H A L A M A N J U D U L
PERPINDAHAN KALOR PADA
PAN
MOULD HOSTI
KASUS TIGA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat sarjana S-1
Program Studi Teknik Mesin
Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh :
JOSEPH RUBYANTO SUDRAJAD
NIM : 095214072
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii UNSTEADY STATE HEAT TRANSFER ON PAN MOULD HOSTI
FOR THREE-DIMENSIONAL CASE
TITLE PAGE
FINAL PROJECT
Presented as partial fulfillment of the requirement
to obtain the Sarjana Teknik degree
in Mechanical Engineering
Presented by :
JOSEPH RUBYANTO SUDRAJAD
Student Number : 095214072
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
vii
ABSTRAK
Mould hosti adalah alat yang dipakai untuk membuat hostri. Distribusi suhu dan laju perpindahan kalor yang terjadi pada pan mould hosti . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi suhu dari waktu ke waktu dan laju perpindahan kalor yang terjadi pada pan mould hosti kasus 3 dimensi keadaan tak tunak dengan (1) variasi jenis material/bahan dan (2) variasi nilai koefisien memvariasikan jenis logam yaitu alumunium murni, kuningan (70%Cu, 30%Zn), flowcast (besi tempa), baja krom nikel (18%Cr, 8%Ni), dan baja karbon (1%C) pada nilai koefisien perpindahan kalor konveksi sama h = 25 W/m2°C (konveksi bebas/ alamiah). (2) Memvariasikan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) pada alumunium murni dan flowcast (besi tempa), dengan nilai h berturut-turut sebesar 25 W/m2°C, 100 W/m2°C, 200 W/m2°C. Penelitian dilakukan secara simulasi numerik, menggunakan metode beda hingga cara eksplisit dalam kasus 3 (tiga) dimensi.
Hasil penelitian pada pan mould hosti menunjukkan bahwa : (a) untuk variasi jenis material dengan nilai h = 25 W/m2°C, distribusi suhu dan laju aliran kalor yang dimiliki aluminium murni lebih besar dibandingkan dengan jenis material lainnya, diikuti oleh kuningan (70%Cu, 30%Zn), flowcast (besi tempa), baja krom nikel (18%Cr, 8%Ni), dan baja karbon (1%C). Besar laju aliran kalor Q pada saat t = 1 menit berturut-turut dari alumunium murni, kuningan (70%Cu, 30%Zn), flowcast (besi tempa), baja krom nikel (18%Cr, 8%Ni), dan baja karbon (1%C) adalah 75900W, 56100W, 50400W, 50035W dan 49900W. (b) untuk benda uji dengan bahan sama, semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor konveksi, distribusi suhu semakin lambat naik dan tidak merata serta laju aliran kalor semakin kecil. Untuk material dari flowcast (besi tempa), untuk nilai h berturut turut sebesar 25 W/m2°C, 100 W/m2°C, dan 200 W/m2°C diperoleh laju aliran kalor Q saat t = 1 menit sebesar 50400W, 49600W, dan 48600W.
viii
DAFTAR NOTASI/LAMBANG
A : Luas permukaan benda yang tegak lurus arah perpindahan kalor (m²)
Bi : Bilangan Biot = h.L/k
c : Kalor spesifik pada tekanan konstan (J/kg.°C)
ρ : Massa jenis (kg/m3)
k : Konduktivitas termal (W/m°.C)
h : Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m².°C)
L : Panjang dinding (m)
β : Koefisien temperatur konduktivitas termal (1/°C)
: Panjang karakteristik, untuk dinding vertikal =L (m)
Fo : Angka Fourier = (k.∆t)/(∆x)2
i,j,k : Posisi node pada penyelesaian numerik
q : Laju perpindahan kalor (watt)
t : Waktu (detik)
Tf : Suhu film (K)
Ts : Suhu permukaan plat (K)
ix Ti : Suhu inlet/suhu benda (°C)
: Suhu pada posisi i,j,k dan pada iterasi ke n (°C)
: Suhu pada posisi i,j,k dan pada iterasi ke n+1 (°C)
V : Volume benda/kontrol volume (m3)
x : Posisi sepanjang sumbu horizontal dari titik 0,0,0 (m)
y : Posisi sepanjang sumbu vertikal dari titik 0,0,0 (m)
z : Posisi sepanjang sumbu kedalaman dari titik 0,0,0 (m)
α : Difusivitas termal (m2/s)
∆t : Selisih waktu (detik)
∆x : Jarak antar node pada arah horizontal (m)
∆y : Jarak antar node pada arah vertikal (m)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan atas berkat, rahmat dan
bimbingan-Nya selalu, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan baik.
Dalam penulisan Tugas Akhir, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan tepat waktu. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Romo Ir. Andreas Soegijopranoto S.J yang telah memberi kesempatan untuk
studi lanjut di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T. selaku Kepala Program Studi
Teknik Mesin dan Dosen pembimbing Tugas Akhir yang selalu mendorong
dan memotivasi penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
4. Seluruh Dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Bapak J.Ch. Wuryanto, Ibu Ch. Suwarni, St. Andhy Setyanto, Th. Nawa
Oktaviani serta seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan dan
mendukung.
