Universitas Sumatera Utara BAB II
TINJAUAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
A. Sejarah Hak Asasi Manusia
Pada hakekatnya, Agama-Agama besar di dunia memuat ajaran tentang
hak asasi manusia, baik Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu, memuat ketentuan
bahwa setiap manusia berhak atas kebebasan beragama, diskriminasi,
non-eksploitasi, hidup merdeka, dan hak-hak lainnya.57 Berikut beberapa instrumen hukum yang menjadi bagian dari sejarah perkembangan HAM di dunia:
1. Code of Hammurabi (1780 SM), memuat kepastian dan keadilan hukum dimana hukuman hanya bagi para pelaku kriminal harus tertangkap tangan
dan bagi hakim yang tidak adil akan didenda dan dicabut dari posisinya.
2. Charter of Cyrus (539 SM), dokumen HAM pertama yang memuat kata hak didalamnya. Dokumen tersebut memuat beberapa hak, yang paling
utama adalah kebebasan beragama, toleransi budaya, pelarangan kerja
paksa, dan penghapusan perbudakan.
3. Asoka’s Edicts (280 SM), memberi petunjuk terkait advokasi HAM yang berfokus pada pembebasan dari penderitaan, perlakuan tahanan yang
manusiawi, toleransi beragama, keadilan berimbang, menentang hukuman
mati, dan penyiksaan layaknya binatang.
4. Magna Charta (1215 M), Raja John Lockland telah mengakui hak-hak rakyat secara turun-temurun, baik kebebasan yang tidak boleh dirampas
Universitas Sumatera Utara
tanpa keputusan pengadilan dan pemungutan pajak harus dengan
persetujuan Dewan, sehingga Kerajaan tidak memiliki kekuasaan absolut
lagi.
5. Petition of Rights (1628 M), diterbitkan oleh parlemen berdasarkan ketidakpuasan terhadap kerajaan atas perintah Edward Coke, yang
memberikan prinsip-prinsip kepada rakyat jelata sama seperti yang
diberikan kepada bangsawan, pemungutan pajak atas izin parlemen, dan
tidak seorangpun yang dipenjara tanpa disebutkan sebabnya.
6. Peace of Westphalia (1648 M), memuat prinsip persamaan antar negara/bangsa, pengakuan atas kedaulatan negara, dan prinsip
non-intervensi walaupun, pemerintah dapat mengajukan komplain atas
penganiayaan rakyat mereka di luar negeri dan menyelamatkan mereka
dari hal yang membahayakan. Di bawah sistem Westphalia, para penguasa
menghormati keyakinan agama satu sama lain.
7. Bill of Rights (1689 M), walaupun berisi ketentuan yang diskriminatif dimana bagi kaum Katholik untuk seterusnya tidak dapat menjadi raja,
hanya kaum Protestan yang bisa menjadi raja. Selain itu juga memuat
ketentuan atas pemilihan yang bebas dan adil, kebebasan memberikan
petisi untuk raja, hak kaum Protestan untuk memiliki senjata, bebas dari
hukuman yang kejam dan tidak biasa, serta bebas dari denda dan
kehilangan tanpa pengadilan.58
Universitas Sumatera Utara
Ketika HAM memasuki Bahasa Inggris di tahun 1940-an, HAM adalah
sekumpulan aturan yang menjadi alat untuk melawan Orde Adolf Hitler yang
bersifat tirani.59 Bahwa perlawanan tersebut penting untuk mempertahankan kehidupan, kebebasan, kemerdekaan dan kebebasan beragama, serta untuk
menjaga HAM dan keadilan dimana HAM dijadikan sebagai slogan untuk
membenarkan perang.60 Pada 1941, Presiden AS, Franklin Delano Roosevelt mengemukakan gagasan terkenal, yaitu the four freedoms berisi freedom of speech, freedom of worship, freedom from want, freedom from fear.61
Pada 1945, atas dasar inisiatif negara-negara pemenang perang,
didirikanlah PBB dengan tujuan utama untuk mencapai kerja sama,
pembangunan, dan HAM internasional serta menjaga perdamaian dan keamanan
internasional. Oleh karena itu pencapaian utama PBB adalah untuk menetapkan
standar berupa kodifikasi HAM universal.62 Pertama sekali adalah mengembangkan sebuah definisi resmi secara universal dengan menyatakan
sebuah deklarasi sebagai suatu dasar untuk sebuah konvensi yang mengikat secara
hukum dan menciptakan mekanisme penerapan internasional.63 Walaupun dalam penyusunan deklarasi tersebut banyak terdapat persoalan-persoalan namun pada
akhirnya lahir suatu rumusan yang menekankan bahwa seluruh HAM adalah
universal, tak bisa dipilah, saling tergantung, dan akan terus berhubungan.64 Deklarasi tersebut adalah Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal HAM. Perkembangan terakhir pada 1993, World Conference on Human
59Samuel Moyn. Op.Cit., halaman 44 60Ibid., halaman 49
61
M. Afif Hasbullah. Op.Cit., halaman 22
62Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 79 63Ibid., halaman 81
Universitas Sumatera Utara Rights yang menghasilkan The Vienna Declaration and Program of Action yang menjembatani pandangan HAM blok barat dan blok timur dan visi global tentang
HAM.65
Satu dari berbagai tantangan utama bagi sistem HAM internasional adalah
penegakan HAM yang efektif terhadap pemerintahan yang tidak memiliki
kemauan untuk mematuhi kewajiban HAM serta mematuhi keputusan badan
HAM.66 Namun, untuk implementasi HAM secara universal tidaklah mudah karena terdapat beberapa kendala. Pertama, kendala ideologis dimana setiap
negara memiliki pandangan HAM yang tidak sama akibat dari ideologi yang
berbeda. Kedua, kendala ekonomi dimana pada negara kaya implementasi HAM
relatif stabil sedangkan pada negara berkembang/miskin implementasi HAM
terkadang dikorbankan dengan dalih untuk memenuhi hal-hal yang lebih penting.
