• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN RUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN RUAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN RUANG SISI

LENGKUNG SISWA KELAS IX.A SMPN 24 KOTA BENGKULU

MELALUI PENERAPAN MODEL

PROBLEM BASED LEARNING

Robiatul Audaya

SMP Negeri 24 Kota Bengkulu

robiatulaudaya@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa dan mengetahui apakah model pembelajaran problem based learning pada materi bangun ruang sisi lengkung dapatmeningkatkan keaktifan siswa. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX.A SMP Negeri 24 Kota Bengkulu tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 30 siswa, terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas dengan langkah penelitian bersifat refleksi tindakan dengan pola “proses pengkajian berdaur (siklus)” yang dilakukan berulang-ulang terdiri dari tindakan perencanaan-tindakan-observasi-refleksi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes dan lembar observasi. Tes dilakukan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa pada setiap siklus, sedangkan observasi dilakukan untuk mengetahui aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan model problem based learning (PBL) dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan nilai rata-rata pada siklus I 55,5 dengan ketuntasan belajar 53,3% dan pada siklus II 75,5 dengan ketuntasan belajar 76,7%. Pembelajaran matematika dengan model problem based learning (PBL) juga dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dimana hasil observasi menunjukkan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran pada silkus I 68,87% dan siklus II 92,72%.

Kata kunci : problem based learning, konsep bangun ruang, aktifitas siswa

A. PENDAHULUAN

Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses dimana guru berupaya semaksimal mungkin melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar sehingga terjadi proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner yang menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran partisifasi aktif setiap siswa sangat penting (Kemdikbud, 2014:51). Kegiatan pembelajaran matematika diperlukan terkait dengan penanaman konsep pada peserta didik. Penguasaan atau pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa untuk memahami makna matematika secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa dengan tingkat pemahaman konsep yang baik akan dapat mengerjakan soal-soal dalam bentuk apapun dengan konsep yang sama. Berdasarkan pengalaman guru, dalam proses belajar mengajar siswa sebagian besar tidak aktif, terutama dalam bertanya, menjawab pertanyaan guru, tidak aktif dalam mengerjakan soal-soal latihan, siswa kurang berani menyampaikan ide-ide atau pendapatnya, dan siswa sebagian besar tidak memahami konsep matematika yang diajarkan di sekolah. Hal ini didukung oleh data bahwa daya serap per indikator kompetensi dasar pada materi bangun ruang sisi lengkung kurang dari 70% yang berarti kurang dari 70% siswa yang memahami konsep bangun ruang sisi lengkung.

(2)

kelompok, presentasi, tanya jawab, dan siswa mengerjakan soal ke depan. Namun model pembelajaran ekspository masih lebih dominan dimana guru menjadi pusat dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi pasif karena siswa tidak diberdayakan sehingga pemahaman siswa terhadap konsep serta kemampuan dalam mengkonstruksi pengetahuannya masih sangat kurang dan pada akhirnya menjadi salah satu penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa tersebut.

Untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa diperlukan sebuah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan secara aktif (student centered) sehingga diharapkan pemahaman konsep siswa meningkat. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning/PBL). Sudarman (2007 : 69) mengemukakan bahwa:

Problem based learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

PBL merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahapan-tahapan sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Dengan penerapan PBL siswa diharapkan memiliki keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah yang berimplikasi pada peningkatan pemahaman konsep siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) apakah model pembelajaran problem based learning

dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa kelas IX.A SMP Negeri 24 kota Bengkulu. 2) Apakah model pembelajaran problem based learning pada materi bangun ruang sisi lengkung dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IX.A SMP Negeri 24 kota Bengkulu?

B.

KAJIAN

PUSTAKA

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

PBL merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa melakukan penyelidikan dan memecahkan suatu masalah nyata. Melalui PBL dikembangkan strategi pemecahan dan keterampilan yang menuntut siswa berperan aktif dalam pemecahan masalah yang diajukan guru. Problem based learning (PBL)

merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang penting dari materi pelajaran. Diharapkan dengan menerapkan pembelajaran berdasarkan masalah akan menjadikan siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan sedangkan guru hanya memberikan fasilitasi agar siswa dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Dalam Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 dikemukakan bahwa

problem based learning (PBL) adalah pembelajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan pengetahuan penting, yang menjadikan siswa mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta mampu berpartisifasi dalam tim (Kemdikbud, 2014:55). Dalam kelas yang menerapkan

(3)

based learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahapan-tahapan ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa problem based learning adalah pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahapan-tahapan sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Dengan penerapan problem based learning siswa diharapkan memiliki keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah yang berimplikasi pada peningkatan pemahaman konsep siswa.

