• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Efektivitas Aspirin, Propolis, dan Bee Pollen sebagai Antiplatelet Berdasarkan Waktu Perdarahan pada Mencit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Efektivitas Aspirin, Propolis, dan Bee Pollen sebagai Antiplatelet Berdasarkan Waktu Perdarahan pada Mencit"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemostasis dan Platelet 2.1.1. Hemostasis

Istilah hemostasis berarti mencegah terjadinya kehilangan darah (Guyton & Hall, 2006). Secara lebih spesifik, hemostasis merupakan proses pembentukan gumpalan darah (blood clot) pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan dan berguna untuk mencegah terjadinya kehilangan darah sementara tetap mempertahankan darah dalam kondisi cair di dalam sistem vaskuler. Sekumpulan mekanisme kompleks yang saling berhubungan bekerja untuk menjaga keseimbangan antara proses koagulasi dan antikoagulasi (Barrett, et al., 2012).

Proses hemostasis terjadi dengan melibatkan interaksi yang kompleks dari dinding pembuluh darah, platelet, sistem koagulasi, dan fibrinolisis (Thornton & Douglas, 2010). Hemostasis dapat dicapai dengan beberapa cara : konstriksi pembuluh darah, pembentukan sumbatan platelet, pembentukan blood clot akibat terjadinya penggumpalan darah, dan yang terakhir terbentuknya jaringan fibrosa pada gumpalan darah tadi untuk menutup daerah yang rusak pada pembuluh secara permanen (Guyton & Hall, 2006). Walaupun terkesan rumit dan seolah bertahap, interaksi komponen hemostasis ini sebenarnya saling berpaut dan berkerja secara efisien untuk menghentikan perdarahan (Rodvien & Mielke, Jr., 1976).

(2)

diphosphate) dan menyebabkan platelet-platelet yang lain ikut melepaskan lebih banyak ADP, sehingga terjadilah agregasi platelet yang pada akhirnya membentuk sumbatan platelet (Rodvien & Mielke, Jr., 1976). Sumbatan platelet ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya kehilangan darah pada pembuluh darah dengan diameter yang relatif kecil. Terbentuknya benang-benang fibrin pada tahapan pengumpalan darah selanjutnya akan membuat sumbatan platelet ini menjadi lebih kuat. Sumbatan platelet sendiri dapat menghentikan perdarahan secara sempurna jika kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah tidak mencakup area yang terlalu luas (Tortora, 2009).

Selanjutnya, proses pembentukan gumpalan atau sumbatanan sekunder secara definitif dilakukan oleh suatu proses yang disebut jalur koagulasi. Pada jalur ini, interaksi sejumlah protein yang dikenal sebagai faktor penggumpalan bersama dengan platelet dan jaringan berkerja untuk membentuk jaring (benang-benang) fibrin yang menstabilkan gumpalan darah. Secara klasik, proses ini terjadi dalam dua jalur yaitu intrinsik dan ekstrinsik dimana terdapat perbedaan pada inisiasinya walaupun sebenarnya kedua jalur ini berkerja secara paralel (Palta, et al., 2014).

Ketika proses perbaikan dinding pembuluh darah selesai dan pada akhirnya digantikan oleh jaringan fibrosa, gumpalan yang telah terbentuk juga akan menghilang. Proses pembersihan gumpalan ini berlangsung paralel dengan pembentukannya sehingga berfungsi juga untuk membatasi ukuran gumpalan. Plasminogen yang terjebak dalam gumpalan darah nantinya akan diaktifkan oleh aktivatornya (tPA atau u-PA) menjadi plasmin yang memiliki kemampuan untuk mengurai bekuan fibrin menjadi FDP (fibrin degradation product) dan D-dimer (Colvin, 2004).

Sebagai kesimpulan, hemostasis adalah suatu proses fisiologis yang kompleks untuk mempertahankan tingkat fluiditas darah melalui mekanisme koagulasi dan antikoagulasi yang ada dalam tubuh. Ketidakseimbangan dari dua komponen ini merupakan penyebab terjadinya perdarahan atau trombosis. Proses ini perlu dimengerti untuk dapat memperkirakan konsekuensi patologis dan klinis sebelum diimplementasikannya suatu intervensi farmakologis (Palta, et al., 2014).