Ketiga, kendala teknis dimana dari sekian banyak instrumen HAM yang ada tidak
didukung dengan jumlah ratifikasi yang cukup, selain itu juga karena adanya
reservasi yang banyak, keengganan untuk menerima pengawasan internasional,
keberatan untuk memenuhi semua kewajiban, dan terdapat ketidaksamaan.67 Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan upaya promosi untuk implementasi
HAM secara universal dengan cara membuat aturan standar atas berbagai hak,
memperbanyak publikasi di semua sumber informasi dan komunikasi, serta peran
aktif dunia internasional dalam penegakan HAM.68
Pada intinya, hukum HAM internasional berusaha untuk mengatur
bidang-bidang yang secara tradisional di luar lingkup HI yaitu yurisdiksi domestik
65
M. Afif Hasbullah. Op.Cit., halaman 32
Universitas Sumatera Utara
negara dimana hukum HAM internasional salah satunya berusaha untuk
membebankan hukuman terhadap pelanggaran HAM dalam negeri, yang pada
hakekatnya menjadi yuridiksi domestik, namun karena alasan khusus hukum
HAM internasional dapat ambil bagian dalam yuridiksi domestik suatu negara.69
B. Instrumen Hukum Perlindungan Hak Asasi Manusia
Benih-benih sistem HAM internasional ditanam di Konferensi Perdamaian
Den Haag 1899, dimana mekanisme dasar untuk melindungi manusia melalui
perjanjian internasional pertama kali dibahas pada Konferensi Den Haag.70 Pada perkembangannya, telah banyak lahir instrumen HAM, baik di tingkat uiversal
maupun regional. Setiap negara dapat menjadi pihak dalam instrumen di tingkat
universal sedangkan instrumen di tingkat regional hanya untuk negara-negara
yang secara geografis terletak di wilayah instrumen tersebut.71 Berikut adalah beberapa instrumen HAM di tingkat universal:
1. Charter of the United Nations 194572
tujuan PBB salah satunya berdasarkan piagam tersebut adalah
untuk mencapai kerjasama internasional dalam mengembangkan dan
meningkatkan penghormatan terhadap HAM. Piagam PBB hanya
memberikan rekomendasi, dukungan, dan dorongan tanpa memberikan
69Matthew Happold. 2012. International Humanitarian Law and Human Rights Law. Resea rch
Handbook on International Conflict and Security Law, halaman 2
70
Roger Normand dan Sarah Zaidi. Op.Cit., halaman 35
71Fadillah Agus. Op.Cit., halaman 89-90
72Ian Brownlie. 1993. Dokumen-Dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia . Jakarta: UI
Universitas Sumatera Utara
kewajiban yang mengikat bagi negara peserta dan juga tidak memberikan
definisi atas HAM.73
2. Universal Declaration of Human Rights 194874
Deklarasi yang dirancang untuk menjadi sebuah International Bill of Rights walaupun deklarasi tersebut hanya sebuah manifesto berisi pernyataan tentang cita-cita dan tidak memuat ketentuan yang bersifat
memaksa, namun deklarasi tersebut adalah sebuah pelopor atas rumusan
HAM dan pedoman bagi instrumen HAM selanjutnya.75 Deklarasi tersebut berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan negara masing-masing,
dimana deklarasi mengandung 2 makna. Pertama, komitmen untuk saling
menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan
antar negara dan bangsa. Kedua, berupa kriteria objektif dalam menilai
setiap kebijakan pemerintahan.76 Bagi negara-negara anggota PBB, deklarasi tersebut sifatnya mengikat sehingga setiap pelanggaran dan
penyimpangan terhadap isi deklarasi menjadi masalah bagi masyarakat
internasional yang membuat masyarakat internasional berhak untuk
mempersoalkannya ke Komisi Tinggi HAM PBB atau lembaga HAM
lainnya yang dapat menghasilkan sanksi internasional. Hakekat
universalitas HAM sesungguhnya dalam deklarasi tersebut adalah standar
nilai kemanusiaan bagi siapapun, tanpa terkecuali.
