• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Jalan . p d f

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perencanaan Jalan . p d f"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

Abutment Jembatan

ilmu teknik sipil – Konstruksi bagian bawah jembatan meliuputi :

1.

Pangkal jembatan / abutment + pondasi

2.

Pilar / pier + pondasi

Bangunan bawah pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas. Fungsinya

untuk menerima beban-beban yang diberikan bengunan atas dan kemudian

menyalurkan kepondasi, beban tersebut selanjutnya disalurkan ke tanah oleh pondasi.

(3)

2

Abutment adalah bangunan bawah jembatan yang terletak pada kedua ujung pilar –

pilar jembatan, berfungsi sebagai pemikul seluruh beban hidup (Angin, kendaraan,

dll) dan mati (beban gelagar, dll) pada jembatan.

End Dam = Akhir jembatan

Top of Roadway = Jalan

Bearing Seat = Pengunci

Battered pile = Tumpuan / Penyangga

(4)

3

Bagian – bagian dari Battred pile

Battered pile di gunakan untuk memberikan tekanan terhadap kekuatan horizontal.

Juga dikenal sebagai penjepit tiang, memacu tiang.

(5)

4

Pelaksanaan pembuatan pier head/ pile cap dilakukan dalam tiga tahap, yaitu

(6)

5

Setelah bekisting selesai dikerjakan, dilakukan pekerjaan pembesian yang meliputi

pemasangan/ pengelasan besi WF pengikat tiang pancang, pembesian tulangan pilar

bagian bawah, pilar samping, dan pilar bagian atas. Setelah semua tulangan terpasang,

tahap berikutnya adalah pekerjaan pengecoran.

Loading dari dek diterapkan untuk abutment melalui bantalan. Maksimum beban

bantalan vertikal diperoleh dari analisis dek. Beban ini, bersama-sama dengan jenis

pengekangan yang dibutuhkan untuk mendukung geladak, akan menentukan jenis

bantalan yang disediakan.

Elastomer Bearing Pads / Bantalan adalah karet jembatan yang merupakan salah satu

komponen utama dalam pembuatan jembatan, yang berfungsi sebagai alat peredam

benturan antara jembatan dengan pondasi utama.

Sifat elastomer ‘utama’ ini tidak mutlak berperilaku sebagai ‘sendi’ atau ‘roll’ murni,

tapi dalam aktual fisik di lapangan, jembatan yang menggunakan tipe tumpuan seperti

ini berperilaku layaknya bertumpuan sendi-roll murni dalam pemodelan (komputer).

Memang ada banyak ‘tambahan’ komponen selain tumpuan utama untuk mencapai

keadaan tersebut dan perilakunya menyerupai mekanika sendi-roll.

(7)

6

1.

Elastomeric bearing utama (menahan displacement vertikal; sedikit

displacement horisontal dan kemampuan rotasi-sesuai desain)

2.

Lateral stopper (menahan displacement horisontal berlebih & mengunci posisi

lateral jembatan)

3.

Seismic buffer (menahan displacement horisontal berlebih arah memanjang

jembatan)

4.

Anchor bolt (menahan uplift yang mungkin terjadi pada salah satu tumpuan

pada saat gempa)

Bahan elastomeric bearing sendiri terbuat dari karet yang biasanya sudah dicampur

dengan neoprene (aditif yang memperbaiki sifat karet alam murni) dan didalamnya

diselipkan berlapis2 pelat baja dengan ketebalan dan jarak tertentu untuk memperkuat

sifat tegarnya.

Biasanya tumpuan karet tersebut dipasang setelah pengecoran slab beton untuk lantai

selesai (setelah beton kering), guna menghindari translasi dan rotasi awal yang timbul

akibat deformasi struktur jembatan oleh beban mati tambahan.

Karena sifat karet yang lebih rentan terhadap panas dan fluktuasi cuaca, biasanya

dalam kurun waktu tertentu tumpuan2 ini dicek oleh pemilik dan bila perlu di replace

dengan unit yang baru.

(8)

DASAR-DASAR PERENCANAAN

PERKERASAN JALAN RAYA

Perkerasan Lentur Jalan Raya

(9)

COURSEOUTLINE

PERTEMUAN

HARI Jum'at

/TGL

WAKTU

SUB POKOK BAHASAN

PENGAJAR

1

07/09/2012

14.00-16.15

Pendahuluan, Sejarah Perkerasan Jalan

MIS

2

14/09/2012

14.00-16.15

Dasar Perencanaan Perkerasan Jalan

MIS

3

21/09/2012

14.00-16.15

Parameter Perenc Tebal Perk. Lentur

SOF

4

28/09/2012

14.00-16.15

Beban Kendaraan (Vehicle Damage Factor)

SOF

5

05/10/2012

14.00-16.15

Perhitungan Perkerasan Lentur

SOF

6

12/10/2012

14.00-16.15

Perhitungan Perkerasan Lentur

SOF

7

19/10/2012

14.00-16.15

Tugas Besar

SOF

8

02/11/2012

14.00-16.15

Presentasi Tugas Besar

SOF

9

09/11/2012

14.00-16.15

MIDTEST

MIS

10

16/11/2012

14.00-16.15

Pelaksanaan Perkerasan Lentur

MIS

11

23/11/2012

14.00-16.15

Parameter Perenc. Perkerasan kaku

MIS

12

30/11/2012

14.00-16.15

Metode Penrenc. Perkerasan kaku

ABD

13

07/12/2012

14.00-16.15

Metode Penrenc. Perkerasan kaku

ABD

14

14/12/2012

14.00-16.15

Penulangan Perkerasan kaku

ABD

15

21/12/2012

14.00-16.15

Metode Pelaksanaan Perkerasan kaku

ABD

(10)

