• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Iklim Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Iklim Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A.1 Definisi Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) menjelaskan istilah psychological well-being atau

kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis

seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan

kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang

positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan

lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal. Konsep Ryff berawal dari

adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar dilihat dari ada atau

tidaknya penyakit fisik saja. Kesejahteraan psikologis terdiri dari adanya

kebutuhan untuk merasa baik secara psikologis (psychologically-well).

Kesejahteraan psikologis merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai

aktivitas hidupnya sehari-hari (Warr, 1978). Perasaan ini dapat berkisar dari

kondisi mental yang negatif, seperti: ketidakpuasan hidup, kecemasan dan

sebagainya, sampai ke kondisi mental yang positif, yaitu realisasi potensi atau

aktualisasi diri (Bradburn, 1969; Warr, 1978).

Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai hasil

dari evaluasi yang dilakukan seseorang terhadap hidupnya baik evaluasi secara

kognitif maupun evaluasi secara emosi. Dalam evaluasi secara koginitif,

(2)

hasil dari evaluasi secara emosi yaitu berupa affect atau perasaan senang. Diener

(1984) menyamakan psychological well being dengan subjective well being, yaitu

penilaian seseorang terhadap hidupnya yang meliputi reaksi emosional terhadap

suatu peristiwa dan evaluasi yang dinyatakan baik pada saat suatu peristiwa

terjadi atau secara global setelah waktu yang lama.

Sedangkan menurut Keyes, Shmotkin & Ryff (2002) psychological

well-being bukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan afek

negatif namun juga melibatkan persepsi dari keterlibatan dengan

tantangan-tan-tangan sepanjang hidup. Psychological well-being dapat dinyatakan sebagai

gambaran mengenai level yang tertinggi dari fungsi individu sebagai manusia dan

apa yang diharapkan sebagai makhluk yang memiliki tujuan dan akan berjuang

untuk tujuan hidupnya (Synder & Lopez, 2002). Individu yang memiliki

psychological well-being yang positif adalah individu yang memiliki respon

positif terhadap dimensi - dimensi psychological well-being yang

berkesinambungan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan

psikologis atau psychological well-being adalah suatu bentuk kepuasan yang

dirasakan seseorang berdasarkan evaluasi terhadap pengalaman hidupnya, yang

akan menimbulkan perasaan bahagia maupun sebaliknya.

A.2 Perspektif Kesejahteraan Psikologis

Terdapat dua paradigma dan perspektif besar mengenai kesejahteraan

(3)

pendekatan eudaimonic dan pendekatan hedonic (Ryan & Deci, 2001). Perspektif

hedonic menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis dapat dicapai dengan

melibatkan kebahagiaan secara subjektif. Konsep yang banyak dipakai dengan

pandangan hedonic adalah subjective well-being. Sedangkan perspektif

eudamonic menjelaskan bahwa kesejahteraan tidak hanya terdiri dari

memaksimalkan pengalaman positif dan meminimalkan pengalaman negatif

(Ryan & Deci, 2001) tetapi merujuk pada hidup sepenuhnya atau memungkinkan

seseorang untuk mengaktualisasikan potensi dirinya (Ryan, Huta, & Deci, 2008).

Pandangan eudaimonic banyak dipakai pada konsep psychological well-being.

Ryan dan Deci lebih lanjut menjelaskan bahwa penjelasan mengenai

well-being dalam eudaimonic di sini lebih ditekankan pada kesejahteraan diri yang

melibatkan pemenuhan atau identifikasi diri seseorang yang sebenarnya, dengan

kata lain seseorang akan bahagia ketika mereka berhasil mewujudkan

kebahagiannya tersebut melalui potensi dalam diri mereka sendiri. Ryff sebagai

tokoh dalam perspektif eudaimonic menjelaskan istilah kesejahteraan psikologis

untuk membedakan dari konsep kesejahteraan subjektif yang memiliki kekhasan

konsep hedonic. Ryff mencoba mengatasi batasan tersebut dan mendefinisikan

kesejahteraan sebagai pengembangan potensi nyata manusia (Ryff, 1995).