73
Starke. Op.Cit., halaman 481
74Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 137-144 75Starke. Op.Cit., halaman 482
Universitas Sumatera Utara
3. Convention on the Protection and Punishment of the Crime of Genocide
194877
Konvensi ini merupakan jawaban terhadap kekejaman yang terjadi
selama Perang Dunia II sehingga para pelaku dapat diadili. Konvensi
tersebut menjadi perjanjian HAM pertama yang sebagian besar
menyangkut tentang cara negara memperlakukan warga negaranya.78 4. Convention Relating to the Status of Refugees 195179
Konvensi ini menjelaskan hak dan kewajiban para pengungsi,
terutama hak untuk tidak dipaksa kembali ke tempat asal, memuat
ketentuan-ketentuan untuk mengatur berbagai aspek kehidupan pengungsi
sehari-hari termasuk pekerjaan, pendidikan, dan jaminan sosial.80
5. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 196681
Bahwa perlindungan terhadap diskriminasi dan perjuangan
melawan diskriminasi rasial adalah salah satu inti kegiatan HAM PBB.
Konvensi tersebut tidak hanya melarang diskriminasi rasial dalam bentuk
sempit tetapi juga melarang diskriminasi berdasarkan warna kulit, etnis,
atau kebangsaan yang tujuan atau pengaruhnya adalah untuk menghalangi
orang untuk menikmati HAM, termasuk larangan terhadap segala bentuk
pemisahan dalam masyarakat.82
77Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 39-44 78Matthew Happold. Op.Cit., halaman 3 79
Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 66-88
Universitas Sumatera Utara
6. International Convenant on Civil and Political Rights 1966 dan
International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights 196683 Konvenan-konvenan tersebut dibuat untuk menyempurnakan
rencana International Bill of Rights sebelumnya, dengan kata lain melengkapi Universal Declaration of Human Rights 1948, dimana dua kovenan tersebut bersifat mengikat untuk menghormati HAM, meliputi
hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dua kovenan tersebut
memuat HAM yang berbeda namun juga memuat ketentuan umum, misal
hak menentukan nasib sendiri dan larangan diskriminasi.84 7. Proclamation of Teheran 196885
Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang HAM di
Teheran yang menyatakan antara lain bahwa semua anggota masyarakat
harus memenuhi kewajibannya untuk meningkatkan kesadaran atas HAM,
mematuhi asas non-diskriminasi, menentang kolonialisme,
memaksimalkan pembangunan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi
antar negara sehingga tidak menghalangi perwujudan HAM, dan
pendidikan bagi seluruh manusia untuk mencapai tujuan.
8. Declaration on the Protection of All Persons from Being Subjected to
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 197586
Sebuah deklarasi yang berdasarkan oleh konsensus yang pada
prinsipnya berisikan larangan penyiksaan sesuai dengan Piagam PBB dan
83
Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 144-175
84Starke. Op.Cit., halaman 486
Universitas Sumatera Utara
Deklarasi Universal HAM. Komisi Tinggi HAM PBB menunjuk Special Rapporteur terhadap yang berkaitan dengan penyiksaan, dengan mandat untuk mencari dan menerima informasi yang kredibel dari pemerintah
serta badan-badan khusus, IGO, dan LSM dan merespon secara efektif
terhadap informasi yang berkaitan dengan penyiksaan.87 Deklarasi tersebut menjadi dasar bagi konvensi tentang penyiksaan.
9. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 197988
Konvensi tersebut menentukan larangan terhadap segala
pembedaan, pengucilan, atau pembatasan berdasarkan jenis kelamin yang
mempunyai tujuan dan pengaruh untuk menghalangi atau meniadakan
pengakuan, dinikmati, dan pelaksanaan HAM bagi perempuan. Konvensi
tersebut menetapkan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
sehingga menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan dalam hal
politik, ekonomi, sosial, hukum, dan lainnya serta larangan tindakan tidak
manusiawi terhadap perempuan.89
10. Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 198490
Konvensi tersebut mengkategorikan penyiksaan sebagai kejahatan
internasional dan meminta negara-negara untuk bertanggung jawab untuk
mencegah penyiksaan dan menghukum para pelaku penyiksaan.91 Konvensi tersebut dibuat karena dalam menghadapi tindakan penyiksaan
87Lyal S. Sunga. Op.Cit., halaman 82-83 88
Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 126-143
89Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 92
Universitas Sumatera Utara
yang secara sistematis terjadi di hampir seluruh dunia tidak cukup hanya
berupa deklarasi larangan penyiksaan saja dimana tujuan yang paling
penting dari konvensi adalah memberi hukumanan bagi pelaku
penyiksaan, mewajibkan negara untuk mencegah penyiksaan, dan
melarang legalisasi segala tindakan penyiksaan.92
11. Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power 198593
Adalah sebuah deklarasi terhadap para korban agar para korban
memiliki kesempatan untuk memperoleh keadilan dan perlakuan yang
adil, penghormatan atas martabatnya, dan mendapat ganti rugi yang layak,
baik restitusi, kompensasi, rehabilitasi, atau bantuan lainnya.
12. Convention on the Rights of Child 198994
Konvensi tersebut menegaskan hak anak untuk mendapat
pengakuan dari lingkungan mereka, pengakuan atas kemampuan anak,
perlindungan serta fasilitas untuk menunjang kesehatan, pendidikan,
partisipasi, kehidupan anak yang normal, dan juga larangan untuk
melakukan ekploitasi, kekerasan, dan kejahatan terhadap anak.95 13. Vienna Declaration and Programme of Action 199396
Dihasilkan berdasarkan Konferensi Dunia tentang HAM di Wina
yang mengakhiri perbedaan HAM antara Blok Timur dan Blok Barat
sehingga dapat merangkum seluruh visi global HAM. Deklarasi dan
Program Aksi tersebut memuat banyak hal terkait HAM yang diantaranya
92Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 94-96 93
Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 515-518
94Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 144-147 95Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 97
Universitas Sumatera Utara
adalah memperkuat kerjasama internasional dalam pelaksanaan di bidang
HAM, penegasan terhadap universalitas HAM, dan perumusan
tindakan-tindakan efektif dalam mencapai pemajuan dan perlindungan HAM, serta
hal lainnya terkait isu HAM global.
Selain instrumen HAM di tingkat universal, juga terdapat instrumen HAM
di tingkat regional yang berlaku hanya bagi negara di region tertentu. Berikut
adalah beberapa instrumen HAM di tingkat regional:
1. Benua Eropa
Dewan Eropa didirikan pada tahun 1948 dan dalam kerangka
Dewan Eropa berkembang cepat upaya-upaya pemajuan dan
pengembangan HAM, sesuai dengan pasal 3 Statuta Dewan Eropa dimana
negara-negara anggota mengakui prinsip supremasi hukum dan prinsip
bahwa setiap orang dalam yuridiksinya menikmati HAM dan kebebasan
pokok. Berikut adalah beberapa instrumen HAM di Benua Eropa:
a. Konvensi Negara-Negara Eropa Mengenai Hak Asasi Manusia
195097, adalah usaha pertama negara-negara Eropa dalam memberikan bobot hukum secara khusus pada HAM dalam
perjanjian internasional dan menggabungkannya dengan
membentuk sistem pelaksanaan dan pengawasan terhadap
ketentuan yang dimuat dalam konvensi.
b. Piagam Sosial Negara-Negara Eropa 196198, dimaksudkan untuk menjadi pelengkap Konvensi HAM Eropa. Piagam ini bertujuan
Universitas Sumatera Utara
untuk mengembangkan dan melindungi hak sosial dan ekonomi,
sedangkan Konvensi HAM Eropa hanya hak politik dan sipil.
c. Akta Final Konferensi Helsinki 197599, Akta ini adalah deklarasi yang berisikan asas-asas yang meliputi penghormatan
terhadap HAM dan kebebasan mendasar, termasuk kebebasan
berpendapat, keyakinan, dan Agama, mengandung komitmen
untuk bertindak sesuai dengan kewajiban yang ada dalam
bidang HAM, dan hal-hal yang berhubungan dengan keamanan
di Eropa. Akta ini bukanlah perjanjian dan tidak mengikat.
