• Tidak ada hasil yang ditemukan

KIPRAH AL FARABI DALAM DUNIA FILSAFAT IS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KIPRAH AL FARABI DALAM DUNIA FILSAFAT IS"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

18 

FILSAFAT ISLAM

A. Riwayat Hidup dan Perjalanan Intelektual Al-Fārābī

Dalam dunia filsafat islam salah satu nama filosof yang terkenal luas mulai dari negeri timur hingga barat, dengan berbagai bukti yang tersedia, Al-Fārābī adalah salah satunya. Bernama lengkap Abū Nasir Muhammad bin Muhammad bin Awzalag bin Turkhān,1 lahir di Wasij, distrik Farāb sekitar 870 M.2 Maka jelaslah dari tempat tersebut dia mendapatkan nama Al-Fārābī. Di teks-teks Latin abad pertengahan, dia biasa dikenal dengan Al-Fārābīus atau Avennasar.3 Sedangkan dalam bahasa Ibrani, dia sering dikenal dengan Abī Yesha’.4

Keluarganya merupakan bangsawan dan ayahnya merupakan orang Persia asli yang bekerja sebagai panglima perang di pengadilan Turki, karena keadaan keluarganya yang terpandang, maka pendidikan Al-Fārābī terjamin.5 Sehingga dirinya tumbuh menjadi pribadi yang mencintai ilmu. Hingga akhir hayatnya, dia aktif menulis buku dan berbagai sumbangsih lainnya bagi dunia pendidikan.

Al-Fārābī sangat terkenal dengan penguasaannya terhadap berbagai bahasa, cerdas, berpikiran jernih, bersemangat tinggi dan

      

1

Ibn Abu Usaybi’ah, Tabaqāt al-Atbā’ al-Masyhurīn min atbāi as-Syām, versi PDF. 

2 Yamani, Antara Al-Fārābī dan Khomeini, (Bandung:Mizan, 2002), 51.  3 S.M. Musawi, Philosophical Selection from Encyclopedia of Islam, (Jakarta, ICAS, 2007), 71. 

4

James T. Robinson, Al-Fārābī, Avicenna, and Averroes in Hebrew: Remarks on The Indirect Transmission of Arabic, Islamic Philosophy in Medieval Judaism, sebuah essay dalam buku The Judeo-Christian-Islamic Heritage, versi PDF. 

(2)

banyak menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan di masanya.6 Al-Fārābī menempati urutan teratas dalam daftar filosof muslim. Seluruh sejarawan dan penulis biografi ulama bersepakat menganggapnya sebagai salah seorang filosof dan pemikir terbesar sepanjang sejarah islam.7

Bahkan salah satu cerita yang cukup masyhur perihal tulisan Al-Fārābī yang berupa komentar terhadap Metafisika-nya Aristoteles, membuat ia mendapat sanjungan tersendiri dari Ibnu Sīnā pada autobiografinya. Karena tulisan tersbut, Ibnu Sīnā bisa langsung memahami kitab yang sudah dia baca hingga 40 kali. Dalam buku

Al-Kiyā, Ibnu Sīnā menulis:

“adalah Abu Naṣr Al-Fārābī, dia memiliki pemikiran yang sangat tinggi. Dan tidak bisa disama-ratakan pada skala yang sama dengan yang lainnya: dia adalah pendahulu kita yang paling luar biasa.”8

Pada umurnya yang ke-50, saat dia memasuki masa tua dan kedewasaan yang penuh, ia pergi menuju Baghdad yang saat itu merupakan pusat intelektual. Dia bertemu dengan para ilmuwan yang sebagian besar adalah filosof dan penerjemah. Di sini pula dia bertemu Abu Bishr Matta, seorang logikawan yang terkenal dan membuat Al-Fārābī bisa berkumpul dengan para logikawan yang tinggal di Baghdad. Setelah belajar, ia bahkan dapat melampaui kemampuan gurunya dalam memahami logika, dan mendapatkan banyak pencapaian intelektual. Karena hal tersebutlah dia mendapat julukan “Sang Guru Kedua”.9 Dari Baghdad, menurut sumber yang       

6

Muhammad Utsman Najati, Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), 59. 

7 Muhsin Labib, Para Filosof;Sebelum dan Sesudah Mulla Sadra, (Jakarta: Al-Huda, 2005), 93. 

8 Ibnu Sina, Al-Kiyâ, diambil dari terjemahan Gutas, Avicenna, 64, dikutip dari Yahya Michot, Al-Fārābī and His Influence on The Early Avicenna: The Evidence From The Kitâbal-Mabda’ wa’l-Ma’ad, (Ankara, Elis Yayinlari, 2005), 1. 

