BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan akhir pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup anggota
masyarakat melalui peningkatan pendapatan. Tingkat pendapatan tersebut kerap digunakan
sebagai indikator tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Bila dilihat lebih
jauh peningkatan pendapatan tersebut belum menjamin perbaikan kesejahteraan anggota
masyarakat luas karena tingkat pendapatan yang bervariasi antar rumah tangga sesuai dengan
tingkat penguasaan sumberdaya dan kemampuan mengelolanya. Dengan perkataan lain
bahwa peningkatan pendapatan suatu komunitas tidak selalu diikuti perbaikan distribusi di
antara anggotanya. Pada tahun 1955, Kuznets memperkenalkan pemikiran perihal hubungan
antara ketidakmerataan pendapatan dengan tingkat keberhasilan pembangunan.
Peneliti disini tidak hanya menyorot bagaimana pembangunan dapat berhasil, tetapi
juga menghubungkan beberapa elemen lain yang terkait dalam pembangunan. Pembangunan,
juga tak luput dari sitem komunikasi yang digunakan, dalam penjelasan ini pembangunan
akan lebih condong kepada komunikasi penyuluhan sebagai saraana dalam menyampaikan
maksud dan tujuan kepada masyarakat tentang pembangunan yang akan dilaksanakan. Saat
ini model komunikasi yang digunakan tidak hanya bersifat linier (garis lurus) tetapi sudah
bersifat memusat karena proses. Tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam komunikasi
penyuluhan pertanian khususnya bidang perikanan tujuan komunikasi jangan terlalu berat
sebelah; artinya ketiga maksud komunikasi harus seimbang disesuaikan dengan tujuan
penyuluhan. Tujuan Penyuluhan Pertanian/Perikanan menyangkut perubahan perilaku yang
meliputi tiga unsur yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap mental (perasaan, emosi,
Dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian ketiga unsur perilaku itu harus
diperhatikan unsur mana yang harus diberi tekanan. Kualitas perilaku yang ingin dicapai
hasilnya akan ditentukan oleh ketiga unsur perilaku tersebut. Tujuan penyuluhan pertanian
yang khususnya bersifat persuasif (menyentuh perasaan) supaya orang yang kita suruh timbul
minatnya. Iklan-iklan di TV banyak menyangkut segi persuasifnya, meskipun
entertainmentnya kadang-kadang ada, segi persuasif ini lebih banyak menentukan perubahan
perilaku dari pada pengetahuan dan keterampilan.
Keterkaitan antara pembangunan dan komunikasi tidak hanya berhenti sampai di sini,
tetapi juga harus tetap melihat hubungan pendapatan dan distribusinya. Hubungan antara
tingkat pendapatan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan dihipotesakan berupa 2 bentuk
hubungan dengan pola U-terbalik. Artinya, distribusi pendapatan cenderung semakin timpang
pada tahap awal pembangunan dan kemudian cenderung lebih merata pada tahap selanjutnya
sejalan dengan perbaikan tingkatpendapatan. Generalisasi demikian lebih dikenal sebagai
hipotesa Kuznets (Robinson 1976).1
Hipotesa Kuznets tersebut didukung oleh banyak literatur dan penelitian empirik
tentang hubungan antara derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan dan keberhasilan
pembangunan, antara lain (Lydall,1973), (Kanbur dan Haddad,1994), (Nafziger,1990),
(Fogel,1989), (Ahluwalia,1974) dan (Rowley,1988). Kelompok peneliti ini lebih
memfokuskan diskusinya dengan didasarkan pada estimasi kedua indikator tersebut
antarnegara (cross-country estimation). Sementara (Nurmanaf,2001) yang menggunakan data
desa sebagai unit analisis turut mendukung hipotesa tersebut. Dukungan yang sama juga
dilakukan oleh Nurmanaf (2004) dengan menggunakan data kabupaten sebagai unit analisis.
1
Ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat pendapatan tergantung pada tipedan tingkat
pembangunan ekonomi. Tingkat pendapatan yang meningkat dan distribusi yang membaik
terjadi pada keadaan pembangunan ekonomi mampu meningkatkan pendapatan sektor
tradisional (traditional sector enrichment) dan memperlebar sector modern (modern sector
enlargement). Secara ringkas dapat dikatakan bahwa distribusi pendapatan cenderung
membaik pada kasus pertumbuhan ekonomi yang terjadi sebagai akibat peningkatan
pendapatan secara signifikan pada sektor tradisonal (traditonal sector enrichment).
Sebaliknya distribusi pendapatan semakin memburuk karena peningkatan pendapatan
sektormodern Field (1979).2 Sementara More (1990) berpendapat bahwa tingkat
ketidakmertaan pendapatan, pada kenyataannya mengikuti pola berbentuk U terbalik untuk
kasus pertumbuhan dengan melebarnya sektor berpendapatan tinggi (highincomesector
enlargement growth).
