• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model-model penyelesaian soal yang dikembangkan secara mandiri oleh siswa kelas IV SD berdasarkan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan soal-soal kontekstual pada topik pecahan campuran - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Model-model penyelesaian soal yang dikembangkan secara mandiri oleh siswa kelas IV SD berdasarkan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan soal-soal kontekstual pada topik pecahan campuran - USD Repository"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i

MODEL-MODEL PENYELESAIAN SOAL YANG DIKEMBANGKAN SECARA MANDIRI OLEH SISWA KELAS IV SD, BERDASARKAN HASIL KERJA MEREKA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL

KONTEKSTUAL PADA TOPIK PECAHAN CAMPURAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: Maria Sulistiani NIM: 051414062

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

"Marilah kita bertekun

dalam kehendak Allah

biarlah kehendak-Nya menjadi bintang kejora

bagi biduk kita sepanjang perjalanan hidup ini

karena lewat jalan ini

kita pasti akan sampai pada pelabuhan yang benar"

(Padre Pio, 5 November 1917)

Dengan penuh rasa syukur skripsi ini kupersembahkan karya ini untuk :

Tuhan Yesus Kritus, dan Bunda Maria

(5)
(6)

vi ABSTRAK

MARIA SULISTIANI. 2010. Model-Model Penyelesaian Soal Yang Dikembangkan Secara Mandiri Oleh Siswa Kelas IV SD, Berdasarkan Hasil Kerja Mereka Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Kontekstual Pada Topik Pecahan Campuran. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanatha Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) apakah siswa benar-benar mengembangkan model mandiri (self-developed model) yang diciptakan sendiri oleh siswa (free production), (2) karakteristik siswa seperti apakah yang dapat mengembangkan model mandiri mandiri (self-developed model) yang diciptakan sendiri oleh siswa (free production), (3) bagaimana karakteristik model-model penyelesaian soal yang dibuat secara mandiri (self-developed model) yang diciptakan sendiri oleh siswa (free production) sehingga pada akhirnya siswa memiliki strategi penyelesaian masalah yang mudah dipahami, mudah digunakan, mudah pengerjaannya dan hasilnya benar.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskritif kuantitatif-kualitatif karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana siswa kelas IV SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta menyelesaikan soal-soal kontekstual dengan mengembangkan model mandiri (self-developed model) yang diciptakan sendiri oleh siswa (free production) ditinjau dari kemampuan siswa membuat model matematika dan menyelesaikan model matematika yang dituangkan dalam bentuk hasil kerja siswa. Kuantitatif karena data yang digunakan berupa skor dan kualitatif karena ada data yaitu data wawancara yang digunakan dalam analisis penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian, seluruh proses pembelajaran dilaksanakan oleh guru pengampu yang berkompeten dalam proses pembelajaran dengan menggunakan Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Instrumen yang digunakan berupa tes hasil belajar. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tes hasil belajar siswa dan data hasil wawancara siswa.

(7)

vii ABSTRACT

MARIA SULISTIANI. 2010. Self-Developed Models for Solving Problems by Fourth Grade Students, based on the Results of their work in Solving Contextual Tasks on the Topic of Mixed Fractions. Mathematics Education Study Program, Department of Science and Mathematics Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research is aiming to find out (1) whether the students really construct self-developed models by free production, (2) what kind of students who are characteristically able to construct self-developed models by free production, (3) what are the characteristics of the self-developed models by free production so that finally the students have strategies to solve problems which are easy to understand, uncomplicated to apply, simple to do, and which produce correct results.

This research is a descriptive one. This research belongs to quantitative-qualitative descriptive research since it has a purpose to give a view of how the fourth grade students of State Elementary School of Timbulharjo in Yogyakarta solve contextual tasks by self-developed model by free production observed from their abilities to create mathematics models and work out the mathematics models which are poured into students’ learning results. It is called quantitative since the data which are used are in the form of scores, and it is called qualitative since some data are also gathered by interviews. In the research the whole process was conducted by a competent teacher using Realistic Mathematics Approach. The instrument which is used is the learning achievement test. The data which are required in this research are the students’ learning achievement test and the result of students’ interviews.

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Maria Sulistiani

Nomor Mahasiswa : 051414062

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

MODEL-MODEL PENYELESAIAN SOAL YANG DIKEMBANGKAN SECARA

MANDIRI OLEH SISWA KELAS IV SD, BERDASARKAN HASIL KERJA

MEREKA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL KONTEKSTUAL PADA

TOPIK PECAHAN CAMPURAN.

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan diinternet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan saya ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 7 Mei 2010

Yang menyatakan

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan akhir yang berjudul “ Model-Model Penyelesaian Yang Dikembangkan Secara Mandiri Oleh Siswa Kelas IV SD, Berdasarkan Hasil Kerja Mereka

Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Kontekstual Pada Topik Pecahan Campuran.” Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Pendidikan Matematika.

Penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan akhir ini tak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada :

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas cinta, berkat dan penyertaan-Nya. 2. Keluargaku tercinta: Bapak Petrus Soeratno, Ibu Seriana, Kakak Sr.Sisilia

SFD atas cinta, perhatian dan dukungannya yang telah diberikan.

3. Bapak Prof. Dr. St Suwarsono, selaku dosen pembimbing sekaligus Kaprodi Pendidikan Matematika dan dosen penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Th. Sugiarto, M. T. dan Bapak Drs. A. Sardjana, M. Pd. selaku dosen penguji atas masukan berharga yang telah diberikan.

(10)

x

telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Terima kasih pula atas ide dan perhatian yang diberikan kepada penulis berkaitan dengan penyusunan skripsi ini.

6. Bapak R. Aris Yuwono, selaku guru bidang studi kelas V SD Kanisius Sengkan dan Bapak Mukija, S.Pd, selaku guru bidang studi matematika kelas IV SD Negeri Timbulharjo dan yang telah membantu penulis selama penelitian.

7. Seluruh siswa kelas IV SD Negeri Timbulharjo dan siswa kelas V SD Kanisius Sengkan atas kerjasama yang diberikan selama penelitian.

8. Suster-suster di biara SFD yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan doa. Terima kasih untuk semuanya.

9. Iman Hidayat yang tidak kunjung henti memberikan dukungan, kasih, perhatian serta semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

10. Teman-teman spesial dalam hidup ini: Elisa, Fita, Peni, Fera yang selalu menemani dan memberi semangat selama menulis skripsi ini.

11. Teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2005, terimakasih atas kebersamaan selama perjalanan studi di Pendidikan Matematika ini. Sukses untuk kita semua.

12. Staf sekretariat JPMIPA (Bpk Al.Sugeng Supriyono dan Ibu M. Heni Widyawardani).

(11)

xi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Maka dengan kerendahan hati, penulis tetap menerima saran dan kritik dari pembaca sekalian demi sempurnanya skripsi ini.

Akhir kata penulis hanya dapat mengucapakan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....………...….…...… HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...………... HALAMAN PENGESAHAN……….…...….... HALAMAN PERSEMBAHAN………...………….…... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………...………... ABSTRAK...………...………... ABSTRACT...………...……….…….... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLKASI KARYA ILMIAH…..….…... KATA PENGANTAR……….………... DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL………... DAFTAR GAMBAR…………..………... DAFTAR FOTO………... DAFTAR LAMPIRAN………..…... BAB I. PENDAHULUAN………... A. Latar Belakang………... B. Perumusan Masalah………... C. Tujuan Penelitian………...…..…... D. Pembatasan Masalah………..…... E. Batasan Istilah………...………... E. Manfaat Penelitian………...…... F. Sistematika Penulisan………...……...

(13)

xiii

BAB II. LANDASAN TEORI ………...……... A. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia(PMR)…...…………. .. B. Model yang dikembangkan Secara Mandiri (self-developed models)……….…………... C. Pecahan Campuran……….…... 1. Pengertian Pecahan………....….…... 2. Konsep Pecahan………..….…..….…... 3. Pecahan Campuran………..…..….…... D. Kerangka Berpikir………...…….…... BAB III METODE PENELITIAN………..……….……….….…...

