bila ia mampu memanfaatkannya. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar.

3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics)

(12)

Sumber: Anderson dalam Notoatmodjo (2010)

Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

2.3 Puskesmas

2.3.1 Definisi Puskesmas

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menyebutkan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014).

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok (Entjang, 2010) Puskesmas adalah satu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan

Predisposing Enabling Need Health

Service Use

Demography

Social Structure

Health beliefs

Family resources

Community Resources

Perceived

(13)

pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok (Azwar, 2012).

Menurut Brotosaputro (2012) Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Ditinjau dari sistem kesehatan nasional maka sebagai pelayanan kesehatan di tingkat pertama, Puskesmas mempunyai upaya kesehatan wajib yaitu upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas wilayah Indonesia (Hatmoko, 2012).

2.3.2 Tujuan Puskesmas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014, pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang: a) memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; b) mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, c) hidup dalam lingkungan sehat; dan d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

(14)

pribadi dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, pelayanan kesehatan publik dengan tujuan utamanya memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit (Effendi, 2011).

2.3.3 Fungsi Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014, bahwa puskesmas menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya;

2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Dalam menyelenggarakan fungsinya, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014, Puskesmas berwenang untuk:

1) melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

2) melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

3) melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;

(15)

5) melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;

6) melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas; 7) memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

8) melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan

9) memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

Puskesmas melakukan beberapa cara untuk merangsang masyarakat melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri, memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien, memberikan bantuan yang bersifat bimbingan dan rujukan medis kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan tidak menimbulkan ketergantungan, memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat, bekerjasama dengan sektor bersangkutan dalam melaksanakan program kesehatan (Mubarak dan Chayatin, 2009).

2.3.4 Tugas Pokok Fungsi Puskesmas

(16)

1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yaitu Puskesmas selalu memantau pelaksanaan pembangunan di wilayah kerjanya agar senantiasa memperhatikan segi aspek / dampak kesehatan.

2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat, yaitu membina masyarakat di wilayah kerja untuk berperan serta aktif dan diharapkan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan.

3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama, yaitu memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh yang bermutu, merata, berkesinambungan dan terjangkau oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas meliputi : Promotif, Preventif,

4. Kuratif dan Rehabilitatif. Bertolak dari keempat pelayanan tersebut di atas maka usaha pokok Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni: upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan.

2.3.5 Kategori Puskesmas

(17)

1. Puskesmas kawasan perkotaan; 2. Puskesmas kawasan pedesaan;

3. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.

2.3.6 Upaya Kesehatan Esensial dan Pengembangan di Puskesmas

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Menurut Permenkes RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi:

1) pelayanan promosi kesehatan; 2) pelayanan kesehatan lingkungan;

3) pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; 4) pelayanan gizi; dan

5) pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (Kemenkes RI, 2014). Upaya kesehatan masyarakat pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 36 Permenkes RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas (Kemenkes RI, 2014).

(18)

merupakan bentuk pelayanan kesehatan dasar yang bersifat kuratif. Sasarannya yaitu seluruh masyarakat di wilayah kerja puskesmas yang mengunjungi puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. Kegiatannya antara lain:

1. Menegakkan diagnosa.

2. Memberikan pengobatan untuk penderita yang berobat jalan atau pelayanan rawat inap khusus untuk puskesmas perawatan,

3. Merujuk penderita ke pusat-pusat rujukan medis sesuai dengan jenis penyakit yang tidak mampu ditangani oleh puskesmas.

4. Menyelenggarakan puskesmas keliling untuk menjangkau wilayah kerja puskesmas yang belum mempunyai puskesmas pembantu atau wilayah pemukiman penduduk yang masih sulit sarana transportasi.

2.4 JKN

2.4.1 Pengertian JKN

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan ini disebut JKN karena semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran (Putri, 2014).

(19)

wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Putri, 2014).

2.4.2 Prinsip-Prinsip JKN

JKN mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:

a. Prinsip Kegotong-royongan

Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit.

b. Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

c. Prinsip Portabilitas

(20)

d. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program

e. Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan- badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

f. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta (Putri, 2014).

2.4.3 Peserta JKN

Peserta JKN meliputi:

1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): Fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari: 1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya

a) Pegawai Negeri Sipil; b) Anggota TNI;

(21)

e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; f) Pegawai Swasta; dan

g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan f yang menerim Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya a) Investor;

b) Pemberi Kerja;

c) Penerima Pensiun, terdiri dari : Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun. d) Veteran;

e) Perintis Kemerdekaan;

f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan

(22)

2.4.4 Hak dan Kewajiban Peserta JKN a. Hak Peserta

1) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;

2) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban sebagai peserta serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

3) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan

4) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.

b. Kewajiban Peserta

1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau disesuaikan dengan kemampuan peserta;

2) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I;

3) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak;

(23)

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas

2.5.1 Karakteristik 2.5.1.1 Umur

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Jenis Perhitungan usia terbagi dalam tiga kategori: 1) usia kronologis, 2) usia mental, 3) usia biologis (Nitisusastro, 2012).

Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia. Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun. Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki oleh seseorang (Nitisusastro, 2012).

(24)

mengenal kebutuhan dan keinginan, yang membedakan antara kebutuhan dan keinginan adalah tingkatan usianya (Nitisusastro, 2012).

2.5.1.2 Pendidikan

Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan (Ihsan, 2011).

Pemanfaatan puskesmas akan meningkat apabila peserta JKN mempunyai jenjang pendidikan dan pengetahuan yang tinggi tentang pentingnya kesehatan bagi mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2010), yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya terhadap suatu hal. Karena pendidikan sangat mempengaruhi cara berpikir dan perubahan perilaku seseorang.

2.5.1.3 Pekerjaan

(25)

2.5.2 Persepsi

Persepsi adalah bagian dari fungsi kognitif yang merupakan penilaian terhadap dorongan internal dan rangsang sense si eksternal. Kedalaman penilaian dipengaruhi faktor biologis kecerdasan (IQ). Keluasan penilaian dipengaruhi pola asuh dalam bentuk wawasan, imajinasi dan harapan. Karena itu, pola persepsi ditentukan oleh mind set dan environmental setting (Nurdin, 2011).

Pelaksanaan layanan kesehatan dari JKN yang baik terkait dengan mutu layanan yang diberikan akan membentuk persepsi yang positif dalam diri pengguna fasilitas tersebut. Apabila mutu layanan baik maka penerima layanan yakni pasien akan persepsi yang positif dan merasa puas dan mendorong minat untuk memanfaatkan tempat layanan kesehatan. Mutu layanan tersebut dapat ditentukan oleh sumber daya manusia yakni jumlah dan kehandalan tenaga kesehatan, kelengkapan fasilitas penunjang, jenis pelayanan kesehatan yang dijaminkan dan kelengkapan obat di tempat layanan (Hamid dkk, 2013).

(26)

namun ada 2 kategori peserta yakni PBI dan Non PBI dan dikelola oleh suatu Badan khusus yang teroganisir secara nasional (Rumengan, 2015).

Adanya sosialisasi JKN-BPJS ke masyarakat belum tentu akan merubah persepsi masyarakat tentang suatu program menjadi lebih baik. Masyarakat yang sudah menerima informasi adanya program pemerintah tentang JKN melalui BPJS kesehatan, namun jika fasilitas dan ketersediaan obat yang terbatas serta mutu layanan yang diberikan oleh para tenaga kesehatan masih kurang maka persepsi masyarakat terhadap Program JKN lama kelamaan menjadi kurang. Jika persepsi terhadap suatu program kurang baik maka dapat meningkatkan perilaku untuk tidak memanfaatkan puskesmas. Jika persepsi masyarakat terhadap suatu program kesehatan seperti JKN-BPJS adalah baik akan dapat mendorong masyarakat untuk memanfaatkannya dengan memilih tempat layanan kesehatan yang diberikan misalnya Puskesmas. Peran Puskesmas sangat vital dalam meneruskan program pemerintah yang memiliki misi untuk peningkatan layanan kesehatan rakyat semesta karena Puskesmas adalah unit yang paling dekat dengan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dan tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Indonesia.

(27)

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian digambarkan berikut ini.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ada pengaruh umur peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015. 2. Ada pengaruh pendidikan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap

pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015. 3. Ada pengaruh pekerjaan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap

pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015. 4. Ada pengaruh persepsi dimensi ketanggapan peserta penerima bantuan iuran

(28)

5. Ada pengaruh persepsi dimensi kehandalan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015.

6. Ada pengaruh persepsi dimensi jaminan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015.

7. Ada pengaruh persepsi dimensi empati peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015.

Gambar

Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

bahwa parameter fisika-kimia pada kedalaman 1 m yang berkorelasi dengan struktur komunitas fitoplankton adalah turbiditas dan klorofil-a, sedangkan parameter oseanografi

Meskipun dokumen ini telah dipersiapkan dengan seksama, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum dan keuangan

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola Menunjukkan manfaat mata pelajaran Ekonomi Disajikan data koefisien elastisitas harga, peserta.. pikirkeilmuan yang mendukung mata

Kinerja Lembaga Manajemen Inovasi menjadi pertimbangan dalam Kebijakan Insentif dan Penghargaan yang terkait dengan prestasi Perguruan Tinggi/Lembaga Litbang. Perguruan

Dinas Daerah tipe A dan tipe B, Sekretaris pada Badan Daerah Kabupaten. tipe A dan tipe B, Kepala Bagian, serta Kepala Distrik merupakan

Dengan demikian, radikalisme dapat dipahami sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar, fanatik keagamaanya cukup tinggi, tidak jarang penganut

Dalam perencanaan pembelajaran memuat identitas mata pelajaran, kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran, materi pokok, strategi

a) 2 buah benda uji untuk uji kuat tarik badan dan perpanjangan putus yang dipotong dari bagian badan ban dalam pada kedua sisi yang berlawanan; dan.. Lakukan