9

(3)

ada, ia pergi ke Konstantinopel. Di Konstantinopel ini, menurut suatu sumber, dia tinggal selama delapan tahun, mempelajari seluruh silabus filsafat.10

Salah satu orang yang menceritakan tentang Al-Fārābī, yakni Ibn Abī Usaybi’ah mengatakan bahwa Al-Fārābī mempelajari logika dengan Yūhannā bin Haylān. Buku-buku yang dipelajari antara lain Posterior Analytic-nya Aristoteles, Isagosye-nya Porphyry, Categories, De Interpretatione, Prior and Posterior Analytics-nya Aristoteles. Hal ini yang menjadi kemungkinan kuat apa yang terindikasikan di dalam isi dan pendekatan pada karya-karya logikanya, yang banyak diimbuhi oleh dunia pemikiran Aristotelianisme.11

Dalam hidupnya, dia banyak mendapat penghormatan dan penghargaan, terutama karena kemampuan intelektualnya. Salah satu pekerjaan yang dia geluti, selain menjadi pencari kebenaran intelektual adalah menjadi hakim. Namun dalam beberapa kesempatan, dia merasa bahwa pekerjaan tersebut menjauhkannya dari dunia keilmuan. Sehingga dia berhenti dan lebih memilih gaya hidup sufi dengan tetap menggeluti berbagai bidang keilmuan.12

Al-Fārābī memiliki keinginan yang mendalam untuk memahami alam semesta dan manusia, dan untuk mengetahui tentang manusia melalui gambaran intelektual yang komprehensif mengenai dunia dan masyarakat, dia mempelajari banyak literatur Yunani Kuno. Di antaranya yang ia pelajari secara khusus adalah Plato dan Aristoteles.13

Buku-buku Al-Fārābī yang tercatat oleh berbagai sejarawan berjumlah kurang lebih 70, dan banyak juga yang menyebutkan bahwa masih banyak karyanya yang belum dipelajari. Al-Fārābī

      

10

Yamani, Antara Al-Fārābī dan Khomeini, 55. 

11 Dimitri Gutas dalam artikel berjudul Farabi-I Biography, diakses lewat http://www.iranicaonline.org/articles/farabi-i pada 15 Agustus 2016, pukul 10.50. 

(4)

banyak menulis artikel-artikel pendek seputar disiplin ilmu yang ia kuasai, serta buku-bukunya membahas berbagai ilmu baik teori maupun praktis. Bidang-bidang yang ia kuasai adalah logika, matematika, musik, filsafat, psikologis dan pendidikan.

Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan dari seluruh kemampuan yang ia miliki adalah kemampuan bahasa. Beberapa mengatakan bahwa dia menguasai hampir 70 bahasa. Itu dibuktikan lewat kemampuannya memahami karya-karya berbahasa Yunani serta bukti bahwa dia memang menterjemahkan karya-karya tersebut ke dalam Bahasa Arab. Sedangkan yang diketahui dari asal-usulnya, dia merupakan keturunan Turki dan hanya mengetahui bahasa Turki, sedangkan saat datang ke Baghdad, dia belum memiliki kemampuan terhadap bahasa manapun.14

Akan tetapi dari cara ia memahami dan menggambarkan filsafat, maka tak ayal bahwa ia memahami bahasanya terlebih dahulu. Karya-karya Al-Fārābī dapat dibagi ke dalam dua ranah. Ada yang mengatakan pada logika dan musik, pertimbangan ini karena bukunya Kitāb al-Musiqā merupakan salah satu traktat musik yang cukup penting pada abad pertengahan tidak hanya di dunia Islam, tetapi dunia barat.15 Sebagian lagi mengatakan bahwa karyanya dibagi menjadi dua bagian yaitu logika dan ilmu-ilmu lainnya. Sama juga seperti yang pertama, logika Al-Fārābī merujuk pada buku Organon milik Aristoteles. Sedangkan kategori yang lainnya berbicara seputar cabang-cabang lain dari filsafat, seperti metafisika, etika, matematika dan politik.16

Sebelum menuliskan karya-karyanya yang berhubungan dengan politik, penulis ingin menyebutkan beberapa karyanya menyangkut

      

14 Dimitri Gutas dalam artikel berjudul Farabi-I Biography, diakses lewat http://www.iranicaonline.org/articles/farabi-i pada 16 Agustus 2016, pukul 12.24 

15 Therese Anne-Druart, dalam artikel berjudul Al-Fārābī, diakses lewat

http://plato.stanford.edu/entries/Al-Fārābī/ pada 16 Agustus 2016 pada 12.33 dengan sumber yang terpercaya 