2. Benua Amerika
Di negara-negara Benua Amerika, perlindungan dan pemajuan
HAM juga menduduki tempat yang pentng dimana sistem pemajuan HAM
di Benua Amerika tidak banyak berbeda dengan sistem HAM di Benua
Eropa. Namun, berbeda dengan Benua Eropa, di Benua Amerika terdapat
ketimpangan kondisi sosial dan ekonomi antar negara yang mempengaruhi
sistem HAM. Berikut adalah beberapa instrumen HAM di Benua Amerika:
a. Deklarasi Amerika Mengenai Hak dan Kewajiban Manusia
1948100, ditetapkan dalam Akta Keputusan Konferensi Internasional kesembilan Negara-Negara Amerika di Bogota.
Deklarasi ini didasarkan pada revisi sebuah konsep yang
pertama kali disiapkan pada 1946 oleh Komisi Yuridis Antar
Negara-Negara Amerika. Deklarasi ini tidak mengikat dan
hanya sebuah rekomendasi dari Konferensi.
Universitas Sumatera Utara
b. Deklarasi Punta Del Este 1961101, deklarasi ini adalah bentuk usaha dari negara-negara republik di Amerika untuk
menciptakan program regional mengenai pembangunan sosial
yang akan menyaingi paham Sosialis. Oleh karena itu dibentuk
Persekutuan untuk Kemajuan (Alliance for Progress). Deklarasi tersebut adalah dokumen yang penting karena menerima adanya
asas hubungan antara kebebasan dan jaminan ekonomi serta
sosial.
c. Konvensi Amerika Mengenai Hak-Hak Asasi Manusia 1969102, adalah sebuah puncak perhatian negara-negara Amerika dalam
HAM dalam bentuk Konferensi Khusus Antarnegara Amerika
mengenai Hak-Hak Asasi Manusia yang diadakan di San Jose,
Costa Rica, yang kemudian melahirkan konvensi HAM
Amerika. Konvensi tersebut dilengkapi dengan Komisi dan
Mahkamah dalam hal pelaksanaan dan pengawasan ketentuan
konvensi.
3. Benua Afrika
Di Benua Afrika, pengembangan dan perlindungan HAM
mengalami hambatan. Hal ini dikarenakan karena beberapa faktor yaitu,
kemiskinan, keterbelakangan, kolonialisme, rezim-rezim diktaktor, dan
beragam konflik yang berkepanjangan yang membuat tidak adanya
kesepahaman HAM antar negara Afrika. Namun, berkat kesadaran para
pemimpin Afrika terhadap HAM, berakhirnya kolonialisme,dan atas
Universitas Sumatera Utara
bantuan serta dorongan dari negara-negara di luar Benua Afrika, terutama
negara-negara Eropa, berbagai upaya telah dilakukan untuk memajukan
HAM sekaligus pembangunan ekonomi dan sosial di Afrika. Salah satu
hasilnya adalah Perjanjian Afrika Terhadap Hak Manusia dan Rakyat 1981
atau lebih dikenal sebagai Piagam Banjul, berisikan hak sipil, politik,
ekonomi, sosial, dan budaya yang dimiliki individu serta sejumlah hak
kolektif seperti hak kesetaraan, hak menentukan nasib sendiri, hak
menguasai sumber daya, pembangunan, perdamaian, dan lingkungan yang
nyaman, yang dengan kata lain hak solidaritas. Piagam tersebut juga
memasukkan sejumlah kewajiban individu terhadap masyarakat serta
nilai-nilai Afrika seperti solidaritas dan rasa hormat terhadap keluarga
serta masyarakat lainnya(kaum, suku, atau etnis), kewajiban bekerja,
membayar pajak, memelihara dan memperkuat nilai budaya positif Afrika
dalam hubungannya dengan anggota masyarakat lainnya dalam semangat
toleransi, dialog, dan konsultasi.103 4. Benua Asia
Kawasan ini paling tertinggal dalam membentuk pengaturan
regional di bidang HAM. Hal ini dikarenakan Benua Asia memiliki
populasi paling banyak dengan tingkat keanekaragaman manusia yang
lebih besar, dimana terdapat perbedaan pandangan dan ideologi terhadap
HAM. Selain itu, masyarakat di Benua Asia masih memegang teguh adat
istiadat, kepercayaan, dan keyakinan yang dianggap cukup untuk menjadi
pelindung HAM sehingga tidak perlu lagi dibuat instrumen HAM regional.
Universitas Sumatera Utara
Namun, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan untuk membentuknya
melalui pertemuan negara-negara Asia dalam sejumlah Lokakarya dan
Seminar. Salah satunya pada 1993, di Jakarta diselenggarakan Lokakarya
Regional Wilayah Asia Pasifik dan menghasilkan Concluding Remarks
yang menekankan bahwa pengaturan regional HAM di Asia Pasifik
memang diperlukan, hanya saja proses pembentukannya secara
bertahap.104 Di ASEAN terdapat Rencana aksi Hanoi (Plan of Action Hanoi), dimana para pemimpin ASEAN berkomitmen untuk meningkatkan pertukaran informasi tentang HAM dalam rangka
mempromosikan dan melindungi HAM dan kebebasan fudamental.