A. Jenis Penelitian………...……….…... B. Tempat dan Waktu Penelitian………...……...……….…... C. Subjek dan Objek Penelitian………...……….…... D. Bentuk Data dan Metode Pengumpulan Data……...…………...….… E. Uji Coba Instrumen Penelitian………...……….…... F. Teknik Analisis Data……….……….….. BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN….………….…... A. Pelaksanaan Penelitian……….………...

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian……….……… 2. Pelaksanaan Pembelajaran……….…………..….………… B. Data Penelitian………...……….………..

(14)

xiv

C. Analisis Penelitian………...……….…... BAB V PENUTUP………...……….………...

A. Kesimpulan………...……….…... B. Keterbatasan Peneliti………...………... C. Saran………...……….………... Daftar Pustaka………...………... Lampiran………...………...

(15)

xv

DAFTAR TABEL

HALAMAN Tabel 3.1.

Tabel 3.2.

Kisi-Kisi Soal Tes Hasil Pembelajaran………... Makna koefisien korelasi Pearson ………...……….

32 35

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Item Soal Tes Hasil Belajar…………...… 37

Tabel 3.4. Skor Perolehan Maksimum Setiap Soal………. 38

Tabel 3.5. Ketentuan Penilaian Tes Hasil Belajar……….. 39

Tabel 4.1. Daftar Nilai Hasil Tes Hasil Belajar ……….. 49

Tabel 4.2 Tabel Skor Siswa………...………. 50 Tabel 4.3

Tabel 4.4

Data Siswa yang Diwawancara……….. Nilai Rata-Rata Akhir Siswa………..

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN Gambar 2.1.

Contoh Peragaan Pecahan 2 1

... 23 Gambar 2.2.

Contoh Peragaan Pecahan 4 1 ,

4 2 ,

8 3

... 23

Gambar 2.3.

Contoh Peragaan Pecahan 2 1

dengan Menggunakan Pita... 24 Gambar 2.4. Contoh Peragaan Pecahan Campuran... 25 Gambar 2.5. Bagan Pengubahan Pecahan Tidak Murni Menjadi Pecahan

(17)

xvii DAFTAR FOTO

HALAMAN Foto 4.1. Kegiatan Guru dalam Menyajikan Permasalahan yang

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian………... 105

Lampiran 2 Soal Tes Hasil Pembelajaran……….. 107

Lampiran 3 Kunci Jawaban Soal………...……….. 109

Lampiran 4 Data Nilai Tes Hasil Belajar Siswa………...……. 115

Lampiran 5 Transkip Wawancara ………...……….. 116

Lampiran 6 Tabel Analisis untuk Perhitungan Validitas Item Soal Tes Hasil Belajar………...………..…….. 141

Lampiran 7 Perhitungan Validitas Item Soal Tes Hasil Belajar……..…….. 142

Lampiran 8 Perhitungan Reabilitas Soal Tes Hasil Belajar dengan menggunakan koefisien alpha ………..……….. 147 Lampiran 9

Lampiran 10

Contoh Lembar Jawaban Tes Hasil Belajar Siswa………. Dokumentasi kegiatan proses pembelajaran siswa……….

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya matematika adalah abstrak, karena itu menyulitkan banyak orang untuk memahaminya, apalagi para anak yang baru sekolah. Umumnya matematika diajarkan di Indonesia sebagai produk yang sudah jadi dan siap digunakan. Akibatnya, siswa kurang menghayati atau memahami konsep-konsep matematika, dan siswa mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu faktor penyebab rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika adalah pola pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Pembelajaran matematika di Indonesia dewasa ini memakai “dunia nyata” hanya untuk mengaplikasikan konsep dan kurang dipakai untuk proses matematisasi. Bila dalam pembelajaran di kelas, pengalaman anak sehari-hari dijadikan inspirasi penemuan dan pengkonstruksian konsep (pematematisasian pengalaman sehari-hari) dan mengaplikasikan kembali ke “dunia nyata” maka anak akan mengerti konsep dan dapat melihat manfaat matematika.

(20)

Realistik Indonesia”. Pendidikan Matematika Realistik (PMR) yang kemudian diadopsi menjadi Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), berusaha memperkenalkan matematika sebagai suatu proses, jadi bukan sebagai barang yang sudah jadi. Permasalahan disajikan dalam bentuk soal cerita, kontekstual, pemecahan masalah secara konkret, realistik sehingga mudah dihayati para murid. Perlahan-perlahan mereka digiring berpikir abstrak dari yang realistik sehingga akhirnya antara keduanya tidak lagi berbeda dikepala murid. Bahan pelajaran dalam PMR, biasanya berbentuk soal cerita yang kontekstual (berasal dari lingkungannya), diusahakan disiapkan sedemikian rupa sehingga permasalahannya dapat dibayangkan (realistik) oleh para murid dan dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Yang tersebut terakhir ini amat penting dan merupakan ciri khas PMR.

Dalam PMR, dikembangkan salah satu prinsip dari tiga prinsip PMR yaitu pengembangan model mandiri (self-developed model) yang berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan matematika tidak formal dan pengetahuan formal siswa. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual dari situasi nyata, siswa menemukan “model dari” (model of) situasi tersebut (bentuk informal), dan diikuti dengan penemuan ‘model untuk” (model for) bentuk tersebut (bentuk formal matematika), hingga mendapatkan penyelesaian dalam bentuk pengetahuan matematika yang standar.

(21)

soal dalam bentuk soal cerita, kontekstual, pada pokok bahasan pecahan campuran dan meneliti apakah siswa benar-benar mengembangkan model mandiri (self-developed model) yang diciptakann sendiri oleh siswa (free production) dalam bentuk matematika informal (diagram, gambar, kode, simbol dan lainnya) sehingga pada akhirnya siswa mendapatkan penyelesaian dalam bentuk pengetahuan matematika yang standar. Selain itu peneliti juga meniliti karakteristik siswa seperti apakah yang dapat mengembangkan model mandiri (self-developed model) dan bagaimanakah karakteristik model-model penyelesaian soal yang dibuat secara mandiri oleh siswa ( self-developed model) sehingga pada akhirnya siswa memiliki strategi penyelesaian masalah yang mudah dipahami, mudah digunakan, mudah pengerjaannya dan hasilnya benar.

B. Perumusan Masalah

Untuk mengarahkan jalannya penelitian ini serta memperoleh ketepatan dalam penelitian maka perumusan masalah ini adalah:

1. Apakah dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa benar-benar mengembangkan model mandiri (self-developed model) yang diciptakan sendiri oleh siswa (free production) sehingga pada akhirnya siswa memiliki strategi penyelesaian masalah yang mudah dipahami, mudah digunakan, mudah pengerjaannya dan hasilnya benar?

(22)

siswa (free production) sehingga pada akhirnya siswa memiliki strategi penyelesaian masalah yang mudah dipahami, mudah digunakan, mudah pengerjaannya dan hasilnya benar?

3. Bagaimanakah karakteristik model-model penyelesaian soal yang dibuat secara mandiri oleh siswa (self-developed model) sehingga pada akhirnya siswa memiliki strategi penyelesaian masalah yang mudah dipahami, mudah digunakan, mudah pengerjaannya dan hasilnya benar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dirumuskan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui apakah dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa benar-benar mengembangkan model mandiri (self-developed model) yang diciptakan sendiri oleh siswa (free production) sehingga pada akhirnya siswa mendapatkan penyelesaian dalam bentuk pengetahuan matematika yang standar.

2. Untuk mengetahui karakteristik siswa seperti apakah yang dapat mengembangkan model mandiri mandiri (self-developed model) yang diciptakan sendiri oleh siswa (free production) sehingga pada akhirnya siswa memiliki strategi penyelesaian masalah yang mudah dipahami, mudah digunakan, mudah pengerjaannya dan hasilnya benar

(23)

sendiri oleh siswa (free production) sehingga pada akhirnya siswa memiliki strategi penyelesaian masalah yang mudah dipahami, mudah digunakan, mudah pengerjaannya dan hasilnya benar.