Faktor-faktor yang mempengaruhi

fungsi pelayanan jalan raya

• Fungsi dan Kelas jalan

• Kinerja Perkerasan

• Umur Rencana

• Beban Lalu lintas

• Sifat dan daya dukung Tanah dasar

• Kondisi Lingkungan

(11)

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Perencanaan Tebal Perkerasan

• Beban lalu lintas

• Daya dukung tanah dasar

• Fungsi jalan

• Kondisi lingkungan

(12)

Bagan alir prosedur perencanaan flexible

pavement dengan metode Analisa Komponen

(13)

Kinerja perkerasan jalan

• Keamanan, ditentukan berdasarkan gesekan

akibat adanya kontak antara ban dan

permukaan jalan

• Wujud Perkerasan

• Fungsi pelayanan

Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan

umumnya satu kesatuan yag digambarkan

dengan “kenyamanan mengemudi (riding

(14)

Tingkat kenyamanan ditentukan

berdasarkan anggapan;

• Jalan disediakan untuk memberikan keamanan

dan kenyamanan pada pemakai jalan

• Kenyamanan sebenarnya merupakan faktor

subjektif

• Kenyamanan berkaitan dengan bentuk fisik

perkerasan yang dapat diukur secara objektif

• Wujud perkerasan juga dapat dapat diperoleh

dari sejarah perkerasan jalan

(15)

Kinerja perkerasan dapat

dinyatakan dengan :

• Indeks permukaan /

serviceability index

• Indeks kondisi jalan /

road condition index

Indeks Permukaan

(IP)

RCI

Kondisi permukaan jalan secara visuil

8 – 10

Sangat rata dan teratur

Sangat baik, umumnya rata

Baik

Cukup, sedikit sekali atau tidak ada

lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata

Jelek,

kadang-kadang

ada

lubang,

permukaan jalan tidak rata

Rusak, bergelombang, banyak lubang

Rusak berat, banyak lubang dan seluruh

daerah perkerasan hancur

(16)

Lalu Lintas

• Tebal perkerasan jalan ditentukan dari

besar beban yang akan dipikul.

• Besar beban lalu lintas dapat diperoleh

dari :

- Analisa lalu lintas saat ini

(17)

Beban sumbu standar (Standar axle load)

• Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam

variasi ukuran, beban, konfigurasi sumbu.

• Perlu ada beban standar

• Beban standar adalah beban sumbu tunggal roda ganda

seberat 18.000 pound (8.16 Ton)

8.16 ton

Tekanan Angin = 5.5 kg/cm2 33 cm

(18)

ESAL (Equivalent Standard

Axle Load)

Dengan ;

ESAL = Ekivalensi standard axle load

L = Beban satu sumbu kendaraan

k = 1 ; untuk sumbu tunggal

= 0.086 ; untuk sumbu tandem

= 0.021 ; untuk sumbu triple

4

(19)

Lintas Ekivalen

• Lintas ekivalen adalah repetisi beban yang dinyatakan

dalam lintas sumbu standar diterima oleh konstruksi jalan.

• Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah besarnya lintas

ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka

LEP =

Σ

LHR

i

x E

i

x C

i

x (1 x i)

n

• Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah besarnya lintas

ekivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan

perbaikan (akhir umur rencana)

LEA = LEP (1 + r)

n

(20)

Kinerja perkerasan selama masa layan

Masa Pemeliharaan Rutin dan

Berkala

Masa Peningkatan

(21)

Jumlah lajur dan distribusi lajur

Pedoman penentuan

jumlah lajur

Koefisien distribusi

lajur

Lebar Perkerasan (L)

Jumlah Lajur (m)

L< 5,5 m

1 lajur

Kendaraan Ringan *

Kendaraan Berat **

1 arah

2 arah

1 arah

2 arah

1 lajur

1,00

1,00

1,00

1,00

2 lajur

0,60

0,50

0,70

0,50

3 lajur

0,40

0,40

0,50

0,48

4 lajur

0,30

0,45

5 lajur

0,25

0,43

6 lajur

0,20

0,40

(22)

Kondisi Lingkungan dan pengaruhnya

terhadap konstruksi perkerasan jalan

• Mempengaruhi sifat teknis konstruksi

perkerasan dan komponen material

perkerasan

• Pelapukan bahan meterial

(23)

Faktor lingkungan yang mempengaruhi

• Air Tanah dan hujan, adanya aliran air disekitar

badan jalan mengakibatkan perembesan air ke

badan jalan yang mengakibatkan perlemahan

ikatan antar butiran agregat dengan aspal, dan

perubahan kadar air akan mempengaruhi daya

dukung tanah dasar.

• Kemiringan medan, untuk mempercepat

pengaliran air.