Kebahagian atau kesejahteraan psikologis bukan motivasi utama dari manusia

melainkan hasil dari menjalani hidup dengan baik (Ryff & Keyes, 1995; Ryff &

Singer, 1998). Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif

eudamonic dengan menggunakan konsep psychological well-being atau

(4)

A.3 Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang dikemukakan Ryff (1989)

mengacu pada teori positive psychological functioning (Maslow, Rogers, Jung,

Alport), teori perkembangan (Erickson, Buhler, Neugarten), dan teori kesehatan

mental (Jahoda). Dimensi-dimensi tersebut terdiri dari 6 dimensi, yaitu :

1. Dimensi Penerimaan diri (self-acceptance)

Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan seseorang menerima

dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa lalunya. Individu yang

menilai positif diri sendiri adalah individu yang memahami dan menerima

berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun buruk, dapat

mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal dan bersikap positif terhadap

kehidupan yang dijalaninya. Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri

menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa

dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah dengan

kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang berbeda dari diri sendiri atau

tidak menerima diri apa adanya (Ryff, 1995).

2. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan individu menjalin

hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu yang memiliki nilai

tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang hangat

dan penuh kepercayaan dengan orang lain. Selain itu, individu tersebut juga

(5)

empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan

antarpribadi. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai rendah dalam dimensi

hubungan positif dengan orang lain, akan terisolasi dan merasa frustasi dalam

membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk berkompromi dalam

mempertahankan hubungan dengan orang lain (Ryff, 1995).

3. Otonomi (autonomy)

Otonomi yang dimaksud adalah kemampuan individu untuk bebas namun

tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu yang memiliki nilai

otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu menentukan nasib sendiri

(self-determination) dan mengatur perilaku diri sendiri, memiliki kemampuan

mandiri, tahan terhadap tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, serta

mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan dari orang lain.

Sebaliknya, individu yang nilainya rendah dalam dimensi otonomi akan sangat

memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang lain,

berpegang pada penilaian orang lain untuk mmembuat keputusan penting, serta

mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan

cara-cara tertentu (Ryff, 1995).

4. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan individu untuk

mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan,

(6)

tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi

dalam mengatur lingkungan, dapat mengendalikan aktivitas eksternal yang berada

di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan

sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu

memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadinya.

Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang rendah akan

mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu

untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya serta tidak

mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan diri di lingkungan sekitarnya

(Ryff,1995).

5. Tujuan hidup (purpose of life)

Tujuan hidup memiliki pengertian sebagai individu yang memiliki

pemahaman jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa ia

mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di

masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam

dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah hidup, merasakan arti

dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang

memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Sebaliknya

individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup,

arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang terkandung untuk

hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau

(7)

6. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan

adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya,

memandang dirinya sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang,

terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam

menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi

pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta dapat berubah menjadi pribadi

yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya,

individu yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah akan merasakan dirinya

mengalami stagnasi, tidak mengetahui peningkatan dan pengembangan dirinya,

merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak

mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik (Ryff,1995).

A.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Huppert (2009) menjabarkan beberapa faktor yang mempengaruhi

kesejahteraan, yaitu :

1) Dukungan sosial, merupakan gambaran perilaku mendukung kepada individu

yang dilandasi emosi positif dari orang-orang yang bermakna dalam hidupnya,

terutama keluarga. Individu membutuhkan dukungan sosial baik yang berasal dari

atasan, teman kerja maupun keluarga (Ganster, Fusilier & Mayes, 1986). Umstot

(1988) mengatakan bahwa iklim organisasi yang baik salah satunya ditandai

dengan adanya perhatian, kehangatan dan dukungan yang diberikan organisasi

(8)

2) Kepribadian, merupakan individu dengan kepribadian yang senang bergaul,

energik, dan mampu mengontrol hubungannya dengan orang lain akan

memunculkan emosi yang positif.

3) Usia, dimana kesejahteraan dipandang sebagai aspek yang berkembang

seiring meningkatnya usia.

4) Jenis kelamin berkaitan erat dengan kebahagiaan seseorang. Wanita yang

memiliki skor tinggi pada skala yang menilai fungsi sosial, seperti menjalin

hubungan positif dengan orang lain.

5) Status sosial ekonomi berkaitan erat dengan kebahagiaan individu. Dolan,

Peasgood & White (2008) menyebutkan bahwa individu dengan tingkat sosial dan

pendapatan yang tinggi akan memperoleh kebahagiaan yang lebih tinggi dan

cenderung terhindar dari stress.

B.IKLIM ORGANISASI B.1 Definisi Iklim Organisasi

Menurut Tagiuri dan Litwin (1968) iklim organisasi merupakan kualitas

lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh

anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dijelaskan dalam

pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Iklim organisasi sebagai

pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada

persepsi-persepsi yang dapat dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung

terhadap kinerja anggota organisasi (Stringer,1968; Wirawan, 2007).

(9)

organisasi melakukan pekerjaannya. Iklim organisasi tidak dapat dilihat atau

disentuh tetapi iklim ada seperti udara dalam suatu ruangan, mengitari dan

mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi (Davis 1996).

