• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparasi Penggunaan Dan Produktivitas Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik Dan Padi Non Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Komparasi Penggunaan Dan Produktivitas Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik Dan Padi Non Organik"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pertanian Organik

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan

alami tanpa bahan-bahan kimia sintesis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk pertanian bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta tidak merusak lingkungan. Pertanian organik sebagai bagian dari

pertanian yang akrab lingkungan perlu segera dimasyarakatkan sejalan makin banyaknya dampak negatif terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari penerapan

teknologi intensifikasi yang mengandalkan bahan kimia pertanian. Disamping itu, makin meningkatnya jumlah konsumen produksi bersih dan meningkatnya serta meluasnya gerakan “green consumer” merupakan pendorong segera disosialisasikan

gerakan pertanian organik (Sutanto, 2002).

Beras organik adalah beras yang dihasilkan melalui proses produksi secara organik berdasarkan standar tertentu dan telah disertifikasi oleh suatu badan independen.

Secara umum definisi Organik” yaitu tidak menggunakan bahan kimia sintetis berupa pestisida kimia maupun pupuk kimia, merawat kesuburan tanah secara alami,

(2)

Beras Organik merupakan salah satu produk dari pertanian organik. Menurut Andoko (2002), beras organik adalah beras yang berasal dari padi yang dibudidayakan secara organik atau tanpa penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Sehingga dapat dikatakan

beras organik terbebas residu pupuk dan pestisida kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Ada dua jenis beras organik (padi organik) yang dibudidayakan di Indonesia yaitu

jenis citanur dan ciherang. Beras citanur adalah beras varietas lokal yang dikembangkan lewat perkawinan silang secara alami dengan melibatkan benih

varietas lokal. Persilangan tersebut yaitu antara varietas pandan wangi dan lusi. Pandan wangi dengan aroma yang sangat khas dan lusi dengan sifat pulennya yang kentara. Sedangkan beras jenis ciherang adalah beras organik yang berbeda dengan

varietas lain. Karakter khusus dari beras ciherang yaitu butirnya berbentuk panjang. Untuk aromanya, beras organik ciherang tidak wangi, berbeda dengan beras organik

pandan wangi. Dalam budidayanya, beras organik ciherang dikenal karena mempunyai daya tahan yang kuat terhadap hama daripada beras organik varietas lain. Dalam produksinya pun, beras organik ciherang lebih produktif dari beras organik

varietas lain (Mulyawan, 2011).

Manfaat beras organik yaitu mengurangi masukan bahan kimia beracun ke dalam

(3)

dibandingkan dengan beras non organik serta nasi dari beras organik lebih bertahan lama (Isdiayanti, 2007).

2.1.2 Budidaya Padi Organik

Menurut Andoko (2006), budidaya padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan budidaya padi anorganik. Perbedaan paling nyata terdapat pada pemilihan varietas, penggunaan pupuk dasar, dan pengairan.

a. Pemilihan varietas

Padi hibrida kurang cocok ditanam secara organik karena diperoleh melalui proses

pemuliaan di laboratorium. Varietas hibrida merupakan varietas unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit tertentu, namun varietas ini hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal bila disertai dengan aplikasi pupuk anorganik dalam jumlah yang

banyak.

Varietas padi yang cocok ditanam secara organik adalah varietas alami karena

varietas ini tidak menuntut penggunaan pupuk anorganik. Varietas alami yang dapat dipilih untuk ditanam secara organik adalah: rojolele, mentik, pandan, dan lestari. Varietas rojolele memiliki kualitas yang paling baik daripada ketiga varietas lainnya

sehingga harga berasnya paling mahal jika dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Namun varietas ini memiliki masa tanam yang lebih lama daripada varietas

(4)

b. Pembenihan

Benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Ciri benih bermutu adalah jenisnya murni, bernas, kering, sehat, dan bebas dari

campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki. Benih yang bermutu memiliki daya kecambah sekitar 90 persen. Untuk setiap hektar tanah yang akan ditanami

dibutuhkan benih sebanyak 25-30 kg dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Penyediaan benih yang berlebihan akan mempengaruhi bibit padi yang dihasilkan. Benih yang terlalu banyak ditebarkan diatas persemaian akan mengakibatkan bibit tumbuh saling

berjejal sehingga sinar matahari tidak dapat menembus ke sela-sela tanaman. Kondisi ini akan menjadikan bibit tumbuh memanjang dan lemah sehingga saat dipindahkan

ke lahan akan banyak yang mati. Jumlah ideal benih yang disebarkan sekitar 50-60 gram/m2. Dengan jumlah tersebut benih akan tersebar dalam jarak yang cukup untuk

memberikan keleluasaan bagi bibit sehat dan kokoh.

