• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN TARIF DALAM KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL MENURUT KETENTUAN WTO DAN AFTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEDUDUKAN TARIF DALAM KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL MENURUT KETENTUAN WTO DAN AFTA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEDUDUKAN TARIF DALAM KEBIJAKAN PERDAGANGAN

INTERNASIONAL MENURUT KETENTUAN WTO DAN AFTA

A. Kedudukan Tarif Dalam Kebijakan Perdagangan Internasional Menurut Ketentuan WTO

1. Pengertian dan Jenis-Jenis Tarif

Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau bea keluar70 sedangkan bea masuk adalah pungutan negara dikenakan terhadap barang yang diimpor.71 Kegiatan lalu lintas barang impor atau ekspor dapat dijadikan alasan bagi suatu negara untuk memungut bea dan pajak untuk kepentingan kas negara. Di Indonesia tugas untuk memungut dan mengamankan penerimaan negara dari sektor impor atau ekspor menjadi tugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai . Terdapat 2 (dua) cara didalam pemungutan bea masuk, yang didasarkan pada :72

a. tarif advalorum , dimana besarnya bea didasarkan pada prosentase tarif tertentu dari harga barang ; dan

b. tarif spesifik , dimana besarnya bea didasarkan pada tarif per satuan barang.

Sebagian besar barang impor di Indonesia dikenakan bea masuk berdasarkan tarif advalorum. Hanya sebagian kecil barang impor yang dikenakan tarif spesifik

70

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Pasal 1 ayat 15.

71

Ibid. Pasal 1 ayat 21.

72

Pusat Pendidikan Dan Latihan Bea Dan Cukai Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia, Undang-Undang Kepabeanan, (Jakarta : 2007), hlm. 62.

(2)

yaitu beras dan gula. Untuk memudahkan penetapan tarif atas barang impor , barang harus diklasifikasi dalam satu sistem klaisfikasi barang , dimana jenis barang yang ada di dunia ini disusun dan dikelompokkan secara sistematis dengan secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan perdagangan. Terdapat bea masuk lain selain dari bea masuk yang biasa dikenakan terhadap barang impor yaitu :

a. Bea Masuk Anti dumping

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1996 Tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Antidumping adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian. Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal :

1. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; dan 2. impor barang tersebut :

a. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;73

b. ancaman terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;

c. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.

b. Bea Masuk Imbalan

Bea Masuk Imbalan adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian. Bea Masuk Imbalan, dalam hal:

(3)

1. barang tersebut diberikan Subsidi di negara pengekspor; dan74 2. impor barang tersebut menyebabkan Kerugian.75

c. Bea Masuk Tindakan Pengamanan (safeguard)

Bea masuk tindakan pengamanan76 dapat dikenakan terhadap barang impor dalam hal terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing, dan lonjakan barang impor tersebut:

1. menyebabkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut dan/atau barang yang secara langsung bersaing; atau

2. mengancam terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsung bersaing.77

74

Yang dimaksud dengan "subsidi" adalah : (i).setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan-badan Pemerintah baik langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan, industri, kelompok industri, atau eksportir; atau (ii) setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga yang diberikan secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan Ekspor atau menurunkan Impor dari atau ke negara yang bersangkutan.

75

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1996 Tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan Pasal 3. Kerugian adalah : (i) kerugian Industri Dalam Negeri yang memproduksi Barang Sejenis; (ii) ancaman terjadinya Kerugian Industri Dalam Negeri yang memproduksi Barang Sejenis; atau (iii) terhalangnya pengembangan industri Barang Sejenis di dalam negeri.

76

Penjelasan pasal 23 undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Dalam hal tindakan pengamanan telah ditetapkan dalam bentuk kuota (pembatasan impor), maka bea masuk tindakan pengamanan tidak harus dikenakan. Yang dimaksud dengan kerugian serius adalah kerugian nyata yang diderita oleh industri dalam negeri. Kerugian tersebut harus didasarkan pada (shall be based on) fakta-fakta bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan.

