• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERPINDAHAN KALOR PADA PAN MOULD HOSTI KASUS TIGA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERPINDAHAN KALOR PADA PAN MOULD HOSTI KASUS TIGA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK"

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

H A L A M A N J U D U L

PERPINDAHAN KALOR PADA

PAN

MOULD HOSTI

KASUS TIGA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat sarjana S-1

Program Studi Teknik Mesin

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh :

JOSEPH RUBYANTO SUDRAJAD

NIM : 095214072

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii UNSTEADY STATE HEAT TRANSFER ON PAN MOULD HOSTI

FOR THREE-DIMENSIONAL CASE

TITLE PAGE

FINAL PROJECT

Presented as partial fulfillment of the requirement

to obtain the Sarjana Teknik degree

in Mechanical Engineering

Presented by :

JOSEPH RUBYANTO SUDRAJAD

Student Number : 095214072

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

ABSTRAK

Mould hosti adalah alat yang dipakai untuk membuat hostri. Distribusi suhu dan laju perpindahan kalor yang terjadi pada pan mould hosti . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi suhu dari waktu ke waktu dan laju perpindahan kalor yang terjadi pada pan mould hosti kasus 3 dimensi keadaan tak tunak dengan (1) variasi jenis material/bahan dan (2) variasi nilai koefisien memvariasikan jenis logam yaitu alumunium murni, kuningan (70%Cu, 30%Zn), flowcast (besi tempa), baja krom nikel (18%Cr, 8%Ni), dan baja karbon (1%C) pada nilai koefisien perpindahan kalor konveksi sama h = 25 W/m2°C (konveksi bebas/ alamiah). (2) Memvariasikan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) pada alumunium murni dan flowcast (besi tempa), dengan nilai h berturut-turut sebesar 25 W/m2°C, 100 W/m2°C, 200 W/m2°C. Penelitian dilakukan secara simulasi numerik, menggunakan metode beda hingga cara eksplisit dalam kasus 3 (tiga) dimensi.

Hasil penelitian pada pan mould hosti menunjukkan bahwa : (a) untuk variasi jenis material dengan nilai h = 25 W/m2°C, distribusi suhu dan laju aliran kalor yang dimiliki aluminium murni lebih besar dibandingkan dengan jenis material lainnya, diikuti oleh kuningan (70%Cu, 30%Zn), flowcast (besi tempa), baja krom nikel (18%Cr, 8%Ni), dan baja karbon (1%C). Besar laju aliran kalor Q pada saat t = 1 menit berturut-turut dari alumunium murni, kuningan (70%Cu, 30%Zn), flowcast (besi tempa), baja krom nikel (18%Cr, 8%Ni), dan baja karbon (1%C) adalah 75900W, 56100W, 50400W, 50035W dan 49900W. (b) untuk benda uji dengan bahan sama, semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor konveksi, distribusi suhu semakin lambat naik dan tidak merata serta laju aliran kalor semakin kecil. Untuk material dari flowcast (besi tempa), untuk nilai h berturut turut sebesar 25 W/m2°C, 100 W/m2°C, dan 200 W/m2°C diperoleh laju aliran kalor Q saat t = 1 menit sebesar 50400W, 49600W, dan 48600W.

(8)

viii

DAFTAR NOTASI/LAMBANG

A : Luas permukaan benda yang tegak lurus arah perpindahan kalor (m²)

Bi : Bilangan Biot = h.L/k

c : Kalor spesifik pada tekanan konstan (J/kg.°C)

ρ : Massa jenis (kg/m3)

k : Konduktivitas termal (W/m°.C)

h : Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m².°C)

L : Panjang dinding (m)

β : Koefisien temperatur konduktivitas termal (1/°C)

 : Panjang karakteristik, untuk dinding vertikal =L (m)

Fo : Angka Fourier = (k.∆t)/(∆x)2

i,j,k : Posisi node pada penyelesaian numerik

q : Laju perpindahan kalor (watt)

t : Waktu (detik)

Tf : Suhu film (K)

Ts : Suhu permukaan plat (K)

(9)

ix Ti : Suhu inlet/suhu benda (°C)

: Suhu pada posisi i,j,k dan pada iterasi ke n (°C)

: Suhu pada posisi i,j,k dan pada iterasi ke n+1 (°C)

V : Volume benda/kontrol volume (m3)

x : Posisi sepanjang sumbu horizontal dari titik 0,0,0 (m)

y : Posisi sepanjang sumbu vertikal dari titik 0,0,0 (m)

z : Posisi sepanjang sumbu kedalaman dari titik 0,0,0 (m)

α : Difusivitas termal (m2/s)

∆t : Selisih waktu (detik)

∆x : Jarak antar node pada arah horizontal (m)

∆y : Jarak antar node pada arah vertikal (m)

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan atas berkat, rahmat dan

bimbingan-Nya selalu, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

dengan baik.

Dalam penulisan Tugas Akhir, penulis banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan tepat waktu. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Romo Ir. Andreas Soegijopranoto S.J yang telah memberi kesempatan untuk

studi lanjut di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T. selaku Kepala Program Studi

Teknik Mesin dan Dosen pembimbing Tugas Akhir yang selalu mendorong

dan memotivasi penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

4. Seluruh Dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

5. Bapak J.Ch. Wuryanto, Ibu Ch. Suwarni, St. Andhy Setyanto, Th. Nawa

Oktaviani serta seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan dan

mendukung.

6. Bibiana Dessy Muharani dan Josaphat Raditya Sudrajad yang selalu

membantu, mendampingi, memotivasi dan mendoakan penulis dalam

(11)
(12)

xii

2.1 Kalor dan Perpindahan Kalor ... 7

(13)

xiii

2.3 Konduktivitas Termal ... 11

2.4 Difusivitas Termal ... 12

2.5 Perpindahan Kalor Konveksi ... 14

Perpindahan Kalor Konveksi Bebas ... 17

2.5.1 Perpindahan Kalor Konveksi Paksa ... 21

2.5.2 2.6 Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi ... 24

BAB III PERSAMAAN NUMERIK ... 26

Kesetimbangan Energi ... 26

3.1 Konduksi Kalor dalam Keadaan Tak Tunak ... 27

3.2 Kesetimbangan Energi pada Pan Mould Hosti ... 27

3.3 Metode Beda Hingga ... 29

3.4 Penurunan Persamaan Numerik ... 30

3.5 Persamaan numerik untuk volume kontrol yang berbatasan 3.5.1 dengan elemen pemanas ... 32

Persamaan numerik untuk volume kontrol yang tidak berbatasan 3.5.2 dengan elemen pemanas ... 49

Persamaan numerik untuk volume kontrol di pertemuan 2 (dua) 3.5.3 pan ... 61

Perhitungan Laju Aliran Kalor ... 72

3.6 BAB IV METODE PENELITIAN ... 73

(14)

xiv

BAB V HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN ... 79

Hasil Perhitungan ... 79 5.1

Distribusi suhu pada pan mould hosti dengan variasi bahan .... 79 5.1.1

Laju aliran kalor pada pan mould hosti dengan variasi bahan 108 5.1.2

Distribusi suhu pada pan mould hosti dengan variasi nilai h .. 120 5.1.3

Laju aliran kalor pada pan mould hosti dengan variasi nilai h 5.1.4

pada bahan alumunium murni dan flowcast ... 153

Pembahasan... 167 5.2

Pengaruh material terhadap distribusi suhu. ... 167 5.2.1

Pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h). ... 168 5.2.2

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 170

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar I-1 Mould hosti yang sedang diperbaiki. ... 2