Bagian sawah yang digunakan untuk pembenihan dicangkul merata sedalam kira-kira 30 cm. Tanah dihaluskan dengan cara pencangkulan ulang menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan selanjutnya diinjak-injak sampai hancur. Bersamaan dengan

penghalusan ini, lahan sawah dapat ditambahkan pupuk kandang yang sudah matang

sebanyak 40 kg setiap 35 �2 dengan cara ditebar merata. Bila tanah tidak cukup

subur, jumlah pupuk kandang dapat ditingkatkan menjadi 100 kg per 35 �2. Pada

keempat sisi dan tengah tempat pembibitan harus dibuatkan parit sebagai tempat untuk mengeluarkan kelebihan air untuk menjaga kualitas bibit. Penyiapan tempat

(5)

Benih yang terseleksi dikecambahkan dahulu sebelum disebar di persemaian. Benih direndam dalam air selama dua hari agar benih menyerap air. Pada saat direndam benih yang hampa akan mengapung di permukaan air sedangkan benih bernas akan

tenggelam. Benih yang dipilih untuk dikecambahkan adalah benih bernas. Setelah benih direndam dua hari, benih diangkat dan diperam selama dua hari agar

berkecambah. Pemeraman dapat dilakukan dengan cara dihamparkan di atas lantai dan kemudian ditutup karung goni basah atau benih dimasukkan dalam karung goni plastik dan ditutup rapat. Umumnya benih yang baik sudah berkecambah dalam

waktu sehari. Benih yang sudah berkecambah disebarkan secara hati-hati dan tidak tumpang tindih di permukaan tanah persemaian.

c. Penyiapan lahan

Pengolahan lahan dilakukan dengan menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah di sawah hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah,

ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Ketersediaan air yang cukup banyak dalam areal penanaman akan menyebabkan semakin banyak unsur hara yang dapat

diserap akar tanaman.

Langkah awal pengolahan tanah dilakukan dengan memperbaiki pematang sawah dengan cara meninggikan pematang dan menutup lubang-lubang yang menyebabkan

air keluar dari lahan. Lahan penanaman harus tergenang air selama seminggu sebelumpembajakan. Pembajakan dapat dilakukan dengan traktor atau tenaga hewan. Pembajakan ini bertujuan untuk membalikkan tanah dan memberantas gulma. Lahan

(6)

agar bongkahan tanah semakin kecil. Pembajakan kedua ini disertai dengan pemberian pupuk kandang matang sebanyak 5 ton/ha. Pemberian pupuk kandang ini dilakukan dengan cara ditebarkan secara merata ke seluruh permukaan lahan, lalu

dibiarkan selama empat hari. Kemudian lahan digaru dengan menggunakan traktor/tenaga hewan. Penggaruan tanah bertujuan agar tanah menjadi rata dan

rerumputan yang masih tertinggal dapat terbenam ke dalam tanah. Setelah itu lahan dibiarkan tergenang selama empat hari. Empat hari setelah digaru, tanah sudah menjadi lumpur halus dan pupuk kandang sudah menyatu sempurna dengan tanah

maka penanaman bibit sudah dapat dilakukan.

d. Penanaman

Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah memiliki tinggi

sekitar 25 cm, memiliki 5-6 helai daun, batang bawah besar dan keras, serta bebas dari serangan hama penyakit. Umur bibit berpengaruh pada produktivitas. Beberapa

jenis varietas padi yang dapat dibudidayakan adalah (1) varietas genjah, umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 18-21 hari dengan masa tanam 110-115 hari; (2) varietas sedang, umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 21-25 hari dengan masa

tanam 130 hari; (3) varietas dalam, umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 30-45 hari dengan masa tanam 150 hari.