16 Ibrahim Madkour, Al-Fārābī dari buku M.M. Sharif, A History of

(5)

beberapa disiplin ilmu yang ia geluti secara singkat. Dia memiliki beberapa karya yang merupakan komentar terhadap karya-karya Aristoteles, yaitu Syarh Kitâb al-Burhān merupakan komentar terhadap logika Aristoteles, Syarh Kitāb as-Sama’ wa al-Alam

yang merupakan komentar atas kosmologi Aristoteles,17 komentar bagi Organon yang di dalamnya mengandung rhetoric dan poetics, Falsafat Aristūtālīs, komentar terhadap Nicomachean Ethics, Physic, and Metaphysic. Komentar bagi karya Plato Laws dan

Topics.18

Kemudian salah satu kitabnya yang terkenal dalam dunia seni yaitu Kitāb al-Musiqa al-Kābir. Kitab mengenai musik ini menjelaskan pendapat Al-Fārābī bahwa prinsip-prinsip dasar musik didapatkan dari matematika,19 Kitāb al-Jadal berisi tentang ba-gaimana cara berdebat. Dalam biografinya yang ditulis Abī

Usaybi‘ah, Al-Fārābī juga menulis Syarh al-Maqālah ats-Tsāniyah wa ats-Tsāminah min Kitāb Jadal li Aristūtālīs. Kitāb Iḥsha’ al-Ulum yang merupakan ensiklopedia ilmu-ilmu, dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Enumeration of of The Sciences berawal dengan fokus pada bahasa, tata bahasa, matriks dan lain sebagainya.20

Kini, kita akan membahas karya-karya politik Al-Fārābī, nama yang pertama kali muncul adalah Kitāb Arā’ Ahl Madīnah al-Fādhilah, lalu disusul dengan beberapa kitab lain yang menunjukkan keseriusannya dalam politik. Dalam masa hidupnya yang cukup lama, Al-Fārābī banyak berteman dan menjadi orang kepercayaan para raja, seperti Sayf Ad-Daulah yang

      

17 Muhsin Labib, Para Filosof;Sebelum dan Sesudah Mulla Sadra, 92.  18 Miriam Galston, Politics and Exellence;The Political Philosophy of

Al-Fārābī, (New Jersey: Princeton University Press, 1946) 19. 

19

Therese Anne-Druart, dalam artikel berjudul Al-Fārābī, diakses lewat

http://plato.stanford.edu/entries/Al-Fārābī/ pada 17 Agustus 2016 pada 11.59 dengan sumber yang terpercaya. 

20

Therese Anne-Druart, dalam artikel berjudul Al-Fārābī, diakses lewat

(6)

memberikannya kepercayaan untuk menjadi penasihatnya. Hal ini karena Al-Fārābī membuat takjub dengan kemampuannya memahami bahasa dan mengerti maksud dari sang Raja kala itu.21

Arā’ pertama kali ditulis oleh Al-Fārābī di Baghdad, dia membawa manuskripnya yang belum selesai hingga ke Damaskus. Hingga pada tahun 942 kitab ini selesai di Damaskus.22 Namun dalam catatan Abī Usaybi‘ah, ada sebuah kitab yang berjudul Kitāb al-Madīnah al-Fādhilah wa al-Madīnah al-Jāhilah wa al-Madīnah al-Fāsiqah wa al-Madīnah al-Mubadalah wa al-Madīnah ad-Dhāllah, yang dimulai penulisannya di Baghdad, kemudian di bawa ke Syam pada akhir tahun 330 dan selesai saat berada di Damaskus.23

Kitab ini tersusun dari 19 bab, bab pertama membahas tentang

as-Syai yang diyakini sebagai Allah dan bagaimana kita menggambarkannya serta seluk beluk cara untuk mengenal dirinya. Bab kedua membahas tentang malaikat. Bab ketiga membahas tentang jiwa-jiwa langit. Bab keempat membahas tentang tubuh-tubuh material. Bab kelima membahas tentang materi dan bentuk. Bab keenam membahas tentang kualitas atau kayfiyah. Bab ketujuh membahas tentang bagaimana caranya menjelaskan jiwa-jiwa langit.

Bab kedelapan membahas tentang bagaimana urutan atau cara terbentuknya materi dari badan alamiah. Bab kesembilan bagaimana aturan-aturan serta ciri-ciri khusus dari setiap eksistensi yang berlapis-lapis. Bab kesepuluh membahas tentang manusia dan fakultas-fakultas dari jiwa manusia. Bab kesebelas berbicara tentang organ-organ tubuh manusia serta tugasnya masing-masing. Bab kedua belas berbicara tentang laki-laki dan perempuan.