Gambar I-2 Komponen mould hosti. ... 4

Gambar I-3 Geometri benda uji. ... 5

Gambar II-1 Proses perpindahan kalor konduksi. ... 10

Gambar II-2 Perpindahan kalor konduksi. ... 11

Gambar II-3 Pendinginan pada Telur... 15

Gambar II-4 Perpindahan kalor konveksi. ... 15

Gambar II-5 Konveksi bebas. ... 17

Gambar II-6 Lapisan batas di atas plat rata vertikal. ... 18

Gambar II-7 Perpindahan kalor konveksi paksa menggunakan kipas. ... 21

Gambar II-8 Kondisi aliran fluida pada permukaan rata (Cengel,2002, hal 339). ... 21

Gambar II-9 Aliran laminer dan aliran turbulen. ... 24

Gambar III-1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol. ... 26

Gambar III-2 Gambar skema beda sentral. ... 30

Gambar III-3 Posisi node. ... 31

Gambar III-4 Volume kontrol di sudut kiri atas. ... 32

Gambar III-5 Volume kontrol di sudut atas pan atas yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 36

Gambar III-6 Volume kontrol di sudut-sudut bawah pan bawah yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 37

Gambar III-7 Volume kontrol di rusuk pada bidang yang berbatasan dengan elemen pemanas yang menghadap ke sisi kiri. ... 38

Gambar III-8 Volume kontrol di rusuk pada bidang atas yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 42

Gambar III-9 Volume kontrol di rusuk pada bidang yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 43

(16)

xvi Gambar III-11 Volume kontrol di permukaan tengah pan atas yang berbatasan

dengan elemen pemanas. ... 47

Gambar III-12 Volume kontrol di permukaan tengah pan bawah yang berbatasan dengan elemen pemanas. ... 48

Gambar III-13 Volume kontrol di rusuk sisi tegak yang berbatasan dengan fluida udara. ... 49

Gambar III-14 Volume kontrol di sisi tegak benda yang berbatasan dengan fluida. ... 53

Gambar III-15 Volume kontrol di sisi tegak benda yang berbatasan dengan fluida. ... 56

Gambar III-16 Volume kontrol di tengah benda. ... 57

Gambar III-17 Volume kontrol di sudut kanan atas pan bawah. ... 64

Gambar III-18 Volume kontrol di rusuk permukaan atas pan bawah. ... 68

Gambar IV-1 Pembagian dan penomoran volume kontrol pada benda uji. ... 75

Gambar V-1 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan alumunium murni; h=25 W/m2 oC. ... 80

Gambar V-2 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan alumunium murni; h=25 W/m2 oC. ... 82

Gambar V-3 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan 4100 bahan alumunium murni; h=25 W/m2 oC. ... 83

Gambar V-4 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan kuningan (70%Cu,30%Zn); h=25 W/m2 oC. ... 84

Gambar V-5 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan kuningan (70%Cu, 30%Zn); h=25 W/m2 oC. ... 86

Gambar V-6 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan 4100 bahan kuningan (70%Cu, 30%Zn); h=25 W/m2 oC. ... 87

Gambar V-7 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan flowcast; h=25 W/m2 oC. ... 88

(17)

xvii Gambar V-9 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan

4100 bahan flowcast; h=25 W/m2 oC. ... 91

Gambar V-10 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan baja karbon (1%C);

h=25 W/m2 oC. ... 92

Gambar V-11 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan baja karbon

(1%C); h=25 W/m2 oC. ... 94

Gambar V-12 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan

4100 bahan baja karbon (1%C); h=25 W/m2 oC. ... 95

Gambar V-13 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan baja krom-nikel

(18% Cr, 8% Ni); h=25 W/m2 oC. ... 96

Gambar V-14 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan baja krom-nikel

(18%Cr, 8%Ni); h=25 W/m2oC. ... 98

Gambar V-15 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan

4100 bahan baja krom-nikel (18%Cr, 8%Ni); h=25 W/m2oC. ... 99

Gambar V-16 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=1 menit; h=25

W/m2oC. ... 101

Gambar V-17 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=2 menit; h=25

W/m2oC. ... 103

Gambar V-18 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=3 menit; h=25

W/m2oC. ... 105

Gambar V-19 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=4 menit; h=25

W/m2oC. ... 107

Gambar V-20 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan

alumunium murni; h=25 W/m2oC... 109

Gambar V-21 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan kuningan

(70%Cu, 30%Zn); h=25 W/m2oC. ... 111

Gambar V-22 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan flowcast;

h=25 W/m2oC. ... 113

Gambar V-23 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan baja

(18)

xviii Gambar V-24 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan baja

krom-nikel (18%Cr,8%Ni); h=25 W/m2oC. ... 117

Gambar V-25 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu dengan variasi

bahan. ... 119

Gambar V-26 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan alumunium murni;

h=25 W/m2 oC. ... 121

Gambar V-27 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan alumunium

murni; h=25 W/m2 oC. ... 123

Gambar V-28 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan

4100 bahan alumunium murni; h=25 W/m2 oC. ... 124

Gambar V-29 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan alumunium murni;

h=100 W/m2 oC. ... 125

Gambar V-30 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan alumunium

murni; h=100 W/m2 oC. ... 127

Gambar V-31 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan

4100 bahan alumunium murni; h=100 W/m2 oC. ... 128

Gambar V-32 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan alumunium murni;

h=200 W/m2 oC. ... 129

Gambar V-33 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan alumunium

murni; h=200 W/m2oC. ... 131

Gambar V-34 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan

4100 bahan alumunium murni; h=200 W/m2oC. ... 132

Gambar V-35 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan flowcast ; h=25

W/m2 oC. ... 133

Gambar V-36 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan flowcast; h=25

W/m2 oC. ... 135

Gambar V-37 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan

4100 bahan flowcast; h=25 W/m2 oC. ... 136

Gambar V-38 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan flowcast; h=100

(19)

xix Gambar V-39 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan flowcast; h=100

W/m2 oC. ... 139

Gambar V-40 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, dan

4100 bahan flowcast; h=100 W/m2 oC... 140

Gambar V-41 Distribusi suhu pada keseluruhan node bahan flowcast; h=200

W/m2oC. ... 141

Gambar V-42 Distribusi suhu pada node 3568 s/d 3608 bahan flowcast; h=200

W/m2oC. ... 143

Gambar V-43 Distribusi suhu dari waktu ke waktu node 1, 1538, 2563, 4100

bahan flowcast; h=200 W/m2oC. ... 144

Gambar V-44 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan alumunium

murni dan flowcast saat t=1 menit. ... 146

Gambar V-45 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan alumunium

murni dan flowcast saat t=2 menit. ... 148

Gambar V-46 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan alumunium

murni dan flowcast saat t=3 menit. ... 150

Gambar V-47 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan alumunium

murni dan flowcast saat t=4 menit. ... 152

Gambar V-48 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan

alumunium murni; h=25 W/m2oC... 154

Gambar V-49 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan

alumunium murni; h=100 W/m2oC. ... 156

Gambar V-50 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan

alumunium murni; h=200 W/m2oC. ... 158

Gambar V-51 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan flowcast;

h=25 W/m2oC. ... 160

Gambar V-52 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan flowcast;

h=100 W/m2oC. ... 162

Gambar V-53 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan

(20)

xx Gambar V-54 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu dengan variasi