Menurut Owens (1991) iklim organisasi adalah persepsi anggota tentang

lingkungan kerja organisasi.

Steers (1985) mengatakan bahwa konsep iklim organisasi yang sebenarnya

adalah mengenai sifat-sifat atau ciri yang dirasa terdapat dalam lingkungan kerja

yang timbul terutama karena kegiatan organisasi, yang dilakukan secara sadar atau

tidak, dan mempengaruhi perilaku. Dengan kata lain, iklim organisasi merupakan

kepribadian dari organisasi seperti yang dilihat oleh para anggotanya.

Rossow (1990) iklim organisasi merujuk pada karakteristik organisasi

secara keseluruhan dan berhubungan dengan perasaan anggota di dalamnya.

Wirawan (2008) mendefiniskan iklim organisasi sebagai persepsi anggota

organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap

berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan

organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan

kinerja anggota organisasi kemudian menentukan kinerja organisasi.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat dilihat bahwa iklim organisasi

menyangkut persepsi anggota organisasi, tentang sifat-sifat dan karakteristik

organisasi yang mencerminkan norma serta keyakinan dalam organisasi yang

(10)

B.2 Dimensi Iklim Organisasi

Terdapat 6 dimensi iklim organisasi menurut Stringer (2002) yang

diperlukan yakni ;

1. Struktur. Struktur mengukur perasaan karyawan dalam organisasi dengan baik

dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab mereka

dalam organisasi. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan. Struktur memiliki

nilai tinggi jika anggota merasa pekerjaan mereka memiliki kejelasan peran dan

tanggung jawab yang baik. Struktur memiliki nilai rendah jika anggota merasa

tidak ada kejelasan mengenai peran dan tugasnya serta memiliki wewenang untuk

mengambil keputusan

2. Standar. Mengukur perasaan tekanan anggota organisasi untuk memperbaiki

kinerja dan tingkat kebanggaan yang dimiliki anggota dalam melakukan

pekerjaannya dengan baik. Hal ini meliputi kondisi kerja anggota dalam

organisasi. Standar yang tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya

mencari cara untuk meningkatkan kinerjanya. Sementara standar yang rendah

merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerjanya.

3. Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan anggota dalam organisasi bahwa

mereka adalah pemimpin untuk dirinya sendiri dan tidak meminta pendapat orang

lain untuk mengambil keputusan. Tanggung jawab yang tinggi menunjukkan

bahwa anggota organisasi merasa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan

masalahnya sendiri, sementara tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa

kurangnya pengambilan resiko dan upaya untuk mencoba melakukan strategi

(11)

4. Penghargaan. Perasaan anggota bahwa ia dihargai setelah menyelesaikan

pekerjaannya dengan baik. Hal ini meliputi imbalan atau upah yang diterima

anggota setelah menyelesaikan pekerjaannya. Iklim organisasi yang menghargai

kinerja anggota memiliki keseimbangan antara memberikan imbalan dan kritik.

Penghargaan rendah jika anggota tidak diberikan imbalan yang konsisten setelah

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

5. Dukungan. Merefleksikan perasaan anggota dalam organisasi mengenai

kepercayaan dan saling mendukung yang berlaku dikelompok kerja. Meliputi

hubungan dengan rekan kerja yang lain. Dukungan bernilai tinggi jika anggota

organisasi merasa bahwa mereka menjadi bagian dari tim yang baik dan merasa

memperoleh bantuan dari atasannya jika mengalami kesulitan dalam menjalankan

tugas. Sementara dukungan bernilai rendah apabila anggota organisasi merasa

terisolasi atau tersisih sendiri.

6. Komitmen. Merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan

tingkat kesetiaan anggota terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan untuk

memiliki komitmen yang kuat berkaitan dengan kesetiaan anggota. Komitmen

bernilai rendah apabila anggota merasa tidak peduli terhadap organisasi dan

tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi.

B.3 Manfaat Iklim Organisasi

Terdapat beberapa penelitian mengenai manfaat iklim organisasi, antara

lain: iklim organisasi yang positif berkorelasi dengan hasil kerja yang positif,

(12)

organisasi (Aarons & Sawitzky, 2006), kualitas iklim organisasi yang layak

berhubungan dengan karyawan dan berpengaruh berpengaruh positif untuk tetap

bertahan di dalam organisasi (Schulte, Ostroff, Shmulyian & Kinicki, 2009)

kemudian Patterson, Warr & West (2004) menemukan bahwa iklim organisasi

yang positif berkorelasi dengan perkembangan perusahaan yang mempengaruhi

pengalaman karyawan. Iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi karyawan,

sikap, dan perilaku, baik dalam organisasi maupun individu.