77

Pasal 23 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

(4)

d. Bea masuk pembalasan

Bea masuk pembalasan dikenakan terhadap barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif. yaitu perlakuan tidak wajar misalnya pembatasan, larangan atau pengenaan tambahan bea masuk.78 Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dapat dikenakan secara bersamaan dalam hal terhadap importasi barang yang bersangkutan hanya dikenakan salah satu yang tertinggi diantara Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan.79

2. Kegunaan Tarif

Yang dimaksud dengan tarif tidak lain dari suatu pajak yang tarik oleh pemerintah atas barang-barang impor yang menyebabkan menjadi semakin tingginya harga barang tersebut di pasar domestik. Tarif impor mempunyai beberapa fungsi yaitu :80

a. Tarif sebagai pajak

Tarif bagi suatu barang impor merupakan pungutan oleh negara yang hasil dari pungutan tersebut masuk menjadi kas negara. Dengan demikian, pada hakikatnya, tarif merupakan suatu pajak, yakni yang disebut dengan pajak barang impor. Meskipun penghasilan pajak dari pengenaan tarif barang impor ini tidak begitu signifikan jumlahnya, tetapi bagi negara-negara berkembang, penerimaan dari

78

Ibid. Pasal 23 C.

79

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1996 Tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, Pasal 5.

80

Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), hlm.69.

(5)

hasil pungutan tarif impor ini cukup berarti yang pada gilirannya pendapatan hasil pungutan tarif tersebut oleh pemerintah akan digunakan untuk kepentingan seluruh masyarakat.

b. Tarif untuk melindungi produk domestik

Tarif mempunyai efek terhadap perlindungan produk-produk domestik, sebab dengan diterapkannya tarif bagi barang impor maka harga barang impor tersebut menjadi tinggi sehingga produk dalam negeri dapat bersaing dangan barang-barang impor tersebut.

c. Tarif untuk membalas negara pengekspor yang memproteksi produk yang diekspor

Produk impor dapat menjadi murah karena adanya unsur-unsur proteksi dari pemerintah di negara-negara asalnya terhadap proses pengadaan dan produksi barang tersebut. Hal ini tentu saja menjadi tidak fair bagi produsen domestik di negara yang mengimpor barang bersebut. Sebagai jalan keluarnya negara pengimpor melakukan pembalasan dengan mengenakan tarif yang tinggi terhadap barang tersebut sehingga pasar harga barang tersebut menjadi tinggi, yang dapat menghilangkan pengaruh dari subsidi tersebut. 81

Tarif dalam ketentuan GATT juga mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk menerapkan prinsip trasparansi. Prinsip ini pula yang menjadi kunci bagi prasyarat perdagangan yang pasti (predictable). Prinsip transparansi ini mesyaratkan keterbukaan atau transparansi hukum atau perundang-undangan nasional dan praktik

81

(6)

perdagangan suatu negara. Cukup banyak aturan dalam perjanjian WTO memuat prinsip transparansi yang mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk mengumumkan pada lingkup nasional dengan menerbitkan pada lembaran-lembaran resmi negara atau dengan cara memberitahukannya secara formal kepada WTO.82

d. Tarif sebagai redistribusi yang terselubung

Tarif dapat dipandang sebagai suatu redistribusi pendapatan terselubung jika suatu produsen dalam negeri disubsidi dengan tujuan agar pihak produsen dalam negeri bisa mendapat redistribusi pendapat yang baik. Hal ini dilakukan oleh karena akibat yang ditimbulkan dari tarif sebagai redistribusi yang terselubung tidak sebesar akibat dari menaikkan tarif barang sejenis yang berasal dari impor walaupun tujuannya tetap sama.