(3)

Gambar 2.1. Respon alami darah terhadap perubahan pada dinding pembuluh darah

2.1.2. Platelet

Platelet, atau juga dikenal dengan trombosit, adalah sel-sel bergranula yang bersirkulasi dan merupakan mediator penting pada proses hemostasis karena membentuk agregat di tempat cedera pembuluh darah. Sel ini tidak memiliki nukleus dan berdiameter 2-4 µm. Jumlahnya sekitar 300.000/µ L darah dan pada keadaan normal mempunyai waktu-paruh sekitar 4 hari. Megakariosit, yaitu sel raksasa di sumsum tulang, membentuk platelet dengan cara mengeluarkan secuil sitoplasma ke dalam sirkulasi. Antara 60% dan 75% platelet yang telah dilepas dari sumsum tulang berada di dalam peredaran darah, sedangkan sisanya sebagian besar terdapat di dalam limpa. Pengangkatan limpa (splenektomi) menyebabkan peningkatan hitung platelet (trombositosis).

(4)

kolagen, ADP, faktor dinding pembuluh von Willebrand, dan fibrinogen. Sitoplasmanya mengandung aktin, miosin, glikogen, lisosom, dan dua macam granula : (1) granula padat, mengandung senyawa-senyawa nonprotein yang akan disekresikan sebagai respons terhadap aktivasi platelet, mencakup serotonin, ADP, serta nukleotida adenine lainnya, dan (2) granula α, yang mengandung protein sekresi selain hidrolase lisosom. Protein tersebut meliputi faktor-faktor penggumpalan dan platelet-derived growth factor (PDGF). PDGF juga dibentuk oleh makrofag dan sel endotel. Senyawa ini merupakan dimer yang tersusun dari polipeptida subunit A dan B. PDGF ditemukan baik sebagai senyawa bentuk homodimer (AA dan BB) maupun heterodimer (AB). PDGF merangsang penyembuhan luka dan merupakan mitogen kuat bagi otot polos vaskular. Platelet maupun dinding pembuluh darah mengandung faktor von Willebrand yang berperan pada proses adhesi dan mengendalikan kadar faktor VIII dalam sirkulasi.

Bila dinding pembuluh darah cedera, platelet akan melekat ke kolagen dan faktor von Willebrand yang terpapar di dinding pembuluh melalui reseptor di membrane platelet. Faktor von Willebrand adalah suatu molekul yang sangat besar yang dihasilkan sel endotel. Perlekatan menyebabkan aktivasi platelet yang mengeluarkan isi granulanya. ADP yang dibebaskan bekerja pada reseptor ADP platelet untuk meningkatkan akumulasi platelet (agregasi platelet). Manusia memiliki paling sedikit tiga jenis reseptor ADP platelet : P2Y1, P2Y2, dan P2X1. Reseptor-reseptor ini jelas

(5)

Pembentukan platelet diatur oleh berbagai faktor perangsang koloni (CSF) yang mengontrol produksi megakariosit, serta trombopoietin, yakni suatu faktor protein yang beredar di dalam darah. Faktor ini, yang mempermudah pematangan megakariosit, dibentuk secara konstan oleh hati dan ginjal, dan platelet memiliki reseptor untuk trombopoietin. Akibatnya, bila jumlah platelet rendah, trombopoietin yang terikat akan berkurang dan lebih banyak tersedia untuk merangsang pembentukan platelet. Sebaliknya, bila jumlah platelet tinggi, lebih banyak trombopoietin yang terikat dan hanya sedikit yang bebas. Hal ini merupakan suatu bentuk kontrol umpan-balik pada pembentukan platelet. Bagian terminal-amino pada molekul trombopoietin memiliki kemampuan untuk merangsang platelet, sedangkan bagian terminal-karboksil mengandung banyak residu karbohidrat dan berperan pada ketersediaan trombopoietin (Ganong, 2008).

2.1.3. Peran Platelet dalam Proses Hemostasis

Adanya kerusakan pada dinding pembuluh darah mengaktivasi platelet untuk memulai proses penggumpalan, atau seperti yang telah diuraikan sebelumnya, proses hemostasis. Platelet yang bersifat dinamis dapat segera diaktifkan atau dihambat oleh beberapa stimulus endogen maupun eksogen, dan memulai proses hemostasis primer dengan melengketkan dirinya pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Reseptor GPIb-V-IX dan GPIa-IIa dan komponen-komponen subndotel seperti vWf dan kolagen saling berinteraksi untuk memediasi proses ini (Gambar 2.2.). Pengikatan ligan pada reseptor GP mengubah bentuk platelet dan memicu pelepasan granul-granulnya, yang pada akhirnya membentuk agregarasi yang juga dikenal dengan “sumbatan platelet” atau “trombus putih” (Gambar 2.3.).