Pada perkembangannya, kontur HAM berubah untuk mencerminkan
urgensi moral dari kondisi manusia, seperti fokus kembali atas keprihatinan
HAM dari negara, masyarakat, atau individu yang ditentukan oleh instrumen
hukum dan prosedur pemerintah, yang tidak dimaksudkan untuk menghilangkan
upaya sebelumnya namun untuk mengembangkan upaya yang lebih lanjut terkait
HAM.105 Hal paling penting dalam perlindungan dan perkembangan HAM adalah kemauan negara, dalam hal ini pemerintah serta masyarakat untuk melakukan
segala upaya untuk memperjuangkan HAM, termasuk kemauan untuk mematuhi
ketentuan yang dimuat dalam instrumen HAM. Namun, tetap saja ada
penyimpangan terhadap ketentuan instrumen HAM, baik yang dilakukan oleh
negara maupun individu. Salah satu yang terkenal adalah tindakan AS yang tidak
menerima pendapat Komisi Inter-Amerika tentang Hak Asasi Manusia dimana AS
104Boer Mauna. Op.Cit., halaman 691
Universitas Sumatera Utara
menolak ketentuan Deklarasi Amerika tentang Hak dan Kewajiban Manusia
diterapkan untuk kegiatan di Teluk Guantanamo.106
C. Pengaturan Terkait Hak Asasi Manusia Terhadap Tahanan
HI secara historis membedakan antara penahanan yang terjadi di
negara-negara saat damai dan yang terjadi selama perang. Dalam masa damai, hukum
HAM internasional membebankan batasan prosedural dan substantif pada otoritas
negara untuk menahan. Misalnya, penahanan harus didasarkan pada hukum, tidak
sewenang-wenang, dan tunduk pada judicial review. Pada masa perang, hukum konflik bersenjata atau hukum humaniter umumnya berlaku dan memungkinkan
negara untuk menahan orang yang patut diduga mengancam keamanan negara,
tanpa memberikan para tahanan jaminan peradilan.107 Penahanan didasarkan pada proses pidana atau imigrasi yang dimaksudkan kurang lebih untuk dua
kepentingan pemerintah yang terpisah, yaitu kepentingan mencegah suatu
keinginan yang mengandung ancaman keamanan dan kepentingan untuk mencoba
dan menghukum atau mendeportasi individu. Namun, tujuan utama dari
penahanan adalah untuk mencegah setiap kemungkinan-kemungkinan yang
mengancam keamanan.108 Terdapat dua jenis penahanan yaitu penahanan pidana dan penahanan administratif. Penahanan pidana adalah proses penahanan biasa
yang dilakukan berdasarkan hukum pidana yang berlaku. Penahanan administratif
digunakan karena alasan keamanan nasional dimana cenderung dilaksanakan
dalam bentuk salah satu dari tiga cara sebagai berikut:
106Matthew Happold. Op.Cit., halaman 10 107
Monica Hakimi. 2008. International Standards for Detaining Terrorism Suspects: Moving Beyond the Armed Conflict-Criminal Divide. The Yale Journal of International Law. Vol. 33: 369-416, halaman 370
Universitas Sumatera Utara
1. Proses penahanan dilakukan sebelum mengajukan tuntutan pidana.
2. Proses penahanan dilakukan selama menunggu deportasi.
3. Proses penahanan murni berdasarkan keamanan hanya terhadap setiap
kemungkinan yang mengandung ancaman keamanan.109
Terlepas dari apapun jenis dan cara penahanannya, yang terpenting adalah
bahwa hak dan kewajiban para tahanan tetap menjadi perhatian dimana para
tahanan harus tetap diperlakukan seperti manusia tanpa mengesampingkan proses
hukum yang berjalan terhadap para tahanan. Hal ini untuk menghindarkan
penyelewengan dan perlakuan tidak manusiawi terhadap para tahanan, seperti
yang marak dipraktekkan di hampir seluruh negara di dunia selama
bertahun-tahun belakangan, baik yang dilakukan secara rahasia maupun tidak. Hak dan
kewajiban yang dimiliki para tahanan adalah seperti yang diatur dalam instrumen
HAM pada umumnya, selain itu juga terdapat instrumen HAM yang khusus
terhadap para tahanan. Berikut adalah instrumen HAM yang khusus terhadap para
tahanan:
1. Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners 1955110
Aturan minimum standar ini tidak dimaksudkan untuk
mendeskripsikan secara rinci sebuah model sistem lembaga penjara.