Selain umur bibit, produktivitas padi dipengaruhi oleh jarak tanam. Penentuan jarak tanam dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Bila varietasnya memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar

(7)

subur maka jarak tanamnya harus lebih lebar daripada tanah yang kurang subur. Jarak tanam yang paling banyak digunakan oleh petani di Indonesia adalah 25 x 25 cm dan 30 x 30 cm. Jumlah bibit yang dimasukkan ke dalam setiap rumpun berkisar tiga

sampai empat.

e. Penyiangan

Tanaman pengganggu atau gulma diatasi dengan cara dicabut kemudian dibuang ke

luar areal persawahan atau dipendam dalam lumpur sawah sedalamdalamnya. Dalam satu musim tanam, penyiangan dilakukan tiga kali. Penyiangan pertama dilakukan

saat tanaman berumur empat minggu, kedua saat tanaman berumur 35 hari, dan ketiga saat tanaman sudah berumur 55 hari. Kegiatan penyiangan ini dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya gulma di areal pertanian.

f. Pengairan

Air sangat dibutuhkan oleh tanaman padi untuk meningkatkan produktivitasnya.

Namun tidak semua tahap pertumbuhan padi membutuhkan air, ada tahap yang memerlukan air dalam jumlah yang banyak ada juga tahap yang tidak membutuhkan air. Oleh sebab itu, pengaturan pemasukan dan pengeluaran air sangat diperlukan.

Setelah bibit padi ditanam, petakan sawah harus digenangi air setinggi 2-5 cm dari permukaan tanah. Penggenangan dilakukan selama 15 hari untuk mempertahankan

(8)

terlihat bunting. Bila ketinggian air lebih dari 5 cm, pembentukan anakan atau tunas akan terhambat sebaliknya bila ketinggian air kurang dari 3 cm gulma akan mudah

tumbuh.

Pada masa bunting, air sangat dibutuhkan dalam jumlah banyak dengan ketinggian sekitar 10 cm. Kekurangan air pada tahap ini harus dihindari karena dapat berakibat matinya bakal tubuh buah (primordia). Walaupun primordia ini tidak mati, bakal

butir gabah akan kekurangan makanan sehingga terbentuk butir gabah hampa.

Tahap pembungaan membutuhkan air setinggi 5-10 cm. Bila bunga tampak keluar,

maka sawah perlu dikeringkan selama 4-7 hari dengan tujuan pembungaan terjadi secara serentak. Pada saat bunga sudah muncul, air harus dimasukkan kembali setinggi 5-10 cm agar air dan makanan dapat diserap sebanyak-bayaknya oleh akar

tanaman.

Memasuki tahap pertumbuhan generatif yaitu menjelang padi bunting, lahan harus

dikeringkan untuk menghentikan pembentukan anakan atau tunas. Pengeringan lahan berlangsung sekitar 4-5 hari. Pengeringan lahan bertujuan untuk mengurangi mencairnya zat-zat hara dalam tanah yang diserap oleh akar tanaman untuk

pembentukan anakan.

Pada tahap pemasakan biji, pengeringan sawah sangat diperlukan untuk

(9)

g. Pemupukan

Ciri utama budidaya padi organik adalah penggunaan pupuk kimia diganti dengan pupuk organik. Pupuk organik digunakan sebagai pupuk dasar berupa kompos atau

pupuk kandang matang sebanyak 5 ton/ha. Pupuk kandang tersebut diberikan bersamaan dengan pembajakan kedua dengan cara disebarkan merata ke seluruh

permukaan tanah. Setelah disebarkan, pupuk tersebut dibiarkan selama empat hari. Selanjutnya tanah sawah digaru sehingga pupuk kandang dapat menyatu dengan tanah. Penggunaan kompos dan pupuk kandang sebagai pupuk dasar juga dapat

digantikan dengan menggunakan pupuk fermentasi (bokashi). Penggunaan pupuk fermentasi lebih hemat dibandingkan pupuk kompos atau pupuk kandang cukup 1,5-2

ton/ha. Selain hemat, penggunan pupuk fermentasi juga lebih baik karena mengandung mikroba pengurai yang lebih banyak sebagai penambah kesuburan tanah.

Pada pertanian anorganik, dosis pemupukan dengan pupuk kimia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebaliknya, pada pertanian organik dosis pemupukan dengan pupuk organik justru cenderung semakin menurun. Dosis awal pupuk kandang

sebagai pupuk dasar sebanyak 5 ton/ha. Namun tiga tahun kemudian, dosisnya turun hanya 3 ton/ha. Kecenderungan menurunnya penggunaan pupuk kandang tersebut

(10)

Adapun beberapa sifat dari pupuk organik antara lain:

1. Memperbaiki struktur tanah, dari berlempung liat menjadi ringan atau remah. 2. Memperbaiki daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak terurai.