D. Pembatasan Masalah

Pada perumusan masalah di atas dan juga pada tujuan penelitian, para siswa tersebut adalah para siswa kelas IV SD Negeri Timbulharjo, Kelurahan Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

E. Batasan Istilah

Istilah yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu: 1. Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Pendidikan matematika realistik adalah pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dilatarbelakangi oleh pendapat Hans Freudenthal bahwa matematika sebagai suatu bentuk aktivitas manusia, bukan sebagai ilmu pengetahuan yang harus dipindahkan dari guru ke siswa (Freudenthal, 1991, dalam Ariyadi Wijaya, 2009).

2. Model yang dikembangkan secara mandiri (self-developed model).

(24)

berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri.

F. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagi guru bidang studi matematika

Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru dalam upaya untuk mengembangkan siswa agar dapat membuat model-model penyelesaian yang tepat dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika.

2. Bagi siswa

Penelitian ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep dari suatu materi pembelajaran matematika, sehingga pada akhirnya pembelajaran berlangsung dengan penuh makna bagi siswa.

G. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan tugas akhir ini meliputi pendahuluan, landasan teori, metode penelitian, analisis data dan hasil penelitian, penutup.

BAB I Pendahuluan berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, batasan istilah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

(25)

pengertian pengembangan model mandiri (self-developed model), dan pengertian pecahan campuran.

Bab III Metode Penelitian berisi jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, bentuk data dan metode pengumpulan data, uji coba instrumen penelitian dan teknik analisis data.

Bab IV Analisis Data dan Hasil Penelitian. Bab ini berisi hasil penelitian yang meliputi pelaksanaan penelitian, data penelitian, dan análisis penelitian.

(26)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam penelitian ini terdapat beberapa landasan teori, yaitu: A. Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Pendidikan matematika realistik dilatarbelakangi oleh pendapat Hans Freudenthal bahwa matematika sebagai suatu bentuk aktivitas manusia, bukan sebagai ilmu pengetahuan yang harus dipindahkan dari guru ke siswa (Freudenthal, 1991, dalam Ariyadi Wijaya, 2009). Berdasarkan pandangan Freudenthal tersebut, fokus dari pembelajaran matematika bukan pada matematika sebagai suatu sistem yang tertutup, melainkan aktivitas yang bertujuan untuk suatu proses matematisasi. Oleh karena itu, pendidikan matematka realistik menghubungkan pengetahuan informal matematika yang diperoleh siswa dari kehidupan sehari-hari dengan konsep formal matematika. Kata ”realistik” tidak hanya bermakna keterkaitan dengan fakta atau kenyataan, tetapi ”realistik” juga berarti bahwa permasalahan kontekstual yang dipakai harus bermakna bagi siswa.

Dalam pendekatan matematika realistik dikenal dua jenis matematisasi yang dilakukan oleh siswa dilaksanakan melalui proses penemuan kembali secara terbimbing (guided reinvention) (Suwarsono, 2007: hal 2) yaitu:

(27)

(menutut versi siswa), yang kemudian diterapkan kembali ke masalah semula. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, pemvisualisasian masalah dalam cara-cara yang berbeda dan pentransformasian masalah dalam dunia real ke dalam masalah matematika. Matematika dalam tingkat ini disebut matematika informal. 2. Matematisasi vertikal adalah matematisasi dari apa yang sudah dihasilkan

secara matematis tersebut (pada no.1) untuk diproses kearah tingkatan matematis yang lebih formal. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model-model yang berbeda dan penggeneralisaian.

Menurut Gravemeijer pendekatan matematika realistik memiliki tiga prinsip utama (key principles) dari PMR adalah sebagai berikut (Gravemeijer, 1994, dalam Suwarsono, 2007: hal 2) :

1. Penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi progresif (guided reinventionandprogressive mathematization).

2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomonology)

3. Pengembangan model-model penyelesaian sendiri oleh siswa ( self-developed model).

(28)

1. Digunakannya konteks nyata (real context) untuk dieksplorasi oleh siswa. Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual, sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual tidak hanya berfungsi sebagai sumber pematematikaan, tetapi juga sebagai sumber untuk mengaplikasikan kembali matematika. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang dikenali oleh siswa. Masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa menggunakan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas).

(29)

3. Digunakannya proses yang konstruktif dalam pembelajaran, dimana siswa mengkonstruksi sendiri berbagai hal penting yang harus dipahami di dalam matematika dengan bimbingan guru. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.

4. Terdapat interaksi yang terus menerus antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan pembimbing untuk memfasilitasi proses konstruksi yang dilakukan oleh para siswa. Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.

(30)

dapat dikatakan bahwa permulaan pembelajaran harus dialami secara nyata oleh siswa, pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret sesuai realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan siswa. Sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna. Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berdasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa.

Kelebihan dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) antara lain sebagai berikut (Suwarsono, 2001: hal 5 - 8 )

1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

(31)

Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.

4. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.

5. PMR memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yan juga dianggap “unggul”, antara lain yaitu pendidikan pemecahan masalah, pendidikan konstruktivisme, dipadukan pembelajaran yang berbasis lingkungan sehingga dengan pemaduan kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran ini, keunggulan PMR semakin tampak.

(32)

tidak hanya secara makro tetapi juga secara mikro, beserta evaluasinya . Dengan kata lain, tim tidak hanya mengembangkan teori secara makro (pengembangan teori secara global atau garis beras), tetapi juga secara mikro (micro didactics), yaitu didaktik yang menyangkut mekanisme secara detail dari proses pembelajaran yang terjadi., baru pengembangan secara mikro ini dihasilkan micro theories and domain specific learning theories (Gravemeijer,1994: P.39 dan P.77) sebagai contoh penggunaan manipulative materials (alat-alat peraga manipulatif), yang sering kali dianggap pusat lebih baik oleh berbagai pihak (taken for granted), oleh tim tersebut diatas diamati secara detail untuk mencari mana manipulative materials yang sesuai, karena menurut tim ini, tidak semua manipulative materials dianggap sesuai dengan program pembelajaran yang menggunakan pendekatan PMR.

Kekurangan dalam penerapan pendekatan PMR antara lain sebagai berikut (Suwarsono, 2001: hal 8-10 ).

(33)

2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru. 4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal

kontekstual, proses pematematikaan horisontal dan proses pematematikaan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme, berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.

5. Pemilihan alat-alat peraga harus cermat, agar alat-alat peraga yang dipilih bisa membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan PMR.

6. Penilai (assement) dalam PMR lebih rumit daripada dalam pembelajaran yang “ konvensional”.

7. Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi secara substansial, agar pross pembelajaran siswa bisa berlangsung dengan prinsip-prinsip PMR.

(34)

pendekatan PMR sering diterapkan. Hal ini sangat tergantung pada upaya dan kemauan guru, siswa dan personal pendidikan lainnya untuk mengatasinya.

B. Model yang dikembangkan secara mandiri (self-developed model)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, model yang dikembangkan secara mandiri oleh siswa (self-developed model) merupakan salah satu dari tiga prinsip dasar (key principles) dari PMR yang adalah sebagai berikut (Gravemeijer, 1994, dalam Suwarsono 2001):

1. Penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi progresif ( guided reinvention and progressive mathematization).

Prinsip ini menghendaki bahwa dalam PMR, dari masalah kontekstual yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran, kemudian dalam menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas, sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang pembelajaran dengan pendekatan PMR yang menekankan prinsip penemuan kembali ( re-invention), dapat digunakan sejarah penemuan konsep/prinsip/rumus matematika.

(35)

melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.

2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomonology).

Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu masalah kontekstual untuk digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses pematematikaan progresif. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMR ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: (1) topik-topik matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.

3. Pengembangan model-model penyelesaian sendiri oleh siswa ( self-developed models).

(36)

istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self-developed model). Model dibuat siswa sendiri dalam memecahkan soal kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan soal kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa. Peran self-developed model merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan soal. Pertama adalah model situasi yang dekat dan dikenal (akrab) dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran mateamtik, model-of akan bergeser menjadi model-for masalah sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal.

(37)

kontribusi untuk perkembangan kepribadian siswa yang yakin, percaya diri, dan berani mempertahankan pendapat (bertanggung jawab) terhadap model yang dibuat sendiri serta dengan prinsip ini juga siswa mampu menorong kreativitas siswa untuk membuat model sendiri dalam memecahkan masalah.