6. Bibiana Dessy Muharani dan Josaphat Raditya Sudrajad yang selalu
membantu, mendampingi, memotivasi dan mendoakan penulis dalam
xii
2.1 Kalor dan Perpindahan Kalor ... 7
xiii
2.3 Konduktivitas Termal ... 11
2.4 Difusivitas Termal ... 12
2.5 Perpindahan Kalor Konveksi ... 14
Perpindahan Kalor Konveksi Bebas ... 17
2.5.1 Perpindahan Kalor Konveksi Paksa ... 21
2.5.2 2.6 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi ... 24
BAB III PERSAMAAN NUMERIK ... 26
Kesetimbangan Energi ... 26
3.1 Konduksi Kalor dalam Keadaan Tak Tunak ... 27
3.2 Kesetimbangan Energi pada Pan Mould Hosti ... 27
3.3 Metode Beda Hingga ... 29
3.4 Penurunan Persamaan Numerik ... 30
3.5 Persamaan numerik untuk volume kontrol yang berbatasan 3.5.1 dengan elemen pemanas ... 32
Persamaan numerik untuk volume kontrol yang tidak berbatasan 3.5.2 dengan elemen pemanas ... 49
Persamaan numerik untuk volume kontrol di pertemuan 2 (dua) 3.5.3 pan ... 61
Perhitungan Laju Aliran Kalor ... 72
3.6 BAB IV METODE PENELITIAN ... 73
xiv
BAB V HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN ... 79
Hasil Perhitungan ... 79 5.1
Distribusi suhu pada pan mould hosti dengan variasi bahan .... 79 5.1.1
Laju aliran kalor pada pan mould hosti dengan variasi bahan 108 5.1.2
Distribusi suhu pada pan mould hosti dengan variasi nilai h .. 120 5.1.3
Laju aliran kalor pada pan mould hosti dengan variasi nilai h 5.1.4
pada bahan alumunium murni dan flowcast ... 153
Pembahasan... 167 5.2
Pengaruh material terhadap distribusi suhu. ... 167 5.2.1
Pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h). ... 168 5.2.2
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 170
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1 Mould hosti yang sedang diperbaiki. ... 2
Gambar I-2 Komponen mould hosti. ... 4
Gambar I-3 Geometri benda uji. ... 5
Gambar II-1 Proses perpindahan kalor konduksi. ... 10
Gambar II-2 Perpindahan kalor konduksi. ... 11
Gambar II-3 Pendinginan pada Telur... 15
Gambar II-4 Perpindahan kalor konveksi. ... 15
Gambar II-5 Konveksi bebas. ... 17
Gambar II-6 Lapisan batas di atas plat rata vertikal. ... 18
Gambar II-7 Perpindahan kalor konveksi paksa menggunakan kipas. ... 21
Gambar II-8 Kondisi aliran fluida pada permukaan rata (Cengel,2002, hal 339). ... 21
Gambar II-9 Aliran laminer dan aliran turbulen. ... 24
Gambar III-1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol. ... 26
Gambar III-2 Gambar skema beda sentral. ... 30
Gambar III-3 Posisi node. ... 31
Gambar III-4 Volume kontrol di sudut kiri atas. ... 32
Gambar III-5 Volume kontrol di sudut atas pan atas yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 36
Gambar III-6 Volume kontrol di sudut-sudut bawah pan bawah yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 37
Gambar III-7 Volume kontrol di rusuk pada bidang yang berbatasan dengan elemen pemanas yang menghadap ke sisi kiri. ... 38
Gambar III-8 Volume kontrol di rusuk pada bidang atas yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 42
Gambar III-9 Volume kontrol di rusuk pada bidang yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 43
xvi Gambar III-11 Volume kontrol di permukaan tengah pan atas yang berbatasan
dengan elemen pemanas. ... 47
Gambar III-12 Volume kontrol di permukaan tengah pan bawah yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 48
Gambar III-13 Volume kontrol di rusuk sisi tegak yang berbatasan dengan fluida udara. ... 49
Gambar III-14 Volume kontrol di sisi tegak benda yang berbatasan dengan fluida. ... 53
Gambar III-15 Volume kontrol di sisi tegak benda yang berbatasan dengan fluida. ... 56
Gambar III-16 Volume kontrol di tengah benda. ... 57
Gambar III-17 Volume kontrol di sudut kanan atas pan bawah. ... 64
Gambar III-18 Volume kontrol di rusuk permukaan atas pan bawah. ... 68
Gambar IV-1 Pembagian dan penomoran volume kontrol pada benda uji. ... 75
Gambar V-1 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan alumunium murni; h=25 W/m2 oC. ... 80
Gambar V-2 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan alumunium murni; h=25 W/m2 oC. ... 82
Gambar V-3 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan 4100 bahan alumunium murni; h=25 W/m2 oC. ... 83
Gambar V-4 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan kuningan (70%Cu,30%Zn); h=25 W/m2 oC. ... 84
Gambar V-5 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan kuningan (70%Cu, 30%Zn); h=25 W/m2 oC. ... 86
Gambar V-6 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan 4100 bahan kuningan (70%Cu, 30%Zn); h=25 W/m2 oC. ... 87
Gambar V-7 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan flowcast; h=25 W/m2 oC. ... 88
xvii Gambar V-9 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan
4100 bahan flowcast; h=25 W/m2 oC. ... 91
Gambar V-10 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan baja karbon (1%C);
h=25 W/m2 oC. ... 92
Gambar V-11 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan baja karbon
(1%C); h=25 W/m2 oC. ... 94
Gambar V-12 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan
4100 bahan baja karbon (1%C); h=25 W/m2 oC. ... 95
Gambar V-13 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan baja krom-nikel
(18% Cr, 8% Ni); h=25 W/m2 oC. ... 96
Gambar V-14 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan baja krom-nikel
(18%Cr, 8%Ni); h=25 W/m2oC. ... 98
Gambar V-15 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan
4100 bahan baja krom-nikel (18%Cr, 8%Ni); h=25 W/m2oC. ... 99
Gambar V-16 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=1 menit; h=25
W/m2oC. ... 101
Gambar V-17 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=2 menit; h=25
W/m2oC. ... 103
Gambar V-18 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=3 menit; h=25
W/m2oC. ... 105
Gambar V-19 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=4 menit; h=25
W/m2oC. ... 107
Gambar V-20 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan
alumunium murni; h=25 W/m2oC... 109
Gambar V-21 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan kuningan
(70%Cu, 30%Zn); h=25 W/m2oC. ... 111
Gambar V-22 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan flowcast;
h=25 W/m2oC. ... 113
Gambar V-23 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan baja
xviii Gambar V-24 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan baja
krom-nikel (18%Cr,8%Ni); h=25 W/m2oC. ... 117
Gambar V-25 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu dengan variasi
bahan. ... 119
Gambar V-26 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan alumunium murni;
h=25 W/m2 oC. ... 121
Gambar V-27 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan alumunium
murni; h=25 W/m2 oC. ... 123
Gambar V-28 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan
4100 bahan alumunium murni; h=25 W/m2 oC. ... 124
Gambar V-29 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan alumunium murni;
h=100 W/m2 oC. ... 125
Gambar V-30 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan alumunium
murni; h=100 W/m2 oC. ... 127
Gambar V-31 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan
4100 bahan alumunium murni; h=100 W/m2 oC. ... 128
Gambar V-32 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan alumunium murni;
h=200 W/m2 oC. ... 129
Gambar V-33 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan alumunium
murni; h=200 W/m2oC. ... 131
Gambar V-34 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan
4100 bahan alumunium murni; h=200 W/m2oC. ... 132
Gambar V-35 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan flowcast ; h=25
W/m2 oC. ... 133
Gambar V-36 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan flowcast; h=25
W/m2 oC. ... 135
Gambar V-37 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan
4100 bahan flowcast; h=25 W/m2 oC. ... 136
Gambar V-38 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan flowcast; h=100
xix Gambar V-39 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan flowcast; h=100
W/m2 oC. ... 139
Gambar V-40 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan
4100 bahan flowcast; h=100 W/m2 oC... 140
Gambar V-41 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan flowcast; h=200
W/m2oC. ... 141
Gambar V-42 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan flowcast; h=200
W/m2oC. ... 143
Gambar V-43 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, 4100
bahan flowcast; h=200 W/m2oC. ... 144