(24)
(25)

Daya dukung tanah dasar

Metode – metode penentuan daya dukung

tanah dasar;

•CBR (California Bearing Ratio)

•Mr (Resilient Modulus)

•k (Modulus Reaksi Tanah)

(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)

Penentuan Nilai CBR Tanah Dasar

• Niali CBR satu titik pengamatan;

CBR titik = {(h

1

(CBR

1

)

1/3

+ ….+ h

n

(CBR

n

)

1/3

/100 }

3

• CBR segmen

- Cara analitis :

(47)

DAFTAR NILAI R SETIAP JUMLAH CBR Segmen

Jumlah Titik R Jumlah Titik R Jumlah Titik R Jumlah Titik R

(48)

CBR segmen Metoda Grafis

(49)
(50)

1. Apa yang dimaksud dengan tanah dasar

dan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kekuatan tanah dasar untuk

jalan raya?

2. Sebutkan dan Jelaskan cara-cara penentuan

nilai CBR tanah dasar untuk perencanaan

(51)

TATA CARA

PE LAPISAN ULANG DE NGAN CAMPURAN ASPAL E MULSI

NO. 05/ T/ BNKT/ 1992

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

(52)

PRAKATA

Dalam rangka mengembangkan jaringan jalan perkotaan yang efisien

dengan kualitas yang baik, perlu diterbitkan buku-buku standar mengenai

perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan.

Untuk maksud tersebut Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Direktorat

Jenderal Bina Marga, selaku pembina pengembangan jalan-jalan di kawasan perkotaan

berusaha menyusun standarstandar yang diperlukan sesuai dengan prioritas

dan kemampuan yang ada.

Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Dewan Standarisasi Indonesia

yang diberikan oleh Panitia Tetap Standarisasi Departemen Pekerjaan

Umum, standar-standar bidang konstruksi di kelompokan kedalam standar mengenai

Tata Cara Pelaksanaan, Spesifikasi dan Metode Pengujian.

Buku

standar

"Tata Cara Pelapisan Ulang dengan Campuran Aspal

Emulsi"

ini ah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat

Pembinaan Jalan Kota yang masih

memerlukan persetujuan Menteri

Pekerjaan Umum untuk menjadi Standar Konsep Nasional Indonesia

(SKSNI) dan persetujuan Dewan Standarisasi Nasional Indonesia untuk

menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Namun demikian sambil menunggu persetujuan tersebut, kiranya

standar ini dapat diterapkan di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan

penataan pelapisan ulang aspal emulsi. Dan kami harapkan dari penerapan

dilapangan, dapat kami peroleh masukan-masukan kembali berupa saran dan

tanggapan guna penyempurnaan selanjutnya.

Jakarta,

Januari 1993

DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA

SUNARYO SUMADJI

(53)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ...ii

I. DESKRIPSI ... 1

1.1 Maksud dan Tujuan ... 1 1.2 Ruang Lingkup ... 1 1.3 Pengertian ... 1

II. PERSYARATAN - PERSYARATAN ... 4

III. KETENTUAN-KETENTUAN ... 5

3.1 Peralatan Produksi Campuran Dingin... 5 3.2 Peralatan Untuk Pelaksanaan Perkerasan Aspal

Dingin ... 5 3.3 Peralatan Untuk Pelaksanaan Perkerasan Burtu

dan Burda ... 5 3.4 Bahan Untuk Burtu dan Burda ... 5 3.5 Bahan Untuk Aspal Dingin ... 7

IV. PELAKSANAAN ... 10

4.1 Pelaksanaan Pekerjaan Burtu dan Burda ... 10 4.2 Pelaksanaan Pekerjaan Campuran Dingin ... 21

LAMPIRAN ...24

(54)

I. DESKRIPSI

1.1. Maksud dan Tujuan

Buku Tata Cara ini dimaksudkan untuk menjadi pegangan bagi pelaksana pekerjaan dan pengawas dalam melakukan pelapisan

ulang dengan menggunakan campuran emulsi, dengan tujuan

agar dapat melaksanakan pelapisan ulang dengan baik dan

menghasilkan pekerjaan yang tepat dan benar.

1.2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup buku Tata Cara ini yaitu

a. Jenis pekerjaan untuk lapis perkerasan yang menggunakan

aspal emulsi, seperti : Burtu, Burda, dan Campuran

Dingin (Cold Mix) yang pada buku ini hanya diuraikan

Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka dan Campuran Emulsi

Bergradasi Rapat.

b. Langkah-langkah pekerjaan dimulai dari tahap persiapan,

pencampuran bahan, pengaturan lalu-lintas, pelaksanaan

penghamparan serta pemadatan.

1.3. Pengertian.

a. Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis) merupakan lapis penutup

yang terdiri dari lapisan aspal emulsi yang ditaburi

agregat berukuran nominal 13 mm atau 20 mm.

b. Burda (Laburan Aspal Dua Lapis) merupakan lapis penutup

yang terdiri dari lapisan aspal emulsi yang ditaburi

agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal maksimum 35 mm.

c. Chips atau batuan yaitu agregat pecah atau batu berukuran tunggal (single size) yang digunakan untuk menutupi aspal.