C. Pecahan Campuran 1. Pengertian Pecahan

Pecahan yang dipelajari di SD, merupakan bilangan yang ditulis dalam bentuk

b a

, dimana a dan b bilangan-bilangan bulat dan b tidak

sama dengan nol kemudian a disebut pembilang dan b disebut penyebut.

Pecahan seperti itu, yaitu pecahan yang ditulis dalam bentuk

b a

, dimana a

dan b bilangan bulat dan b  0 disebut pecahan biasa. Selain pecahan biasa, jenis pecahan yang lain adalah: (1) pecahan campuran, (2) pecahan desimal, (3) pecahan persen, (4) pecahan permil. Setiap pecahan membentuk kelas ekuivalensi dengan anggota yang tak terhingga banyaknya. Sebagai contoh pecahan “

2 1

” membentuk sebuah kelas

ekuivalensi dengan anggota-anggota 2 1 , 4 2 , 6 3

, dst, karena

... 8 4 6 3 4 2 2 1   

 .Pecahan mempunyai beramacam-macam nama.

(38)

besar dari penyebut, pecahan itu disebutpecahan tak sejati atau pecahan

tak murni. Pada pecahan 3 2

, dua adalah pembilang dan tiga adalah

penyebut. 3 2

adalah pecahan sejati, sebab pembilangnya lebih kecil dari

penyebutnya. Suatu pecahan sejati lebih kecil dari 1. 8 11

adalah contoh

dari pecahan tak sejati karena sebelas adalah pembilang dan delapan adalah penyebut dimana pembilang lebih besar dari penyebut.

Pecahan mempunyai beberapa makna, sebagai berikut:

a. Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang utuh atau keseluruhan

Pecahan biasa dapat digunakan untuk menyatakan makna dari setiap bagian dari yang utuh. Apabila ibu mempunyai sebuah roti yang akan diberikan kepada 4 orang anaknya, dan masing-masing harus mendapat bagian yang sama, maka masing-masing anak akan

memperoleh 4 1

bagian dari keseluruhan roti itu. Pecahan biasa

4 1

mewakili ukuran dari masing-masing potongan bagian-bagian dari

sebuah pecahan biasa menunjukan hakikat situasi dimana lambang bilangan tersebut muncul dalam lambang bilangan

4 1

, “4”

(39)

b. Pecahan sebagai bagian dari kelompok-kelompok yang beranggotakan sama banyak, atau juga menyatakan pembagian

Apabila sekumpulan objek dikelompokkan menjadi bagian yang beranggotakan sama banyak, maka situasinya jelas dihubungkan dengan pembagian. Situasi dimana sekumpulan obyek yang beranggotakan 12, dibagi 2 kelompok yang beranggotakan sama

banyak, maka kalimat metematikanya dapat 12:2 atau 2 1

dari 12,

maka anak harus memikirkan 12 obyek yang dikelompokkan menjadi 2 bagian yang beranggotakan sama. Banyaknya anggota masing-masing kelompok terkait dengan banyaknya objek semula, dalam hal

ini 2 1

dari banyaknya objek semula. Demikian juga bila sehelai kain

yang panjangnya 3m akan dipotong menjadi 4 bagian yang berukuran sama, mengilustrasikan situasi yang akan menuntun kalimat pecahan

yaitu 3 : 4 atau 4 3 .

c. Pecahan sebagai perbandingan(rasio)

Hubungan antara sepasang bilangan sering dinyatakan sebagai sebuah perbedaan. Berikut diberikan situasi yang bisa memunculkan rasio :

 Dalam kelompok 10 buku terdapat 3 buku yang bersampul biru. Rasio buku yang bersampul biru terhadap keseluruhan buku adalah 3 : 10 atau buku yang bersampul biru adalah

10 3

dari keseluruhan

(40)

 Sebuah tali A panjangnya 10 m dibandingkan dengan tali B yang panjangnya 30 m. Rasio panjang tali A terhadap panjang tali B tersebut adalah 10 : 30 atau

30 10

atau panjang tali A ada 3 1

dari

panjang tali B. 2. Pengenalan Konsep Pecahan

Mengenal konsep pecahan akan lebih berarti bila didahului dengan soal cerita yang menggambarkan objek-objek nyata misalnya buah: apel, sawo, semangka atau kue : pie, cake dan lain-lain. Peraga selanjutnya dapat berupa daerah-daerah bangun datar beraturan misalnya persegi, persegi panjang, atau lingkaran yang akan sangat membantu dalam memperagakan konsep pecahan.

Pecahan 2 1

dapat diperagakan dengan cara melipat kertas

(41)

Gambar 2.1. Contoh Peragaan Pecahan 2 1

Pecahan 2 1

dibaca setengah atau satu perdua atau seperdua. “1” disebut

pembilang yaitu merupakan bagian pengambilan atau satu bagian yang diperhatikan dari keseluruhan bagian yang sama. “2” disebut penyebut yaitu merupakan dua bagian yang sama dari keseluruhan.

Peragaan tersebut di atas dapat dilanjutkan untuk pecahan 4 1

an, 8 1

an dan

sebagainya.

Gambar 2.2. Contoh Peragaan Pecahan 4 1 ,

4 2 ,

(42)

Pecahan 8 3

dibaca tiga per delapan. “3” disebut pembilang yaitu

merupakan 3 bagian yang diambil atau 3 bagian yang diperhatikan dari keseluruhan bagian yang sama. “8” disebut penyebut yaitu merupakan 8 bagian yang sama dari keseluruhan.

Selain melipat dan mengarsir pada kertas, peragaan dapat pula menggunakan pita atau tongkat yang dipotong dengan pendekatan pengukuran panjang, yang dapat pula untuk mengenalkan letak pecahan pada garis bilangan.

Pita dipotong menjadi 2 bagian sama panjang untuk memperagakan pecahan

2 1 .

Gambar 2.3. Contoh Peragaan Pecahan 2 1

dengan menggunakan pita

Pengenalan letak pecahan pada garis bilangan tersebut sangat bermanfaat untuk mencari pecahan senilai.

3. Pecahan campuran

Menurut Lawrence (1988) menyatakan bahwa “ a mixed number is the sum of a whole number and proper fraction.”

Pecahan 3 5

adalah sebuah pecahan tak murni dan dinyatakan 5 satu pertiga,

atau 3 1

(43)

3 5 = 3 1 5 =

3 1 2

3  (Substitusi)

=                3 1 2 3 1 3 (Distribusi) = 3 2 3 3

 (Penulisan ulang)

= 3 2

1 (Maka

3 3 = 1) Catatan bahwa 3 5 3 2 1

 adalah penjumlahan sebuah bilangan bulat dan

sebuah pecahan murni. Oleh karena itu bilangan ini disebut pecahan campuran.

Gambar 2.4. Contoh Peragaan Pecahan Campuran

Di dalam pecahan campuran, bilangan bulat dan pecahan murni ditulis berdampingan tanpa ada penambahan simbol lain. Sebagai contoh

3 5

3 2 1

 dapat ditulis pecahan campuran 3 2

1 . Pecahan campuran

3 2

(44)

diartikan sebagai penjumlahan. Pernyataan tersebut memperkuat mengapa kita tidak menggunakan kata “dan” ketika membaca bilangan bulat.