Gambar V-44 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan alumunium
murni dan flowcast saat t=1 menit. ... 146
Gambar V-45 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan alumunium
murni dan flowcast saat t=2 menit. ... 148
Gambar V-46 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan alumunium
murni dan flowcast saat t=3 menit. ... 150
Gambar V-47 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan alumunium
murni dan flowcast saat t=4 menit. ... 152
Gambar V-48 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan
alumunium murni; h=25 W/m2oC... 154
Gambar V-49 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan
alumunium murni; h=100 W/m2oC. ... 156
Gambar V-50 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan
alumunium murni; h=200 W/m2oC. ... 158
Gambar V-51 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan flowcast;
h=25 W/m2oC. ... 160
Gambar V-52 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan flowcast;
h=100 W/m2oC. ... 162
Gambar V-53 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan
xx Gambar V-54 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu dengan variasi
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel II-1 Konduktivitas termal berbagai bahan (Holman,1997, hal 8). ... 13
Tabel II-2 Nilai difusivitas termal berbagai bahan ... 14
Tabel II-3 Nilai h pada beberapa tipe konveksi (Cengel : 2002). ... 16
Tabel II-4 Nilai rata-rata bilangan Nusselt di permukaan dinding pada konveksi bebas (Cengel : 2002). ... 20
Tabel II-5 Konstanta untuk perpindahan kalor dari silinder tak bundar (Holman,1997,hal 271). ... 22
Tabel II-6 Sifat-sifat udara pada tekanan atmosfer(Holman, 1997, hal 589). .. 23
Tabel II-7 Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (Holman : 1997 hal 12). ... 25
Tabel IV-1 Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h)... 76
Tabel IV-2 Nilai koefisien k dan α bahan. ... 77
Tabel IV-3 Distribusi suhu dari waktu ke waktu. ... 77
Tabel IV-4 Laju Aliran kalor dari waktu ke waktu. ... 78
Tabel V-1 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium murni node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 81
Tabel V-2 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan kuningan (70%Cu 30%Zn) node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 85
Tabel V-3 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 89
Tabel V-4 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan baja karbon (1%C) node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 93
Tabel V-5 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Baja krom-nikel (18% Cr, 8% Ni) node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 97
Tabel V-6 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=1 menit, node 3568 s/d 3608; h=25 W/m2oC. ... 100
Tabel V-7 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=2 menit, node 3568 s/d 3608; h=25 W/m2oC. ... 102
xxii Tabel V-9 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=4 menit, node 3568 s/d
3608; h=25 W/m2oC. ... 106
Tabel V-10 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium
murni; h=25 W/m2oC. ... 108
Tabel V-11 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan kuningan
(70%Cu, 30%Zn); h=25 W/m2oC. ... 110
Tabel V-12 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast;
h=25 W/m2oC. ... 112
Tabel V-13 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Baja
krom-nikel (18%Cr, 8%Ni); h=25 W/m2oC. ... 116
Tabel V-14 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan baja karbon
(1% C); h=25 W/m2oC. ... 114
Tabel V-15 Nilai Q pada waktu t detik, dengan variasi bahan. ... 118
Tabel V-16 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium murni
node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 122
Tabel V-17 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium murni
node 3568 s/d 3608, h=100 W/m20C. ... 126
Tabel V-18 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium murni
node 3568 s/d 3608, h=200 W/m20C. ... 130
Tabel V-19 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast node 3568
s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 134
Tabel V-20 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast node 3568
s/d 3608, h=100 W/m20C. ... 138
Tabel V-21 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast node 3568
s/d 3608, h=200 W/m20C. ... 142
Tabel V-22 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan Alumunium murni
dan Flowcast saat t=1 menit, node 3568 s/d 3608. ... 145
Tabel V-23 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan Alumunium murni
dan Flowcast saat t=2 menit, node 3568 s/d 3608. ... 147
Tabel V-24 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan Alumunium murni
xxiii Tabel V-25 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan Alumunium murni
dan Flowcast saat t=4 menit, node 3568 s/d 3608. ... 151
Tabel V-26 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium
murni; h=25 W/m2oC. ... 153
Tabel V-27 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium
murni; h=100 W/m2oC. ... 155
Tabel V-28 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium
murni; h=200 W/m2oC. ... 157
Tabel V-29 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast;
h=25 W/m2oC. ... 159
Tabel V-30 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast;
h=100 W/m2oC. ... 161
Tabel V-31 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast;
h=200 W/m2oC. ... 163
1
BAB I
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 1.1
Perpindahan kalor merupakan fenomena alam yang sering kali kita temukan
dalam kehidupan sehari-hari. Perpindahan kalor atau juga dikenal dengan
perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain sering kali terjadi dalam industri
proses. Pada kebanyakan pengerjaan, diperlukan pemasukan atau pengeluaran
kalor untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu
proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan
untuk pengerjaan misalnya terjadi apabila pengerjaan harus berlangsung pada
suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan jalan pemasukan atau pengeluaran
kalor. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk
operasi proses yang biasanya terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm. Di
samping perubahan secara kimia, keadaan ini dapat juga merupakan pengerjaan
secara alami. Dengan demikian, pada pengembunan dan penghabluran
(kristalisasi) kalor harus dikeluarkan. Pada penguapan dan pada umumnya juga
pada pelarutan, kalor harus dimasukkan. Adalah hukum alam bahwa kalor itu
suatu bentuk energi.
Dalam industri pemrosesan dan pengolahan makanan, prinsip perpindahan
kalor ini banyak dan selalu dapat dipastikan penggunaannya. Prinsip perpindahan
kalor pada industri makanan banyak digunakan dalam proses pengeringan,
pemanggangan, pemasakan, dan lain sebagainya. Seperti halnya dalam proses
2 perayaan Ekaristi atau yang lebih dikenal dengan nama hosti. Alat pencetak hosti
menerapkan prinsip perpindahan kalor untuk memanggang bubur tepung bahan
hosti dengan mengepresnya menggunakan dua lempengan pan mould hosti panas.
Sumber panas pada pan pengepres ini berasal dari elemen listrik yang dipasang
padanya.
Namun pada beberapa pencetak hosti yang dibuat, sering kali panas yang
terdistribusi tidak merata. Pada bagian tengah seringkali gosong atau over cooked
sementara bagian pinggirnya belum matang. Elemen pemanas yang dipakai
terkadang tidak bisa mendistribusikan kalor dengan baik dan cepat. Akibatnya
butuh waktu dan percobaan beberapa kali untuk mengatur dan mengontrol suhu
pada kotak thermo control hingga mencapai suhu yang sesuai.
Gambar I-1 Mould hosti yang sedang diperbaiki.
Penulis sebagai bagian dari PT. ATMI Solo yang memproduksi mould hosti,
3 kepuasan kepada pelanggan. Menurut Kuswadi (2004:17) kepuasan pelanggan
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : mutu produk/jasa, mutu pelayanan, harga,
waktu penyerahan dan keamanan produk bagi pengguna. Keluhan-keluhan dari
para pengguna alat pencetak hosti (mould hosti) tersebut, mendorong penulis
untuk melakukan penelitian terhadap proses perpindahan kalor yang terjadi pada
pan mould hosti.
Untuk menyelesaikan masalah-masalah perpindahan kalor sebagaimana
pada cabang-cabang perekayasaan yang lainnya, penyelesaian yang baik terhadap
suatu soal atau permasalahan memerlukan asumsi atau pengandaian dan idealisasi.