(55)

d. Campuran Dingin (cold mix), yaitu campuran batuan dengan aspal tanpa memerlukan proses pemanasan.

e. Aspal Emulsi yaitu aspal yang dilarutkan dalam air

me-lalui proses teknologi tertentu, berwarna coklat

k e hitaman dan encer.

f. Emulsi Kationik merupakan aspal emulsi yang partikel partikel aspalnya bermuatan listrik positif, cara

peng-uraian air dan aspal dengan proses reaksi, mempunyai

variabilitas yang luas, baik untuk kelekatan terhadap

batuan asam dan dapat disimpan (stock).

g. Aspal Emulsi dibagi atas 3 jenis, yaitu :

- Rapid Setting Emulsions

Aspal emulsi ini mempunyai waktu setting yang singkat

sehingga hanya cocok untuk pelaburan seperti Burtu,

Burda, Buras, Penetrasi Makadam, Lapis Resap Pengikat (Prime Coat) atau Lapis Pengikat (Tack Coat).

- Medium setting Emulsions

Aspal emulsi ini mempunyai waktu setting yang sedang sesuai untuk digunakan dalam campuran dengan agregat kasar.

- Slow Setting Emulsions

Aspal emulsi ini mempunyai waktu setting yang lambat sehingga memungkinkan untuk digunakan pada pencampuran

dengan agregat halus yang tinggi atau agregat

ber-gradasi menerus.

h. Setting yaitu pemisahan aspal dari air dan melekatnya pada permukaaan agregat telah sempurna.

i. Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (open Graded Emulsion

Mix) yaitu campuran emulsi dengan agregat bergradasi

tunggal yang digunakan sebagai lapis pondasi atau lapis permukaan, serta untuk penambalan.

(56)

j. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (Dense Graded Emulsion

Mix) yaitu campuran emulsi dengan agregat bergradasi

menerus dan digunakan sebagai lapis pondasi atau lapis permukaan, serta penambalan.

(57)

II. PERSYARATAN-PERSYARATAN

Dalam pelaksanaan pelapisan ulang dengan pengikat emulsi

harus diperhatikan beberapa hal, antara lain yaitu :

a. Saluran samping harus terpelihara dengan baik agar kadar air pada campuran tidak terganggu.

b. Distributor aspal telah dikalibrasi sehingga mampu

menyemprotkan aspal secara merata sesuai takaran

rencana.

c. Penggunaan peralatan harus tepat sesuai dengan

perun-tukan dan kebutuhannya.

d. Agregat agar dijaga jangan sampai mengandung kadar air

yang tinggi, karena dengan penambahan kadar air yang

berasal dari emulsi maka menyebabkan tingkat kepadatan tidak maksimum.

e. Air yang digunakan harus bersih.

f. Pemakaian batuan kapur hendaknya memenuhi

spesifikasi Bina Marga.

g. Agar mendapatkan kualitas pekerjaan yang baik perlu dilakukan desain campuran dan pengujian di laboratorium.

h. Untuk mengetahui tebal hamparan gembur dilakukan

percobaan terlebih dahulu di laboratorium agar tebal padat yang diinginkan tercapai.

i. Sebelum melakukan penghamparan dilakukan penambalan

terhadap lubang-lubang.

j. Penghamparan sebaiknya dilakukan pada waktu cuaca baik, atau paling terpaksa diperbolehkan pada waktu gerimis. k . Pelaksanaan penghamparan tidak boleh di atas perkerasan

yang basah, serta bebas dari debu.

l. Untuk melindungi pekerjaan dari hujan, maka pelaksana

menyiapkan penutup konstruksi (terpal/plastik)

m. Jalan dibuka untuk lalu-lintas dua jam setelah pemadatan

akhir pada pekerjaan Burtu/Burda dan enam jam pada

campuran dingin, dengan catatan kecepatan kendaraan

diusahakan rendah (30 km/jam).

(58)

III. KETENTUAN-KETENTUAN

3.1. Peralatan Produksi Untuk Campuran Dingin

a. Beton Molen kapasitas 250 liter atau Asphalt Mixing

Plant tanpa proses pembakaran atau Batching Plant tipe Pugmill.

b. Wheel loader.

c. Alat bantu (sekop, cangkul, gerobak dorong).

3.2. Peralatan Untuk Pelaksanaan Perkerasan Campuran Aspal Dingin

a. Dump Truck.

b. Asphalt Finisher. c. Asphalt Sprayer. d. Compressor.

e. Tandem Roller 6 - 8 ton.

f. Pneumatic Tire Roller 8 - 12 ton. g. Tangki Air.

h. Alat Bantu Lainnya.

3.3. Peralatan Untuk Pelaksanaan Pekerasan Burtu atau Burda

a. Compressor

b. Distributor Aspal. c. Dump Truck.

d. Pneumatic Tyre Roller 8-12 ton. e. Chip Spreader.

f. Alat Bantu (sapu lidi, sikat baja, sikat ijuk kasar)

3.4. Bahan Untuk Burtu dan Burda

a. Agregat yang digunakan harus berupa batu pecah/kerikil

yang bersih, kuat, kering, bebas kotoran, lempung atau debu.

b. Gradasi agregat pada lapis pertama lebih besar dari pada gradasi pada lapis kedua.