C.Hubungan Iklim Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologi

Kesejahteraan psikologis merupakan suatu keadaan dimana individu dapat

menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif

dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu

mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu mengatur lingkungan,

dan memiliki tujuan dalam hidupnya (Ryff, 1995).

Keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditandai dengan karyawan

yang merasa sejahtera di tempat kerjanya (Keyes, Hysom & Lupo, 2000). Dalam

melaksanakan tugas-tugasnya setiap tenaga kerja berhubungan langsung dan

sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan kerja yang aman dan sehat

sangat diperlukan oleh setiap orang, dengan kondisi kerja yang nyaman seseorang

dapat bekerja secara tenang, sehingga hasil kerjanya pun dapat diharapkan

memenuhi standart yang telah ditetapkan. Lingkungan kerja menjadi suatu

lingkungan yang mempunyai ikatan batin yang kuat antara orang-orang di dalam

(13)

yang kedua bagi pekerja (Moenir, 1992).

Perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan

dalam artian ada hubungan yang baik antar karyawan, antara karyawan dengan

atasan, menjaga kesehatan, serta keamanan di ruang kerja, maka akan dapat

meningkatkan produktivitas kerja karyawan (Ahyari, 2002). Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Adriani dan Subekti (2004) menunjukkan ada

korelasi negatif antara persepsi mengenai kondisi lingkungan kerja dan dukungan

sosial dengan tingkat kelelahan fisik dan emosional individu yang artinya semakin

buruk persepsi mengenai kondisi lingkungan kerja dan semakin sedikit dukungan

sosial yang diperoleh individu maka semakin tinggi tingkat kelelahan fisik dan

emosional yang dialaminya.

Iklim organisasi dibentuk melalui hubungan antara tuntutan lingkungan,

teknologi, struktur dan performansi kerja. Hal ini menunjukkan bagaimana

tuntutan struktur dan teknologi yang menggambarkan iklim tertentu, dipengaruhi

oleh harapan-harapan terhadap pekerjaan. Konsep iklim organisasi itu sendiri

tidak lepas dari sifat dan ciri yang terdapat dalam suatu lingkungan kerja yang

timbul terutama karena kegiatan organisasi dan dianggap mempengaruhi perilaku

(Mowday, Porter & Steers, 1982). Iklim organisasi menyangkut semua

lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam suatu organisasi

dimana mereka melaksanakan pekerjaannya (Davis,2001).

Persepsi pada lingkungan organisasi berdasarkan pada penilaian secara

pribadi, motivasi atau emosi yang sesuai bagi karyawan melalui proses penilaian

(14)

berdasarkan nilai-nilai individu dan berkaitan dengan kesejahteraan individu.

Iklim yang ada di perusahaan dapat menyebabkan karyawan dengan sepenuh hati

menyukai pekerjaan mereka atau justru pekerjaan menjadi hambatan secara

psikologis bagi mereka (Kahn, 1990). Iklim organisasi yang terbentuk di dalam

organisasi akan mempengaruhi bagaimana karyawan menerima lingkungan kerja

sebagai sesuatu hal yang menyenangkan dan nyaman (Brown & Leigh, 1996).

Iklim organisasi akan dipersepsikan positif oleh karyawan ketika karyawan

merasa yakin bahwa kontribusi yang mereka berikan pada organisasi bermanfaat

untuk pencapaian sasaran organisasi dan akan membuat karyawan lebih

menikmati pekerjaannya.

Umstot (1988) mengatakan bahwa iklim organisasi yang baik salah

satunya ditandai dengan adanya perhatian, kehangatan dan dukungan yang

diberikan organisasi baik dari rekan kerja maupun atasan. Dukungan sosial yang

diperoleh dari lingkungan kerja dapat memberikan kontribusi pada produktivitas

dan kesejahteraan karyawan (Hodson, 1997). Selain itu, adanya dukungan sosial

mampu menciptakan rasa nyaman dan ketenangan dalam bekerja, sehingga

seseorang yang mendapatkan dukungan dapat menfokuskan perhatiannya ketika

melaksanakan suatu pekerjaan (Rook, 1987). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan French (1982) diketahui bahwa dukungan sosial dapat mencegah

terjadinya tekanan psikologis dalam lingkungan kerja.