Asumsi dan idealisasi ini sebagai batasan proporsional maupun syarat-syarat bagi
hasil yang diperoleh dari analisis atau perhitungan. Hal-hal penting dalam proses
perpindahan kalor perlu diperhatikan sehingga hasil akhir dari percobaan atau
analisis dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Tujuan 1.2
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendapatkan data teoritis mengenai :
a. Mengetahui pengaruh bahan pan mould hosti terhadap laju perpindahan kalor
dari waktu ke waktu pada koordinat 3 (tiga) dimensi.
b. Mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) terhadap
laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada koordinat 3 (tiga) dimensi.
Batasan Masalah 1.3
Pan mould hosti atas dan bawah tebalnya sama yaitu masing-masing 15mm,
dengan suhu awal tertentu dan merata sebesar Ti = 27°C. Di salah satu permukaan
4 Elemen pemanas kemudian dialiri listrik yang menghasilkan fluks untuk
menaikkan suhu pan sehingga siap untuk memasak. Kenaikan suhu diatur
menggunakan thermo control. Thermo couple diletakkan di permukaan pan yang
berbatasan langsung dengan elemen pemanas. Suhu fluida disekitar (udara) tetap
sebesar T∞ = 27°C dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h
(W/m2°C). Kondisi kedua pan pada pemanasan awal ditutup sehingga kedua
permukaan pan dianggap saling menempel dan seolah-olah menyatu.
Gambar I-2 Komponen mould hosti.
Thermo control Pan atas Handle
5 Gambar I-3 Geometri benda uji.
Persoalan yang harus diselesaikan adalah mendapatkan distribusi suhu dari
waktu ke waktu pada pan mould hosti dan laju perpindahan kalor yang dialami
pan mould hosti pada keadaan tak tunak.
Asumsi 1.4
a. Sifat-sifat bahan yaitu massa jenis ρ, kalor spesifik c, konduktivitas termal
bahan k, koefisien perpindahan kalor konveksi h, difusivitas termal bahan α
selalu tetap atau tidak berubah terhadap suhu dan merata.
b. Benda uji tidak mengalami perubahan volume dan bentuk selama proses
pengujian berlangsung.
c. Aliran kalor berlangsung dalam 3 (tiga) arah (arah x, y, dan z).
6 e. Suhu fluida (udara) disekitar tetap dan merata (T
= 27°C).f. Salah satu permukaan pan berbatasan dengan elemen pemanas, dan
permukaan sebaliknya dianggap berbatasan dengan permukaan pan satunya.
Sedangkan sisi tinggi berbatasan dengan fluida udara.
g. Perpindahan kalor secara radiasi tidak diperhitungkan.
Manfaat 1.5
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca untuk mengerti dan
memahami prinsip-prinsip perpindahan kalor 3 (tiga) dimensi,
khususnya prinsip konduksi-konveksi, pada benda padat berbentuk
balok dalam keadaan tak tunak.
b. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi dan
pertimbangan bagi designer dan engineer dalam menentukan jenis
bahan yang akan dipakai sebagai pan mould hosti agar suhu dapat
terdistribusi merata dan dalam waktu yang relatif cepat dengan
mempertimbangkan pengaruh koefisien perpindahan kalor konveksi
(nilai h) di sekitarnya.
c. Penelitian ini dapat membantu pembuat dan pengguna mould hosti
dalam memperhitungkan waktu kesiapan pan mould hosti sehingga
hasilnya dapat matang merata.
d. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi
7
dianggap sebagai suatu zat yang dapat mengalir dari satu benda ke benda lainnya.
Jika kalor dianggap sebagai suatu zat, maka haruslah kalor tersebut memiliki
massa. Tetapi pada kenyataannya, kalor tidak memiliki massa sehingga
pernyataan yang menganggap kalor sebagai salah satu bentuk energi semakin
kuat.
Kalor mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke suhu yang
rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk aliran ini adalah perbedaan suhu. Bila
sesuatu benda ingin dikalorkan, maka harus dimiliki sesuatu benda lain yang lebih
kalor, demikian pula halnya jika ingin mendinginkan sesuatu, diperlukan benda
lain yang lebih dingin.
Perpindahan kalor dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari satu
daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-daerah
tersebut (Frank Keith, 1997 : hal 4). Kepustakaan perpindahan kalor pada
umumnya mengenal tiga cara pemindahan kalor yang berbeda yaitu perpindahan
kalor konduksi, perpindahan kalor konveksi, dan perpindahan kalor radiasi.
Dalam bab ini hanya akan dijelaskan mengenai teori perpindahan kalor konduksi
8
Perpindahan Kalor Konduksi 2.2
Perpindahan kalor konduksi adalah proses perpindahan kalor dari daerah
yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu
medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang
bersinggungan secara langsung. Dalam perpindahan kalor konduksi, perpindahan
energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya
perpindahan molekul yang cukup besar (Prinsip-prinsip Perpindahan Panas,1997,
hal. 4). Sebagai sebuah percobaan adalah dengan menyalakan lilin dan
menyentuhkan logam pada nyala/api lilin. Ketika salah satu bagian logam
berbatasan dengan nyala lilin atau nyala api, secara otomatis kalor mengalir dari
nyala lilin (suhu tinggi) menuju bagian logam tersebut (suhu rendah). Karena
mendapat tambahan kalor maka bagian logam yang berbatasan dengan nyala lilin
memiliki suhu yang lebih tinggi. Adanya perbedaan suhu antara bagian logam
yang berbatasan dengan nyala lilin dengan bagian logam yang lain, maka semua
bagian logam pun mendapat jatah kalor. Tangan yang memegang dapat
merasakan kalor karena kalor mengalir dari logam (suhu tinggi) menuju tangan
(suhu rendah).
Karena mendapat tambahan energi, maka molekul-molekul penyusun benda
bergerak semakin cepat. Molekul lain yang berada di sebelahnya bergerak lebih
lambat karena molekul tersebut tidak berbatasan langsung dengan benda yang
bersuhu tinggi. Ketika bergerak, molekul tersebut memiliki energi kinetik (EK =
½ mv2). Molekul-molekul yang bergerak lebih cepat (energi kinetiknya lebih
9 maka molekul-molekul yang pada mulanya bergerak lambat ikut bergerak lebih
cepat. Pada mulanya molekul bergerak lambat (v kecil) sehingga energinya juga
kecil (EK = ½ mv2). Setelah bergerak lebih cepat (v besar), energi kinetiknya
bertambah. Karena v besar, energinya pun bertambah. Demikian seterusnya,
mereka saling tumbuk menumbuk, sambil berbagi energi. Perpindahan kalor
dengan cara demikian dinamakan konduksi.
Ketika benda yang memiliki perbedaan suhu saling berbatasan, terdapat
sejumlah kalor yang mengalir dari benda atau tempat yang bersuhu tinggi menuju
benda atau tempat yang bersuhu rendah. Ketika mengalir, kalor juga
membutuhkan selang waktu tertentu. Perlu diketahui bahwa setiap benda
(khususnya benda padat) yang dilewati kalor pasti mempunyai bentuk dan ukuran
yang berbeda. Ada benda padat yang panjang, ada juga benda padat yang pendek.