3. Memperbaiki daya ikat air pada tanah.

4. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara.

5. Membantu proses pelapukan bahan mineral. 6. Menyediakan makanan bagi mikroba serta,

7. Menurunkan aktivitas mikroorganisme merugikan.

Setelah pemupukan dasar, pemupukan susulan dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu musim tanam. Pemupukan susulan pertama dilakukan setelah tanaman berumur

15 hari. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 1 ton/ha atau pupuk fermentasi sebanyak 0,5 ton/ha dengan cara disebarkan merata ke seluruh areal persawahan yakni di sela-sela tanaman padi.

Pemupukan susulan kedua dilakukan saat tanaman berumur 25-60 hari dengan frekuensi seminggu sekali. Jenis pupuk yang diberikan berupa pupuk organik cair buatan sendiri yang kandungan unsur N-nya tinggi. Dosisnya 1 liter pupuk dilarutkan

dalam 17 liter air. Cara pemberiannya dengan disemprotkan pada daun tanaman.

Pemupukan susulan ketiga dilakukan saat tanaman memasuki tahap generatif atau

pembentukan buah, yaitu setelah tanaman berumur 60 hari. Pupuk yang digunakan berupa pupuk cair buatan sendiri yang masing-masing mengandung unsur P dan K yang tinggi. Dosisnya 2-3 sendok makan pupuk P organik yang dicampur dalam 15

(11)

dengan frekuensi seminggu sekali. Pemberian pupuk dapat dihentikan bila sebagian besar bulir padi sudah tampak menguning.

h. Pemberantasan hama dan penyakit

Penggunaan pestisida kimia untuk pemberantasan hama dan penyakit tidak diijinkan pada pertanian organik. Pemberantasan hama dan penyakit padi organik dapat

dilakukan secara terpadu antara teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap), dan kimia pestisida.

Selain hama, serangan penyakit pada padi organik juga mengganggu produktivitas.

Beberapa jenis penyakit yang banyak ditemukan pada tanaman padi adalah bercak cokelat, blast, dan tungro. Penyakit bercak cokelat dapat dikendalikan dengan

memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan kompos atau pupuk kandang, penyakit blast dapat dikendalikan dengan menghindari penggunaan pupuk berkadar N terlalu tinggi, dan penyakit tungro dapat dikendalikan dengan memberantas berbagai

jenis rumput liar yang merupakan sumber infeksi penyakit ini seperti jajagoan dan sunduk gangsir. Selain itu, ketiga jenis penyakit ini juga dapat dikendalikan dengan menyemprotkan fungisida organik buatan sendiri.

i. Pemanenan

Sekitar 10 hari sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar padi masak serentak,

(12)

juga mudah hancur saat digiling. Sebaliknya panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan tikus atau burung.

Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang menguning

sudah mencapai 80 persen dan tangkainya sudah menunduk. Bila butirannya sudah keras dan berisi maka padi sudah dapat dipanen. Pemanenan dilakukan dengan

menggunakan sabit dimana batang padi yang disisakan hanya 20 cm dari permukaan tanah. Setelah dipanen gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke

rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan mesin perontok ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan

menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukulpukulkan ke kayu hingga gabah berjatuhan. Selain dipukul-pukulkan, malai padi juga dapat diinjak-injak agar

(13)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai

modalsehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor

produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009).

Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jenis benih yang digunakan, (3) jumlah tenaga kerja yang digunakan, (4) banyaknya pupuk yang digunakan, (5) banyaknya

pestisida yang digunakan, (6) keadaan pengairan, (7) tingkat pengetahuan dan keterampilan petani atau tingkat teknologi, (8) tingkat kesuburan tanah, (9) iklim atau

musim, dan (10) modal yang tersedia (Tohir, 1991).

Setiap usaha pertanian yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisa penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian,

penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai

(14)

2.2.2 Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman

sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk (Suratiyah, 2009).

Tenaga kerja adalah orang yang bersedia dan sanggup bekerja baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, dengan tidak atau menerima upah. Tenaga kerja ini merupakan faktor yang penting dalam usahatani, khususnya tenaga kerja petani dan

anggota keluarganya (Tohir, 1983).