(21)

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel II-1 Konduktivitas termal berbagai bahan (Holman,1997, hal 8). ... 13

Tabel II-2 Nilai difusivitas termal berbagai bahan ... 14

Tabel II-3 Nilai h pada beberapa tipe konveksi (Cengel : 2002). ... 16

Tabel II-4 Nilai rata-rata bilangan Nusselt di permukaan dinding pada konveksi bebas (Cengel : 2002). ... 20

Tabel II-5 Konstanta untuk perpindahan kalor dari silinder tak bundar (Holman,1997,hal 271). ... 22

Tabel II-6 Sifat-sifat udara pada tekanan atmosfer(Holman, 1997, hal 589). .. 23

Tabel II-7 Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (Holman : 1997 hal 12). ... 25

Tabel IV-1 Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h)... 76

Tabel IV-2 Nilai koefisien k dan α bahan. ... 77

Tabel IV-3 Distribusi suhu dari waktu ke waktu. ... 77

Tabel IV-4 Laju Aliran kalor dari waktu ke waktu. ... 78

Tabel V-1 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium murni node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 81

Tabel V-2 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan kuningan (70%Cu 30%Zn) node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 85

Tabel V-3 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 89

Tabel V-4 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan baja karbon (1%C) node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 93

Tabel V-5 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Baja krom-nikel (18% Cr, 8% Ni) node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 97

Tabel V-6 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=1 menit, node 3568 s/d 3608; h=25 W/m2oC. ... 100

Tabel V-7 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=2 menit, node 3568 s/d 3608; h=25 W/m2oC. ... 102

(22)

xxii Tabel V-9 Distribusi suhu pada berbagai bahan saat t=4 menit, node 3568 s/d

3608; h=25 W/m2oC. ... 106

Tabel V-10 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium

murni; h=25 W/m2oC. ... 108

Tabel V-11 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan kuningan

(70%Cu, 30%Zn); h=25 W/m2oC. ... 110

Tabel V-12 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast;

h=25 W/m2oC. ... 112

Tabel V-13 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Baja

krom-nikel (18%Cr, 8%Ni); h=25 W/m2oC. ... 116

Tabel V-14 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan baja karbon

(1% C); h=25 W/m2oC. ... 114

Tabel V-15 Nilai Q pada waktu t detik, dengan variasi bahan. ... 118

Tabel V-16 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium murni

node 3568 s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 122

Tabel V-17 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium murni

node 3568 s/d 3608, h=100 W/m20C. ... 126

Tabel V-18 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium murni

node 3568 s/d 3608, h=200 W/m20C. ... 130

Tabel V-19 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast node 3568

s/d 3608, h=25 W/m20C. ... 134

Tabel V-20 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast node 3568

s/d 3608, h=100 W/m20C. ... 138

Tabel V-21 Distribusi suhu dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast node 3568

s/d 3608, h=200 W/m20C. ... 142

Tabel V-22 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan Alumunium murni

dan Flowcast saat t=1 menit, node 3568 s/d 3608. ... 145

Tabel V-23 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan Alumunium murni

dan Flowcast saat t=2 menit, node 3568 s/d 3608. ... 147

Tabel V-24 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan Alumunium murni

(23)

xxiii Tabel V-25 Distribusi suhu dengan variasi nilai h pada bahan Alumunium murni

dan Flowcast saat t=4 menit, node 3568 s/d 3608. ... 151

Tabel V-26 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium

murni; h=25 W/m2oC. ... 153

Tabel V-27 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium

murni; h=100 W/m2oC. ... 155

Tabel V-28 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium

murni; h=200 W/m2oC. ... 157

Tabel V-29 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast;

h=25 W/m2oC. ... 159

Tabel V-30 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast;

h=100 W/m2oC. ... 161

Tabel V-31 Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Flowcast;

h=200 W/m2oC. ... 163

(24)

1

BAB I

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang 1.1

Perpindahan kalor merupakan fenomena alam yang sering kali kita temukan

dalam kehidupan sehari-hari. Perpindahan kalor atau juga dikenal dengan

perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain sering kali terjadi dalam industri

proses. Pada kebanyakan pengerjaan, diperlukan pemasukan atau pengeluaran

kalor untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu

proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan

untuk pengerjaan misalnya terjadi apabila pengerjaan harus berlangsung pada

suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan jalan pemasukan atau pengeluaran

kalor. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk

operasi proses yang biasanya terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm. Di

samping perubahan secara kimia, keadaan ini dapat juga merupakan pengerjaan

secara alami. Dengan demikian, pada pengembunan dan penghabluran

(kristalisasi) kalor harus dikeluarkan. Pada penguapan dan pada umumnya juga

pada pelarutan, kalor harus dimasukkan. Adalah hukum alam bahwa kalor itu

suatu bentuk energi.

Dalam industri pemrosesan dan pengolahan makanan, prinsip perpindahan

kalor ini banyak dan selalu dapat dipastikan penggunaannya. Prinsip perpindahan

kalor pada industri makanan banyak digunakan dalam proses pengeringan,

pemanggangan, pemasakan, dan lain sebagainya. Seperti halnya dalam proses

(25)

2 perayaan Ekaristi atau yang lebih dikenal dengan nama hosti. Alat pencetak hosti

menerapkan prinsip perpindahan kalor untuk memanggang bubur tepung bahan

hosti dengan mengepresnya menggunakan dua lempengan pan mould hosti panas.

Sumber panas pada pan pengepres ini berasal dari elemen listrik yang dipasang

padanya.

Namun pada beberapa pencetak hosti yang dibuat, sering kali panas yang

terdistribusi tidak merata. Pada bagian tengah seringkali gosong atau over cooked

sementara bagian pinggirnya belum matang. Elemen pemanas yang dipakai

terkadang tidak bisa mendistribusikan kalor dengan baik dan cepat. Akibatnya

butuh waktu dan percobaan beberapa kali untuk mengatur dan mengontrol suhu

pada kotak thermo control hingga mencapai suhu yang sesuai.

Gambar I-1 Mould hosti yang sedang diperbaiki.

Penulis sebagai bagian dari PT. ATMI Solo yang memproduksi mould hosti,

(26)

3 kepuasan kepada pelanggan. Menurut Kuswadi (2004:17) kepuasan pelanggan

dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : mutu produk/jasa, mutu pelayanan, harga,

waktu penyerahan dan keamanan produk bagi pengguna. Keluhan-keluhan dari

para pengguna alat pencetak hosti (mould hosti) tersebut, mendorong penulis

untuk melakukan penelitian terhadap proses perpindahan kalor yang terjadi pada

pan mould hosti.

Untuk menyelesaikan masalah-masalah perpindahan kalor sebagaimana

pada cabang-cabang perekayasaan yang lainnya, penyelesaian yang baik terhadap

suatu soal atau permasalahan memerlukan asumsi atau pengandaian dan idealisasi.

Asumsi dan idealisasi ini sebagai batasan proporsional maupun syarat-syarat bagi

hasil yang diperoleh dari analisis atau perhitungan. Hal-hal penting dalam proses

perpindahan kalor perlu diperhatikan sehingga hasil akhir dari percobaan atau

analisis dapat memberikan hasil yang memuaskan.