Karakteristik problem based learning adalah sebagai berikut : a. Belajar diawali dengan masalah

b. Masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa c. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah

d. Siswa diberikan tanggung jawab yang besar untuk melakukan pembelajaran secara mandiri.

e. Menggunakan kelompok-kelompok

f. Siswa dituntut untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dalam bentuk kinerja.

Langkah-langkah model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning)

Ada lima tahapan dalam model problem based learning dan prilaku yang dibutuhkan oleh guru (Kemdikbud, 2014: 59) untuk masing-masing tahapnya disajikan dalam tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 1 Tahapan—Tahapan Model Problem Based Learning

Fase Perilaku Guru

Fase 1. Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa

 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan menjelaskan alat dan bahan yang dibutuhkan  Guru memotivasi siswa untuk terlibat aktif

dalam kegiatan mengatasi masalah Fase 2. Mengorganisasikan

siswa untuk belajar

 Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya

Fase 3. Membimbing

penyelidikan secara individu dan kelompok

 Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Fase 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman Fase 5. Menganalisa dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari/meminta kelompok presentasi hasil kerjanya

(4)

Soedjadi (2004:14) mengemukakan bahwa konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Selanjutnya Sodjadi menjelaskan bahwa dengan konsep yang ada sekumpulan objek dapat digolongkan sebagai contoh atau bukan contoh. “Lingkaran” merupakan nama suatu konsep abstrak, dengan konsep tersebut , sekumpulan objek dapat digolongkan sebagai contoh lingkaran atau bukan contoh. “Tabung” adalah nama suatu konsep yang lebih kompleks, karena tabung terdiri atas banyak konsep yang lebih sederhana, diantaranya “lingkaran bidang alas, bidang selimut, garis tinggi, dan sebagainya.

Pemahaman konsep merupakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk menafsirkan, menjelaskan, membedakan, maupun mengelompokkan sesuatu tentang pengetahuan yang diperolehnya setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. Menurut Duffin & Simpson dalam Kesumawati, N(2008:2 - 230) pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa untuk: (1) menjelaskan konsep, yang artinya siswa mampu untuk mengungkapkan kembali apa yang telah disampaikan kepadanya. Contohnya ketika siswa belajar Bangun Ruang Sisi Lengkung (BRSL), siswa mampu menyatakan ulang pengertian tabung, unsur-unsur tabung, pengertian kerucut dan unsur-unsur kerucut, dst. (2) menggunakan konsep pada berbagai situasi, contohnya dalam kehidupan sehari-hari jika seorang siswa berniat untuk membuat 20 buah topi ulang tahun dari karton berbentuk kerucut pada saat perayaan ulang tahunnya maka siswa tersebut harus memikirkan berapa buah karton yang harus dibelinya? Berapa uang yang harus dimiliki untuk membeli karton yang diinginkan? Untuk memikirkan berapa karton yang harus dibelinya berarti siswa tersebut telah mengetahui konsep luas bahan untuk membuat topi yang merupakan selimut kerucutnya dan konsep aritmatika sosial. Dan (3) mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep, dapat diartikan bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan benar. Kilpatrick, Swafford, & Findell dalam Afrilianto, M (2012:196) menyatakan bahwa pemahaman konsep (conceptual understanding) adalah kemampuan dalam memahami konsep, operasi dan relasi dalam matematika. Adapun indikator dari pemahaman konsep siswa adalah sebagai berikut:

a. Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari.

b. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan untuk membentuk konsep tersebut.

c. Menerapkan konsep secara algoritma.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematika.

e. Mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika).

Pada materi bangun ruang sisi lengkung sekolah menengah pertama kompetensi dasar yang diharapkan adalah mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut, dan bola, menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut dan bola, memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut, dan bola. Dari standar kompetensi tersebut disusunlah indikatornya, yaitu :

1. Menyebutkan unsur-unsur: jari-jari/diameter, tinggi, sisi, alas dari tabung, kerucut dan bola

2. Menghitung luas selimut dan volum tabung, kerucut, dan bola

3. Menghitung unsur-unsur tabung, kerucut dan bola jika volumenya diketahui

4. Menggunakan rumus luas selimut dan volume untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola.

(5)

untuk membentuk konsep tersebut. Indikator 2 bagian dari menerapkan konsep secara algoritma. Indikator 3 bagian dari menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematika. Indikator 4 bagian dari mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika).