Ada yang gemuk (luas penampangnya besar), ada juga yang kurus (luas
penampangnya kecil). Untuk mengetahui secara pasti hubungan antara jumlah
kalor yang mengalir melalui suatu benda selama selang waktu tertentu akibat
adanya perbedaan suhu, maka kita perlu menurunkan persamaan.
Gambar II-1 memberikan ilustrasi proses perpindahan kalor secara
10 Gambar II-1 Proses perpindahan kalor konduksi.
Benda yang terletak di sebelah kiri memiliki suhu yang lebih tinggi (T1)
sedangkan benda yang terletak di sebelah kanan memiliki suhu yang lebih
rendah (T2). Karena adanya perbedaan suhu (T1 – T2), kalor mengalir dari
benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu rendah (arah aliran
kalor ke kanan). Benda yang dilewati kalor memiliki luas penampang (A) dan
panjang (l).
Berdasarkan hasil percobaan, jumlah kalor yang mengalir selama
selang waktu tertentu (Q/t) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (T1 –
T2), luas penampang (A), sifat suatu benda (k = konduktivitas termal) dan
berbanding terbalik dengan panjang benda.
Laju perpindahan kalor konduksi dapat dihitung dengan Persamaan (2.1).
11
………..…… (2.1)
Keterangan pada Persamaan (2.1) :
q = Laju perpindahan kalor, Watt.
k = Konduktivitas termal bahan, W/m°C,
A = Luas permukaan benda, m2. (tegak lurus arah perpindahan kalor).
= Gradien suhu kearah perpindahan kalor, ( )
Gambar II-2 Perpindahan kalor konduksi.
Konduktivitas Termal 2.3
Konduktivitas termal menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam
12 dengan k. Satuan konduktivitas termal adalah watt per meter derajat Celcius
(W/m.0C). Berdasarkan Persamaan 2.1 sebagai persamaanan persamaan dasar
tentang konduktivitas termal, dapat dipakai nilai konduktivitas termal yang
disajikan pada Tabel II-1. Bahan yang mempunyai nilai konduktivitas termal
tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang nilai konduktivitas termal
rendah disebut isolator.
Difusivitas Termal 2.4
Difusivitas termal sering disebut juga dengan kebauran termal (Thermal
Diffusivity). Difusivitas termal dilambangkan dengan α. Satuan yang dipakai
adalah m2/s. Makin besar nilai α maka makin cepat pula kalor membaur dalam
bahan tersebut.
………... (2.2)
Keterangan pada Persamaan (2.2) :
k = konduktivitas termal (W/m 0C)
ρ = massa jenis (kg/m3)
c = kalor spesifik pada tekanan konstan (J/kg 0C)
14 Tabel II-2 Nilai difusivitas termal berbagai bahan(Holman, 1997 : hal 581).
Perpindahan Kalor Konveksi 2.5
Perpindahan kalor konveksi merupakan salah satu cara dari proses
perpindahan kalor. Proses perpindahan kalor konveksi ditandai dengan adanya
fluida yang bergerak, fluida yang bergerak dapat berupa gas maupun cair
berfungsi untuk menghantarkan kalor. Salah satu contoh konveksi dapat dilihat
15 Gambar II-3 Pendinginan pada Telur.
Telur rebus ini didinginkan oleh kipas. Perpindahan kalor ini terjadi
secara konveksi karena kulit telur akan didinginkan oleh angin. Pendingian
dengan media berupa gas dan cairan merupakan perpindahan kalor secara
konveksi.
Gambar II-4 Perpindahan kalor konveksi.
T
∞,h
q
A
16 Laju perpindahan kalor konveksi dapat dihitung dengan mempergunakan
Persamaan (2.3)
q = hA ( Tb - T∞) ………..………. (2.3)
Keterangan pada Persamaan 2.3 :
q = Laju perpindahan kalor, watt
h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 oC ( Perhatikan Tabel II-3)
Tb = suhu permukaan dinding, oC
T∞ = suhu fluida, oC
A = luas permukaan dinding yang berbatasan dengan fluida, m2
17 Perpindahan kalor konveksi dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Perpindahan kalor konveksi bebas.
b. Perpindahan kalor konveksi paksa.
Perpindahan Kalor Konveksi Bebas 2.5.1
Perpindahan kalor konveksi bebas merupakan salah satu cara dari proses
perpindahan kalor. Proses perpindahan kalor konveksi bebas ditandai dengan
adanya fluida yang bergerak yang dikarenakan beda massa jenisnya sehingga
pergerakan aliran fluida tidak disebabkan karena adanya alat bantu pergerakan
seperti kipas angin, pompa, blower, dll. Contoh perpindahan kalor konveksi bebas
dapat ditemui pada kasus memasak air. Semua air yang ada dalam panci dapat
mendidih secara merata karena air melakukan pergerakan. Pergerakan air ini
karena perbedaan massa jenis. Fluida yang mengalami pemanasan akan
mengembang sehingga massa jenisnya lebih kecil dari fluida yang dingin. Secara
skematis disajikan pada Gambar II-5.
18 Untuk menghitung besarnya perpindahan kalor konveksi bebas, harus
diketahui nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h terlebih dahulu. Untuk
mencari nilai h, dapat dicari dari bilangan Nusselt. Karena bilangan Nusselt fungsi
dari bilangan Rayleigh Ra, maka bilangan Ra harus dicari terlebih dahulu.
Bilangan Rayleigh dinyatakan pada Persamaan (2.4) :
………..…………... (2.4)
Bilangan Grashof dapat dihitung dengan Persamaan (2.5) (Cengel, 2002 : hal
465) :
( ) ………..…... (2.5)
dengan ( ) ………..…... (2.6)
19 Keterangan pada Persamaan (2.4), (2.5) dan (2.6)
g = Percepatan gravitasi (=9,8 m/s2).
= Panjang karakteristik, untuk dinding vertikal dan horisontal = L
β = Koefisien temperatur konduktifitas termal (1/oC).
Ts = Suhu dinding (°K)
Tf = Suhu film (°K)
T∞ = Suhu fluida (°K)
v = Viskositas kinematik fluida, m2/s
Pr = Bilangan Prandtl
Gr = Bilangan Grashof
Jika Bilangan Rayleigh telah diketahui, maka dapat dicari bilangan Nusselt
(Holman, 1997, hal 312) :
a. Untuk plat horizontal, muka dipanaskan menghadap ke atas.
1) Untuk Ra < 2.108, ……….………...(2.7)
2) Untuk 2.108 < Ra < 2.1011, ……….…..…...(2.8)
b. Untuk plat horizontal, muka dipanaskan menghadap ke bawah.