Platelet memulai perubahan bentuknya dengan pembentukan pseudopoda ketika konsentrasi Ca2+ intrasel melebihi suatu ambang tertentu. Selama proses perubahan ini,

(6)

Gambar 2.2. Ilustrasi fungsi vWf pada proses perlekatan platelet

Gambar 2.3. Proses aktivasi platelet

tidak bisa berikatan dengan fibrinogen. Jalur tromboksan asam arakidonat adalah jalur yang penting dalam aktivasi platelet (Gambar 2.4.).

ADP adalah aktivator platelet yang juga penting. P2Y12, yang merupakan

(7)

Gambar 2.4. Jalur biosintesis tromboksan

platelet. Tromboksan A2, ADP, dan substansi-substansi lain seperti serotonin

dilepaskan dari platelet yang teraktivasi, dan menyediakan umpan balik positif yang penting dan memperkuat gumpalan kaya-platelet untuk menginisiasi proses agregasi sekunder yang bersifat ireversibel (Gambar 2.5.). (Ghoshal & Bhattacharyya, 2014) .

Gambar 2.5. Ilustrasi jalur hemostasis

(8)

Jalur/kaskade penggumpalan darah dan pembentukan thrombin serta fibrin memperpanjang hemostasis sekunder. Selama proses aktivasi platelet, lapisan fosfolipid membran platelet menjadi bermuatan negatif, sehingga memfasilitasi aktivasi proses penggumpalan (mis. FV, FVIIIa, FIXa, dan FX). Pengikatan kompleks protrombinase (FXa, FVa, Ca2+, dan protrombin) pada membrane platelet terjadi pada

tahap ini. Proses aktivasi platelet selanjutnya diinisiasi oleh pembentukan trombin. Kaskade ini pada akhirnya akan membentuk “trombus merah” yang akan memperkuat gumpalan darah (Munnix, et al., 2009).

Lapisan endotel pembuluh darah yang utuh melepaskan dua antiagregasi utama, yaitu prostasiklin (PGI2) dan nitric oxide (NO). Kedua substansi ini mencegah

terbentuknya trombus di dalam pembuluh darah (Gryglewski, et al., 1988).

2.2. Aspirin

Aspirin telah dievaluasi secara teliti penggunaannya sebagai obat antiplatelet. Dalam sebuah penelitian meta-analisis dengan lebih dari 100 percobaan secara random pada pasien dengan risiko tinggi, aspirin telah terbukti dapat mencegah kematian akibat penyakit vaskuler hingga 15% dan mencegah kejadian vaskuler yang tidak fatal hingga mencapai 30% (Patrono, et al., 2004).

2.2.1. Farmakokinetik

Asam salisilat adalah asam organik sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin

(Acetylsalicylic Acid : ASA) mempunyai pKa 3,5. Salisilat cepat diabsorbsi dari

(9)

dosis salisilat meningkatkan konsentrasi salisilat secara tidak proporsional. Seiring meningkatnya dosis aspirin, waktu-paruh eliminasi salisilat meningkat dari 3-5 jam (untuk dosis 600 mg/hari) menjadi 12-16 jam (dosis >3,6 g/hari). Alkalinisasi urine meningkatkan laju ekskresi salisilat bebas dan konjugatnya yang larut dalam air (Katzung, 2012).

2.2.2. Mekanisme Kerja 2.2.2.1.Efek antiplatelet

Aspirin menghambat agregasi platelet melalui asetilasi reversibel dan inaktivasi COX, menyebabkan penghambatan produksi TxA2 (Corazzi, et al., 2005). Platelet

dewasa normal pada manusia hanya mengekspresikan COX-1 karena platelet tidak memiliki nukleus, sehingga tidak mampu mensintesis enzim secara de novo. Hal ini menyebabkan efek aspirin pada platelet bersifat permanen. Dengan demikian, efek kardioprotektif aspirin dicapai melalui gangguan terhadap fungsi platelet yang bergantung pada tromboksan A2 secara permanen dan ireversibel, sehingga dapat

menurunkan tingkat kejadian trombosis arteri akut.

2.2.2.2.Efek Lainnya

Aspirin dalam penggunaan klinis tidak hanya digunakan sebagai antiplatelet,namun juga sebagai antiinflamasi, analgesik, dan juga antipiretik.