Tujuan 1.2

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendapatkan data teoritis mengenai :

a. Mengetahui pengaruh bahan pan mould hosti terhadap laju perpindahan kalor

dari waktu ke waktu pada koordinat 3 (tiga) dimensi.

b. Mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) terhadap

laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada koordinat 3 (tiga) dimensi.

Batasan Masalah 1.3

Pan mould hosti atas dan bawah tebalnya sama yaitu masing-masing 15mm,

dengan suhu awal tertentu dan merata sebesar Ti = 27°C. Di salah satu permukaan

(27)

4 Elemen pemanas kemudian dialiri listrik yang menghasilkan fluks untuk

menaikkan suhu pan sehingga siap untuk memasak. Kenaikan suhu diatur

menggunakan thermo control. Thermo couple diletakkan di permukaan pan yang

berbatasan langsung dengan elemen pemanas. Suhu fluida disekitar (udara) tetap

sebesar T∞ = 27°C dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h

(W/m2°C). Kondisi kedua pan pada pemanasan awal ditutup sehingga kedua

permukaan pan dianggap saling menempel dan seolah-olah menyatu.

Gambar I-2 Komponen mould hosti.

Thermo control Pan atas Handle

(28)

5 Gambar I-3 Geometri benda uji.

Persoalan yang harus diselesaikan adalah mendapatkan distribusi suhu dari

waktu ke waktu pada pan mould hosti dan laju perpindahan kalor yang dialami

pan mould hosti pada keadaan tak tunak.

Asumsi 1.4

a. Sifat-sifat bahan yaitu massa jenis ρ, kalor spesifik c, konduktivitas termal

bahan k, koefisien perpindahan kalor konveksi h, difusivitas termal bahan α

selalu tetap atau tidak berubah terhadap suhu dan merata.

b. Benda uji tidak mengalami perubahan volume dan bentuk selama proses

pengujian berlangsung.

c. Aliran kalor berlangsung dalam 3 (tiga) arah (arah x, y, dan z).

(29)

6 e. Suhu fluida (udara) disekitar tetap dan merata (T

= 27°C).

f. Salah satu permukaan pan berbatasan dengan elemen pemanas, dan

permukaan sebaliknya dianggap berbatasan dengan permukaan pan satunya.

Sedangkan sisi tinggi berbatasan dengan fluida udara.

g. Perpindahan kalor secara radiasi tidak diperhitungkan.

Manfaat 1.5

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca untuk mengerti dan

memahami prinsip-prinsip perpindahan kalor 3 (tiga) dimensi,

khususnya prinsip konduksi-konveksi, pada benda padat berbentuk

balok dalam keadaan tak tunak.

b. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi dan

pertimbangan bagi designer dan engineer dalam menentukan jenis

bahan yang akan dipakai sebagai pan mould hosti agar suhu dapat

terdistribusi merata dan dalam waktu yang relatif cepat dengan

mempertimbangkan pengaruh koefisien perpindahan kalor konveksi

(nilai h) di sekitarnya.

c. Penelitian ini dapat membantu pembuat dan pengguna mould hosti

dalam memperhitungkan waktu kesiapan pan mould hosti sehingga

hasilnya dapat matang merata.

d. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi

(30)

7

dianggap sebagai suatu zat yang dapat mengalir dari satu benda ke benda lainnya.

Jika kalor dianggap sebagai suatu zat, maka haruslah kalor tersebut memiliki

massa. Tetapi pada kenyataannya, kalor tidak memiliki massa sehingga

pernyataan yang menganggap kalor sebagai salah satu bentuk energi semakin

kuat.

Kalor mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke suhu yang

rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk aliran ini adalah perbedaan suhu. Bila

sesuatu benda ingin dikalorkan, maka harus dimiliki sesuatu benda lain yang lebih

kalor, demikian pula halnya jika ingin mendinginkan sesuatu, diperlukan benda

lain yang lebih dingin.

Perpindahan kalor dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari satu

daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-daerah

tersebut (Frank Keith, 1997 : hal 4). Kepustakaan perpindahan kalor pada

umumnya mengenal tiga cara pemindahan kalor yang berbeda yaitu perpindahan

kalor konduksi, perpindahan kalor konveksi, dan perpindahan kalor radiasi.

Dalam bab ini hanya akan dijelaskan mengenai teori perpindahan kalor konduksi

(31)

8

Perpindahan Kalor Konduksi 2.2

Perpindahan kalor konduksi adalah proses perpindahan kalor dari daerah

yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu

medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang

bersinggungan secara langsung. Dalam perpindahan kalor konduksi, perpindahan

energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya

perpindahan molekul yang cukup besar (Prinsip-prinsip Perpindahan Panas,1997,

hal. 4). Sebagai sebuah percobaan adalah dengan menyalakan lilin dan

menyentuhkan logam pada nyala/api lilin. Ketika salah satu bagian logam

berbatasan dengan nyala lilin atau nyala api, secara otomatis kalor mengalir dari

nyala lilin (suhu tinggi) menuju bagian logam tersebut (suhu rendah). Karena

mendapat tambahan kalor maka bagian logam yang berbatasan dengan nyala lilin

memiliki suhu yang lebih tinggi. Adanya perbedaan suhu antara bagian logam

yang berbatasan dengan nyala lilin dengan bagian logam yang lain, maka semua

bagian logam pun mendapat jatah kalor. Tangan yang memegang dapat

merasakan kalor karena kalor mengalir dari logam (suhu tinggi) menuju tangan

(suhu rendah).

Karena mendapat tambahan energi, maka molekul-molekul penyusun benda

bergerak semakin cepat. Molekul lain yang berada di sebelahnya bergerak lebih

lambat karena molekul tersebut tidak berbatasan langsung dengan benda yang

bersuhu tinggi. Ketika bergerak, molekul tersebut memiliki energi kinetik (EK =

½ mv2). Molekul-molekul yang bergerak lebih cepat (energi kinetiknya lebih

(32)

9 maka molekul-molekul yang pada mulanya bergerak lambat ikut bergerak lebih

cepat. Pada mulanya molekul bergerak lambat (v kecil) sehingga energinya juga

kecil (EK = ½ mv2). Setelah bergerak lebih cepat (v besar), energi kinetiknya

bertambah. Karena v besar, energinya pun bertambah. Demikian seterusnya,

mereka saling tumbuk menumbuk, sambil berbagi energi. Perpindahan kalor

dengan cara demikian dinamakan konduksi.

Ketika benda yang memiliki perbedaan suhu saling berbatasan, terdapat

sejumlah kalor yang mengalir dari benda atau tempat yang bersuhu tinggi menuju

benda atau tempat yang bersuhu rendah. Ketika mengalir, kalor juga

membutuhkan selang waktu tertentu. Perlu diketahui bahwa setiap benda

(khususnya benda padat) yang dilewati kalor pasti mempunyai bentuk dan ukuran

yang berbeda. Ada benda padat yang panjang, ada juga benda padat yang pendek.

Ada yang gemuk (luas penampangnya besar), ada juga yang kurus (luas

penampangnya kecil). Untuk mengetahui secara pasti hubungan antara jumlah

kalor yang mengalir melalui suatu benda selama selang waktu tertentu akibat

adanya perbedaan suhu, maka kita perlu menurunkan persamaan.