(59)

c. Ukuran nominal Burtu atau lapis pertama Burda yaitu 13 mm, dengan ukuran terkecil rata-rata antara 6,4 -9,5mm. Sedangkan ukuran nominal lapis kedua Burda yaitu 6 mm.

Agregat untuk lapis kedua Burda berbentuk kubus dan

harus dapat saling mengunci k e dalam rongga - rongga

permukaan lapis pertama.

d. Aspal emulsi yang dipakai yaitu jenis Cationic Rapid

Setting (tipe CRS-1 atau CRS-2).

Tabel III-1. Persyaratan Ukuran Agregat.

Ukuran nominal

(mm)

Ukuran terkecil rata rata (ALD)

Presentasi

Tabel III-2. Gradasi Agregat Lapis Penutup Kedua Burda

(60)

3.5. Bahan Untuk Campuran Aspal Dingin

3.5.1 Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (OGEM)

a . Agregat yang dihasilkan oleh Crushing Plant h a r u s

bersih, keras dan awet.Tidak kurang dari 75 %berat

agregat harus mempunyai sekurang-kurangnya dua bidang

pecah. Agregat harus mempunyai nilai abrasi Los Angeles lebih kecil dari 35 % untuk lapisan base, dan lebih kecil dari 25 % untuk lapis aus. Agregat gabungan lolos

ayakan no 4 tetapi di luar bahan pengisi yang

ditambahkan harus mempunyai nilai setara pasir lebih

besar 45 % jika diuji dengan metode ASTM 02419. Agregat

harus mempunyai indeks kepipihan lebih kecil 30 jika

diuji dengan BS 812.

b. Aspal Emulsi yang digunakan tipe CMS-2 atau CMS-2h yang memenuhi AASHTO M 208-81.

3.5.2 Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (DGEM)

a . Agregat yang dihasilkan oleh Crushing Plant h a r u s bersih, keras dan awet. Agregat berupa batu

pecah, kerikil bercampur pasir, abu batu atau terak.

Nilai abrasi Los Angeles agregat kasar lebih kecil dari 40 %, kecuali untuk lapis aus mempunyai nilai lebih besar dari 35 % pada 500 putaran.

b. Agregat halus terdiri dari salah satu atau lebih pasir

hasil pecahan batu atau pasir alam yang bebas

dari gumpalan atau butiran lempung atau tanah.

c. Bahan pengisi jika 'dibutuhkan untuk menghasilkan campuran harus berupa Semen PC maksimum 2 %.

(61)

Tabel 111-3. Batasan Komposisi Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (OGEM)

Sifat Satuan Lapisan Pengasar

Lapisan Base

Ukuran 25,00 mm 100 100 19,00 mm 100 80 - 100

12,50 mm persen 100

-9,50 mm lewat 80 - 100 20 - 55

6,75 mm 10 - 40 5 - 30

2,36 mm 0 – 10 0 – 5

1,18 mm 0 – 5

-75 mikron 0 - 2 0 - 2

Tebal lapisan nominal mm 25

-Kadar aspal efektif % berat 3,9 3,3

total

Minimum kadar emulsi % berat 6,6 5,7

total

campuran

Tabel 111-4. Persyaratan Sifat Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (OGEM).

Sifat Satuan Lap.Binder Lap. Aus

Penyelimutan I % > 75 > 75

Jumlah Penga-liran Air

% Bitumen sisa terhadap berat agregat

< 0,5 < 0,5

Jumlah tercuci % Bitumen sisa terhadap berat

mikron 20 20

(62)

Tabel III-5. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Untuk Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (DGEM).

Saringan (mm)

Ukuran (ASTM)

Presentase Berat Yang Lewat Untuk Semua DGEM

50,0 2" 100 37,5 1 1/2 90 - 100

Tabel 111-6. Persyaratan Gradasi Agregat Halus Untuk Campuran Aspal Bergradasi Terbuka.

Saringan (mm)

Ukuran (ASTM)

Presentase Berat Yang Lewat Untuk Semua DGEM

(63)

IV. PELAKSANAAN

4.1 Pelaksanaan Pekerjaan Burtu dan Burda

4.1.1 Penyemprotan Bahan Pengikat

Ketidakrataan penggunaan aspal cenderung akan mengurangi

umur pelaburan (batuan akan terlepas karena

kekurangan aspal atau permukaan akan licin karena

kelebihan aspal). Oleh karena itu diperlukan seorang

operator yang berpengalaman. Distributor harus

dikalibrasi terlebih dahulu dan diuji sebelum dibawa k e

lapangan. Untuk mencapai keberhasilan pelaburan maka

peralatan yang dibawah standar harus ditolak. Harus

dimonitor jumlah penggunaan yang dicapai setiap lintasan

penyemprotan (volume dipstick dalam liter /luas area

dalam m2) dan menjaga agar tinggi batang penyemprot serta

sudut nozel disetel secara tepat pula.

T a k a r a n p e n g g u n a a n u n t u k p e l a b u r a n lapis p e r t a m a :

SR = (0,138 ALD + e) x Tf (liter/m2)

Dimana :

ALD = ukuran rata-rata terkecil (mm) dari setiap stockpile

e = jumlah emulsi yang diperlukan untuk mengisi

rongga tekstur di bawahnya (lihat Tabel IV-1).