Sebagai antiinflamasi, aspirin merupakan penghambat nonselektif untuk kedua isoform COX, tapi salisilat lebih tidak efektif dalam menghambat isoform tersebut. Salisilat nonterasetilasi dapat bekerja sebagai penangkap radikal oksigen. Aspirin secara ireversibel menghambat COX dan menghambat agregasi platelet, sementara salisilat non-terasetilasi tidak.

(10)

Sedangkan efek antipiretik aspirin mungkin diperantarai baik oleh inhibisi COX di susunan saraf pusat maupun oleh inhibisi interleukin-1 (yang dilepaskan dari makrofag selama episode inflamasi) (Katzung, 2012).

2.2.3.Efek Simpang

Pada dosis biasa, efek simpang aspirin yang utama adalah gangguan lambung (intoleransi) dan ulkus lambung serta duodenum. Hepatotoksisitas, asma, ruam, dan toksisitas ginjal lebih jarang terjadi. Peningkatan perdarahan fekal yang berhubungan dengan sosis, rutin disebabkan oleh pemberian aspirin, meskipunt terjadi beberapa adaptasi mukosa pada banyak pasien sehingga perdarahan kembali ke nilai dasar dalam waktu 4-6 minggu.

Pada dosis yang lebih tinggi, pasien dapat mengalami salisilisme seperti muntah, tinnitus, pendengaran berkurang, dan vertigo, yang dapat dipulihkan dengan menurunkan dosis. Dosis salisilat yang besar tetap menyebabkan hiperpnea melalui efek langsung pada medula oblongata. Pada kadar salisilat yang toksik, alkalosis respiratorik diikuti oleh asidosis metabolic (akumulasi salisilat), depresi pernapasan, dan bahkan dapat terjadi kardiotoksisitas dan intoleransi glukosa. Penggunaan aspirin dikontraindikasikan pada pasien hemophilia.

Overdosis salisilat merupakan suatu kegawatdaruratan medis dan membutuhkan tindakan rawat inap (Katzung, 2012).

2.3. Propolis

(11)

Apis mellifera menggunakan propolis untuk mengonstruksi dan memperbaiki sarang mereka, misalnya untuk menutup celah dan retakan serta merapikan dinding sarang bagian dalam (Burdock, 1998) dan sebagai sawar pelindung daripada pemangsa eksternal seperti ular, cicak, dan sebagainya, atau untuk melindungi dari angin dan hujan. Lebah Apis mellifera mengumpulkan propolis dari tumbuh-tumbuhan yang berbeda pada zona dengan iklim dan temperatur yang berbeda.

Sejak masa lalu, propolis telah digunakan secara luas oleh manusia, terutama dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Penduduk Mesir Kuno menggunakan propolis untuk membalsami mayat-mayat mereka. Suku Inca menggunakan propolis sebagai agen antipiretik. Tabib-tabib Romawi dan Yunani menggunakannya sebagai desinfektan mulut dan sebagai antiseptik dan obat penyembuh pada penanganan luka, diresepkan untuk terapi topikal pada luka permukaan kulit maupun mukosa (Bankova, et al., 2000). Karena aktivitas antibakterinya, propolis menjadi sangat popular di Eropa antara abad ke-17 dan abad ke-20.

Penelitian ilmiah pertama terhadap propolis dipublikasikan pada tahun 1908 termasuk kandungan kimia dan komposisinya. Karena efeknya sebagai antiplatelet, antimikrobial, antiviral, dan antioksidan, propolis digunakan secara luas pada obat-obatan untuk manusia dan hewan, farmakologi, dan kosmetik (Wagh, 2013).

2.3.1.Karakteristik dan Komposisi 2.3.1.1.Karakteristik

Propolis (lem lebah) merupakan bahan liat dan kaku yang mengandung resin, memiliki bau aromatik, pada suhu di bawah 15oC akan mengeras, menjadi liat dan

lengket pada suhu 36oC, dan akan meleleh menjadi cairan yang lekat pada suhu 60-70oC. Berat jenisnya bervariasi tergantng dari jenis tanaman yang dikoleksi yaitu

(12)

2.3.1.2.Komposisi

Propolis memiliki komposisi yang kompleks. Pada umumnya propolis mentah mengandung sekitar 50% resin, 30% lilin, 10% minyak esensial, 5% serbuk sari, dan 5% komponen organik yang bervariasi. Lebih dari 300 unsur telah diidentifikasi dari sampel propolis yang berbeda-beda. Proporsi dari unsur-unsur yang terkandung di dalam propolis bergantung pada tempat dan waktu dari pengumpulannya.