Gambar II-1 memberikan ilustrasi proses perpindahan kalor secara

(33)

10 Gambar II-1 Proses perpindahan kalor konduksi.

Benda yang terletak di sebelah kiri memiliki suhu yang lebih tinggi (T1)

sedangkan benda yang terletak di sebelah kanan memiliki suhu yang lebih

rendah (T2). Karena adanya perbedaan suhu (T1 – T2), kalor mengalir dari

benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu rendah (arah aliran

kalor ke kanan). Benda yang dilewati kalor memiliki luas penampang (A) dan

panjang (l).

Berdasarkan hasil percobaan, jumlah kalor yang mengalir selama

selang waktu tertentu (Q/t) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (T1 –

T2), luas penampang (A), sifat suatu benda (k = konduktivitas termal) dan

berbanding terbalik dengan panjang benda.

Laju perpindahan kalor konduksi dapat dihitung dengan Persamaan (2.1).

(34)

11

………..…… (2.1)

Keterangan pada Persamaan (2.1) :

q = Laju perpindahan kalor, Watt.

k = Konduktivitas termal bahan, W/m°C,

A = Luas permukaan benda, m2. (tegak lurus arah perpindahan kalor).

= Gradien suhu kearah perpindahan kalor, ( )

Gambar II-2 Perpindahan kalor konduksi.

Konduktivitas Termal 2.3

Konduktivitas termal menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam

(35)

12 dengan k. Satuan konduktivitas termal adalah watt per meter derajat Celcius

(W/m.0C). Berdasarkan Persamaan 2.1 sebagai persamaanan persamaan dasar

tentang konduktivitas termal, dapat dipakai nilai konduktivitas termal yang

disajikan pada Tabel II-1. Bahan yang mempunyai nilai konduktivitas termal

tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang nilai konduktivitas termal

rendah disebut isolator.

Difusivitas Termal 2.4

Difusivitas termal sering disebut juga dengan kebauran termal (Thermal

Diffusivity). Difusivitas termal dilambangkan dengan α. Satuan yang dipakai

adalah m2/s. Makin besar nilai α maka makin cepat pula kalor membaur dalam

bahan tersebut.

………... (2.2)

Keterangan pada Persamaan (2.2) :

k = konduktivitas termal (W/m 0C)

ρ = massa jenis (kg/m3)

c = kalor spesifik pada tekanan konstan (J/kg 0C)

(36)
(37)

14 Tabel II-2 Nilai difusivitas termal berbagai bahan(Holman, 1997 : hal 581).

Perpindahan Kalor Konveksi 2.5

Perpindahan kalor konveksi merupakan salah satu cara dari proses

perpindahan kalor. Proses perpindahan kalor konveksi ditandai dengan adanya

fluida yang bergerak, fluida yang bergerak dapat berupa gas maupun cair

berfungsi untuk menghantarkan kalor. Salah satu contoh konveksi dapat dilihat

(38)

15 Gambar II-3 Pendinginan pada Telur.

Telur rebus ini didinginkan oleh kipas. Perpindahan kalor ini terjadi

secara konveksi karena kulit telur akan didinginkan oleh angin. Pendingian

dengan media berupa gas dan cairan merupakan perpindahan kalor secara

konveksi.

Gambar II-4 Perpindahan kalor konveksi.

T

,h

q

A

(39)

16 Laju perpindahan kalor konveksi dapat dihitung dengan mempergunakan

Persamaan (2.3)

q = hA ( Tb - T∞) ………..………. (2.3)

Keterangan pada Persamaan 2.3 :

q = Laju perpindahan kalor, watt

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 oC ( Perhatikan Tabel II-3)

Tb = suhu permukaan dinding, oC

T = suhu fluida, oC

A = luas permukaan dinding yang berbatasan dengan fluida, m2

(40)

17 Perpindahan kalor konveksi dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu:

a. Perpindahan kalor konveksi bebas.

b. Perpindahan kalor konveksi paksa.

Perpindahan Kalor Konveksi Bebas 2.5.1

Perpindahan kalor konveksi bebas merupakan salah satu cara dari proses

perpindahan kalor. Proses perpindahan kalor konveksi bebas ditandai dengan

adanya fluida yang bergerak yang dikarenakan beda massa jenisnya sehingga

pergerakan aliran fluida tidak disebabkan karena adanya alat bantu pergerakan

seperti kipas angin, pompa, blower, dll. Contoh perpindahan kalor konveksi bebas

dapat ditemui pada kasus memasak air. Semua air yang ada dalam panci dapat

mendidih secara merata karena air melakukan pergerakan. Pergerakan air ini

karena perbedaan massa jenis. Fluida yang mengalami pemanasan akan

mengembang sehingga massa jenisnya lebih kecil dari fluida yang dingin. Secara

skematis disajikan pada Gambar II-5.

(41)

18 Untuk menghitung besarnya perpindahan kalor konveksi bebas, harus

diketahui nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h terlebih dahulu. Untuk

mencari nilai h, dapat dicari dari bilangan Nusselt. Karena bilangan Nusselt fungsi

dari bilangan Rayleigh Ra, maka bilangan Ra harus dicari terlebih dahulu.

Bilangan Rayleigh dinyatakan pada Persamaan (2.4) :

………..…………... (2.4)

Bilangan Grashof dapat dihitung dengan Persamaan (2.5) (Cengel, 2002 : hal

465) :

( ) ………..…... (2.5)

dengan ( ) ………..…... (2.6)

(42)

19 Keterangan pada Persamaan (2.4), (2.5) dan (2.6)

g = Percepatan gravitasi (=9,8 m/s2).

= Panjang karakteristik, untuk dinding vertikal dan horisontal = L

β = Koefisien temperatur konduktifitas termal (1/oC).

Ts = Suhu dinding (°K)

Tf = Suhu film (°K)

T = Suhu fluida (°K)

v = Viskositas kinematik fluida, m2/s

Pr = Bilangan Prandtl

Gr = Bilangan Grashof

Jika Bilangan Rayleigh telah diketahui, maka dapat dicari bilangan Nusselt

(Holman, 1997, hal 312) :

a. Untuk plat horizontal, muka dipanaskan menghadap ke atas.

1) Untuk Ra < 2.108, ……….………...(2.7)

2) Untuk 2.108 < Ra < 2.1011, ……….…..…...(2.8)

b. Untuk plat horizontal, muka dipanaskan menghadap ke bawah.

Untuk 106 < Ra < 1011, maka ……….…....…...(2.9)

Dari bilangan Nusselt (Nu) maka dapat diperoleh nilai h, nilai h dapat

(43)

20

atau ………...… (2.10)

dengan :

h : koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2.°C)

kf : koefisien perpindahan kalor konduksi dari fluida (W/m.°C)

: Panjang karakteristik, untuk dinding vertikal dan horisontal = L

(44)

21

Perpindahan Kalor Konveksi Paksa 2.5.2

Proses perpindahan kalor konveksi paksa ditandai dengan adanya fluida

yang bergerak yang dikarenakan adanya peralatan bantu. Alat bantu untuk

menggerakkan fluida dapat berupa kipas, fan, blower (fluida kompresibel), pompa

(fluida inkompresibel), dll.

Salah satu contoh perpindahan kalor konveksi paksa disajikan pada

Gambar II-7.

Gambar II-7 Perpindahan kalor konveksi paksa menggunakan kipas.

(45)

22 Untuk menghitung laju perpindahan kalor konveksi, harus diketahui

terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h. Sedangkan untuk

mencari nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h dapat dicari dengan bilangan

Nusselt.

Tabel II-5 Konstanta untuk perpindahan kalor dari silinder tak bundar (Holman,1997,hal 271).