Pecahan tidak murni 3 5

dapat dinyatakan sebagai pecahan campuran

3 2

1 dengan cara membagi pembilang dengan penyebut. Hasil bagi dari

bilangan tersebut adalah 1 dan sisa pembagiannya adalah 2. Untuk lebih jelasnya dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 2.5. Bagan Pengubahan Pecahan Tidak Murni Menjadi Pecahan Campuran

D. Kerangka Berpikir

(45)

alogaritma atau prosedur dalam menyelesaikan permasalahan pada level formal matematika. Sama halnya pada pecahan, selama bertahun-tahun pecahan mulai diperkenalkan pada siswa yang dibagi menjadi beberapa bagian dengan bentuk dan ukuran yang sama (Garaham, 1975, dalam Domesia Novi Handayani, 2009). Operasi-operasi dalam pecahan diperkenalkan pada siswa sebagai defenisi dan teorema jadi yang tinggal dipergunakan oleh siswa tanpa pemaknaan lebih lanjut. Akibatnya, sering dijumpai pada siswa yang melakukan kesalahan pada konsep dan prinsip operasi pada pecahan, dimana kesalahan ini diakibatkan karena “ lupa rumus”. Proses belajar matematika yang procedural membuat siswa memaknai matematika sebagai kumpulan rumus yang perlu dihapal sehingga siswa akan kehilangan makna belajar matematika. Oleh karena itu PMR mencoba untuk memberikan solusi atas masalah dalam proses belajar matematika, dimana di dalam PMR, matematika tidak pertama-tama dipandang sebagai sesuatu yang sudah dalam bentuk jadi dan tinggal dipelajari oleh siswa. Akan tetapi, matematika lebih dipandang sebagai sesuatu yang harus diproses dan dihasilkan (dikonstruksi) sendiri oleh siswa.

(46)
(47)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Suharsimi Arikunto: 2005, dalam Dr. Sulipan)

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif-kualitatif karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana siswa kelas IV SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta menyelesaikan soal-soal kontekstual dengan mengembangkan model mandiri (self-developed model) yang diciptakan sendiri oleh siswa (free production) ditinjau dari kemampuan siswa membuat model matematika dan menyelesaikan model matematika yang dituangkan dalam bentuk hasil kerja siswa. Pendekatan kuantitatif digunakan karena data dalam penelitian ini ada yang berupa skor, dan pendekatan kualitatif digunakan dalam analisis data penelitian yang berupa wawancara

(48)

Subjek penelitian dibatasi dengan tujuan agar data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat : SD Negeri Timbulharjo Waktu : November – Desember 2009

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah semua siswa SD Negeri Timbulharjo kelas IV, Maguwoharjo, Depok Sleman, Tahun Ajaran 2009/2010 yang terdiri dari satu kelas dengan jumlah siswa 41 orang.

2. Objek

Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam membuat model mandiri (self-developed model) dalam penyelesaian soal-soal matematika.

D. Bentuk Data dan Metode Pengumpulan Data 1. Bentuk Data

(49)

2. Metode Pengumpulan Data

Seluruh data dalam penelitian ini diperoleh dari siswa kelas IV SD Negeri Timbulharjo.

Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan beberapa metode pengumpul data yaitu :

a. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 2002;150).

(50)

Penyusunan soal-soal tes siswa berdasarkan kriteria siswa dalam memahami materi yakni sebagai berikut:

Tabel 3.1. Kisi-Kisi Soal Tes Hasil Pembelajaran

No. Indikator No. Soal

1 Menerapkan konsep pecahan campuran. 1 2. Menghubungkan konsep pecahan campuran

dengan konsep pembagian dan penjumlahan pecahan.

2,3,4,5

b. Wawancara

(51)

Hal yang yang perlu digali dari siswa dalam wawancara, yaitu:

1) Jika soal dijawab secara individual tanpa bantuan siapapun. Maka bagaimanakah peyelesaian yang diperoleh. Apakah siswa tersebut benar-benar memahami soal yang diberikan.

2) Jika soal pekerjaan dijawab secara individual dan kemudian siswa meminta bimbingan dari guru. Maka bagaimanakah peyelesaian yang diperoleh. Apakah siswa tersebut benar-benar memahami soal yang diberikan.

3) Jika soal pekerjaan dijawab secara individual dan kemudian siswa bertanya dengan teman-temannya. Maka bagaimanakah peyelesaian yang diperoleh. Apakah siswa tersebut benar-benar memahami soal yang diberikan.

4) Jika soal pekerjaan dijawab bersama-sama dengan teman. Maka bagaimanakah peyelesaian yang diperoleh. Apakah siswa tersebut benar-benar memahami soal yang diberikan.

5) Jika soal pekerjaan menyalin (mencontek) jawaban siswa lain. Maka bagaimanakah peyelesaian yang diperoleh. Apakah siswa tersebut benar-benar memahami soal yang diberikan.

E. Uji Coba Instrumen Penelitian

(52)

menentukan mutu tidaknya hasil penelitian. Oleh karena itu, instrumen dalam penelitian ini sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data terlebih dahulu diujicobakan.

Uji coba instrumen dilakukan di SD Kanisius Sengkan Yogyakarta, dengan mengambil responden sebanyak 28 siswa kelas V-A yang telah mempelajari materi pecahan campuran pada saat duduk dikelas IV.

Agar data penelitian yang diperoleh mempunyai kualitas yang cukup tinggi, maka instrumen penelitian harus memenuhi syarat sebagai alat pengukur yang baik, yaitu validitas dan realibilitas.

1. Validitas Butir Soal

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud (Suharsimi Arikunto, 2002:168).

Rumus korelasi yang dapat digunakan untuk menghitung validitas instrumen adalah yang dikemukakan oleh pearson yang dikenal dengan rumus koefisien korelasi pearson(r).

(53)

Adapun rumus Product Moment dari Pearson dirumuskan sebagai berikut:

  

 

2 2

2

 

2

xy Y Y n X X n Y X -XY n r           Keterangan : xy

r = koefisien korelasi Pearson X = variabel bebas

Y = variabel terikat (Iqbal Hasan, 2004: 61)

Untuk harga rxy yang diperoleh kemudian dikonsultsikan pada tabel berikut ini.( Sumarna Surapranata, 2006:114).

Tabel 3.2. Makna koefisien korelasi Pearson

Angka Korelasi Makna

0,800 – 1,000 Sangat tinggi

0,600 – 0,800 Tinggi

0,400 – 0,600 Cukup

0,200 – 0,400 Rendah

0,000 – 0,200 Sangat rendah

2. Reliabilitas

(54)

cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang biasa dipercaya (Suharsimi Arikunto,2002:178).

Untuk menghitung reliabilitas pada penelitian ini digunakan rumus koefisien alpha(). Rumus koefisien alpha() digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian. Dalam penelitian ini instrumennya berupa tes uraian berbentuk essai.

Rumus Koefisien Alpha:

            

2

1 2 11 1 1  b k k r Keterangan : 11

r = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal 2

b = jumlah varians butir

2 1

 = varians total

(55)

dipakai untuk tujuan penelitian. Menurutnya kebanyakan tes-tes yang standar untuk pengukuran di bidang pendidikan pada umumnya memiliki koefisien reliabilitas minimal 0,8 untuk populasi yang sesuai. Sedangkan menurut Nunnaly (1972) dan Kaplan dan Saccuzo (1989) koefisien reliabilitas 0,7 sampai 0,8 cukup tinggi untuk suatu penelitian dasar. 3. Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika

Uji coba instrumen dilaksanakan pada tanggal 1 November 2009, yang dikenakan pada 28 siswa kelas V-A SD Kanisius Sengkan Yogyakarta. Dimana siswa tersebut pernah mendapatkan materi pecahan campuran ketika mereka duduk dikelas IV. Soal yang diberikan merupakan tes bentuk uraian yang berjumlah 5 soal. Dari hasil ujicoba dapat diketahui soal-soal yang validitas soal berkisar antara 0,554 sampai dengan 0,919. Kemudian soal-soal yang telah valid diuji koefisien realibilitasnya dan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,75 yang mengandung arti bahwa tingkat reliabilitas nya tinggi (Data selengkapnya mengenai perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 7 ).