Menurut Stringer (2002), dimensi struktur mengukur perasaan karyawan

dalam organisasi dengan baik dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran

(15)

yang diharapkan dari individu yang menduduki posisi tertentu di dalam struktur

organisasi dan mencerminkan cara seseorang mempersepsikan pekerjaannya

(Mullin, 2005). Ketika seseorang memiliki persepsi yang berbeda dengan apa

yang diharapkannya maka cenderung akan menghadapi konflik peran. Menurut

Greenberg dan Baron (2008) individu akan lebih puas dengan pekerjaannya ketika

peran mereka didefinisikan dan dideskripsikan dengan jelas. Semakin tinggi

tingkat kepuasan individu dalam bekerja maka akan semakin tinggi tingkat

kesejahteraan psikologisnya (Hadjam & Nasiruddin, 2003).

Dimensi standard mengukur perasaan tekanan anggota organisasi untuk

memperbaiki kinerja dan tingkat kebanggaan yang dimiliki anggota dalam

melakukan pekerjaannya dengan baik. Menurut Sudarma (2011) kesejahteraan

dapat dicapai jika karyawan memiliki kinerja yang tinggi. Dimensi

tanggungjawab merefleksikan perasaan anggota dalam organisasi bahwa mereka

adalah pemimpin untuk dirinya sendiri dan tidak meminta pendapat orang lain

untuk mengambil keputusan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ryff (1989) yang

mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis berkaitan dengan kemampuan

individu untuk mengarahkan diri sendiri dan kemampuan untuk mengatur tingkah

laku. Kemudian, dimensi penghargaan mengukur perasaan anggota bahwa ia

dihargai setelah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Hal ini meliputi

imbalan atau upah yang diterima anggota setelah menyelesaikan pekerjaannya.

Menurut Mangkunegara (2004) terdapat beberapa faktor yang dapat

meningkatkan motivasi kerja karyawan, diantaranya adalah pemberian upah yang

(16)

kesempatan untuk mengaktualisasikan diri dengan baik, penerimaan oleh

kelompok kerja, serta penghargaan atas prestasi. Motivasi kerja yang tinggi akan

menimbulkan semangat kerja yang tinggi pula, yang pada akhirnya akan

meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Karyawan yang sejahtera dalam

bekerja akan memiliki loyalitas, kepuasan kerja, daya tahan, serta produktivitas

yang tinggi (Harter, Schmidt, & Keyes, 2002).

Dimensi dukungan merefleksikan perasaan anggota dalam organisasi

mengenai kepercayaan dan saling mendukung yang berlaku dikelompok kerja,

meliputi hubungan dengan rekan kerja yang lain. Berdasarkan pernyataan Ryff

(1989) individu yang sejahtera adalah individu yang dapat membangun hubungan

positif dengan orang lain, yaitu hubungan interpersonal yang didasari oleh

kepercayaan, empati dan kasih sayang yang kuat.

Dimensi komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap

organisasinya dan tingkat kesetiaan anggota terhadap pencapaian tujuan

organisasi. Menurut Harter, Schmidt & Hayes (2002) karyawan yang tidak

terpenuhi kesejahteraannya di tempat kerja menyebabkan timbulnya keinginan

untuk keluar dari perusahaan, begitu juga sebaliknya.

D.Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Mayor

“Ada hubungan positif antara iklim organisasi dengan kesejahteraan

psikologis pada karyawan yang berarti iklim organisasi yang

(17)

psikologis pada karyawan dan sebaliknya, iklim organisasi yang

dipersepsikan negatif oleh karyawan maka akan menurunkan tingkat

kesejahteraan psikologis karyawan”.

2. Hipotesis Minor

a. Ada hubungan positif antara dimensi struktur dengan kesejahteraan

psikologis karyawan.

b. Ada hubungan positif antara dimensi standar dengan kesejahteraan

psikologis karyawan.

c. Ada hubungan positif antara dimensi tanggungjawab dengan

kesejahteraan psikologis karyawan.

d. Ada hubungan positif antara dimensi penghargaan dengan kesejahteraan

psikologis karyawan.

e. Ada hubungan positif antara dimensi dukungan dengan kesejahteraan

psikologis karyawan.

f. Ada hubungan positif antara dimensi komitmen dengan kesejahteraan

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

[r]

[r]

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH..

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Perwakilan perusahaan yang hadir adalah direktur atau yang mewakili dengan membawa surat kuasa yang ditandatangani direktur. Demikianlah untuk maklum, atas perhatiannya

bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku. disusutkan ,

Setelah istilah-istilah dalam judul ini diuraikan, maka maksud dari judul tersebut adalah untuk suatu penyelidikan ilmiah guna memperoleh data- data mengenai