Tf = angka faktor yang tergantung pada volume lalulintas

(lihat Tabel IV-2)

Takaran lapis kedua

SR = 0,8 liter/m2, untuk Burda-1 dan

SR = 0,6 liter/m2, untuk Burda-2.

Takaran yang dicapai harus dimonitor setiap lintasan

penyemprotan seperti halnya pada pelaksanaan lapis

resap.Panjang lintasan penyemprotan minimum 100 meter

sehingga takaran dapat dimonitor secara tepat.

(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)

Tabel IV-1. Jumlah Emulsi Yang Diperlukan Untuk Mengisi Tekstur Di Bawahnya.

Tabel IV-2. Angka Faktor Yang Tergantung Pada Lalu-lintas

(71)

Rumus untuk pengendalian mutu volume penyemprotan

W = N x S, dimana :

W = lebar efektif yang disemprot

W = jumlah lubang nozzle pada batang penyemprot

W = jarak setiap nozzle yang digunakan (0,1 m)

Luas efektif yang disemprot = L x W

= L x N x 0,1 (m2)

Volume pemakaian = volume awal - volume akhir L x N x 0,1

Sebelum penyemprotan dipasang lembaran kertas tebal penutup

(misal: kertas semen) pada tempat awal dan akhir

penyemprotan guna mendapatkan batas permukaan yang rapih.

Pasang tanda (misal: dengan benang/tambang) pada batas

tepi pengaspalan untuk pedoman operator.

Asphalt Distributor dijalankan di atas kertas penutup

awal dan pipa penyiraman dibuka. Asphalt Distributor

dijalankan dengan kecepatan konstan sampai batas akhir.

Penyemprotan emulsi kedua dilakukan setelah pemadatan lapis

pertama.

4.1.2 Penghamparan Batuan

Agregat penutup (chip) harus dihampar segera setelah

penyemprotan lapis pengikat dan harus selesai dalam waktu

5 menit (maksimum 25 m di belakang Aspal Sprayer)

terhitung selesainya penyemprotan.

Takaran penggunaan batuan yang tepat ditetapkan secara

visual. Pada saat pertama batuan dihampar, permukaan

lapis binder (hingga 30 % luas hamparan) akan tampak

di antara permukaan batuan tersebut. Bila kemudian

hamparan batuan digilas seluruh permukaan bitumen tadi harus

tertutup. Jika lebih dari 5 % batuan tidak melekat pada

binder maka berarti jumlah batuan yang digunakan

berlebihan. Agregat

(72)

(73)

CHIP SESUDAH DILEWATI KENDARAAN ( SUATU PEMECAHAN DAN PEMBENAMAN )

Gambar 7 Contoh hasil penghamparan agregat dengan ukuran agregrat dan penghomparan yang benar.

(74)

hampar merata di atas lapisan yang telah disemprot dengan

menggunakan Chip Spreader. Setiap bagian yang tidak ter

tutup hamparan agregat harus segera ditutup kembali.

Penghamparan agregat agar sesuai dengan spesifikasi.

Pelaburan yang menggunakan agregat penutup berukuran lebih

kecil sebaiknya digunakan bila lapisan bawahnya

adalah campuran aspal HRS atau Aspal Beton, karena batuan

yang berukuran lebih besar jika dipasang di atas permukaan

yang licin akan mudah lepas akibat lalu-lintas.

4.1.3 Penggilasan dan Penyapuan

Penggilasan dengan Pneumatic Tyre Roller harus

segera dimulai setelah batuan Burtu atau lapis pertama

Burda ditaburkan, dan Pneumatic Tyre Roller dengan

kecepatan 5 km/jam harus melakukan enam lintas di seluruh area. Batuan yang telah dipadatkan ini harus disapu dalam

waktu 24 - 48 jam setelah pemadatan untuk membuang

kelebihan batuan dan sebelum lapisan kedua dimulai

sehingga tidak memecahkan kaca kendaraan yang lewat.

4.2 Pelaksanaan Pekerjaan Campuran Dingin 4.2.1 Pengendalian Lalu-lintas

Keamanan pekerja maupun pemakai jalan pada saat pekerjaan

harus dijaga. Pengaturan arus lalu-lintas dilakukan

dengan menempatkan rambu-rambu atau kerucut

lintas pada daerah kerja.

Lalu-lintas dijaga agar tidak lewat di atas pekerjaan baru

sebelum 3 kali lintasan pemadatan. Jika keadaan memaksa

harus diberi rambu dengan tulisan "Aspal Cair" dan "20

km/jam". Kerucut lalu-lintas ditempatkan guna membatasi

perkerasan yang belum dipadatkan. Pengawasan dan pengen-dalian penuh lalu-lintas dilakukan selama 48 jam.

(75)

4.2.2 Pekerjaan Persiapan

- Lubang-lubang atau tonjolan-tonjolan dari

bahan-bahan perusak dikeluarkan dengan memakai penggaruk

baja.

- Bersihkan permukaan perkerasan lama dengan sapu

atau peniup debu atau sikat kawat sebelum diberikan lapis resap pengikat dengan luas area yang dibersihkan dilebihkan 20 cm dari tiap-tiap tepi.

- Semprotkan aspal emulsi jenis Rapid Setting sebagai

lapis resap pengikat sebanyak 0,8 liter per meter

persegi.