Berdasarkan pandangan beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk menafsirkan, menjelaskan, membedakan, maupun mengelompokkan sesuatu tentang pengetahuan yang diperolehnya setelah kegiatan pembelajaran berlangsung.

Agar siswa mampu memahami konsep dari materi yang diajarkan pada kegiatan pembelajaran sebaiknya siswa diberi kesempatan untuk menemukan suatu konsep baik sendiri maupun secara berkelompok melalui kegiatan memanipulasi alat peraga/benda nyata. Menurut Suherman (1995:141), mengajarkan suatu konsep harus dikaitkan dengan konsep lain yang mendasarinya yang tingkatnya lebih rendah. Dengan kata lain, siswa dapat memahami konsep dari kegiatan pembelajaran jika proses pembelajaran yang mereka lakukan menuntut mereka untuk aktif menemukan konsep baik sendiri maupun secara berkelompok dengan bimbingan guru secara bertahap dari konsep yang paling sederhana dimana konsep-konsep yang mereka pelajari saling berkaitan. Dalam proses penemuan tersebut siswa dapat terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, seperti dengan melakukan diskusi kelompok, diskusi kelas, penggunaan alat peraga yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem based learning(PBL) diduga akan dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa SMP Negeri 24 Kota Bengkulu

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan langkah penelitian bersifat refleksi tindakan dengan pola “proses pengkajian berdaur (siklus)”. Langkah ini dilakukan berulang-ulang yang terdiri dari tindakan perencanaan-tindakan-observasi-refleksi. Menurut Jean McNiff (Kesuma A. T, 2013: 3) penelitian tindakan dalam pendidikan merupakan sebuah metode penelitian kualitatif yang mendorong para praktisi (pengajar/guru) menjadi reflektif dalam praktik mengajar, dengan tujuan lebih meningkatkan/memperbaiki sistem mengajarnya.

Langkah kegiatan dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

(6)

Penelitian ini dilaksanakan pada minggu kedua bulan September 2014 hingga minggu kedua bulan Oktober 2014 dengan subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX.A SMP negeri 24 Kota Bengkulu tahun ajaran 2014/2015. Teknik pengumpulan data penelitian ini dengan menggunakan tes dan lembar observasi. Tes yang dilakukan dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa yang disusun berdasarkan indikator kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan melakukan pengamatan langsung oleh pengamat terhadap kegiatan pembelajaran. Teknik analisis data dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara deskriptif kualitatif yang dilakukan dengan metode alir. Menurut Milles dan Huberman (Sutriari dkk, 2011:19), alir yang dilalui meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Data hasil tes siswa dianalisis dengan menggunakan nilai rata-rata kelas, ketuntasan belajar klasikal dan daya serap per indikator kompetensi dasar. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah:

1) Minimal 70% siswa memperoleh nilai ≥ KKM 2) Nilai rata-rata kelas minimal 70

3) KKM individu sebesar 70

4) Daya serap per indikator kompetensi dasar 70

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tes kemampuan awal dilaksanakan pada tanggal 11 September 2014. Hasil tes awal menunjukkan bahwa rata-rata nilai 34,33, banyaknya siswa yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan KKM sebanyak 1 orang dengan ketuntasan belajar 3,33%.

Siklus I dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan dari tanggal 15 September s.d 25 September 2014. Siswa bekerja dalam kelompok dengan anggota setiap kelompok 6 siswa. Setelah selesai setiap kelompok memajang hasil kerja kelompoknya kemudian secara acak kelompok siswa ditunjuk untuk melakukan presentasi sedangkan kelompok lain menanggapi. Berdasarkan hasil tes dan pengamatan siklus I diperoleh Nilai rata-rata siswa 55,5 dan yang mendapat nilai 70 meningkat menjadi 16 orang dengan ketuntasan belajar 53,3%. Daya serap siswa per indikator kompetensi dasar yang menunjukkan pemahaman konsep siswa terhadap materi tabung masih kurang dari 70%. Siswa belum aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan model PBL hal ini terlihat dari hasil observasi siklus I yang menunjukkan bahwa hanya 68,87% siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Siklus II dilaksanakan dalam 5 kali pertemuan dari tanggal 29 September s.d 16 oktober 2014. Siswa bekerja dalam kelompok dengan anggota setiap kelompok 3-4 siswa. Setelah selesai setiap kelompok memajang hasil kerja kelompoknya kemudian secara acak kelompok siswa ditunjuk untuk melakukan presentasi sedangkan kelompok lain menanggapi. Berdasarkan hasil tes dan pengamatan siklus II diperoleh Nilai rata-rata siswa 75,5 dan yang mendapat nilai 70 meningkat menjadi 23 orang dengan ketuntasan belajar 76,7%. Daya serap siswa per indikator kompetensi dasar yang menunjukkan pemahaman konsep siswa terhadap materi tabung lebih dari 70%. Siswa belum aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan model PBL hal ini terlihat dari hasil observasi siklus II yang menunjukkan bahwa hanya 92,72% siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Peningkatan pemahaman konsep siswa terhadap materi bangun ruang sisi lengkung tiap siklus terlihat pada tabel dan gambar grafik di bawah ini :