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Item Soal Tes Hasil Belajar No Item

hitung XY

r

Klasifikasi

1 0,554 Valid

2 0,568 Valid

3 0,780 Valid

4 0,919 Valid

5 0,796 Valid

(56)

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif-kualitatif deskriptif. Data yang diperoleh dari metode pengumpulan data selanjutnya dianalisis. Data hasil penelitian akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tes hasil belajar

Untuk mengolah tes hasil belajar yang diberikan pada subjek penelitian diakhir pembelajaran dalam pengembangan model mandiri ( self-developed model) yang diciptakan sendiri oleh siswa (free production) digunakan penskoran sebagai berikut:

Untuk pemberian skor dalam bentuk soal uraian sangat ditentukan oleh bobot masing-masing soalnya. Bila setiap butir soal selesai di skor, kemudian dihitung jumlah skor perolehan siswa pada setiap nomor butir soal. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai dengan menggunakan perhitungan rumus seperti berikut ini :

Bobot ybs

soal untuk maksimum Skor

didik peserta perolehan

Skor soal

setiap

Nilai  

Tabel 3.4. Skor Perolehan Maksimum Setiap Soal Soal

Uraian Bobot Soal Skor Maksimum

Skor Perolehan Peserta Didik

1 10 5 1,2,3,4,5

2 10 5 1,2,3,4,5

3 20 8 1,2,3,4,5,6,7,8

4 30 10 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

(57)

Untuk mengolah tes hasil belajar yang diberikan pada subjek penelitian diakhir pembelajaran digunakan penskoran sebagai berikut:

Tabel 3.5. Ketentuan Penilaian Tes Hasil Belajar

No Soal

Ketentuan Penilaian Skor

Siswa menjawab soal dengan benar 10

Siswa menjawab salah namun cara berfikir siswa dalam mengerjakan

soal tersebut telah tepat (kesalahan hanya dalam perhitungan) 6

Siswa membuat model mandiri, akan tetapi model yang dibuat salah dan hasil jawabannya tidak tepat. Nilai diberikan berdasarkan usaha dari siswa untuk mencoba menjawab soal.

2 1,2

Siswa sama sekali tidak menjawab 0

Siswa menjawab soal dengan benar 20

Siswa menjawab salah namun cara berfikir siswa dalam me

ngerjakan soal tersebut telah tepat (kesalahan hanya dalam perhitungan) 15 Siswa membuat model mandiri, akan tetapi model yang dibuat salah dan hasil jawabannya tidak tepat. Nilai diberikan berdasarkan usaha dari siswa untuk mencoba menjawab soal.

2,5 3

Siswa menjawab salah atau siswa sama sekali tidak menjawab 0

Siswa menjawab soal dengan benar 30

Siswa menjawab salah namun cara berfikir siswa dalam mengerjakan soal tersebut telah tepat (kesalahan hanya dalam perhitungan)

18

Siswa membuat model mandiri, akan tetapi model yang dibuat salah dan hasil jawabannya tidak tepat. Nilai diberikan berdasarkan usaha dari siswa untuk mencoba menjawab soal.

3 4,5

(58)

Ketentuan penilaian hasil tes belajar diperoleh dengan cara sebagai berikut:

a. Untuk soal nomor 1 dan soal nomor 2, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Soal Uraian Bobot Soal Skor

Maksimum

Skor Perolehan Peserta Didik

Perhitungan

0 0

1 2

2 4

3 6

4 8

1 dan 2 10 5

5 10

Dari tabel diatas maka dapat diambil ketentuan penilaian sebagai berikut:

1) Siswa menjawab soal dengan benar (model mandiri dan jawaban tepat) akan diberi penilaian 10.

2) Siswa menjawab salah namun cara berfikir siswa dalam mengerjakan soal tersebut telah tepat (kesalahan hanya dalam perhitungan) akan diberi penilaian 6. Penilaian ini dilihat dari perhitungan yang dilakukan pada tabel.

(59)

b. Untuk soal nomor 3, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Soal Uraian

Bobot Soal Skor

Maksimum

Skor Perolehan Peserta Didik

Perhitungan

0 0

1 2,5

2 5

3 7,5

4 10

5 12,5

6 15

7 17,5

3 20 8

8 20

Dari tabel diatas maka dapat diambil ketentuan penilaian sebagai berikut:

1) Siswa menjawab soal dengan benar (model mandiri dan jawaban tepat) akan diberi penilaian 10.

2) Siswa menjawab salah namun cara berfikir siswa dalam mengerjakan soal tersebut telah tepat (kesalahan hanya dalam perhitungan) akan diberi penilaian 15.

(60)

c. Untuk soal nomor 4 dan soal nomor 5, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Soal Uraian

Bobot Soal Skor

Maksimum

Skor yang Dapat diperoleh Peserta Didik

Perhitunga n

0 0

1 3

2 6

3 9

4 12

5 15

6 18

7 21

8 24

9 27

4 dan 5 30 10

10 30

Dari tabel diatas maka dapat diambil ketentuan penilaian sebagai berikut:

1) Siswa menjawab soal dengan benar (model mandiri dan jawaban tepat) akan diberi penilaian 10.

2) Siswa menjawab salah namun cara berfikir siswa dalam mengerjakan soal tersebut telah tepat (kesalahan hanya dalam perhitungan) akan diberi penilaian 18.

(61)

Jadi dengan demikian skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 100 dan skor terendahnya adalah 0.

2. Wawancara

Dari perolehan skor siswa maka dapat diambil beberapa siswa untuk diwawancarai dengan kriteria diambil 2 siswa dengan skor tertinggi, 2 siswa dengan skor sedang dan 2 siswa dengan skor terendah. Dengan ketentuan jika siswa yang masuk kriteria skor tertinggi, skor sedang, dan terendah lebih dari satu siswa maka akan diambil acak hanya satu siswa saja. Kemudian untuk setiap kriteria yaitu skor tertinggi, skor sedang, dan terendah dapat diketahui dengan mencari mean dan standar deviasi, sebagai berikut:

Mencari Mean (X):

 

 X

X

Mencari Standar Deviasi:

2 2 N X X SD            dimana:

SD = Standar Deviasi

  2

X

= tiap skor dikuadratkan lalu dijumlahkan kemudian dibagi N

2 N X       

(62)

Menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya “ Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan” dari nilai mean dan nilai standar deviasi maka diperoleh batas kelompok bawah sedang dan batas kelompok sedang atas dengan perhitungan sebagai berikut:

Batas kelompok bawah sedang = Mean – Standar Deviasi Batas kelompok sedang atas = Mean + Standar Deviasi

Dari batas kelompok bawah sedang dan batas kelompok sedang atas kemudian siswa dikelompokkan kedalam kelompok atas, kelompok sedang, dan kelompok bawah dengan skor yang diperoleh oleh masing-masing siswa. Setelah itu skor dari siswa-siswa dapat diklasifikasikan kedalam skor tertinggi, sedang, dan terendah.

(63)

45 BAB IV

ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1) Deskripsi Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai awal bulan November sampai Desember 2009 pada siswa kelas IV SD Negeri Timbulharjo semester gasal tahun ajaran 2009/2010. Adapun jumlah siswa kelas IV adalah 41 siswa.

Dalam hal ini peneliti hanya bertindak sebagai observer (pengamat) pembelajaran. Sedangkan untuk proses pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dalam topik bahasan pecahan campuran diampu oleh guru bidang studi matematika yang bersangkutan. Pengamat dalam penelitian ini berfungsi melakukan observasi terhadap guru dan siswa sebelum dilaksanakan penelitian, kemudian untuk mengamati proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pengampu.

(64)

siswa diminta untuk menjelaskan jawaban soal yang diperoleh masing-masing anak dan bagaimana menjelaskan setiap jawaban yang diperoleh.

Penyampaian materi pembelajaran dilaksanakan 1 kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran dan 1 kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran untuk melakukan tes hasil belajar siswa. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mempersiapkan tes hasil belajar mengenai pecahan campuran. Semua persiapan ini diberikan kepada guru pengampu. Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan, maka pertemuan selanjutnya siswa diberikan tes hasil belajar untuk dikerjakan secara individual. Dari tes hasil belajar siswa, peneliti memperoleh nilai atau skor dan kemudian dengan nilai tersebut peneliti memperoleh acuan untuk melakukan wawancara terhadap 6 orang siswa yaitu siswa 1, siswa 2, siswa 3, siswa 4, siswa 5, dan siswa 6.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dengan proses pembelajaran dengan menggunakan PMR dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran peneliti melakukan kegiatan observasi 1 kali dikelas sebagai persiapan agar peneliti lebih mengenal kelas yang hendak diteliti. Pertemuan I dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran dan pertemuan II dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran.

a. Pertemuan I

(65)

materi pembelajaran. Bahan pelajaran yang disajikan oleh guru pengampu dalam pembelajaran ini mengacu pada pembelajaran dengan PMR pada permasalahan-permasalahan yang berbentuk kontekstual (berasal dari lingkungan), diusahakan disiapkan sedemikian rupa sehingga permasalahannya dapat dibayangkan(realistik) oleh para siswa dan dapat diselesaikan dengan beberapa cara.