      

21 John Platts, A new universal biography,containing interesting

accounts, google books, 641.

22

Yamani, Antara Al-Fārābī dan Khomeini, 56. 

23 Ibn Abu Usaybi’ah, Tabaqāt al-Atbā’ al-Masyhurīn min atbāi

(7)

Bab ketiga belas berbicara tentang bagaimana inteligible atau konsep-konsep universal tergambarkan di dalam jiwa rasional. Bab keempat belas berbicara mengenai fakultas khayal yang ada di dalam jiwa. Bab kelima belas berbicara bahwa manusia membutuhkan kerja sama dan asosiasi dalam hidupnya.

Bab keenam belas berbicara tentang pencapaian yang didapat oleh para penduduk kota utama. Bab ketujuh belas berbicara tentang kesan-kesan yang didapat oleh para penduduk kota utama. Bab kedelapan belas dan sembilan belas berbicara tentang detail-detail dari penolakan dan prinsip-prinsip yang keliru berkenaan dengan tema-tema yang dibicarakan.24

Buku lain Al-Fārābī yang bertemakan politik adalah Kitāb as-Siyāsāt al-Madaniyah , dikenal juga sebagai dasar-dasar eksistensi-eksistensi.25 Menurut Thérèse Anne-Druart, kitab tersebut menye-diakan ekpresi-ekspresi yang paling definitif dari filsafat Al-Fārābī

yang paling matang.26 Kitab ini juga merupakan kumpulan dari tema-tema seputar ilmu-ilmu filsafat seperti ketuhanan, alam, jiwa dan lain sebagainya.27

Karya-karya Al-Fārābī bagaikan sebuah tanda keberhasilan bagaimana agar pemikiran Neo-Platonisme dan Aristotelianisme yang merupakan masa jaya filsafat Yunani, dapat masuk dan beradaptasi dengan budaya timur. Salah satu karya terbaiknya menunjukkan sistem-bangunan yang matang—dan menjadi tanda transisi filsafat Yunani menuju dunia Islam—adalah buku as-Siyāsāt ini.28

      

24 Abu Nasr Al-Fārābī, Kitāb Arā’ Ahl al-Madīnah al-Fādhilah bagian daftar isi. 

25 Ibn Abu Usaybi’ah, Tabaqāt al-Atbā’ al-Masyhurīn min atbāi

as-Syām, versi PDF. 

26

Miriam Galston, Politics and Exellence;The Political Philosophy of Al-Fārābī, 9. 

27 Abu Nasr Al-F

ārābī, as-Siyāsah al-Madaniyah, yang diulas kembali oleh Ali Bumulham dipublikasikan oleh Dar wa Maktabah al-Hilal versi PDF, 5. 

28 Jon McGinnis dan David C. Reisman, Classical Arabic Philosophy:

(8)

Karya politik lainnya adalah Kitāb Tahsīl al-Saādah atau The Attainment of Happines. Dalam buku ini, Al-Fārābī menjelaskan filsafat lewat sisi-sisinya yang eksoterik, dan menganggapnya sebagai bagian utama dari agama dari pada bagian filsafat.29 Kitab ini diyakini ditulis bersamaan dengan Iḥsha al-Ulūm pada masa-masa tuanya di Baghdad dan kemungkinan selesai di Syria.30

Al-Fārābī kemudian dengan seluruh kiprah dalam dunia keilmuan menempatkannya sebagai filosof par excellence dan memiliki pengaruh yang dalam hingga sekarang. Al-Fārābī

meninggal di Aleppo pada 950 M di usianya yang ke 80 tahun.31

B. Filosof Sebelum Al-Fārābī

Al-Fārābī dan sejarah hidupnya merupakan satu bagian penting untuk mulai mengenal bangunan filsafatnya. Hal lain yang juga pantas untuk mendapat perhatian adalah filosof-filosof yang mempengaruhinya dalam hal pemikiran dan sesiapa yang mendapatkan pengaruh dari pemikirannya tersebut.

Al-Fārābī hidup pada periode sejarah Islam yang dikenal sebagai “The Renaissance of Islam”. Zaman ini menjadi saksi dari jatuhnya kepemimpinan Khalifah Abbasiyah, yang terjadi pada akhir abad 9. Seperti apa yang sudah sering dinyatakan, Al-Fārābī

menjadi pemeran tidak langsung pada masa tersebut untuk kembali mengembangkan prestasi Yunani dalam bidang keilmuan dan filsafat.32

Ketertarikan Al-Fārābī dan pendalamannya ditandai dengan banyaknya kitab milik Aristoteles yang ia kaji, terjemahkan dan diberi anotasi-anotasi hingga syarḥ-nya secara lengkap. Dalam

      

29 Miriam Galston, Politics and Exellence;The Political Philosophy of

Al-Fārābī, 35. 