Aturan ini hanya bermaksud menguraikan, berdasarkan konsensus umum,
unsur-unsur esensial dari berbagai sistem, dan hal-hal yang secara umum
telah diterima sebagai prinsip dan praktek yang baik di bidang penanganan
tahanan dan manajemen lembaga penjara. Namun, aturan tersebut jelas
109Ibid., halaman 389
Universitas Sumatera Utara
tidak secara keseluruhan dapat diterapkan dalam setiap tempat dan waktu
karena sangat beragamnya kondisi hukum, sosial, ekonomi, dan geografis
di dunia. Akan tetapi, Aturan tersebut seyogyanya dapat merangsang
lahirnya usaha yang terus-menerus untuk mengatasi kesulitan mengenai
penerapannya, dimana perlu kesadaran bahwa aturan tersebut secara
keseluruhan mewakili kondisi minimum yang oleh PBB telah diterima
sebagai kondisi yang cukup layak. Aturan tersebut memuat standar-standar
minimum terhadap para tahanan dalam berbagai bidang, beberapa
diantaranya sebagai berikut:
a. bahwa setiap lembaga penjara memiliki lembaga pelayanan medis yang memadai beserta para pegawai medis yang mempunyai kualifikasi yang cukup. Lemabaga tersebut memberikan pelayanan dan perawatan medis yang diperlukan bagi setiap tahanan, baik laki-laki maupun wanita.
b. bahwa setiap lembaga penjara menyediakan sel tahanan yang layak dengan mempertimbangkan faktor kebersihan, daya tampung, dan sirkulasi udara yang memadai bagi kelangsungan hidup tahanan selama di dalam sel. Menjamin fasilitas penunjang aktifitas tahanan, seperti instalasi sanitasi yang baik dan aktifitas keagamaan.
c. bahwa setiap lembaga penjara menjamin persediaan makanan yang bergizi dan minuman yang bersih bagi para tahanan. Memberikan alat-alat kebersihan, pakaian, dan perlengkapan tidur yang cukup. Selain itu juga melaksanakan kegiatan-kegiatan yang positif bagi para tahanan, seperti olahraga.
d. bahwa setiap lembaga penjara menyediakan sarana informasi yang memadai yang dapat digunakan para tahanan sebagai bahan bacaan atau bahan pendidikan yang dapat dipakai dalam waktu tertentu. Sarana informasi tersebut meliputi buku, koran, majalah, radio, dan TV sehingga para tahanan tetap mendapat pengetahuan yang cukup.
Universitas Sumatera Utara
Aturan tersebut juga tidak melarang adanya perkembangan atas
standar minimum terhadap para tahanan selanjutnya.
2. Code of Conduct for Law Enforcement Officials 1979111
Aparat penegak hukum harus selalu memenuhi tugas yang
diberikan kepada mereka, melayani masyarakat dan melindungi semua
orang dari tindakan-tindakan ilegal, dengan tanggung jawab yang tinggi.
Instrumen tersebut adalah sebuah instrumen yang memuat
ketentuan-ketentuan terkait etika para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya
Beberapa ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. dalam melaksanakan tugasnya, aparat penegak hukum harus menghormati dan melindungi martabat manusia dan mempertahankan dan menjunjung tinggi HAM terhadap semua orang, tanpa terkecuali. Terkait dengan hal itu maka para penegak hukum harus mematuhi instrumen HAM nasional dan internasional.
b. dalam melaksanakan tugasnya, aparat penegak hukum tidak dibenarkan menggunakan kekerasan, penggunaan kekerasan dibenarkan apabila untuk mengendalikan gangguan keamanan, mencegah ancaman berbahaya, penangkapan pelaku yang tidak kooperatif. Penggunaan senjata hanya dibenarkan apabila terdapat situasi yang membahayakan jiwa.
c. dalam menjalankan tugasnya, aparat penegak hukum tidak dibenarkan melakukan, menghasut atau membiarkan tindakan penyiksaan, kejam, dan tidak manusiawi. Perintah atasan atau keadaan luar biasa tidak dapat menjadi pembenaran terhadap tindakan penyiksaan, kejam, dan tidak manusiawi.
d. dalam menjalankan tugasnya, aparat penegak hukum harus menjamin perlindungan penuh atas kesehatan orang dalam tahanan mereka dan memberikan pelayanan medis yang diperlukan. Selain itu, aparat penegak hukum juga harus memberikan bantuan medis bagi para korban, khususnya korban akibat tindakan mereka.