Islam dan Khan (1986) menunjukkan bahwa tingkat ketidakmerataan distribusi
pendapatan berkorelasi dengan tingkat pendapatan propinsi-propinsi di Indonesia. Walaupun
relasinya lemah dan terletak pada batas tidak signifikan secara statistik, pola hubungannya
menunjukkan bahwa propinsi-propinsi dengan tingkat pendapatan tinggi memiliki tingkat
ketidakmerataan yang tinggi pula. Kecenderungan demikian kiranya mendukung tahap awal
dari hipotesa dengan pola U terbalik untuk kasus pertumbuhan sektor berpendapatan tinggi
yang melebar. Mirip dengan ini, data Bank Dunia dalam The 3 World Development Report
1985 menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara distribusi pendapatan dan
pembangunan ekonomi.3
2
Nurmanaf, A.R. 2004. Analisis bentuk Hubungan Antara Tingkat Pengeluaran dan Distribusinya Diantara Rumah Tangga: Kasus di Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Buletin Ristek Balitbangda Jawa Barat. Vol.3 No.1, Juni 2004. Halamam 12-20.
3
Sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang, teknologi baru di bidang
pertanian dan inovasi/pembaharuan-pembaharuan dalam praktek-praktek pertanian adalah
merupakan pra-kondisi bagi usaha-usaha perbaikan dalam tingkat luaran dan produktivitas.
Ada sumber pembaharuan teknologi yang bisa meningkatkan hasil-hasil pertanian
maupun pendapatan. Sayang sekali, kedua sumber ini mempunyai implikasi-implikasi yang
sangat berbeda bagi pembangunan negara-negara dunia ketiga. Yakni, adalah pengenalan
terhadap pertanian ’mekanisasi’ sebagai ganti tenaga kerja manusia. Akan tetapi daerah
-daerah pertanian dalam negara-negara sedang berkembang pada umumnya tanah dan sumber
daya alam lainnya dibagi-bagi dalam petak-petak kecil, modalnya langka/kurang, dan tenaga
kerja berlimpah, maka pengenalan atau pemakaian alat-alat teknik mekanisasi pertanian yang
besar-besar bukan hanya seringkali tidak sesuai dengan keadaan lingkungan secara fisik,
tetapi juga lebih penting lagi, seringkali mempunyai efek yang menimbulkan pengangguran
yang lebih meningkat di daerah-daerah pedesaan.
Peneliti menyorot beberapa aspek dalam penelitian ini yaitu, pertumbuhan
inovasi-inovasi di bidang pertanian dimana, mengarah pada kedua aspek yang sangat signifikan
terutama keberlangsungan hidup masyarakat dan pembangunan itu sendiri. Ketidakmampuan
pemerintah pusat dan daerah memberikan sumbangsih yang berarti dalam bidang pertanian,
menjadi persoalan yang sampai sekarang ini belum bisa dituntaskan secara merata. Indikator
keberhasilan pembangunan sebuah negara, dapat dilihat dari keberhasilannya dalam
memanfaatkan sumber daya alam, dan sumber daya manusia yang ada dengan tanggung
jawab yang besar.
Teori komunikasi yang dipaparkan merupakan pandangan umum tentang komunikasi
sebagai perantara tetapi ada komunikasi lain yang bisa digunakan, yaitu komunikasi
kelompok baik primer maupun sekunder. Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam
anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan
kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota -anggotanya
berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Metode yang
diterapkan harus mampu merangsang sasaran untuk selalu siap (dalam arti sikap dan pikiran)
dan dengan suka hati melakukan perubahan-perubahandemi perbaikan mutu hidupnya
sendiri, keluarganya dan masyarakatnya. Terjadinya perubahan ” context dan content”
pembangunan pertanian dalam era reformasi, mengakibatkan terjadi pula perubahan sasaran
dalam penyuluhan pertanian.4
Perhatian pemerintah terhadap masalah ini diaktualisasikan dengan dibentuknya
Departemen Ekplorasi Kelautan dan Periklanan, dengan adanya departemen tersebut,
diharapkan potensi kelautan Indonesia yang sangat besar dapat dimanfaatkan secara optimal.
Kebijakan pemerintah ini adalah suatu hal yang wajar, mengingat potensi kelautan Indonesia
sangat besar dan beragam, yakni memiliki 17.058 pulau dengan garis pantai sepanjang
81.0000 km dan luas 5,8 juta km2 atau sebesar 70 persen dari luas total Indonesia, sedangkan
potensi lestari sumber daya perikanan adalah sebesar 6.167.940 ton per tahun
(Budiharsono,2001). Hal tersebutlah yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa sumber
daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf
kehidupan dan kesejahteraan nelayan, namun pada kenyataannya masih cukup banyak
nelayan belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga tingkat pendapatan nelayan
tidak meningkat.