30

Miriam Galston, Politics and Exellence;The Political Philosophy of Al-Fārābī, 4. 

31 Ibn Abu Usaybi’ah, Tabaqāt al-Atbā’ al-Masyhurīn min atbāi

as-Syām, versi PDF. 

32 Miriam Galston, Politics and Exellence;The Political Philosophy of

(9)

biografi yang diterangkan oleh Abu Usaybi’ah, ada lebih dari 10 kitab yang dia dapat dari menerjemahkan dan memberi catatan bagi kitab-kitab Aristoteles.33

Terlebih lagi dia mendapat julukan sebagai guru kedua, karena pengaruh filosof yunani awal itu begitu kental pada dirinya. Dalam dunia keilmuan, Al-Fārābī mampu membubuhkan nilai-nilai ketuhanan, ke dalam filsafat yunani yang kecenderungan pembahasannya pada alam dan manusia saja.

Pada masa awal ketertarikannya pada filsafat, dia mempelajari seluruh silabus filsafat dan mengimplementasikannya di bangunan filsafat yang di masa Ibnu Sina kemudian, dikenal dengan paripatetik. Salah satu kitab Aristoteles yang menjadi rujukan Al-Fārābī adalah Kitāb Al-Burhān, berisi tentang logika. 34 Dia mendasarkan berbagai pemikirannya seperti tentang ilmu pengetahuan alam, psikologi, dan metafisika pada Aristoteles.35

Filosof Yunani lain yang juga mempengaruhi bangunan filsafat Al-Fārābī adalah Plato, teman baik dan pencatat seluruh perkataan Sokrates. Plato memang muncul lebih awal dari Aristoteles. Akan tetapi, pengaruh Aristoteles lebih memberikan pencerahan bagi Al-Fārābī. Meski begitu, Plato memberikan peran penting dibeberapa buku Al-Fārābī.

Dalam  ilmu  politik  Al‐Fārābī  sangat  akrab  dengan  Plato  khususnya  karena  Al‐Fārābī  mengikuti  teori‐teori  politik  Plato  dari buku Republic dan Laws. Al-Fārābī bahkan menganggap Plato sebagai imam dari para filosof.36 Salah satunya adalah karakteristik pemimpin, Plato dan Al-Fārābī sama-sama mengakui bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan berpikir yang baik

      

33 Dalam biografi yang dituliskan oleh Abu Usaybi’ah, banyak sekali penyebutan kitab-kitab karya Al-Fārābī yang pada judulnya selalu di akhiri dengan kata li Aristūtālīs atau menurut Aristoteles. 

34 Muhsin Labib, Para Filosof;Sebelum dan Sesudah Mulla Sadra, 92.  35

(10)

dan benar.37 Al-Fārābī juga mengidentifikasikan bahwa raja-filosof milik Plato mencerminkan nabi dan pemberi hukum pada tradisi

Abraham.38

Model pemimpin ideal yang mereka tawarkan tidak jauh berbeda. Oleh sebab itu, aplikasi filsafat politik mereka menuntut setiap pemimpin untuk menjadi filosof. Dalam arti bahwa filosof adalah orang yang mampu memimpin dan menjadi panutan masyarakat.39

Buku Republic-nya Plato, adalah kitab epistemologi yang juga berkaitan dengan filsafat sosial, filsafat jiwa dan filsafat politik.40 Pembahasan mengenai kota atau negara 41 dimulai dengan menjelaskan bahwa mereka layaknya seorang individu, yang fungsinya terbagi ke dalam tiga aspek yakni sisi hewani, sumber aksi (the spirited source of action) dan sisi rasional. Maka dari itu negara juga harus tersusun dari tiga aspek yakni, pekerja dan pengrajin, tentara dan sang pengatur.42

Plato, berpendapat bahwa dalam sebuah Kota atau Negara, sang pengatur haruslah seorang filosof yang memahami bentuk-bentuk43 dan oleh karena dia mengetahui hal tersebut, maka dia mengetahui

      

37

Dalam buku Republik, Plato, terjadi perbincangan antar para tokoh mengenai pemipin yang harus diikuti dan harus dijauhi. Saat sampai pada bagian ke empat buku, disebutkan bahwa terjadi perbincangan yang berusaha meyakinkan bahwa filosof layak untuk memipin sebuah kota karena kelebihan yang dia miliki tidak diragukan kebenarannya, seperti dia dapat menuntun pada kebenaran. Allan Bloom, The Republic of Plato, (USA: Basic Books, 1991), buku 4, 5 dan 6. 