(7)

No Kategori Tes Awal Siklus I Siklus II

1. Nilai tertinggi 70 100 100

2. Nilai terendah 10 10 15

3. Nilai rata-rata 34,3 55,5 75,5

4. Ketuntasan belajar 3,33% 53,3% 76,7%

Nila i Ter

tingg i

Nila i Ter

enda h

Rata -rata 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tes Awal siklus I siklus II

Gambar 2 Grafik nilai siswa pada tes awal, siklus I dan siklus II

Gambar 3 Grafik ketuntasan belajar siswa pada tes awal, siklus I dan siklus II

Tes a wal

Sikl us I

Sikl us II 0

20 40 60 80

Ketuntasan belajar (%)

(8)

Grafik pada gambar 2 dan 3 menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep siswa terlihat dari adanya peningkatan rata-rata dan ketuntasan belajar siswa pada tes awal, siklus I, dan siklus II. Pada tes awal rata-rata 34,3 dengan ketuntasan 3,33%. Di siklus I terjadi peningkatan dimana rata-rata menjadi 55,5 dengan ketuntasan 53,3% dan siklus II juga terjadi peningkatan dengan rata-rata 75,5 dan ketuntasan 76,7%.

Dilihat dari daya serap per indikator kompetensi dasar, diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 3 Daya serap per indikator kompetensi dasar tes awal, siklus I dan siklus II

No Kompetensi Dasar/Indikator Daya serap

Siklus I Siklus II 2.

1

Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut dan bola

2.1.1 Menyebutkan unsur-unsur: jari-jari/diameter, tinggi, sisi, alas dari tabung, kerucut dan bola

98,3% 100%

2. 2

Menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut, dan bola

2.2.1 menghitung luas selimut dan volumee

tabung, kerucut, dan bola 59,6% 78,7%

2.2.3 menghitung unsur tabung, kerucut dan bola

jika volumenya diketahui 54,2% 70,7%

2. 3

Memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut, dan bola

2.3.1 menggunakan rumus luas selimut dan volume untuk memecahkan masalah yang

(9)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tes Awal

Sik-lus I

Sik-lus II

Gambar 4 Grafik daya serap per indikator kompetensi dasar pada tes awal, siklus I dan siklus II

Dari grafik pada gambar 4 di atas terlihat adanya peningkatan kemampuan siswa kelas IX.A dalam menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung, yaitu sebelum penelitian 40%, setelah siklus I menjadi 98,3%, dan setelah siklus II menjadi 100%.

Peningkatan kemampuan siswa dalam menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung dari sebelum penelitian sampai akhir siklus I dapat dikatakan banyak. Hal ini bisa terjadi karena pada proses pembelajaran yang selama ini terjadi siswa lebih banyak memperoleh informasi dari guru sementara dengan pembelajaran model PBL siswa menemukan unsur bangun ruang sisi lengkung dengan melakukan penyelidikan dan mencari informasi secara langsung. Seperti yang tertuang dalam materi pelatihan implementasi kurikulum 2013 dikemukakan dalam PBL pembelajaran yang disusun sehingga siswa mendapatkan pengetahuan penting, yang menjadikan siswa mahir dalam memecahkan masalah (Kemdikbud, 2014:55). Peningkatan kemampuan menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung menjadi 100% pada akhir siklus II dan telah mencapai kriteria yang ditentukan 70%, sehingga dapat dikatakan pembelajaran dengan model PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung.