Banyak metode analisis yang telah digunakan untuk memisahkan dan mengidentifikasi unsur-unsur yang menyusun propolis. Unsur-unsur yang telah diidentifikasi ternyata memiliki kesamaan secara kimia : polifenol, asam benzoat dan turunannya, alkohol sinamik dan asam sinamik beserta turunannya, hidrokarbon seskuiterpena dan triterpena, turunan benzaldehida, asam-asam lain beserta turunannya, alkohol, keton, dan komponen heteroaromatik, alkohol terpena dan seskuiterpena beserta turunannya, hidrokarbon alifatik, mineral, hidrokarbon sterol dan steroid, gula dan asam amino (Walker & Crane, 1987). Dan seperti yang diharapkan, komponen volatile hanya terdapat dalam jumlah yang relative rendah (Castro, 2001). Beberapa komponen terdapat dalam semua sampel propolis sehingga menentukan karakteristik kandungannya.

Propolis dari sumber yang berbeda mengandung unsur-unsur yang berbeda. Beberapa unsur terdapat dalam banyak sampel dari daerah yang berbeda. Sementara beberapa lainnya hanya ditemukan pada sampel dari daerah yang spesifik.

(13)

2.3.2. Bioaktivitas

2.3.3.1.Aktivitas Antiplatelet

Penelitian menunjukkan bahwa propolis memiliki efek antiplatelet. CAPE (Caffeic acid phenethyl ester), salah satu komponen penyusun propolis, terbukti memiliki efek ini. CAPE secara spesifik menghambat aktivasi platelet yang diinduksi oleh kolagen dengan cara mengganggu proses pengikatan kolagen pada reseptornya

(mis. integrin α2β1 dan GP VI) pada membran platelet, sehingga memperpanjang waktu

terbetuknya sumbatan platelet. Namun demikian, daya afinitas ikatan dan jumlah tempat pengikatan antara CAPE dengan reseptor kolagen ini masih belum diketahui, sehingga masih perlu diteliti lebih jauh (Hsiao, et al., 2007).

Mekanisme lain yang menjelaskan bagaimana CAPE bisa menghambat agregasi platelet yang diinduksi oleh kolagen juga pernah diteleiti. Menurut penelitian ini, CAPE meningkatkan pembentukan siklik-GMP. Hal ini lalu menyebabkan terjadinya pengaktifan fosforilasi VASP (Vasodilator-stimulated phosphoprotein) Ser157 tergantung siklik-GMP, yang selanjutnya menghambat aktivitas PKC (Protein Kinase C) dan menghasilkan penghambatan fosforilasi P47, akhirnya menghambat proses agregasi platelet (Chen, et al., 2007)

Temuan-temuan ini mengindikasikan bahwa CAPE yang terkandung dalam propolis bisa menjadi agen yang poten dan efektif untuk penanganan kelainan yang terkait dengan tromboembolik.

2.3.2.2.Aktivitas Antibakteri

(14)

menunjukkan aktivitas apa-apa. Namun demikian, A. niger diuji coba dengan ekstrak metanol 40% (Kumar, et al., 2008).

2.3.2.3.Aktivitas Antijamur

Propolis telah menunjukkan efek fungisidal pada jamur yang menyebabkan pembusukan jus Candida famata, C, glabrata, C. kefyr, C. pelliculosa, C, parapsilosis, dan Pichia ohmeri. Efek fungisidal tersebut diasosiasikan dengan adanya komponen flavonoid (Farnesi, et al., 2009). Propolis adalah produk perlebahan dengan aktivitas antijamur paling tinggi sebagaimana yang telah diujicobakan pada 40 yeast strains dari C. albicans, C. glabrata, C. krusei, dan Trichosporan spp. (Koç, et al., 2007).

Selain aktivitas-aktivitas yang telah disebutkan di atas, propolis juga masih memiliki beragam bioaktivitas lainnya, diantaranya antivitas antiprotozoal, antioksidan, antiinflamasi, antitumor, dll (Wagh, 2013)

2.4. Bee Pollen

(15)

2.4.1. Karakteristik dan Komposisi 2.4.1.1.Karakteristik

Bee pollen berbentuk biji-bijian yang berukuran 2,5-250 µm. Bentuk, warna, ukuran, dan berat dari pollen ini berbeda-beda tergantung pada spsies tumbuhan yang digunakan sebagai sumber. Variasi dari bentuk pollen mencakup bundar, silinder, seperti lonceng, segitiga, ataupun berduri-duri. Beratnya sekitar beberapa puluh mikrogram dan warna dari pollen juga bervariasi muali dari kuning cerah hingga kehitaman.