38

Seyyed Hossein Nasr, Three Muslim Sages, (New York:Caravan, 1997), 15. 

39 Anthony Black, Pemikiran Politik Islam; Dari Masa Nabi Hingga

Masa Kini, (Jakarta: Serambi, 2001), 133, dijelaskan lebih lanjut oleh Erwin J. Rosenthal dalam catatan kaki bahwa Al-Fārābī menyamakan “raja-filsuf Platonis dengan Imam dan pembuat hokum dalam tradisi profetik Islam”. 

40 Donald Palmer, Looking at Philosophy, (New York: Mc Graw Hill, 2001) 65. 

41

Penerjemahan terhadap kata the city atau the republic.  42 Donald Palmer, Looking at Philosophy, 65. 

(11)

apa itu yang baik.44 Kota dengan pemimpin semacam itu adalah kota yang ideal, dan Al-Fārābī meng-iya-kan pemikiran tersebut.

Di bawah pengaruh Neo-Platonisme, dia menulis buku Kitāb al-Jamī’ bayna Ra’yi al-Hikmayni Aflātun alilahiyyi wa Aristūtālīs,

atau Book of Agreement between the ideas of the two philosophers, the divine Plato and Aristotle. Dari judulnya, buku ini berusaha untuk memberikan penjelasan mengenai pemikiran filsafat dari dua filosof besar Yunani, Plato dan Aristoteles. Selain itu, buku ini mencoba untuk mendamaikan filsafat dengan wahyu dalam Islam, yang merupakan sebuah usaha untuk menggabungkan filsafat yunani yang cukup berbeda baik dari segi sumber maupun aplikasi dengan Islam.45 Bagian awal buku ini menceritakan dialog-dialog serta surat-surat Plato, kemudian memberikan ringkasan bagi subjek materi dari kedua filosof tersebut. Bagian keuda buku ini lalu menjelaskan filsafat Aristoteles.46

Dalam ringkasannya tentang filsafat Plato, Al-Fārābī memahami bahwa pentingnya memahami politik dalam pencarian kebenaran bagi para filosof, berhubungan dengan pencarian kebenaran tentang Tuhan, alam, realitas dan manusia.47

Setelah masa hidupnya, Al-Fārābī kemudian tercatat dalam sejarah sebagai orang yang menjembatani masuknya filsafat Yunani ke dalam dunia Islam. Namun, ada seseorang sebelum dia yang juga memainkan peran utama dalam dunia pemikiran Islam. Adalah Al-Kindi atau Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Sabah bin Imran bin Isma’īl bin Muhammad al-Ash Qais Al-Kindi, yang lahir pada 801 masehi, 40 tahun sebelum kelahiran Al-Fārābī.

      

44The good. Donald Palmer, Looking at Philosophy, 66.  45

Erwin I.J. Rosenthal, Political Thought in Medieval Islam: An Introductory Outline, (London: Cambridge University Press, 1962), 122. 

46 Majid Fakhry, Al-Fārābī and The Reconciliation of Plato and

Aristotle, (Pennsylvania:University of Pennsylvania Press, 1965), 471. 

47 Erwin I.J. Rosenthal, Political Thought in Medieval Islam: An

(12)

Al-Kindi menerjemahkan buku dari berbagai bahasa seperti Yunani, Persia, Syria dan Mesir.48 Jika dilihat dari perjalanan waktu, dia memang lebih dahulu memasukkan filsafat Yunani pada dunia Islam. Pada beberapa waktu, dia hidup pada masa kekhalifahan yang mendukung keilmuan filsafat, namun pada akhir hayatnya, penguasa menentang pemikiran teologi dan filsafat para pendahulunya.49

Sampai akhir masa hidupnya, Al-Kindi berhasil memberikan sumbangsih besar bagi keilmuan Islam. Dalam bidang filsafat, ia tercatat menulis hampir 250 risalah mengenai filsafat dan sains.50 Kebanyakan dari karyanya menghilang saat Mongol menyerang Baghdad, dan 25 buku ditemukan ada di museum Istanbul, Turki.51 Namun hal tersebut sangat berarti untuk membuka kemungkinan lain bagi masyarakat untuk mempelajari lebih lanjut. Hingga sampailah pada masa Al-Fārābī yang lahir 4 tahun dari wafatnya Al-Kindi.52

C. Pengaruh Al-Fārābī dalam Perkembangan Filsafat dan

Ilmu Politik

Kiprah Al-Fārābī dalam dunia keilmuan sudah tidak diragukan lagi, beberapa filosof yang merujuk pada Al-Fārābī adalah filosof-filosof terkemuka dalam lingkarannya. Bahkan sebagian nama adalah filosof yang menjadi pilar-pilar utama filsafat, salah satunya Ibn Sīnā.