Konstanta c dan n yang terdapat pada Tabel II-5 dipergunakan pada

Persamaan (2.11) dan Persamaan (2.12).

( )………...... (2.11)

(

(46)

23 Keterangan pada Persamaan (2.11) dan (2.12) :

d = Tinggi benda (m)

kf = Konduktivitas / hantaran termal untuk fluida udara, W/m 0C

c dan n = Konstanta (lihat pada Tabel II-5)

U∞ = Kecepatan aliran udara , m/s

v = Viskositas kinematik dari fluida udara, m2/s (Tabel II-6)

Pr = Bilangan Prandtl untuk udara (lihat Tabel II-6)

h = koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m20C)

(47)

24

Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi 2.6

Perpindahan kalor konduksi yang tergantung dari harga Konduktivitas

termal k, maka perpindahan kalor konveksi bergantung dari koefisien perpindahan

kalor h. Harga koefisien perpindahan kalor konveksi sangat bergantung pada

variasi jenis aliran (laminar atau turbulen ), geometri benda yang dialiri fluida,

sifat-sifat fluida. Koefisien perpindahan kalor konveksi juga sangat dipengaruhi

oleh tipe konveksi (bebas atau paksa).

Perbedaan jenis aliran laminer dan aliran turbulen dapat dilihat pada

Gambar II-9.

(48)

25 Tabel II-7 menyajikan harga kira-kira koefisien perpindahan kalor konveksi.

Tabel II-7 Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (Holman : 1997 hal 12).

Modus h (W/m2 °C)

Konveksi bebas, ΔT = 300

C

Plat vertikal, tinggi 0,3m (1 ft) di udara 4,5

Silinder horisontal, diameter 5 cm di udara 6,5

Silinder horisontal, diameter 2 cm, dalam air 890

Konveksi paksa

Aliran udara 2 m/s di atas plat bujur sangkar 0,2 m 12

Aliran udara 3,5 m/s di atas plat bujur sangkar 0,75 m 75

Udara 2 atm di dalam tabung diameter 2,5 cm, kecepatan 10 m/s 65

Air 0,5 kg/s mengalir di dalam tabung 2,5 cm 3.500

Aliran udara melintas silinder diameter 5 cm, kecepatan 50 m/s 180

Air mendidih

Dalam kolam atau bejana 2.500-35.000

Mengalir dalam pipa 5.000-25.000

Pengembunan uap air, 1 atmosfer

Muka vertikal 4.000-11.300

(49)

26

BAB III

BAB III PERSAMAAN NUMERIK

Kesetimbangan Energi 3.1

Hukum kesetimbangan energi: “Energi tidak dapat diciptakan dan tidak

dapat dimusnahkan”. Perubahan energi per satuan waktu dalam suatu volume atur

adalah sama dengan energi yang masuk ke sistem dikurangi dengan energi yang

keluar dari sistem.

Gambar III-1Kesetimbangan energi pada volume kontrol.

[ ] [ ] [ ] ………..……….…(3.1)

Keterangan pada Persamaan 3.1:

Ein = Energi yang masuk ke dalam volume kontrol, selama selang waktu

Eout = Energi yang keluar dari volume kontrol, selama selang waktu

Est = Energi yang tersimpan dalam volume kontrol, selama selang waktu

(50)

27

Konduksi Kalor dalam Keadaan Tak Tunak 3.2

Konduksi kalor dalam keadaan tak tunak sering dijumpai dalam teknik

menyangkut suhu dan aliran kalor secara periodik atau berkala. Aliran kalor

periodik mempunyai arti penting dalam motor bakar, penyejuk udara,

instrumentasi, dan pengendalian proses. Contohnya, di pagi hari, meskipun udara

luar sudah cukup panas, tetapi udara di dalam ruang tetap terasa sejuk dan nyaman

dalam beberapa jam. Penyebab gejala ini adalah adanya keterlambatan waktu

sebelum dapat tercapainya keseimbangan antara udara di dalam ruangan dan di

alam luar. Contoh lain yang khas adalah aliran kalor periodik melalui dinding

motor (engine) yang dipanaskan hanya selama sebagaian siklus operasinya.

Setelah motor tersebut menjadi panas dan beroperasi dalam keadaan tunak, maka

suhu pada titik manapun di dindingnya menjalani perubahan yang siklik

(berbentuk siklus) terhadap waktu.

Kesetimbangan Energi pada Pan Mould Hosti

3.3

Cara kerja mould hosti hampir sama dengan cara kerja motor (engine) di

atas. Pada pan mould hosti terdapat sebuah plat datar yang berfungsi sebagai

elemen pemanas yang ketika arus listrik dialirkan padanya, akan membangkitkan

fluks dan memberi panas pada pan mould hosti. Aliran listrik yang masuk ke

elemen pemanas ini diatur dengan sebuah pengontrol panas sehingga ketika sudah

mencapai suhu yang diinginkan arus akan terputus dengan sendirinya. Maka suhu

(51)

28 Berdasarkan persamaan kesetimbangan energi pada keadaan tak tunak

karena adanya pengaruh fluks, maka kesetimbangan energi dalam volume kontrol

adalah sebagai berikut :

atas, maka pada volume kontol yang mendapat fluks persamaannya adalah :

̈ ……….………..…. (3.4)

̈ = laju perpindahan kalor per satuan luas, W/m2

m = masa, kg

ρ = kerapatan (densitas), kg/m3

V = volume bahan, m3

(52)

29

Metode Beda Hingga 3.4

Salah satu metode numerik untuk menyelesaikan persamaan diferensial

parsial adalah metode beda hingga. Metode beda hingga merupakan metode

klasik yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam menghitung turunan

numerik dalam rangka menyelesaikan suatu pemodelan yang memiliki bentuk

persamaan diferensial. Metode beda hingga yaitu metode pendekatan agar

sebuah persamaan diferensial parsial dapat diubah menjadi operasi aritmatika

dan operasi logika yang dapat dibaca oleh komputer (Hoffmann, 1989). Metode

beda hingga dapat diturunkan dengan dua cara, yaitu dengan deret Taylor dan

dengan hampiran po linom interpolasi. Kedua cara tersebut menghasilkan rumus

beda hingga yang sama.

Skema sistem koordinat metode beda hingga ada dua yaitu skema eksplisit

dan skema implisit. Dalam skema eksplisit, nilai setiap besaran dan formula suku

eksplisit yang dicari sudah diketahui sehingga nilainya dapat dihitung secara

langsung. Sedangkan pada skema implisit, tidak semua nilai besaran diketahui

sehingga tidak dapat langsung dihitung tanpa menyelesaikan persamaan yang

serupa untuk titik-titik hitungan yang lainnya.

Pada pembahasan ini, akan digunakan metode beda hingga skema

eksplisit skema beda sentral dimana titik- titik yang dihitung dipengaruhi oleh

(53)

30 Gambar III-2 Gambar skema beda sentral.

Penurunan Persamaan Numerik 3.5

Langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan

membagi benda uji menjadi 4100 elemen pada pan atas dan 4100 elemen pada

panbawah dengan ukuran ∆x=∆y=∆z =5 mm. Pada Gambar III-2 memperlihatkan

gambar posisi titik / node yang akan dipergunakan untuk menentukan persamaan,

yang selanjutnya akan dipakai untuk menentukan suhu tiap node sesuai dengan

posisinya masing-masing.