Foto 4.1. Kegiatan Guru Menyajikan Permasalahan yang Kontekstual

(66)

dituntun sedemikian rupa sehingga mereka berani mengambil keputusan dan menemukan sendiri jawaban yang benar atau salah dan guru memberikan penghargaan atau apresiasi berupa pujian kepada siswa yang berani untuk mengemukakan pendapat dan menjelaskannya di depan kelas.

b. Pertemuan II

Pertemuan II dilaksanakan tanggal 6 November 2009 pada jam pelajaran ke-4 dan ke-5. Inti dari pertemuan ini siswa diajak untuk mengerjakan soal-soal mengenai materi yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya secara individual. Hasil kerja siswa kemudian di analisis dengan diberi skor. Untuk pemberian skor terdapat dalam pedoman dalam Bab III. Kegiatan siswa dalam mengerjakan soal-soal tes hasil belajar dapat dilihat berikut:

(67)

B. Data penelitian

1. Tes (hasil belajar siswa)

Berikut ini adalah nilai yang diperoleh siswa dari tes hasil belajar dengan topik pembahasan pecahan campuran.

Tabel 4.1.Daftar Nilai Hasil Tes Hasil Belajar

Nomor Urut

Siswa Skor

Keterangan

1 12,5

2 73

3 - Tidak masuk

4 33 5 42 6 46 7 46 8 100 9 73 10 46

11 - Tidak masuk

12 - Tidak masuk

13 51,5 14 88 15 46 16 46 17 73 18 16,5 19 24,5 20 16,5

21 - Tidak masuk

22 49

23 46

24 73

25 49

26 - Tidak masuk

27 46 28 38 29 27,5 30 73 31 46 32 61 33 88 34 38 35 12,5 36 73 37 88 38 46 39 55,5

40 - Tidak masuk

(68)

(Daftar nilai tes hasil belajar selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3).

Dari hasil tes belajar yang diperoleh akan menjadi acuan untuk melakukan wawancara tehadap beberapa anak.

2. Wawancara

Wawancara dilaksanakan terhadap 6 siswa. Peneliti mengambil 2 siswa dengan skor tertinggi, 2 siswa dengan skor sedang dan 2 siswa dengan skor terendah. Untuk mengklasifikasikan siswa-siswa yang termasuk kedalam skor tertinggi, skor sedang dan skor terendah maka digunakan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 4.2.Tabel Skor Siswa

Skor f

x

f

2

x

f

100 1 100 10000

88 4 352 30976

73 6 438 31974

61 1 61 3721

55.5 1 55,5 3080,25

51.5 1 51.5 2652.25

49 2 98 4802

46 9 414 19044

42 1 42 1764

38 2 76 2888

33 1 33 1089

27,5 1 27,5 756,25

24.5 1 24.5 600.25

16.5 2 33 544,25

12.5 2 25 312,5

N = 35 1831

fx

114204

(69)

Dari data yang diperoleh maka Mean = 5231 35

1831

Standar Deviasi

 

2 2

35 1831 35

114204

 

78 2736 97

3262  

19 526

= 22,94

Batas kelompok bawah sedang adalah: 52,31 – 22,94 = 29,37 Batas kelompok bawah sedang adalah:

52,31 + 22,94 = 75,25 Jadi:

a. Kelompok atas

Semua siswa yang mempunyai skor 75,25 keatas, yaitu skor 88 dan 100. Disini ada 5 orang

b. Kelompok sedang

Semua siswa yang mempunyai skor antara 29,37 dan 75,25 Disini ada 24 orang.

c. Kelompok bawah

(70)

Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa:

a. Untuk skor tertinggi, diambil siswa dari kelompok atas yang memiliki skor tertinggi pertama dan tertinggi kedua yaitu skor 100 dan 88. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya maka untuk 4 siswa dengan skor 88 hanya diambil acak 1 orang.

b. Untuk skor sedang, diambil siswa dari kelompok sedang dengan skor 55,5 dan skor 51,5.

c. Untuk skor terendah, diambil siswa dari kelompok bawah. Sesuai dengan klasifikasi yang dibuat maka skor yang masuk dalam kelompok bawah tersebut adalah skor 27,5, 24,5, 16,5, dan 12,5. Dari klasifikasi tersebut maka diambil siswa dengan skor 27,5 dan skor 12,5

Dari pengelompokkan siswa-siswa berdasarkan skor yang diperoleh maka dapat diperoleh data siswa untuk diwawancari adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3.Data Siswa yang Diwawancara

Nama Siswa Skor Keterangan

Siswa 1 100 tertinggi pertama Siswa 2 88 tertinggi kedua

Siswa 3 55,5 sedang

Siswa 4 51,5 sedang

Siswa 5 27,5 terendah keempat Siswa 6 12,5 terendah pertama

(71)

Rangkuman Hasil Kerja Siswa dan Wawancara

Rangkuman hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap enam siswa adalah sebagai berikut:

a. Soal nomor 1

Tono disuruh ibunya untuk membuat 1 gelas juice. Untuk 1 gelas juice, Tono hanya membutuhkan 1 buah jeruk dan setengah dari jeruk lainnya. Berapa jerukkah yang diperlukan Tono untuk membuat 1 gelas juice?

1) Siswa 1

2) Siswa 2

(72)

4) Siswa 4

5) Siswa 5

6) Siswa 6

Rangkuman hasil kerja siswa dan wawancara soal nomor 1 Dari hasil produksi kerja siswa yang diperoleh kita dapat melihat beberapa strategi atau variasi model yang digunakan untuk menyelesaikan soal diatas. Untuk siswa 1, pertama dia membuat model mandiri dengan membuat bentuk kalimat matematika dimana kalimat tersebut ditulis berdasarkan hasil pemahaman soal dari siswa 1 itu sendiri. Kemudian dari kalimat matematika tersebut, siswa 1 langsung menggambarkan model yaitu sebuah jeruk dan setengah buah jeruk dan menjumlahkannya sehingga mendapatkan hasil yaitu satu setengah.

(73)

menggambar modelnya, masing-masing siswa menggambarkan model jeruk seperti informasi yang mereka peroleh dari soal. Untuk siswa 2 dan siswa 3, setiap model jeruk yang dibuat langsung diberikan keterangan angka akan tetapi tidak demikian untuk siswa 4.

Untuk siswa 5 dan siswa 6, berdasarkan hasil kerja yang diperoleh dapat dilihat bahwa masing-masing siswa memiliki strategi penyelesaian yang unik dan berbeda dari siswa-siswa sebelumnya. Masing-masing siswa menggambar model jeruk menurut representasi mereka masing-masing. Pada siswa 5, dia menggambarkan model lima buah jeruk. Model jeruk pertama, kedua dan ketiga dibagi menjadi dua bagian kemudian salah satu bagian dari masing-masing jeruk tersebut diarsir sehingga dari gambar yang dibuat siswa 5 memberikan jawaban yaitu dua tiga perlima. Pada siswa 6, dia menggambarkan model enam buah jeruk, kemudian dari model terlihat jeruk kelima dan keenam dibagi menjadi dua bagian dan salah satu bagiannya diberi coret-coretan hitam seperti arsiran dan jawaban yang diperoleh siswa 6 yaitu dua perenam.

(74)
(75)

jeruk dan dalam wawancara pun alasan yang diberikan terkesan janggal dan tidak masuk akal sehingga dapat disimpulkan bahwa penalaran siswa 5 dan siswa 6 ini belum bekerja secara maksimal. Siswa sama sekali tidak memahami soal yang diberikan sehingga tidak mempunyai alasan kuat terhadap jawaban yang dibuat.