Untuk 106 < Ra < 1011, maka ……….…....…...(2.9)
Dari bilangan Nusselt (Nu) maka dapat diperoleh nilai h, nilai h dapat
20
atau ………...… (2.10)
dengan :
h : koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2.°C)
kf : koefisien perpindahan kalor konduksi dari fluida (W/m.°C)
: Panjang karakteristik, untuk dinding vertikal dan horisontal = L
21
Perpindahan Kalor Konveksi Paksa 2.5.2
Proses perpindahan kalor konveksi paksa ditandai dengan adanya fluida
yang bergerak yang dikarenakan adanya peralatan bantu. Alat bantu untuk
menggerakkan fluida dapat berupa kipas, fan, blower (fluida kompresibel), pompa
(fluida inkompresibel), dll.
Salah satu contoh perpindahan kalor konveksi paksa disajikan pada
Gambar II-7.
Gambar II-7 Perpindahan kalor konveksi paksa menggunakan kipas.
22 Untuk menghitung laju perpindahan kalor konveksi, harus diketahui
terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h. Sedangkan untuk
mencari nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h dapat dicari dengan bilangan
Nusselt.
Tabel II-5 Konstanta untuk perpindahan kalor dari silinder tak bundar (Holman,1997,hal 271).
Konstanta c dan n yang terdapat pada Tabel II-5 dipergunakan pada
Persamaan (2.11) dan Persamaan (2.12).
( ) ⁄ ………...... (2.11)
(
23 Keterangan pada Persamaan (2.11) dan (2.12) :
d = Tinggi benda (m)
kf = Konduktivitas / hantaran termal untuk fluida udara, W/m 0C
c dan n = Konstanta (lihat pada Tabel II-5)
U∞ = Kecepatan aliran udara , m/s
v = Viskositas kinematik dari fluida udara, m2/s (Tabel II-6)
Pr = Bilangan Prandtl untuk udara (lihat Tabel II-6)
h = koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m20C)
24
Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi 2.6
Perpindahan kalor konduksi yang tergantung dari harga Konduktivitas
termal k, maka perpindahan kalor konveksi bergantung dari koefisien perpindahan
kalor h. Harga koefisien perpindahan kalor konveksi sangat bergantung pada
variasi jenis aliran (laminar atau turbulen ), geometri benda yang dialiri fluida,
sifat-sifat fluida. Koefisien perpindahan kalor konveksi juga sangat dipengaruhi
oleh tipe konveksi (bebas atau paksa).
Perbedaan jenis aliran laminer dan aliran turbulen dapat dilihat pada
Gambar II-9.
25 Tabel II-7 menyajikan harga kira-kira koefisien perpindahan kalor konveksi.
Tabel II-7 Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (Holman : 1997 hal 12).
Modus h (W/m2 °C)
Konveksi bebas, ΔT = 300
C
Plat vertikal, tinggi 0,3m (1 ft) di udara 4,5
Silinder horisontal, diameter 5 cm di udara 6,5
Silinder horisontal, diameter 2 cm, dalam air 890
Konveksi paksa
Aliran udara 2 m/s di atas plat bujur sangkar 0,2 m 12
Aliran udara 3,5 m/s di atas plat bujur sangkar 0,75 m 75
Udara 2 atm di dalam tabung diameter 2,5 cm, kecepatan 10 m/s 65
Air 0,5 kg/s mengalir di dalam tabung 2,5 cm 3.500
Aliran udara melintas silinder diameter 5 cm, kecepatan 50 m/s 180
Air mendidih
Dalam kolam atau bejana 2.500-35.000
Mengalir dalam pipa 5.000-25.000
Pengembunan uap air, 1 atmosfer
Muka vertikal 4.000-11.300
26
BAB III
BAB III PERSAMAAN NUMERIK
Kesetimbangan Energi 3.1
Hukum kesetimbangan energi: “Energi tidak dapat diciptakan dan tidak
dapat dimusnahkan”. Perubahan energi per satuan waktu dalam suatu volume atur
adalah sama dengan energi yang masuk ke sistem dikurangi dengan energi yang
keluar dari sistem.
Gambar III-1Kesetimbangan energi pada volume kontrol.
[ ] [ ] [ ] ………..……….…(3.1)
Keterangan pada Persamaan 3.1:
Ein = Energi yang masuk ke dalam volume kontrol, selama selang waktu
Eout = Energi yang keluar dari volume kontrol, selama selang waktu
Est = Energi yang tersimpan dalam volume kontrol, selama selang waktu
27
Konduksi Kalor dalam Keadaan Tak Tunak 3.2
Konduksi kalor dalam keadaan tak tunak sering dijumpai dalam teknik
menyangkut suhu dan aliran kalor secara periodik atau berkala. Aliran kalor
periodik mempunyai arti penting dalam motor bakar, penyejuk udara,
instrumentasi, dan pengendalian proses. Contohnya, di pagi hari, meskipun udara
luar sudah cukup panas, tetapi udara di dalam ruang tetap terasa sejuk dan nyaman
dalam beberapa jam. Penyebab gejala ini adalah adanya keterlambatan waktu
sebelum dapat tercapainya keseimbangan antara udara di dalam ruangan dan di
alam luar. Contoh lain yang khas adalah aliran kalor periodik melalui dinding
motor (engine) yang dipanaskan hanya selama sebagaian siklus operasinya.
Setelah motor tersebut menjadi panas dan beroperasi dalam keadaan tunak, maka
suhu pada titik manapun di dindingnya menjalani perubahan yang siklik
(berbentuk siklus) terhadap waktu.
Kesetimbangan Energi pada Pan Mould Hosti
3.3
Cara kerja mould hosti hampir sama dengan cara kerja motor (engine) di
atas. Pada pan mould hosti terdapat sebuah plat datar yang berfungsi sebagai
elemen pemanas yang ketika arus listrik dialirkan padanya, akan membangkitkan
fluks dan memberi panas pada pan mould hosti. Aliran listrik yang masuk ke
elemen pemanas ini diatur dengan sebuah pengontrol panas sehingga ketika sudah
mencapai suhu yang diinginkan arus akan terputus dengan sendirinya. Maka suhu
28 Berdasarkan persamaan kesetimbangan energi pada keadaan tak tunak
karena adanya pengaruh fluks, maka kesetimbangan energi dalam volume kontrol
adalah sebagai berikut :
atas, maka pada volume kontol yang mendapat fluks persamaannya adalah :
̈ ……….………..…. (3.4)
̈ = laju perpindahan kalor per satuan luas, W/m2
m = masa, kg
ρ = kerapatan (densitas), kg/m3
V = volume bahan, m3
29
Metode Beda Hingga 3.4
Salah satu metode numerik untuk menyelesaikan persamaan diferensial
parsial adalah metode beda hingga. Metode beda hingga merupakan metode
klasik yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam menghitung turunan
numerik dalam rangka menyelesaikan suatu pemodelan yang memiliki bentuk
persamaan diferensial. Metode beda hingga yaitu metode pendekatan agar
sebuah persamaan diferensial parsial dapat diubah menjadi operasi aritmatika
dan operasi logika yang dapat dibaca oleh komputer (Hoffmann, 1989). Metode
beda hingga dapat diturunkan dengan dua cara, yaitu dengan deret Taylor dan
dengan hampiran po linom interpolasi. Kedua cara tersebut menghasilkan rumus
beda hingga yang sama.