      

48

Muhsin Labib, Para Filosof;Sebelum dan Sesudah Mulla Sadra, 77.  49 Jon McGinnis dan David C. Reisman, Classical Arabic Philosophy:

an anthology of sources,1, dijelaskan bahwa pada masa hidunya Al-Kindi berasosiasi dengan Dinasti Abbasiyah khususnya oada masa kekhalifahan al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842) dan al-Wāthiq (842-847), tetapi kemudian kehilangan pengaruhnya pada akhir masa hidupnya saat khalifah al-Mutawakkil (842-847) berkuasa. 

50 Jon McGinnis dan David C. Reisman, Classical Arabic Philosophy:

an anthology of sources, 1. 

51 Muhsin Labib, Para Filosof;Sebelum dan Sesudah Mulla Sadra, 77.  52 Al-Kindi wafat pada 866 M dan Al-F

(13)

Kini kita akan membahas secara singkat dan mencukupi pengaruh pemikiran Al-Fārābī bagi perkembangan filsafat politik. Salah satunya adalah mengadopsi pemikiran Yunani dan mengkolaborasikannya dengan nilai-nilai Islam, supaya sesuai dengan atmosfer masyarakat Islam pada masa itu.

Al-Fārābī dengan pemikirannya yang matang, mampu mempertemukan ide-ide filsafat Yunani yang selaras dengan kebutuhan umat, seperti sifat pemimpin beserta karakter-karakternya. Layaknya Plato, Al-Fārābī juga mengatakan bahwa kebahagiaan dapat diperoleh lewat negara. Akan tetapi negara dalam pemikiran Al-Fārābī adalah negara ideal yang sempurna pemerintahannya.53

Setelah Al-Fārābī, perjalanan filsafat diteruskan oleh Abū ‘Alī

Sīnā atau Ibn Sīnā.54 Filosof ini dianggap memberikan identitas yang nyata bagi aliran filsafat paripatetik, sebuah nama yang diambil dari kebiasaan Aristoteles yang suka berjalan berkeliling saat mengajar murid-murid akademinya, di awal bab ini, telah memberikan sanjungan yang tinggi pada Al-Fārābī terkait kemampuannya dalam ilmu filsafat.

Meskipun begitu, Ibn Sīnā tidak terkenal dengan pemikiran politiknya. Dia sama sekali tidak menulis buku mengenai politik secara khusus. Tetapi dia membahas kebahagiaan manusia dan kesempurnaan. 55 Sehingga pengaruh Al-Fārābī hanya diambil secara umum, khususnya bagian metafisika atau ontologi. Pemikiran Ibn Sīnā tentang emanasi-pun, adalah perkembangan yang lebih kompleks namun lengkap daripada Al-Fārābī.56

Komentar Al-Fārābī terhadap metafisika Aristoteles pun memiliki peran penting bagi lahirnya pemahaman Ibn Sīnā secara       

53 Yamani, Antara Al-Fārābī dan Khomeini, 33.  54

Al-Fārābī wafat pada 950 M dan Ibn Sīnā lahir pada 980 M. 

55Erwin I.J. Rosenthal, Political Thought in Medieval Islam: An

Introductory Outline, 143. 

56

(14)

langsung untuk memahami metafisika Aristotelian. 57 Hal ini menjadi penting mengingat perkembangan filsafat dalam Islam, mau tidak mau, harus merujuk pada kerja-kerja awal para filosof Islam seperti mereka berdua. Dia bahkan layak untuk disebut sebagai wakil yang mumpuni bagi sekolah dari ilmuwan-filosof, yang melampaui Al-Kindi. 58 Jasa Al-Fārābī pada Ibnu Sina kemudian dapat menjadi pertanda bahwa Ibn Sīnā tidak perlu lagi untuk mengkaji kitab-kitab filsafat, tetapi lebih memperdalam lagi pemahamannya.59

Pengaruh Al-Fārābī tidak hanya di dunia Islam saja, pada tradisi lain seperti Yahudi atau Kristen, Al-Fārābī cukup dikenal karena pemikirannya. Salah satunya adalah Moses Maimonides, lahir di Kordoba pada 1135, menjadi pemikir yang juga mempengaruhi dunia pemikiran Katolik serta memiliki buku tentang cara memandang teologi Yahudi dari kacamata filsafat.60

Maimonides adalah murid, pengikut, sekaligus penerus al-Mawjūus Al-Fārābī, karena di bawah pengaruhnya-lah karya-karya Al-Fārābī dikaji. Buku-buku Al-Fārābī yang diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani pada masanya adalah Mabādi al-Mawjūdāt

menjadi Hathalot ha-Nimtsa’ot, Tanbih ‘alā Sabil as-Sa’ādah dan

Selected Aphorism.61

Dalam buku Introduction to Moses Maimomides, Al-Fārābī

disanjung karna karya-karyanya.