Tenaga kerja pertanian adalah orang yang melaksanakan kegiatan penanaman, pemeliharaan tanaman pangan (padi, palawija, hortikultura) dan tanaman perkebunan

baik di lahan sendiri maupun di lahan milik orang lain. Tenaga kerja pertanian merupakan tenaga kerja yang aktivitasnya secara langsung berhubungan dengan

faktor alam (tanah, iklim, dan sebagainya) serta masyarakat tani di lingkungannya. Pengaruh yang kuat atas faktor alam tersebut menjadikan tenaga kerja pertanian mempunyai corak sebagai tenaga kerja musiman (Ravianto, 1985).

Tenaga kerja dalam usaha pertanian rakyat harus dibedakan dengan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian. Dalam usaha pertanian rakyat, tenaga kerja berasal dari

(15)

Tohir (1983) menyatakan bahwa tenaga kerja dibagi menjadi dua, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja keluarga banyak dipakai dalam usaha tani skala kecil, pembagian kerja dalam keluarga didasarkan atas tradisi dan

perbedaan-perbedaan fisik.

Pemakaian tenaga kerja luar keluarga berkaitan erat dengan besarnya usaha. Setiap

usaha pertama-tama mengerahkan tenaga kerja keluarga, setelah dirasa tidak mencukupi maka diambil tenaga kerja luar keluarga. Hernanto (1989) menyatakan bahwa tenaga kerja luar hanya sebagai bantuan, khususnya untuk kegiatan atau

pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih dari potensi tenaga kerja yang dimiliki petani.

Dalam analisa penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah alokasi penggunaan input tenaga kerja yang diberikan untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan yang dihitung dalam jam kerja atau dikonversikan dalam hari kerja pria (HKP). Besarnya curahan tenaga kerja lazimnya dinyatakan dalam jam atau hari per satuan luas tanah yang dikelola. Tenaga kerja keluarga, luar keluarga, dan

tenaga-tenaga kerja lainnya dapat dikonversikan kepada tenaga-tenaga kerja pria dewasa dengan patokan:

Hari Kerja Pria (HKP) pria dewasa > 15 tahun = 1 HKP

Hari Kerja Wanita (HKW) wanita dewasa > 15 tahun = 0,8 HKP

(16)

Hari Kerja Ternak (HKT) = 5 HKP

Hari Kerja Mesin Traktor (HKM) = 25 HKP

(Soekartawi, 1989).

2.2.2.1 Upah Tenaga Kerja

Sistem upah dibedakan menjadi 3 yaitu upah borongan, upah waktu, dan upah premi.

Masing-masing sistem tersebut akan mempengaruhi prestasi seorang tenaga luar. a) Upah borongan adalah upah yang diberikan sesuai dengan perjanjian waktu

kerja. Upah borongan ini cenderung membuat para pekerja untuk secepatnya

menyelesaikan pekerjaannya agar segera dapat mengerjakan pekerjaan borongan lainnya.

b) Upah waktu adalah upah yang diberikan berdasarkan lamanya waktu kerja. Sistem upah waktu kerja ini cenderung membuat pekerja untuk memperlama waktu kerja dengan harapan mendapat upah yang semakin banyak.

c) Upah premi adalah upah yang diberikan dengan memperhatikan produktivitas dan prestasi kerja. Sebagai contoh, dalam satu hari pekerja diharuskan menyelesaikan 10 unit pekerjaan. Jika dia bisa menyelesaikan lebih dari 10 unit

pekerjaan maka dia akan mendapat upah tambahan. Sistem upah premi cenderung meningkatkan produktivitas pekerja (Suratiyah, 2009).

2.2.2.2 Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja merupakan keseluruhan upah tenaga kerja yang dibayarkan oleh petani selama proses produksi usahatani berlangsung. Jumlah tenaga kerja dalam

(17)

menggunakan tenaga kerja dalam keluarga maka semakin sedikit biaya yang dikeluarkan untuk mengupah tenaga kerja luar keluarga. Namun demikian, tidak semua hal berlaku seperti ini. Ada pekerjaan atau kegiatan tertentu mengejar waktu

sehubungan dengan iklim maka harus meminta bantuan tenaga kerja luar yang berarti harus mengeluarkan biaya (Suratiyah, 2009).