2.4.2.1.Komposisi

Bee pollen mengandung rata-rata 22,7% protein, termasuk 10,4% darinya adalah asam amino esensial seperti methionine, lysine, threonine, histidine, leucine, isoleucine, valine, phenylalanine, dan tryptophan. Selain itu, di dalam pollen juga terkandung asam nukleat dalam jumlah yang signifikan, terutama ribonukleat. Karbohidrat yang dapat dicerna memiliki kadar sekitar 30,8%. Bentuk-bentuk gula lainnya, terutama fruktosa dan glukosa, terkandung dengan kadar kira-kira 25,7% Kandungan lipid pada bee pollen berkisar 5,1% (Szczesna, 2006). Selain itu juga terdapat komponen phenolic sekitar 1,6%, serta juga vitamin dan bioelemen-bioelemen yang juga merupakan kandungan yang bernilai.

2.4.2.2.Bioaktivitas

Belum pernah ditemukan adanya jurnal-jurnal ilmiah ataupun sumber lainnya yang membahas efek antiplatelet dari bee pollen. Namun bila ditilik dari segi komposisi, bee pollen sedikit banyak memiliki komposisi utama yang mirip produk-produk perlebahan lainnya seperti propolis dan madu yang telah terbukti memiliki efek antiplatelet, sehingga diperkirakan bahwa bee pollen juga memiliki aktivitas antiplatelet.

(16)

pollen mempunyai aktivitas hypolipidemic yang dapat menurunkan kadar lipid total dan trigliserida plasma. Penelitian klinis telah mengonfirmasi aktivitas hypolipidemic ini. Bee Pollen mampu menurunkan kadar lipid-lipid di atas 20 hingga 35%.

Penelitian juga telah menunjukkan bahwa Bee Pollen memiliki efek detoksifikasi. Mencit yang diberikan racun seperti karbon tetraklorida dan trikloroetilena. Bee Pollen terbukti menurunkan kadar dari zat-zat racun ini di dalam darah bahkan kembali ke tingkat fisiologis. Pada proses detoksifikasi ini, unsur-unsur yang berperan penting antara lain polifenol, terutama flavonoid dan asam fenolat (Komosinska-Vassev, et al., 2015).

Bee Pollen juga memiliki efek antiinflamasi. Mekanisme efek antiinflamasi ini diperkirakan dengan penghambatan dari aktivitas enzim siklooksigenase dan lipoksigenase. Unsur yang berperan penting di sini adalah flavonoid dan asam fenolat selain juga asam lemak dan fistosterol (Choi, 2007).

Gambar

Gambar 2.1. Respon alami darah terhadap perubahan pada dinding pembuluh  darah
Gambar 2.3. Proses aktivasi platelet
Gambar 2.4. Jalur biosintesis tromboksan

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B7, 2016 XXIII ISPRS Congress, 12–19 July 2016, Prague, Czech

Kendal Honorarium Tim Pengadaan Barang Dan Jasa dan PPHP, Dekorasi dan Dokumentasi, fotocopy, Makanan Dan Minuman Rapat/Kegiatan, Perjalanan Dinas Dalam Daerah, Perjalanan Dinas

In order to construct the correspondence of features between an image and a building model, the building vector features were back-projected onto the image

21 Pengadaan aset peralatan dan mesin Belanja modal Pengadaan genset 1 paket APBD Dinas Lingkungan Hidup Pengadaan genset Pengadaan Langsung 10.350.000 22 Pengadaan aset peralatan

Second, image matching and relative orientation between image pairs are implemented with the reference image as the left image and its neighbor images as the right image

Kendal Honorarium tim penyusun rancangan Perda Revisi, Honorarium Tim Teknis, Honorarium Tim Pengadaan Barang Dan Jasa dan PPHP, Dokumentasi, fotocopy, jilid, Makanan Dan

A camera calibration where the camera is shifted and rotated and where a two dimensional calibration pattern is used cannot be per- formed, because the world points must not lay on

Belum lama ini, bertepatan dengan ulang tahun ke-44 Elnusa pada 9 September 2013, Elnusa juga meluncurkan logo dan identitas baru perusahaan sebagai pertanda