Skema sistem koordinat metode beda hingga ada dua yaitu skema eksplisit
dan skema implisit. Dalam skema eksplisit, nilai setiap besaran dan formula suku
eksplisit yang dicari sudah diketahui sehingga nilainya dapat dihitung secara
langsung. Sedangkan pada skema implisit, tidak semua nilai besaran diketahui
sehingga tidak dapat langsung dihitung tanpa menyelesaikan persamaan yang
serupa untuk titik-titik hitungan yang lainnya.
Pada pembahasan ini, akan digunakan metode beda hingga skema
eksplisit skema beda sentral dimana titik- titik yang dihitung dipengaruhi oleh
30 Gambar III-2 Gambar skema beda sentral.
Penurunan Persamaan Numerik 3.5
Langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan
membagi benda uji menjadi 4100 elemen pada pan atas dan 4100 elemen pada
panbawah dengan ukuran ∆x=∆y=∆z =5 mm. Pada Gambar III-2 memperlihatkan
gambar posisi titik / node yang akan dipergunakan untuk menentukan persamaan,
yang selanjutnya akan dipakai untuk menentukan suhu tiap node sesuai dengan
posisinya masing-masing.
Sumbu z atau k Sumbu y atau j
32
Persamaan numerik untuk volume kontrol yang berbatasan dengan 3.5.1
elemen pemanas
Persamaan numerik untuk volume kontrol di sudut pan yang berbatasan 3.5.1.1
dengan elemen pemanas.
Gambar III-4 Volume kontrol di sudut kiri atas.
Kesetimbangan energi pada salah satu volume kontrol di bagian
sudut-sudut pan yang berbatasan dengan elemen pemanas dirumuskan sebagai berikut :
∑
33
denga A6, dihasilkan persamaan sebagai berikut:
34
Apabila semua ruas dikalikan dengan
, maka persamaannya :
Semua komponen dikalikan dengan 2F, maka diperoleh persamaan:
( ) (( ) ) ̈
35 Jadi persamaan numeriknya :
( ) ̈
( ( ))
dengan syarat stabilitas :
( )
( )
Mengacu pada hasil penurunan persamaan untuk salah satu volume
kontrol tersebut, maka persamaan numerik untuk setiap volume kontrol di
sudut-sudut pan yang berbatasan dengan elemen pemanas dapat dituliskan sebagai
berikut :
a) Persamaan numerik untuk volume kontrol di sudut atas pan atas berbatasan
dengan elemen pemanas :
i. ( ) ̈ (
( ))
ii. ( ) ̈ (
( ))
iii. ( ) ̈ (
36
iv. ( ) ̈ (
( ))
Gambar III-5 Volume kontrol di sudut atas pan atas yang berbatasan dengan
37 b) Persamaan numerik untuk volume kontrol di sudut bawah pan bawah
berbatasan dengan elemen pemanas :
Gambar III-6 Volume kontrol di sudut-sudut bawah pan bawah yang berbatasan
dengan elemen pemanas.
i. ( ) ̈ (
( ))
ii. ( ) ̈ (
38
iii. ( ) ̈ (
( ))
iv. ( ) ̈ (
( ))
Persamaan numerik untuk volume kontrol di rusuk pada bidang yang 3.5.1.2
berbatasan dengan elemen pemanas.
Gambar III-7 Volume kontrol di rusuk pada bidang yang berbatasan dengan elemen pemanas yang menghadap ke sisi kiri.
Kesetimbangan energi pada salah satu volume kontrol di bagian rusuk pan
yang berbatasan dengan elemen pemanas dirumuskan dalam persamaan sebagai
berikut :
∑
39
40
Jika semua ruas dikalikan dengan
41
( ) ( ) ̈
( )
Jika semua ruas dikalikan dengan , maka diperoleh persamaan :
(
) (( ) )
̈
Persamaan numeriknya adalah:
( ) ̈
( ( ))
dengan syarat stabilitas
( )
Mengacu pada hasil penurunan persamaan untuk salah satu volume
kontrol tersebut, maka persamaan numerik untuk setiap volume kontrol di rusuk
pan yang berbatasan dengan elemen pemanas dapat dipersamaankan :
a) Persamaan numerik untuk volume kontrol di rusuk atas pan atas berbatasan
42 Gambar III-8 Volume kontrol di rusuk pada bidang atas yang berbatasan
dengan elemen pemanas.
i. ( ) ̈
( ( ))
ii. ( ) ̈
( ( ))
iii. ( ) ̈
( ( ))
iv. ( ) ̈
43 b) Persamaan numerik untuk volume kontrol di rusuk bawah pan bawah
berbatasan dengan elemen pemanas :
Gambar III-9 Volume kontrol di rusuk pada bidang yang berbatasan dengan elemen pemanas.
i. ( ) ̈
( ( ))
ii. ( ) ̈
( ( ))
iii. ( ) ̈
44
iv. ( ) ̈
( ( ))
Persamaan numerik untuk volume kontrol di permukaan tengah yang 3.5.1.3
berbatasan dengan elemen pemanas
Gambar III-10 Volume kontrol di permukaan tengah yang berbatasan
dengan elemen pemanas.
Kesetimbangan energi pada salah satu volume kontrol di bagian
sudut-sudut pan yang berbatasan dengan elemen pemanas dipersamaankan sebagai
berikut :
∑
45
dengan demikian, maka persamaannya dapat dirumuskan :
46
Jika semua ruas dikalikan dengan
diperoleh hasil :
dengan demikian, maka persamaannya menjadi :
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ̈ ( ) ( )
( ) ̈ ( )
(
)
Jika semua ruas dikalikan dengan , maka diperoleh persamaan :
( ) ̈ ( ) ( )
47 Jadi persamaan numerik untuk volume kontrol di tengah yang berbatasan
dengan elemen pemanas:
( ) ̈ ( )
( )
dengan syarat stabilitas :
Ada dua permukaan dari pan yang berbatasan dengan elemen pemanas
yaitu permukaan atas dari pan atas dan permukaan bawah dari pan bawah. Maka
persamaan numerik untuk masing-masing permukaan adalah :
a) Persamaan numerik untuk volume kontrol di permukaan tengah pan atas yang
berbatasan dengan elemen pemanas :
Gambar III-11 Volume kontrol di permukaan tengah pan atas yang
48
i. ( ) ̈ ( )
( )
b) Persamaan numerik untuk volume kontrol di permukaan tengah pan bawah
yang berbatasan dengan elemen pemanas :
Gambar III-12 Volume kontrol di permukaan tengah pan bawah
yang berbatasan dengan elemen pemanas.
i. ( ) ̈ ( )
49
Persamaan numerik untuk volume kontrol yang tidak berbatasan 3.5.2
dengan elemen pemanas
Persamaan numerik pada volume kontrol rusuk tegak yang berbatasan 3.5.2.1
dengan fluida udara.
Prinsip penurunan persamaan untuk memperoleh persamaan numerik pada
rusuk tegak dari pan atas dan pan bawah hampir sama dengan rusuk yang
berbatasan dengan elemen pemanas.