“Tidak ada karya logika yang patut dipelajari kecuali hanya milik Abu Naṣr Al-Fārābī: semua hasil tulisannya mengagumkan. Kita harus mempelajari dan memahami (karya-karya)nya, karena dia adalah pemikir yang hebat.”

      

57 Seyyed Hossein Na

ṣr, Three Muslim Sages, 14. 

58 Seyyed Hossein Na

ṣr, Three Muslim Sages, 17. 

59

Seyyed Hossein Naṣr, Three Muslim Sages, 20.  60 Donald Palmer, Looking at Philosophy, 120-121. 

61 James T. Robinson, Al-Fārābī, Avicenna and Averroes in Hebrew:

(15)

Al-Fārābī mempraktekkan filsafat bersamaan dengan mengajarkan pemikiran politik dan metafisikanya. Mereka merefleksikan kebutuhan akan pentingnya memperjelas klaim antara filsafat dan agama. Juga untuk menemukan kedudukan yang sesuai dalam millennium arab dan islam.62

Filosof lain yang sama-sama memiliki ketertarikan pada Aristoteles adalah Abul Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad Ibn Rusyd, atau yang di Barat dikenal sebagai Averroës. Lahir pada 1126 di Kordoba, Spanyol. Hanya saja kali ini, filosof yang menjawab kritikan Al-Ghazali berpendapat bahwa sebelum dia, baik Al-Fārābī maupun Ibn Sīnā, tidak ada yang berhasil memahami Aristoteles secara sempurna.63

Ibn Rusyd sama-sama membahas buku Nichomacean Ethics

dari Aristoteles, dan tentu saja secara tidak langsung ia telah membaca komentar Al-Fārābī terhadap buku tersebut. Oleh karena itu dia dapat berkata bahwa pemahaman para filosof Islam sebelum dia tidak pernah sesempurna apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Aristoteles.64

Sebagai seorang pemikir yang mengawali perkembangan filsafat di dunia Islam, Al-Fārābī tidak lepas dari banyaknya

      

62 James T. Robinson, Al-Fārābī, Avicenna and Averroes in Hebrew:

Remarks on The Indirect Transmission of Arabic-Islamic Philosophy in Medieval Judaism, sebuah essay dalam buku The Judeo-Chritian-Islamic Heritage 

63 Donald Palmer, Looking at Philosophy, 119. 

(16)

komentar bahkan kritik. Akan tetapi hal itu adalah pertanda dari kualitas keilmuannya yang luas dan mendapatkan banyak tempat sebagai kesempatan munculnya pembahasan baru.

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa secara ekonomi sesungguhnya wakaf uang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena dengan model wakaf ini daya

Untuk itulah, mereka yang menginginkan pencapaian serupa Ridwan Kamil, Walikota Bandung periode 2013-2018, maka teknologi ruang Siber sebagai medium komunikasi politik

NakedWolves Indonesia Chapter Bandung yang disebut juga Bhumi Parahjangan untuk selanjutnya disebut NWID Bhupar sebagai bagian dari oragnisasi NakedWolves Indonesia lahir di

Variabel iklim psikologis memiliki pengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan, dimana variabel iklim psikologis memiliki pengaruh yang positif terhadap

Kemudian ditinjau dari aspek tujuh indikator pemahaman konsep pada daya serap siswa bahwa daya serap tertinggi terdapat pada indikator mengklasifikasikan dengan

Jenis bahan baku pembuatan baterai sendiri sangat banyak, yakni litium, zink, mangan, dan nikel .Mangan dioksida (MnO 2 ) menjadi peminat baru karena toksisitas mangan yang lebih

Menurut Nasution (dalam Nurlaeli, 2012, hlm. 98), analisis data kualitatif bersifat terbuka open-ended, redukatif. Dikatakan terbuka karena terbuka bagi perubahan perbaikan

Tabel 5 menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji paired-samples t-test didapatkan rerata penurunan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan akupresur sebesar