2.2.3 Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan

peran serta tenaga kerja persatuan waktu atau �

��� dimana Y = produksi (Kg) dan

Xtk = input tenaga kerja (HKP). Untuk meningkatkan produktivitas petani, meningkatkan pendapatan atau kesejahteraannya dapat ditempuh dengan upaya

meningkatkan hasil persatuan luas, persatuan waktu serta mendistribusikan tenaga kerja secara optimal.

Produktivitas adalah perbandingan antara apa yang dihasilkan (output) dengan apa yang dimasukkan (input). Produktivitas tenaga kerja yang tinggi akan menunjukkan penekanan faktor produksi yang efisien bagi usahatani, karena tingkat produksi yang

tinggi akan dicapai tenaga kerja tersebut (Ravianto, 1985).

Secara teoritis dan praktis faktor-faktor yang menentukan produktivitas tenaga kerja

antara lain pendidikan, pengalaman, keterampilan, keahlian, umur dan etnis tenaga kerja, etos kerja, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, peralatan/mekanisasi pertanian, metode kerja, daya dukung lahan misalnya skala usaha/luas lahan,

(18)

produksi misalnya pupuk. Adapun variabel yang tergolong praktis yang terukur dan mudah dikerjakan adalah daya dukung lahan (skala usaha/luas lahan, umur tanaman, penggunaan sarana produksi/pupuk), curahan tenaga kerja, pengalaman bertani, dan

penggunaan sarana produksi. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dalam usahatani :

a. Luas Lahan

Menurut Theory of Scale, semakin besar skala usaha pertanian maka akan semakin efisien usahatani tersebut. Pengukuran skala usahatani salah satunya adalah

penguasaan lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi. Sehingga dalam teori ini, semakin sempit lahan usaha maka akan semakin kurang efisien usahatani tersebut

(Daniel, 2002).

Luas pemilikan atau penguasaan lahan yang ditanami sangat berhubungan dengan efisiensi usahatani dan juga usaha pertanian, penggunaan input seperti pupuk,

obat-obatan, bibit akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai dan ditanami semakin besar, disamping itu penggunaan tenaga kerja juga lebih efisien karena sudah ada takaran dan perhitungan menurut teknologi yang dipakai, namun sering juga

ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi karena kurangnya manajemen yang terarah (Soekartawi, 1993).

b. Total Curahan Tenaga Kerja

Setiap usaha pertanian yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisa penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian,

(19)

tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai (Soekartawi, 1989).

c. Pengalaman Berusahatani

Adanya tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja diharapkan memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Semakin lama seseorang dalam pekerjaan yang

sesuai dengan keahliannya maka diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitasnya. Maka dapat dikatakan bahwa pengalaman kerja memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja (Adhadika, 2013).

d. Sarana Produksi (Pupuk)

Faktor ketersediaan dan harga faktor produksi benar-benar tidak dapat dikuasai oleh

petani sebagai individu berapapun dana tersedia. Namun, jika faktor produksi berupa pupuk tidak tersedia atau langka di pasaran maka petani akan mengurangi penggunaan faktor produksi. Demikian pula jika harga pupuk sangat tinggi bahkan

tidak terjangkau. Semuanya itu pasti berpengaruh pada biaya, produktivitas, dan pendapatan dari usahatani (Suratiyah, 2009).

2.3 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Dila Zoriska (2002) tentang Analisis Curahan Tenaga Kerja

Usahatani Karet di Desa Sukarame, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan

Batu menyimpulkan bahwa ada perbedaan curahan tenaga kerja pada lahan sempit

dan lahan luas pada usahatani karet.

Hasil penelitian Rini Astuti Nasution (2004) tentang Analisis Curahan Tenaga Kerja

(20)

Menghasilkan (TM) di Desa Tanjung Medan, Kecamatan Kampung Rakyat,

Kabupaten Labuhan Batu menyimpulkan bahwa produktivitas rata-rata tenaga kerja

rata-rata per Ha pada tanaman menghasilkan (TM) diperoleh sebesar 386,79

Kg/HKP.

Hasil penelitian Muhammad Akmal Agustira (2004) tentang Analisis Optimasi

Penggunaan Input Produksi Pada Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang

menyebutkan bahwa biaya tenaga kerja rata-rata per Ha pada lahan sempit usahatani padi sawah lebih rendah daripada biaya tenaga kerja rata-rata per Ha pada usahatani

berlahan luas.