e. dalam menjalankan tugasnya, aparat penegak hukum tidak akan melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, juga tidak dibenarkan melakukan penyalahgunaan wewenang atau mencari keuntungan pribadi. Para penegak hukum harus selalu mencegah dan memberantas semua tindakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3. Principles of Medical Ethics relevant to the Role of Health Personnel, particulary Physicians, in the Protection of Prisoners and Detainees against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment, or Punishment 1982112
Adalah sebuah prinsip-prinsip yang berhubungan dengan etika
medis dikaitkan dengan peran petugas kesehatan dalam perlindungan
narapidana dan tahanan dari tindakan penyiksaan atau perlakuan kejam,
tidak manusiawi, dan merendahkan martabat. Beberapa prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:
a. adalah tugas dan kewajiban petugas kesehatan untuk memelihara kesehatan para narapidana dan tahanan, melindungi kesehatan fisik dan mental mereka, dan mengobati mereka berdasarkan standar yang telah ditentukan.
b. adalah suatu pelanggaran apabila petugas kesehatan secara aktif atau pasif, baik turut serta, terlibat, maupun menghasut melakukan tindakan penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.
c. adalah suatu pelanggaran apabila petugas kesehatan tidak mengevaluasi, melindungi, atau memperbaiki kesehatan fisik dan mental para narapidana dan tahanan.
d. adalah suatu pelanggaran apabila petugas kesehatan menggunakan pengetahuan dan kemampuannya dalam pemeriksaan kesehatan para narapidana dan tahanan dengan menggunakan cara yang berakibat buruk bagi kesehatan mereka atau cara yang bertentangan dengan ketentuan umum yang relevan.
e. adalah suatu pelanggaran apabila petugas kesehatan memberlakukan pembatasan terhadap para narapidana dan tahanan, kecuali pembatasan yang berdasarkan alasan medis.
Universitas Sumatera Utara
4. Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or Imprisonment 1988113
Prinsip-prinsip ini berlaku untuk perlindungan bagi semua orang
dalam penahanan atau penjara. Beberapa prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:
a. bahwa semua orang dalam penahanan atau pemenjaraan harus diperlakukan dengan cara yang manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada manusia.
b. bahwa penangkapan, penahanan, atau pemenjaraan hanya dilakukan secara ketat sesuai dengan ketentuan hukum dan berdasarkan oleh pejabat yang berwenang atau pihak yang berwenang.
c. bahwa tidak boleh ada pembatasan atau pengurangan atas HAM yang dimiliki orang-orang dalam penahanan atau pemenjaraan, baik yang terdapat dalam instrumen hukum nasional maupun internasional.
d. bahwa setiap penahanan atau pemenjaraan dilakukan berdasarkan otorisasi yang sah dan legal serta mendapat pengawasan dan kontrol yang efektif dari lembaga yang berwenang.
e. bahwa tidak ada seorangpun dalam penahanan atau pemenjaraan mengalami penyiksaan serta perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.
5. Basic Principles for the Treatment of Prisoners 1990114
Berisikan prinsip-prinsip dasar dalam memperlakukan tahanan
yaitu adalah sebagai berikut:
a. semua tahanan harus diperlakukan dengan hormat karena martabat yang melekat dan nilai sebagai manusia.
b. tidak ada diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kewarganegaraan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya.
c. menghormati keyakinan agama dan ajaran budaya kelompok yang dimiliki tahanan.
d. tanggung jawab lembaga penjara untuk tahanan penjara dan untuk perlindungan masyarakat terhadap tindak kejahatan serta tanggung jawab yang mendasar untuk mempromosikan kesejahteraan dan pembangunan bagi semua anggota masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
e. semua tahanan harus mempertahankan HAM dan kebebasan dasar yang diatur dalam Deklarasi Universal HAM, Kovenan International tentang Hak Sipil, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya, dan hak-hak lain yang diatur dalam instrumen HAM lainnya.
f. semua tahanan berhak untuk ambil bagian dalam kegiatan budaya dan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan diri.
g. melakukan dan mendorong upaya penghapusan sel isolasi sebagai hukuman atau membatasi penggunaannya.
h. ketentuan ini memungkinkan tahanan untuk melakukan pekerjaan yang akan memperlancar adaptasi mereka saat kembali ke lingkungan masyarakat nanti dan mengizinkan mereka untuk berkontribusi terhadap keuangan pribadi dan keluarga mereka.
i. Tahanan harus memiliki akses ke layanan kesehatan yang tersedia tanpa diskriminasi berdasarkan status hukum mereka. j. Dengan partisipasi dan bantuan dari lembaga masyarakat dan
sosial, serta dengan memperhatikan kepentingan korban, kondisi yang baik dan menguntungkan harus dibuat saat reintegrasi dari mantan tahanan menjadi anggota masyarakat lagi.