Dalam rangka mewujudkan Pembangunan Nasional yang dilakukan melalui
Pembangunan Nasional terpadu dan menyeluruh, maka pembangunan sektor ekonomi mutlak
diperlukan yaitu pembangunan ekonomi yang berimbang, dimana terdapat kemampuan dan
4
kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemajuan pertanian yang
tangguh dengan sasaran untuk menaikkan tingkat kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Upaya
peningkatan kehidupan untuk lebih sejahtera dilakukan dengan peningkatan setiap produk
yang dihasilkan sektor kegiatan ekonomi. Keterangan ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Milton dan Raeman (1973) bahwa pembangunan ekonomi dalam kenyataannya cenderung
untuk lebih menekankan kepada kenaikan kuantitatif produksi yang ditujukan untuk
mempertinggi kesejahteraan penduduk.5
Upaya yang dilakukan dalam kaitannya dengan rencana kebijaksanaan pembangunan
sektor pertanian, khususnya sub sektor perikanan bertujuan untuk:
a. Meningkatkan produksi dan mutu hasil perikanan baik untuk memenuhi
pangan, gizi, dan bahan baku industri dalam negeri serta ekspor hasil
perikanan.
b. Meningkatkan produktivitas usaha perikanan dan nilai tambah serta
meningkatkan pendapatan nelayan.
c. Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta menunjang
pembangunan daerah.
d. Meningkatkan pembinaan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan
hidup.
e. Penyampaian gagasan berdasarkan komunikasi pembangunan terkait
pemberdayaan tersebut serta bagaimana difusi inovasi diperkenalkan kepada
sumber daya manusia yang ada (Milton dan Raeman, 1973).
Ketergantungan nelayan terhadap laut yang menjadi sumber mata pencaharian
merupakan faktor yang mempengaruhi kegigihannya dalam meningkatkan produktivitasnya,
5
dengan meningkatkan jumlah produksi masyarakat disertai dengan lancarnya faktor
pemasaran maka pendapatan masyarakat akan bertambah tinggi, bertambah tingginya
pendapatan masyarakat berarti masyarakat tersebut dapat memenuhi kebutuhannya secara
baik.
Dengan kenyataan tersebut maka sudah sewajarnyalah apabila potensi sumber daya
perikanan yang ada dikembangkan penangkapannya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap
memelihara dan menjaga kelestarian sumber daya perikanan ini, disamping memperhatikan
faktor-faktor yang menunjang perolehan produksi nelayan tersebut.
Upaya percepatan Industrialisasi Kelautan dan Perikanan yang telah dicanangkan
sejak tahun 2012 membutuhkan berbagai inovasi dan teknologi, dengan pondasi penguasaan
ilmu pengetahuan yang kuat. Di sisi lain, pemerintah juga dituntut untuk terus memperkuat
daya saing bangsa menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015.
Maka untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) terus berupaya untuk mengembangkan inovasi dan teknologi di
bidang kelautan dan perikanan. Pasalnya, inovasi dan teknologi memiliki peranan yang
sangat penting, terutama dalam meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di
tingkat Global. Selain itu juga dapat berkontribusi bagi peningkatan daya saing bangsa
Indonesia ke depan.
Pada tanggal 8 Desember 2006 DPR menyetujui RUU (Rancangan Undang-Undang)
Kabupaten Batu Bara. Kabupaten ini diresmikan pada tanggal 15 Juni 2007 yang merupakan
hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan. Kabupaten Batu Bara memiliki 7 Kecamatan yang
diantaranya 4 didominasi daerah pesisir dan 3 didominasi oleh daerah pertanian. Kabupaten
ini didominasi oleh masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan turut serta
Kabupaten Batubara menyimpan potensi yang sangat besar bagi pengembangan
agribisnis dibidang pengusahaan perikanan dan kelautan. Kabupaten Batubara memiliki
garis pantai sepanjang ± 119 km. Namun demikian sampai saat ini potensi yang sangat besar
tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi sumber-sumber daya pesisir dan
kelautan Kabupaten Batubara yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan bagi
penanaman modal, adapun daerah sentra nelayan terdapat 7 ( tujuh ) kecamatan. Kabupaten
Batubara merupakan salah satu Kabupaten yang baru masuk di Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2006 dan mempunyai potensi dalam menghasilkan produksi perikanan laut yang
terbesar diantara kabupaten lainnya.6
Sebagian besar wilayah kabupaten Batu Bara berada dipinggir laut, tak heran jika
nelayan menjadi mata pencarian utama, disamping pertanian dan perkebunan. Kantor
kecamatan ini terletak hanya beberapa ratus meter dari pinggiran laut yang langsung
menghadap selat Malaka. Wilayah ini mempunyai Dermaga dan TPI (Tempat Penjualan
Ikan) yang dikenal sebagai "BOM". Nama BOM ini mengacu pada sejarah ketika Jepang
masuk ke Sumatera Timur melalui dermaga ini. Dan untuk memuluskan jalan masuk Jepang
membom wilayah ini. Reruntuhan dan puing-puing bekas "pemboman" , berupa
pancang-pancang bangunan terbuat dari beton yang dicor besi yang menjorok ke laut masih bisa
dilihat sampai sekarang. Laut menjadi penghubung antara wilayah ini dengan negeri jiran,
Malaysia.