2.4 Kerangka Pemikiran

Dalam mengelola usahatani, kesediaan faktor produksi yang terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen sangat diperlukan untuk dapat menentukan lancar atau tidaknya suatu usahatani tersebut. Dalam hal ini, penelitian hanya dibatasi pada faktor

produksi tenaga kerja yang pada prakteknya diperlukan tenaga kerja yang produktif dalam mengelola usahatani.

Tahapan-tahapan budidaya padi organik dan padi non organik meliputi pengolahan

tanah, pembibitan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pemeliharaan, panen sampai kepada pasca panen.

(21)

menggunakan analisis uji beda rata-rata Independent-sample untuk mengetahui pencurahan tenaga kerja yang nyata lebih besar.

Dalam menjalankan usahataninya, petani harus dapat mengalokasikan tenaga kerja

yang tersedia dengan sebaik dan seefisien mungkin dengan tujuan untuk menghasilkan produksi yang optimal. Efisiensi tenaga kerja di sini artinya adalah

usaha-usaha yang dilakukan oleh petani untuk menemukan kombinasi tenaga kerja yang baik sehingga diperoleh produksi yang maksimal sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja tersebut.

Dalam penelitian ini, usaha tani padi sawah dibagi menjadi 2 bagian yaitu usaha tani padi organik dan usaha tani padi non organik. Untuk mengusahakan tanaman padi

sawah, petani menggunakan tenaga kerja. Dari penggunaan tenaga kerja ini, petani membayar upah yang kemudian dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja.

Keterkaitan antar variabel-variabel yang telah disebutkan di atas adalah bahwa

produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan antara jumlah produksi total yang dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja per satuan waktu yang dicurahkan untuk memproduksi output. Tenaga kerja dinilai produktif apabila mampu menghasilkan

output yang banyak dalam satuan waktu. Secara teoritis dan praktis faktor-faktor yang menentukan produktivitas tenaga kerja antara lain pendidikan, pengalaman,

(22)

tanaman, penggunaan sarana produksi misalnya pupuk. Adapun variabel yang tergolong praktis yang terukur dan mudah dikerjakan adalah daya dukung lahan (skala usaha/luas lahan, umur tanaman, penggunaan sarana produksi/pupuk), umur

(23)

Keterangan :

= Menyatakan Pengaruh Usahatani

Padi Organik

Usahatani Padi Non Organik Usahatani

Padi Sawah

Curahan Tenaga Kerja

Curahan Tenaga Kerja

Curahan Tenaga Kerja Luar Curahan Tenaga

Kerja Dalam Curahan Tenaga

Kerja Luar

Total Curahan Tenaga Kerja Curahan Tenaga

Kerja Dalam

Total Curahan Tenaga Kerja

Gambar. Skema Kerangka Pemikiran Komparasi

(24)

2.4. Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga secara dan tenaga

kerja luar keluarga pada usahatani padi organik maupun padi non organik.

2. Terdapat perbedaan produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi organik dan

padi non organik.

Gambar

Gambar. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan patokan tersebut, maka a-viniferin (1) termasuk senyawa bersifat toksik tetapi tidak aktif terhadap sel kanker mucin leukemia P-388, sedangkan vatikanol B (2)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kelincahan merupakan kemampuan seseorang atlit dalam merubah gerak tubuhnya dengan cepat,

Terdapat faktor-faktor yang Evaluasi kebijakan pemberdayaan Desa/Kelurahan Mandiri Gotong Royong oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Dalam mewujudkan

Jenis data yang dikumpulkan yang berhubungan dengan variable/focus yang telah diamati dalam penelitian ini (yakni kebijakan pemungutan pajak restoran dan dampak

Dengan memiliki geran tanah sama ada secara individu atau berkumpulan, pemilik akan dapat kepastian serta perlindungan undang-undang dan mencegah berlakunya konflik

Adapun tujuan worskshop ini yang pertama adalah untuk mendorong hak-hak Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan

Pra siklus Siklus I Siklus II 1. Siswa antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa dapat memahami materi dengan lancar. Siswa dapat menjawab pertanyaan dengan lancar.

PT Sarana Jatim Ventura telah melakukan analisis kelayakan kepada calon PPU (Perusahaan Pasangan Usaha) yang mengajukan permohonan pembiayaan sebelum menyetujui pembiayaan