Kemampuan siswa kelas IX.A dalam menentukan luas dan volume bangun ruang meningkat ditunjukkan dari daya serap tes awal 37%, setelah siklus I 59,6% dan setelah siklus II 78,7%.

(10)

sendiri penyelidikan dalam kelompok dan mencari informasi secara langsung sehingga pembentukan pengetahuan terjadi. Menurut Arends (Trianto, 2009) dalam PBL siswa dituntun untuk mengerjakan permasalahan yang autentik agar mereka dapat menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan penemuan dan keterampilan berpikir kritis, mandiri, dan percaya diri. Peningkatan kemampuan menentukan luas dan volume bangun ruang sisi lengkung menjadi 78,7% pada akhir siklus II dan telah mencapai kriteria yang ditentukan 70%, sehingga dapat dikatakan pembelajaran dengan model PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung.

Kemampuan siswa dalam menentukan unsur bangun ruang jika volumenya diketahui mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari daya serap sebelum diadakan tindakan hanya 17% menjadi 54,2% pada siklus I dan 70,7% pada siklus II.

Siswa dapat menentukan unsur bangun ruang jika volumenya diketahui akan terjadi ketika dia mengetahui prosedur mana yang akan digunakan, algoritma yang harus dipakai. Meskipun siswa kesulitan membolak-balik rumus tetapi peningkatan kemampuan siswa dalam menentukan luas dan volume bangun ruang sisi lengkung dari sebelum penelitian hingga akhir siklus I cukup besar. Hal ini bisa terjadi karena dalam menemukan unsur bangun ruang sisi lengkung jika diketahui volumenya siswa melakukan sendiri penyelidikan dalam kelompok dan mencari informasi secara langsung sehingga terjadi pembentukan pengetahuan. Menurut Arends (Trianto, 2009) dalam PBL siswa dituntun untuk mengerjakan permasalahan yang autentik agar mereka dapat menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan penemuan dan keterampilan berpikir kritis, mandiri, dan percaya diri. Peningkatan kemampuan menentukan luas dan volume bangun ruang sisi lengkung menjadi 70,7% pada akhir siklus II dan telah mencapai kriteria yang ditentukan 70%, sehingga dapat dikatakan pembelajaran dengan model PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menentukan unsur bangun ruang sisi lengkung.

Siswa kelas IX.A yang mampu memecahkan masalah berkaitan dengan bangun ruang sisi lengkung mengalami peningkatan, yaitu dari tes awal 20%, setelah siklus I 34,6% ,dan setelah siklus II meningkat menjadi 70,4%.

Kemampuan memecahkan masalah berkaitan dengan bangun ruang sisi lengkung dari sebelum penelitian hingga akhir siklus I cukup baik. Hal ini disebabkan kemampuan memecahkan masalah memerlukan kemampuan mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari yang merupakan kemampuan tingkat yang paling sulit dibandingkan dengan indikator lain pemahaman konsep. Peningkatan kemampuan memecahkan masalah bangun ruang sisi lengkung pada akhir siklus II menjadi 70,4% dan telah mencapai kriteria yang ditentukan 70%, sehingga dapat dikatakan pembelajaran dengan model PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah berkaitan dengan bangun ruang sisi lengkung. Sesuai dengan apa yang tertuang dalam materi pelatihan implementasi kurikulum 2013 dikemukakan dalam PBL pembelajaran yang disusun sehingga siswa mendapatkan pengetahuan penting, yang menjadikan siswa mahir dalam memecahkan masalah (Kemdikbud, 2014:55).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran PBL dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa kelas IX.A SMPN 24 Bengkulu.

(11)

tugas kelompok. Pada fase 3 siklus I terdapat 13 siswa yang kurang berusaha melakukan penyelidikan dan mengumpulkan informasi serta 12 siswa yang kurang memecahkan masalah yang diajukan. Hal ini terjadi karena kebanyakan jumlah anggota siswa dalam kelompok sehingga ada beberapa anggota yang ngobrol tidak berusaha memecahkan masalah. Sedangkan pada siklus II semua siswa melakukan penyelidikan dan hanya ada 4 siswa yang kurang berusaha menyelesaikan masalah. Pada fase 4 siklus I masih banyak siswa yang kurang aktif, yakni 11 orang belum berusaha terlibat menyelesaikan hasil kerja dan ada 3 kelompok yang belum sempat menyajikan hasil diskusi kelompoknya karena terbatasnya waktu sementara materi diskusi menemukan rumus hingga aplikasi pada penyelesaian soal. Pada akhir siklus II semua kelompok melakukan presentasi dan hanya 2 siswa yang tidak aktif menyiapkan hasil karya. Pada akhir siklus I fase 5 masih banyak siswa yang tidak aktif dalam memberikan tanggapan maupun menjawab pertanyaan, yaitu 20 siswa tidak aktif menjawab pertanyaan dan 16 siswa belum berani mecoba menjawab pertanyaan guru. Sedangkan pada akhir siklus II dapat dikatakan aktivitas siswa cukup baik, siswa yang tidak aktif memberikan tanggapan hanya 6 orang dan masih ada 5 siswa belum berani mencoba menjawab pertanyaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran

problem based learning (PBL) pada materi bangun ruang sisi lengkung dapat meningkatkan keaktifan siswa siswa kelas IX.A SMPN 24 Bengkulu.

D. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Kegiatan pembelajaran dengan model problem based learning (PBL) dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang sisi lengkung siswa kelas IX.A SMP Negeri 24 Kota Bengkulu. Kemampuan pemahaman konsep siswa diamati dari indikator : 1) Kemampuan menentukan unsur-unsur bangun ruang sisi lengkung, 2) Kemampuan menentukan luas dan volume bangun ruang sisi lengkung, 3) Kemampuan menentukan unsur bangun runag sisi lengkung jika volumenya diketahui, dan 4) kemampuan dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan bangun ruang sisi lengkung.

2. Kegiatan pembelajaran dengan model problem based learning (PBL) dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas IX.A SMP Negeri 24 kota Bengkulu

Saran

1. Kepada guru, hendaknya mengimplementasikan model PBL untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Setiap mengajar hendaknya guru memilih dan menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan semangat belajar siswa.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada materi lain. Peneliti berikut dapat melakukan penelitian serupa dengan memperbaiki rencana pembelajaran, pola pengelompokan, bentuk lembar kerja siswa atau sistem penilaiannya.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Afrilianto, M. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. Infinity Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012

Arikunto, S. 1997. Prosedur Penelitian Sebagai Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Astati, Sutriari dan Retnaningtyas, Kucisti Ike. 2011. Penyusunan Laporan Penelitian Tindakan Kelas Mata Pelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: P4TK

Kemdikbud. 2014. Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.

Jakarta:Kemdikbud

Kesumawati, N. 2008. Pemahaman Konsep Matematika dalam Pembelajaran Matematika.http://core.ac.uk/download/pdf/11064532.pdf

Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. Jurnal Pendidikan inovatif Volume 2, Nomor 2, Maret 2007

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Depdiknas Suherman, E dan Udin S.Winataputra. 1995. Strategi Belajar Mengajar matematika.

Jakarta: Depdikbud

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Innovative, Progresif. Surabaya: Kencana Prenada.

Gambar

Gambar 1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Gambar 3 Grafik ketuntasan belajar siswa pada tes awal, siklus I dan siklus II
Grafik pada gambar  2 dan  3 menunjukkan adanya peningkatan pemahaman
Gambar 4 Grafik

Referensi

Dokumen terkait

  Mengimplementasikan  pelaksanaan  kewajiban  ikatan  dinas  bagi  karyasiswa  setelah   selesai  program  pendidikannya  sesuai  kontrak  dengan  pemberi

Pada penelitian lain yang berkaitan dengan optimasi fungsi keanggotaan fuzzy menggunakan algoritma MPSO, pengujian perlu dilakukan dengan melibatkan jumlah particle

Sistem informasi konsultasi ini adalah berbasis web, yang memiliki kelebihan bisa diakses kapan saja dan dari mana saja, tanpa terbatas jarak dan waktu, dan

MOHAMMAD SLAMET, S.AG MTs Miftahul

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 12 siswi di SMK N 1 Purwosari Gunung Kidul, di dapatkan hasil bahwa 1 siswi kelas XI yang menggunakan pantyliner dan 2 siswi kelas XI

Paparan radiasi sinar X menyebabkan penurunan bobot ovarium dan pada dosis 100 mGray mampu menimbulkan kerusakan struktur histologi ovarium tikus putih galur

Bagi yayasan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menilai kebijakan dan merumuskan kembali kebijakan yang tepat terkait dengan pelaksanaan strategi

Menurut alfiana sekarang perempuan bercadar juga memiliki fashion tersendiri dalam berpakaian sudah banyak model yang dipasarkan namun tetap sesuai dengan syariat