4.2.3 Pencampuran Emulsi Campuran Dingin Menggunakan Beton Molen

- Pertama-tama bersihkanlah Beton Molen dari

sisa-sisa campuran aspal yang masih tertinggal dari sisa

pekerjaan terdahulu dengan menggunakan air.

- Putarlah Beton Molen dengan kecepatan yang rata antara 25 sampai 30 putaran per menit.

- Takarlah agregat sesuai dengan jumlah yang diperlukan

untuk masing-masing fraksi batuan .

- Masukkan batuan secara berurutan dimulai dari batuan kasar, sedang dan halus.

- Periksa dengan tangan kelembaban batuan yang sedang dicampur. Bila batuan terlalu kering beri tambahan air secukupnya.

- Setelah batuan tercampur merata maka tuanglah

aspal emulsi sesuai dengan takaran secara

perlahanlahan dan penuangannya tidak terlalu tinggi

dari bibir Beton Molen.

- K o n t r o l k e a d a an C a m pu r a n da n Us ah a k a n agar p r o s e s pencampuran sekitar 6 menit.

- Agar pencampuran berhasil baik, untuk satu Beton Molen tahap penuangan bahan dilakukan dalam 3 tahap dan setelah

melakukan 10 kali pencampuran alat Beton Molen

dibersihkan kembali.

(76)

4.2.4 Pengangkutan, Penghamparan dan Pemadatan Perkerasan Campuran Dingin

Pengangkutan campuran k e lokasi penghamparan

dilakukan dengan menggunakan Dump Truck. Truck untuk

mengangkut campuran harus mempunyai alas logam, bersih

dan rata. Badan Truck disemprotkan air sedikit, minyak

bakar encer atau larutan kapur untuk mencegah campuran

melekat pada alas Truck. Campuran yang akan dihampar

hendaknya masih berwarna coklat. Mengingat bahan ini

bersifat permeable maka penting bahwa permukaan yang ada

bebas aliran air dan harus kedap air sebelum bahan

campuran dihampar. Penghamparan dilakukan memakai Asphalt Finisher.

Pemadatan dilakukan dengan Tandem Roller dan Pneumatic

Tyre Roller. Pemadatan awal dilakukan dengan Tandem

Roller sebanyak 2 - 4 kali lintasan dengan kecepatan 5

km/jam. Penggilasan harus dimulai dari tepi yang lebih

bawah dan berpindah ke arah bagaian tengah. Abu batu atau pasir dapat diberikan secara merata dengan takaran 2

-4 k/m2

. Pemadatan lanjutan dengan menggunakan

Pneumatic Tyre (Pemadatan Akhir) Roller sebanyak 2 - 10

lintasan. Hasil pemadatan perkerasan masih berwarna

coklat. Sebelum jalan dibuka untuk dilalui oleh

lalu-lintas hendaknya permukaan perkerasan ditaburi dengan

pasir halus guna melindungi kontak langsung antara

ban kendaraan dengan permukaan perkerasan. Apabila

turun hujan pada saat setting belum sempurna, maka

perkerasan dilabur dengan aspal dan pasir. Untuk

mengetahui kapan proses penguapan air dalam campuran

perkerasan telah 100% atau mendekati 100 %, maka diambil contoh dengan berbagai kadar emulsi diudara terbuka namun

terlindung dari sinar matahari. (kurang lebih sekitar 9

hari). Proses setting telah sempurna apabila perkerasan

telah berubah menjadi warna hitam.

Pembukaan jalan dilakukan setelah 6 jam penghamparan

dengan kecepatan rendah. Pemberian lapisan pasir yang

agak kasar akan melindungi perkerasan dari roda

kendaraan.

(77)
(78)

DAFTAR BUKU STANDAR

DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

NO. JUDUL BUKU NO. REGIRTRASI

1. Peta Klasifikasi Fungsi Jalan Seluruh Indonesia

(Tentative)

Desember 1986

2. Produk Sandar Untuk Jalan Perkotaan Februari 1987

3. Standar Specification For Geometric Design Of

Urban Roads

Januari 1988

4. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan

Perkotaan

Januari 1988

5. Manual Pemeliharaan Jalan 03/MN/B/1983

6. Panduan Survai dan Perhitungan Waktu Perjalanan

Lalu-lintas

001/T/BNKT/1990

7. Panduan Survai Wawancara Rumah 002/T/BNKT/1990

8. Petunjuk Perambuan Sementara Selama Pelaksanaan

Pekerjaan

003/T/BNKT/1990

9. Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan 004/T/BNKT/1990

10. Petunjuk Pelaksanaan Pemasangan Utilitas 005/T/BNKT/1990

11. Petunjuk Pelaksanaan Pelapisan Ulang Jalan

PadaDaerah Kereb Perkerasan dan Sambungan

006/T/BNKT/1990

12. Petunjuk Perencanaan Trotoar 007/T/BNKT/1990

13. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan 008/T/BNKT/1990

14. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku(Beton Semen) 009/T/BNKT/1990

15. Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan

di Wilayah Perkotaan

010/T/BNKT/1990

16. Standar Spesifikasi Kereb 011/S/BNKT/1990

17. Petunjuk Perencanaan Marka jalan 012/S/BNKT/1990

18. Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan

Pengaman Tepi Jalan

013/S/BNKT/1990

19. Tata Cara Perencanaan Pemisah 014/T/BNKT/1990

20. Tata Cara Perencaanaan Peberhentian Bus 015/T/BNKT/1990

21. Tata Cara Pelaksanaan Survai Inventarisasi Jalan

dan Jembatan Kota

016/T/BNKT/1990

22. Tata Cara Pelaksanaan Survai Perhitungan

Lalu-lintas Cara Manual

017/T/BNKT/1990

23. Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan

Kota

018/T/BNKT/1990

24. Tata Cara Pemasangan Rambu dan Marka

Jalan Perkotaan

001/T/BNKT/1991

25. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sederhana

Jalan Perkotaan

002/T/BNKT/1991

26. Standar Perencanaan Geometrik Untuk

JalanPerkotaan

003/T/BNKT/1992

27. Tata Cara Survai Pendahuluan Jembatan di

Daerah Perkotaan

004/T/BNKT/1991

28. Tata Cara Survai Kondisi Jalan Kota 005/T/BNKT/1991

29. Tata Cara Penomoran Ruas dan Simpul Jalan Kota 006/T/BNKT/1991

30. Tata Cara Menyusun RPL dan RKL AMDAL Jalan

Perkotaan

007/T/BNKT/1991

(79)

No. JUDUL BUKU NO. REGISTRASI

32. Spesifikasi Tanaman Lansekap Jalan 009/T/BNKT/1991

33. Tata Cara Pemeliharaan Perkerasan Kaku Rigit

Pavement)

010/T/BNKT/1991

34. Spesifikasi Penguatan Tebing 011/T/BNKT/1991

35. Spesifiksasi Lampu Penerangan Jalan Perkotaan 012/T/BNKT/1991

36. Standar Specification For Geometric Design of

Urban Roads

Maret 1992

37. Petunjuk Praktis Penataan Penghijauan Jalan

dan Lingkungan

001/BNKT/1992

38. Tata Cara Pemasangan Blok Beton Terkunci untuk

Permukaan Jalan

SNI03-2403-1991 (SK SNI T-04 1990-F)

39. Tata Cara Pelaksanaan Teluk Bis SK SNI T-40

1991-03

40. Tata Cara Pemasangan Ultilitas di Jalan SK SNI T-18

1991-03

41. Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan SK SNI T-22

1991-03

42. Spesifikasi Kurb Beton untuk Jalan SNI-03-2442-1991

SK SNI S-02 1990-F)

43. Spesifikasi Trotoar SNI-03-2442-1991

SK SNI S-03 1990-F)

44. Spesifikasi Bukan Pemisah Jalur SNI-03-2442-1991

SK SNI S-04 1990-F)

45. Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan SNI-03-2442-1991

SK SNI S-07 1990-F)

46. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sebidang

Jalan Perkotaan

001/T/BNKT/1992

47. Spesifikasi Perencanaan Lansekap Jalan pada

Persimpangan

002/T/BNKT/1992

48. Tata Cara Penanaman Tanaman Lansekap Jalan

Perkotaan

003/T/BNKT/1992

49. Standar Produk untuk Jalan Perkotaan Volume II 004/T/BNKT/1992

50. Tata Cara Pelapisan Ulang dengan Campuran Aspal Emulsi

Gambar

Tabel III-1. Persyaratan Ukuran Agregat.
Tabel 111-3.
Tabel 111-6. Persyaratan Gradasi Agregat Halus UntukCampuran Aspal Bergradasi Terbuka.
Tabel IV-1. Jumlah Emulsi Yang Diperlukan Untuk Mengisi
+2

Referensi

Dokumen terkait

tujuan untuk mengetahui apakah penggunaan TSM di kelurahan Ngaliyan Kota Semarang dapat menurunkan populasi nyamuk Aedes aegypti , dan menganalisis persepsi masyarakat

Dengan menggunakan CADD yang telah dikembangkan menjadi suatu program untuk menghitung dimensi dari komponen dan susunan dari rem tromol, diharapkan dapat mempercepat proses

Nautic Maritime Salvage memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan terdapat pengaruh signifikan oleh nilai t hitung 3,950 &gt; dari t tabel 1,99 dan nilai sig 0,000 &lt;

Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara pupuk fosfat dan pupuk hayati pada Laju Asimilasi Bersih dan Laju Tumbuh Tanaman, namun secara mandiri dosis pupuk

Hasil analisis mendapati beberapa langkah diambil oleh kaunselor di PK MAINS bagi mengatasi kebimbangan dalam kalangan klien antaranya menyuntik semangat dan

Dalam hal pemohon juga adalah penguasa/pemilik tanah, maka yang dilampirkan adalah sertifikat kepemilikan tanah (yang dapat berupa HGB, HGU, hak pengelolaan, atau hak

Hasil pelaksanaan kegiatan ini menunjukkan bahwa, sebelum pelaksanaan kegiatan, Anak Panti Asuhan Baitussalam Kota Semarang belum memahami dan mengerti, dan setelah

Untuk menyebut di antara ilmuwan dimaksud adalah Fazlur Rahman dari Pakistan yang menunjukkan pentingnya hermeneutika dalam kajian Islam, Syahrur dari Syria yang