Sumbu z atau k Sumbu y atau j

(54)
(55)

32

Persamaan numerik untuk volume kontrol yang berbatasan dengan 3.5.1

elemen pemanas

Persamaan numerik untuk volume kontrol di sudut pan yang berbatasan 3.5.1.1

dengan elemen pemanas.

Gambar III-4 Volume kontrol di sudut kiri atas.

Kesetimbangan energi pada salah satu volume kontrol di bagian

sudut-sudut pan yang berbatasan dengan elemen pemanas dirumuskan sebagai berikut :

(56)

33

denga A6, dihasilkan persamaan sebagai berikut:

(57)

34

Apabila semua ruas dikalikan dengan

, maka persamaannya :

Semua komponen dikalikan dengan 2F, maka diperoleh persamaan:

( ) (( ) ) ̈

(58)

35 Jadi persamaan numeriknya :

( ) ̈

( ( ))

dengan syarat stabilitas :

( )

( )

Mengacu pada hasil penurunan persamaan untuk salah satu volume

kontrol tersebut, maka persamaan numerik untuk setiap volume kontrol di

sudut-sudut pan yang berbatasan dengan elemen pemanas dapat dituliskan sebagai

berikut :

a) Persamaan numerik untuk volume kontrol di sudut atas pan atas berbatasan

dengan elemen pemanas :

i. ( ) ̈ (

( ))

ii. ( ) ̈ (

( ))

iii. ( ) ̈ (

(59)

36

iv. ( ) ̈ (

( ))

Gambar III-5 Volume kontrol di sudut atas pan atas yang berbatasan dengan

(60)

37 b) Persamaan numerik untuk volume kontrol di sudut bawah pan bawah

berbatasan dengan elemen pemanas :

Gambar III-6 Volume kontrol di sudut-sudut bawah pan bawah yang berbatasan

dengan elemen pemanas.

i. ( ) ̈ (

( ))

ii. ( ) ̈ (

(61)

38

iii. ( ) ̈ (

( ))

iv. ( ) ̈ (

( ))

Persamaan numerik untuk volume kontrol di rusuk pada bidang yang 3.5.1.2

berbatasan dengan elemen pemanas.

Gambar III-7 Volume kontrol di rusuk pada bidang yang berbatasan dengan elemen pemanas yang menghadap ke sisi kiri.

Kesetimbangan energi pada salah satu volume kontrol di bagian rusuk pan

yang berbatasan dengan elemen pemanas dirumuskan dalam persamaan sebagai

berikut :

(62)

39

(63)

40

Jika semua ruas dikalikan dengan

(64)

41

( ) ( ) ̈

( )

Jika semua ruas dikalikan dengan , maka diperoleh persamaan :

(

) (( ) )

̈

Persamaan numeriknya adalah:

( ) ̈

( ( ))

dengan syarat stabilitas

( )

Mengacu pada hasil penurunan persamaan untuk salah satu volume

kontrol tersebut, maka persamaan numerik untuk setiap volume kontrol di rusuk

pan yang berbatasan dengan elemen pemanas dapat dipersamaankan :

a) Persamaan numerik untuk volume kontrol di rusuk atas pan atas berbatasan

(65)

42 Gambar III-8 Volume kontrol di rusuk pada bidang atas yang berbatasan

dengan elemen pemanas.

i. ( ) ̈

( ( ))

ii. ( ) ̈

( ( ))

iii. ( ) ̈

( ( ))

iv. ( ) ̈

(66)

43 b) Persamaan numerik untuk volume kontrol di rusuk bawah pan bawah

berbatasan dengan elemen pemanas :

Gambar III-9 Volume kontrol di rusuk pada bidang yang berbatasan dengan elemen pemanas.

i. ( ) ̈

( ( ))

ii. ( ) ̈

( ( ))

iii. ( ) ̈

(67)

44

iv. ( ) ̈

( ( ))

Persamaan numerik untuk volume kontrol di permukaan tengah yang 3.5.1.3

berbatasan dengan elemen pemanas

Gambar III-10 Volume kontrol di permukaan tengah yang berbatasan

dengan elemen pemanas.

Kesetimbangan energi pada salah satu volume kontrol di bagian

sudut-sudut pan yang berbatasan dengan elemen pemanas dipersamaankan sebagai

berikut :

(68)

45

dengan demikian, maka persamaannya dapat dirumuskan :

(69)

46

Jika semua ruas dikalikan dengan

diperoleh hasil :

dengan demikian, maka persamaannya menjadi :

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ̈ ( ) ( )

( ) ̈ ( )

(

)

Jika semua ruas dikalikan dengan , maka diperoleh persamaan :

( ) ̈ ( ) ( )

(70)

47 Jadi persamaan numerik untuk volume kontrol di tengah yang berbatasan

dengan elemen pemanas:

( ) ̈ ( )

( )

dengan syarat stabilitas :

Ada dua permukaan dari pan yang berbatasan dengan elemen pemanas

yaitu permukaan atas dari pan atas dan permukaan bawah dari pan bawah. Maka

persamaan numerik untuk masing-masing permukaan adalah :

a) Persamaan numerik untuk volume kontrol di permukaan tengah pan atas yang

berbatasan dengan elemen pemanas :

Gambar III-11 Volume kontrol di permukaan tengah pan atas yang

(71)

48

i. ( ) ̈ ( )

( )

b) Persamaan numerik untuk volume kontrol di permukaan tengah pan bawah

yang berbatasan dengan elemen pemanas :

Gambar III-12 Volume kontrol di permukaan tengah pan bawah

yang berbatasan dengan elemen pemanas.

i. ( ) ̈ ( )

(72)

49

Persamaan numerik untuk volume kontrol yang tidak berbatasan 3.5.2

dengan elemen pemanas

Persamaan numerik pada volume kontrol rusuk tegak yang berbatasan 3.5.2.1

dengan fluida udara.

Prinsip penurunan persamaan untuk memperoleh persamaan numerik pada

rusuk tegak dari pan atas dan pan bawah hampir sama dengan rusuk yang

berbatasan dengan elemen pemanas.

Gambar III-13 Volume kontrol di rusuk sisi tegak yang berbatasan

(73)
(74)

51

Jika semua ruas dikalikan dengan

(75)

52 Jika semua ruas dikalikan dengan , maka diperoleh persamaan :

( ) (( ) )

Persamaan numeriknya :

( )

( ( ))

dengan syarat stabilitas :

( )

Karena ada 4 rusuk tegak, maka persamaan numerik untuk volume kontrol

di rusuk tegak masing-masing dipersamaankan:

i. ( )

( ( ))

ii. ( )

( ( ))

iii. ( )

(76)

53

iv. ( )

( ( ))

Persamaan numerik untuk volume kontrol di permukaan sisi tegak yang 3.5.2.2

bebatasan dengan fluida udara.

Gambar III-14Volume kontrol di sisi tegak benda yang berbatasan dengan fluida.