Apa yang diuraikan diatas dapat disajikan secara ringkas dalam tabel berikut:

Nama Siswa

Uraian Ringkas

Siswa 1 dan siswa 2

1. Siswa mampu mengembangkan model mandiri sehingga menghasilkan jawaban yang tepat. Strategi penyelesaian yang dibuat mudah dipahami.

2. Dalam wawancara, siswa mampu menjelaskan semua

jawaban yang diperoleh dengan rinci dan lancar

Siswa 3

1. Siswa mampu membuat model mandiri. Strategi

penyelesaian sudah tepat dan kemudian jawaban yang diperoleh tepat.

2. Pada saat wawancara, siswa tidak mampu untuk menjelaskan

jawaban yang diperoleh sehingga siswa hanya bisa

membacakan hasil jawaban yang ditulis pada hasil kerja dan siswa juga tidak mampu menjawab pertanyaan apapun yang diajukan oleh pewawancara.

Siswa 4

1. Siswa membuat model mandiri untuk merepresentasikan jeruk yan dibutuhkan. Model dibuat tanpa keterangan angka kemudian langsung diberikan hasil jawaban.

(76)

Siswa 5 Dan Siswa 6

1. Model mandiri yang dibuat oleh masing-masing siswa tidak sesuai dengan apa yang menjadi masalah dalam soal. Siswa kurang bisa memahami soal dengan baik sehingga antara model, cara berpikir, dan hasil jawaban tidak ada kesesuaian. 2. Siswa tidak mampu untuk menjelaskan alasan mengapa membuat model yang demikian dan bagaimana cara memperoleh jawaban, sehingga dapat dikatakan bahwa siswa hanya asal menjawab tanpa memahami soal dengan baik.

b. Soal nomor 2

Ibu pulang dari pasar membawa cokelat 4 batang. Bapak pulang dari kantor membawa juga cokelat yang sama 1 batang. Kemudian semua coklat diberikan kepada kedua anak mereka dengan harapan cokelat dibagi sama banyak. Berapa banyak coklat yang diperoleh masing-masing anak.

1) Siswa 1

(77)

3) Siswa 3

4) Siswa 4

5) Siswa 5

6) Siswa 6 (Ferdian Cipto Setyo)

(78)

anak mendapatkan dua batang cokelat sedangkan cokelat kepunyaan ayah dibagi menjadi dua sehingga masing-masing mendapatkan setengah bagian. Kemudian jumlah keseluruhan batang cokelat yang diterima oleh satu anak dijumlahkan dan hasilnya masing-masing anak mendapatkan dua setengah.

Untuk siswa 2, soal dijawab dengan lebih efesien yaitu memulai jawaban dengan membuat model batang cokelat yang berupa kotak-kotak yang berbentuk persegi panjang. Model yang dibuat berupa empat batang cokelat dan satu batang cokelat yang oleh siswa 2 satu batang cokelat tersebut langsung dibagi menjadi dua bagian. Sehingga dari gambar model yang dibuat, siswa 2 langsung dapat menyimpulkan bahwa dari empat batang cokelat tersebut masing-masing anak memperoleh dua batang cokelat dan dari satu batang cokelat masing-masing anak mendapatkan setengah bagian sehingga masing-masing anak mendapatkan masing-masing dua setengah batang cokelat.

(79)

dalam menyatakannya ke dalam bentuk matematika yang formal, siswa 3 kurang tepat yaitu pada model terlihat jelas bahwa pembagian terhadap kedua anak adalah masing-masing dua setengah akan tetapi siswa menuliskan jawabannya adalah satu setengah.

(80)

siswa 3, pada saat menjelaskan jawaban yang diperoleh terlihat kesulitan dan bingung kemudian siswa 3 juga tidak konsisten dengan jawaban yang diperoleh, selama wawancara siswa ini memberikan jawaban dua setengah padahal jawaban yang tetulis adalah satu setengah dan siswa ini tidak mengemukakan alasannya. Sehingga perlu disangsikan apakah model yang dibuat memang dikembangkan sendiri atau melihat model dari teman yang lainnya. Kemudian untuk siswa 4, hampir sama dengan kesulitan pada soal nomor 1 siswa 4 kesulitan untuk menjelaskan terlihat takut dan malu-malu. Namun demikian sebenarnya siswa 4 memahami soal yang diberikan dan mengerti jawaban yang diperolehnya. Hal ini dibuktikan yaitu ketika siswa 5 terus menerus dituntun dengan pertanyaan-pertanyaan maka akhirnya sedikit demi sedikit siswa mulai menjelaskan walaupun penjelasan yang diperoleh harus dijelaskan secara terbata-bata. Pada siswa 5 dan siswa 6 terdapat kesamaan dalam menjelaskan. Keduanya memberikan penjelasan yang unik misalnya siswa 5 menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban dua per dua yaitu diperoleh dari “satu dikurangi per satu, satu dikurangi per satu coklat, satu dikurangi per satu, satu

(81)

terlebih dahulu. Selain itu terdapat kecenderungan juga bahwa siswa 5 dan siswa 6 tidak memiliki penalaran yang cukup baik untuk bisa memahami soal yang diberikan. Soal yang dijawab memang menggunakan model sendiri akan tetapi masing-masing siswa tidak mempunyai alasan mengapa membuat model tersebut dibuat dan tidak bisa menjelaskan jawaban yang sudah diperoleh.

Apa yang diuraikan diatas dapat disajikan secara ringkas dalam tabel berikut:

Nama Siswa Uraian Ringkas

Siswa 1

1. Dalam menjawab soal, siswa terlebih dahulu memahami soal kalimat per kalimat kemudian setelah itu, siswa menggambarkan modelnya. Model yang dibuat lengkap dengan keterangan angka dan perhitungan sampai pada hasil jawaban yang tepat.

2. Siswa mampu untuk menjelaskan keseluruhan jawaban yang diperoleh dan mampu memberikan alasan dari semua pertanyaan yang diajukan kepada siswa.

Siswa 2 1. Siswa menjawab soal secara lebih efesien daripada siswa 1.

Siswa mulai menjawab dengan menggambarkan model

terlebih dahulu. Cara penyelesaian langsung dibuat siswa dimodel, kemudian setiap model diberikan keterangan. Jawaban yan diperoleh siswa tepat.

2. Model yang dibuat siswa untuk menjawab dapat dijelaskan secara lancar oleh siswa pada saat wawancara sehingga dapat dikatakan siswa benar-benar mengembangkan model sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain.

Siswa 3 1. Model yang dibuat siswa sangat jelas

Gambar

Gambar 2.1. Contoh Peragaan Pecahan 21 ......................................................
Tabel Analisis untuk Perhitungan Validitas Item Soal Tes
Gambar 2.2. Contoh Peragaan Pecahan 41 ,
Gambar 2.3. Contoh Peragaan Pecahan 21 dengan menggunakan pita
+7

Referensi

Dokumen terkait

0,038 < 0,05, maka H o ditolak dan H a diterima yang berarti layanan konseling kelompok dengan teknik permainan melalui media balon estafet berpengaruh dalam meningkatkan

Dari kunjungan wisatawan yang meningkat dari tahun ke tahun tersebut muncul sebuah kebutuhan akan suatu tempat berupa bangunan penginapan yang memiliki berbagai

The ignition timing control by the average correction technique was found to reduce the fluctuation ratios of the IMEP and the maximum in- cylinder pressure

Kepala sekolah sebagai manajer dalam lembaga pendidikan untuk membangun kerjasama, ada beberapa tahap yang harus dilakukan terutama melakukan sosialisasi, - Berdasarkan

Berdasarkankan dari pembahasan diatas telah dilakukan asuhan kebidanan secara continuity of care dari masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir serta

Catatan: Asisten dosen untuk praktikum ini adalah Felicia Fraulein Setiawan (NIM: 158115100) dan Felicia (NIM: 158115101) yang akan membantu mendampingi jaga saat

Tingkat pengembalian investasi pendidikan yang diterima individu dengan lama tahun bersekolah di atas 12 tahun untuk lapangan usaha industri dan jasa, terus mengalami

Hal tersebut dikarenakan hasil suatu tanaman ditentukan oleh kegiatan yang berlangsung dalam sel dan jaringan tanaman cabai merah sehingga besarnya nilai berat