Gambar III-13 Volume kontrol di rusuk sisi tegak yang berbatasan
51
Jika semua ruas dikalikan dengan
52 Jika semua ruas dikalikan dengan , maka diperoleh persamaan :
( ) (( ) )
Persamaan numeriknya :
( )
( ( ))
dengan syarat stabilitas :
( )
Karena ada 4 rusuk tegak, maka persamaan numerik untuk volume kontrol
di rusuk tegak masing-masing dipersamaankan:
i. ( )
( ( ))
ii. ( )
( ( ))
iii. ( )
53
iv. ( )
( ( ))
Persamaan numerik untuk volume kontrol di permukaan sisi tegak yang 3.5.2.2
bebatasan dengan fluida udara.
Gambar III-14Volume kontrol di sisi tegak benda yang berbatasan dengan fluida.
Kesetimbangan energi pada salah satu volume kontrol di bagian sisi
tengah yang berbatasan dengan fluida udara dirumuskan sebagai berikut :
∑
55
Jika semua ruas dikalikan dengan
, maka diperoleh persamaan :
Jika semua ruas dikalikan dengan F, diperoleh :
( ) ((
56 Persamaan numeriknya :
( )
( ( ))
dengan syarat stabilitas :
( )
( )
Karena ada 4 sisi tegak pada pan atas maupun bawah, maka persamaan
numerik untuk volume kontrol di permukaan sisi tegak adalah :
57
i. ( )
( ( ))
ii. ( )
( ( ))
iii. ( )
( ( ))
iv. ( )
( ( ))
Persamaan numerik untuk volume kontrol di tengah benda. 3.5.2.3
60 Semua ruas dikalikan dengan F, maka :
( ) ( )
Persamaan numerik volume kontrol yang berada di tengah pan adalah:
( )
( )
dengan syarat stabilitas :
61
Persamaan numerik untuk volume kontrol di pertemuan 2 (dua) pan
3.5.3
Persamaan-persamaan numerik untuk volume kontrol di pertemuan
antara pan atas dan pan bawah pada dasarnya hampir sama dengan
persamaan-persamaan pada permukaan pan yang berbatasan dengan elemen pemanas.
Bedanya, kalor pada permukaan pan yang saling bertemu ini tidak dihasilkan oleh
63 Persamaan matematisnya :
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( )
(
)
dikalikan dengan F, hasilnya :
( ) ( )
Persamaan numeriknya dapat dituliskan =
( )
( )
dengan syarat stabilitas :
Karena pan atas dan bawah saling bertemu dan saling mempengaruhi,
maka persamaan untuk volume kontrol di tengah permukaan atas pan bawah sama
64 Persamaan numerik untuk volume kontrol di sudut yang berbatasan antar 3.5.3.2
pan.
Gambar III-17 Volume kontrol di sudut kanan atas pan bawah.
Kesetimbangan energi untuk volume kontrol di salah satu sudut yang
saling bersenadalah :
∑
dimana :
( )
66
Dikalikan dengan 2F, maka hasilnya :
( ) (( ) )
67 Sehingga persamaannya menjadi :
( )
( ( ))
dengan syarat stabilitas :
( )
Persamaan numerik untuk node di sudut bawah pan atas yang saling berbatasan :
i. ( ) (
( ))
ii. ( ) (
( ))
iii. ( ) (
( ))
iv. ( ) (
( ))
Persamaan untuk volume kontrol di sudut-sudut permukaan atas pan
bawah sama dengan persamaan volume kontrol di sudut-sudut permukaan bawah
68 Persamaan numerik untuk volume kontrol di rusuk sisi pan yang saling 3.5.3.3
berbatasan
Gambar III-18Volume kontrol di rusuk permukaan atas pan bawah.
Kesetimbangan energi untuk volume kontrol di salah satu rusuk
permukaan yang saling bersentuhan adalah :
∑
dimana :
( )
70
Dikalikan dengan F, maka persamaannya adalah :
( ) ((
71 Persamaan numerik dituliskan :
( )
( ( ))
dengan syarat stabilitas :
( )
( )
Persamaan pada setiap rusuk sisi pan mould hosti yang saling berbatasan:
i. ( )
( ( ))
ii. ( )
( ( ))
iii. ( )
( ( ))
iv. ( )
( ( ))
Karena pan atas dan bawah saling bertemu dan saling mempengaruhi,
maka persamaan untuk volume kontrol di rusuk permukaan atas pan bawah sama
72
Perhitungan Laju Aliran Kalor 3.6
Persamaan Kalor Maksimal
∑
[ ]
Keterangan :
= Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 oC
= Luas volume kontrol di posisi i,j,k yang berbatasan dengan fluida, m2
= Suhu volume kontrol di posisi i,j,k saat n, oC
73
bawah masing-masing 200 mm x 120 mm dan tebal 15mm, seperti terlihat dalam
Gambar I-2 dengan suhu awal merata sebesar Ti = 27°C. Kemudian mendapat
fluks dari elemen pemanas yang dibangkitkan dengan arus listrik secara konstan
hingga mencapai suhu tertentu sebesar Tmax (°C) yang diatur oleh sebuah thermo
control.
- Type notebook Processor Intel Core i3 2310M 2,1 GHz, RAM 4 Gb dan
VGA 1 GB
- Printer Samsung ML2240
b. Perangkat lunak
- Operating system Windows7 Ultimate Service Pack 1
- Microsoft Word 2010
- Microsoft Excel 2010
- Solidworks 2011
74
Metode Penelitian 4.3
Metode yang dipakai untuk menghitung distribusi suhu pada pan mould
hosti adalah metode komputasi dengan mempergunakan metode beda hingga cara
eksplisit skema beda sentral.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
a. Untuk mempermudah perhitungan, benda uji dibagi menjadi bagian – bagian
kecil yang dinamakan volume kontrol (volume elemen), seperti terlihat pada
Gambar IV-1. Setiap volume kontrol diwakili 1 titik node, yang mempunyai
suhu yang seragam dan diberi nomor. Jumlah volume kontrol 8200 node.
b. Menuliskan persamaan numerik pada setiap node dengan metode beda hingga
cara eksplisit.
c. Membuat program komputasi untuk mendapatkan distribusi suhu dan laju
aliran kalor dari waktu ke waktu pada setiap node (dipilih menggunakan
software Microsoft Excel).
d. Memasukkan data-data yang dibutuhkan untuk mengetahui besar suhu pada
setiap node.
e. Mengolah data yang ada untuk ditampilkan dalam bentuk grafik.
f. Perhitungan diulang jika dilakukan variasi terhadap salah satu variabel.
76
Variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
a. Variasi bahan aluminium murni, kuningan (70%Cu, 30%Zn), flowcast (besi
tempa), baja karbon (1%C), dan baja krom-nikel (18% Cr, 8% Ni) dengan
Kuningan (70%Cu, 30%Zn) 111 3,412 x10-5
Flowcast (Besi tempa) 59 2,034 x 10-5