Dimasa lalu dua penduduk dari dua wilayah perbatasan negara ini bebas saling
berkunjung, namun sekarang ketika sistem manajemen yang lebih baik, aktivitas tersebut
sudah tidak berjalan lagi. Wilayah ini awalnya mempunyai laguna yang indah, namun seiring
dengan terjadingan penambangan pasir laguna dan pasir kuarsa putih itupun sekarang sudah
rusak dan tinggal sisa-sisa saja.
Pendapatan nelayan yang tidak menentu yang menjadi sebab nelayan di kabupaten
Batu Bara kurang sejahtera. Nelayan menghasilkan pendapatan ditentukan oleh musim ikan
atau tidak, dan tidak adanya standar ketetapan harga yang menjadi patokan dalam pekerjaan
mereka. Permasalahan yang sering dihadapi adalah, saat musim ikan banyak, maka harga
yang dipatok cukup murah sebaliknya, musim ikan tidak banyak, harga yang dipatok sangat
tinggi. Kebanyakan nelayan sampai saat ini lebih memilih mendistribusikannya ke TPI (
Tempat Pelelangan Ikan) yang ada di kota tanjung balai, dimana harga ikan disana cukup
tinggi. Tetapi kendala yang sampai saat ini belum terpecahkan adalah, biaya yang
dikeluarkan nelayan untuk mengangkut hasil tangkapan sangat mahal. Seorang nelayan harus
mengeluarkan biaya kurang lebih setengah juta untuk bisa menyewa motor angkut.
Keadaan ini juga semakin parah, ketika seorang nelayan yang mendapatkan
penghasilan dari hasil tangkapan. Kebanyakan pendapatan dari penjualan hasil tangkapan
bukan dibelanjakan untuk kebutuhan primer atau sekunder oleh nelayan, tetapi dibelanjakan
untuk kepentingan tersier. Inilah gambaran yang hampir keseluruhan terjadi di tengah
nelayan-nelayan kabupaten Batu Bara.
Peran komunikasi pembangunan sangat dibutuhkan untuk menyuarakan bahwa di
sektor perikanan dapat dijadikan penunjang dalam perwujudan pembangunan nasional.
Komunikasi yang efektif diharapkan akan mampu memberi sumbangan yang positif dalam
menitikberatkan sektor pertanian dan perikanan sebagai fokus utama dalam perwujudan
pembangunan tadi. Dalam kancah komunikasi sendiri pemanfaatan teori difusi inovasi
(Everett Rogers) yakni teori tentang bagaimana suatu ide- ide baru, teknologi ataupun
gebrakan baru kepada masyarakat akan semakin digenjot kembali demi pemanfaatan sumber
daya perikanan dan perwujudan pembangunan nasional seutuhnya.
Dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini:
“Bagaimanakah pengaruh difusi inovasi penangkapan ikan terhadap peningkatan pendapatan
nelayan Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara?”
I.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu menguji hubungan antara pengaruh difusi
inovasi penangkapan ikan terhadap peningkatan pendapatan nelayan.
Objek penelitian ini dibatasi kepada nelayan di Desa Bagan Dalam dan Desa Bogak
Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.
Jadwal penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 hingga selesai.
I.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui difusi inovasi penangkapan ikan di Kec. Tanjung Tiram Kab. Batu
Bara.
2. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pendapatan nelayan Kabupaten
Batubara.
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh difusi inovasi
penangkapan ikan dengan peningkatan pendapatan nelayan Kec. Tanjung Tiram Kab.
Batu Bara.
I.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi akademisi untuk dapat menuangkan inovasi-inovasi khususnya
dibidang kelautan dan perikanan yang berkaitan dengan perbaikan kualitas hidup
masyarakat nelayan.
2. Sebagai masukan kepada Pemerintah daerah dan pihak lain, dalam upaya mencari
pendekatan dan strategi terbaik dalam melakukan upaya dalam meningkatkan taraf
hidup nelayan
3. Bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk melihat keterkaitan penangkapan
ikan dengan peningkatan pendapatan nelayan.