Kesetimbangan energi pada salah satu volume kontrol di bagian sisi

tengah yang berbatasan dengan fluida udara dirumuskan sebagai berikut :

(77)
(78)

55

Jika semua ruas dikalikan dengan

, maka diperoleh persamaan :

Jika semua ruas dikalikan dengan F, diperoleh :

( ) ((

(79)

56 Persamaan numeriknya :

( )

( ( ))

dengan syarat stabilitas :

( )

( )

Karena ada 4 sisi tegak pada pan atas maupun bawah, maka persamaan

numerik untuk volume kontrol di permukaan sisi tegak adalah :

(80)

57

i. ( )

( ( ))

ii. ( )

( ( ))

iii. ( )

( ( ))

iv. ( )

( ( ))

Persamaan numerik untuk volume kontrol di tengah benda. 3.5.2.3

(81)
(82)
(83)

60 Semua ruas dikalikan dengan F, maka :

( ) ( )

Persamaan numerik volume kontrol yang berada di tengah pan adalah:

( )

( )

dengan syarat stabilitas :

(84)

61

Persamaan numerik untuk volume kontrol di pertemuan 2 (dua) pan

3.5.3

Persamaan-persamaan numerik untuk volume kontrol di pertemuan

antara pan atas dan pan bawah pada dasarnya hampir sama dengan

persamaan-persamaan pada permukaan pan yang berbatasan dengan elemen pemanas.

Bedanya, kalor pada permukaan pan yang saling bertemu ini tidak dihasilkan oleh

(85)
(86)

63 Persamaan matematisnya :

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( )

( )

(

)

dikalikan dengan F, hasilnya :

( ) ( )

Persamaan numeriknya dapat dituliskan =

( )

( )

dengan syarat stabilitas :

Karena pan atas dan bawah saling bertemu dan saling mempengaruhi,

maka persamaan untuk volume kontrol di tengah permukaan atas pan bawah sama

(87)

64 Persamaan numerik untuk volume kontrol di sudut yang berbatasan antar 3.5.3.2

pan.

Gambar III-17 Volume kontrol di sudut kanan atas pan bawah.

Kesetimbangan energi untuk volume kontrol di salah satu sudut yang

saling bersenadalah :

dimana :

( )

(88)
(89)

66

Dikalikan dengan 2F, maka hasilnya :

( ) (( ) )

(90)

67 Sehingga persamaannya menjadi :

( )

( ( ))

dengan syarat stabilitas :

( )

Persamaan numerik untuk node di sudut bawah pan atas yang saling berbatasan :

i. ( ) (

( ))

ii. ( ) (

( ))

iii. ( ) (

( ))

iv. ( ) (

( ))

Persamaan untuk volume kontrol di sudut-sudut permukaan atas pan

bawah sama dengan persamaan volume kontrol di sudut-sudut permukaan bawah

(91)

68 Persamaan numerik untuk volume kontrol di rusuk sisi pan yang saling 3.5.3.3

berbatasan

Gambar III-18Volume kontrol di rusuk permukaan atas pan bawah.

Kesetimbangan energi untuk volume kontrol di salah satu rusuk

permukaan yang saling bersentuhan adalah :

dimana :

( )

(92)
(93)

70

Dikalikan dengan F, maka persamaannya adalah :

( ) ((

(94)

71 Persamaan numerik dituliskan :

( )

( ( ))

dengan syarat stabilitas :

( )

( )

Persamaan pada setiap rusuk sisi pan mould hosti yang saling berbatasan:

i. ( )

( ( ))

ii. ( )

( ( ))

iii. ( )

( ( ))

iv. ( )

( ( ))

Karena pan atas dan bawah saling bertemu dan saling mempengaruhi,

maka persamaan untuk volume kontrol di rusuk permukaan atas pan bawah sama

(95)

72

Perhitungan Laju Aliran Kalor 3.6

Persamaan Kalor Maksimal

[ ]

Keterangan :

= Koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 oC

= Luas volume kontrol di posisi i,j,k yang berbatasan dengan fluida, m2

= Suhu volume kontrol di posisi i,j,k saat n, oC

(96)

73

bawah masing-masing 200 mm x 120 mm dan tebal 15mm, seperti terlihat dalam

Gambar I-2 dengan suhu awal merata sebesar Ti = 27°C. Kemudian mendapat

fluks dari elemen pemanas yang dibangkitkan dengan arus listrik secara konstan

hingga mencapai suhu tertentu sebesar Tmax (°C) yang diatur oleh sebuah thermo

control.

- Type notebook Processor Intel Core i3 2310M 2,1 GHz, RAM 4 Gb dan

VGA 1 GB

- Printer Samsung ML2240

b. Perangkat lunak

- Operating system Windows7 Ultimate Service Pack 1

- Microsoft Word 2010

- Microsoft Excel 2010

- Solidworks 2011

(97)

74

Metode Penelitian 4.3

Metode yang dipakai untuk menghitung distribusi suhu pada pan mould

hosti adalah metode komputasi dengan mempergunakan metode beda hingga cara

eksplisit skema beda sentral.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah :

a. Untuk mempermudah perhitungan, benda uji dibagi menjadi bagian – bagian

kecil yang dinamakan volume kontrol (volume elemen), seperti terlihat pada

Gambar IV-1. Setiap volume kontrol diwakili 1 titik node, yang mempunyai

suhu yang seragam dan diberi nomor. Jumlah volume kontrol 8200 node.

b. Menuliskan persamaan numerik pada setiap node dengan metode beda hingga

cara eksplisit.

c. Membuat program komputasi untuk mendapatkan distribusi suhu dan laju

aliran kalor dari waktu ke waktu pada setiap node (dipilih menggunakan

software Microsoft Excel).

d. Memasukkan data-data yang dibutuhkan untuk mengetahui besar suhu pada

setiap node.

e. Mengolah data yang ada untuk ditampilkan dalam bentuk grafik.

f. Perhitungan diulang jika dilakukan variasi terhadap salah satu variabel.

(98)
(99)

76

Variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

a. Variasi bahan aluminium murni, kuningan (70%Cu, 30%Zn), flowcast (besi

tempa), baja karbon (1%C), dan baja krom-nikel (18% Cr, 8% Ni) dengan

Kuningan (70%Cu, 30%Zn) 111 3,412 x10-5

Flowcast (Besi tempa) 59 2,034 x 10-5

Gambar

Gambar V-54    Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu dengan variasi
Tabel V-28   Laju perpindahan kalor dari waktu ke waktu pada bahan Alumunium
Gambar I-1 Mould hosti yang sedang diperbaiki.
Gambar I-2 Komponen mould hosti.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tabel 3, Graduated Annuity Interest Factor (GAIF) menunjukkan sebesar 78,4047 untuk masa pinjaman 20 tahun, bunga pinjaman 20% per tahun, dengan lima tahun pertama

Inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh disebabkan oleh inflasi pada Kelompok Bahan Makanan sebesar 4,15 persen, Kelompok Sandang 2,99 persen, Kelompok Makanan

SKRIPSI SISTEM DASHBOARD UNTUK … AUFA AKMAL R Layout dashboard standar 7 pada gambar 4.40 terdiri dari 3 komponen, yaitu tabel nilai deskripsi elemen penilaian, dashboard

(4) Paraf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan tanda tangan singkat sebagai bentuk pertanggungjawaban atas muatan materi, substansi,

Setelah dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Keberhasilan Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Operasi di Bangsal Arofah dan Marwah RS PKU

Masalah yang mungkin terjadi dengan mengatur bahwa setiap proses hanya dapat memiliki satu proses adalah bahwa tidak semua proses hanya membutuhkan satu

Karena adanya multi-path channel, metode time-reversal memiliki kelebihan dalam mendeteksi sinyal seperti yang telah disebutkan pada gambar (4.1) dan (4.2)

Penetapan harga dasar gabah dan harga atap beras di tingkat konsumen lebih rendah daripada harga keseimbangan di pasar dengan tidak ada subsidi kepada produsen maka