Dalam pembukaan perjanjian GATT maupun Artikel XXVIII memberikan kesempatan untuk melakukan penurunan tarif dan masing-masing negara mengikatkan diri untuk memberikan konsesi tarif berdasarkan negosiasi tarif secara multilateral. Apabila berdasarkan hasil negosiasi tersebut telah dilakukan konsesi tertentu atas tarif impor maka tarif produk yang telah menjadi komitmen suatu negara anggota tidak boleh melebihi level tarif yang menjadi komitmennya. Dalam hal negara importir mengenakan tarif lebih besar dari level tarif yang menjadi komitmennya maka patner dangang yang melakukan ekspor ke negara tersebut berhak memperoleh kompesasi. Apabila kompensasi tidak diperoleh maka negara anggota yang dirugikan dapat melakukan pembalasan (retalisasi) dengan menaikkan

82

(7)

tarif atas barang-barang tertentu yang menjadi kepentingan eksportir. Meskipun GATT tidak melarang penggunaan tarif sebagai satu bentuk beban biaya yang dapat dikenakan kepada importir namun secara tegas disebutkan bahwa tidak diperkenankan terjadinya diskriminasi pengenaan tarif dalam negeri (Artikel III)83 dan bahkan melarang pengenaan tarif yang berlebihan terkait dengan prosedur pabean (Artikel VII)84.85

3. Kedudukan Tarif dalam Kebijakan Perdagangan Internasional

Pembaharuan hukum ekonomi Indonesia merupakan konsekwensi dari Indonesia sebagai salah satu di antara 125 negara yang ikut menandatangani Perjanjian WTO yang lahir sebagai hasil perundingan Puturan Uruguay (Uruguay Round) yang diselenggarakan dalam kerangka General Agreement on Tariff and

Trade (GATT), yang dimulai pada September 1986 di Puntadel Este, Uruguay dan

berakhir pada 15 April 1994 di Marakesh, Maroko. Dengan menandatangani dan meratifikasi WTO, tiap negara anggota mempunyai hak hukum untuk tidak

83

Legal Texts GATT 1947, Artikel III:1, The contracting parties recognize that internal taxes and other internal charges, and laws, regulations and requirements affecting the internal sale, offering for sale, purchase, transportation, distribution or use of products, and internal quantitative regulations requiring the mixture, processing or use of products in specified amounts or proportions, should not be applied to imported or domestic products so as to afford protection to domestic production.

84

Legal Texts GATT 1947, Artikel VII: ,The contracting parties recognize the validity of the general principles of valuation set forth in the following paragraphs of this Article, and they undertake to give effect to such principles, in respect of all products subject to duties or other charges* or restrictions on importation and exportation based upon or regulated in any manner by value. Moreover, they shall, upon a request by another contracting party review the operation of any of their laws or regulations relating to value for customs purposes in the light of these principles. The CONTRACTING PARTIES may request from contracting parties reports on steps taken by them in pursuance of the provisions of this Article.

85

(8)

diperlakukan secara diskriminasi oleh anggota WTO lainnya baik perlakuan dibidang tarif, non tarif maupun perlakuan secara nasional (national treatment).

Pembentukan sistem perdagangan multilateral merupakan usaha anggota WTO untuk menciptakan keadaan lingkungan bisnis yang stabil dan dapat diprediksi. Dapat diprediksi dalam hal ini adalah bahwa hambatan tarif dan non tarif tidak dilakukan secara sepihak tetapi melalui komitmen penurunan/penghapusan tarif dan pembukaan akses pasar.86 Keadaan tersebut akan mendorong pertumbuhan investasi, lapangan pekerjaan diciptakan dan konsumen dapat memperoleh keuntungan atas produk terbaik sebagai hasil dari sistem kompetisi yang fair.87 Konsesi Tarif (Artikel II GATT) mensyaratkan bahwa setiap negara yang menjadi anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya telah diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk menciptakan “prediktabilitas”, artinya suatu negara anggota tidak semena-mena untuk merubah rubah tingkat tarif bea masuk.88

Perdagangan bebas dewasa ini menuntut semua pihak untuk memahami persetujuan perdagangan internasional dengan segala implikasinya terhadap perkembangan ekonomi nasional secara menyeluruh. Persetujuan-persetujuan yang ada dalam kerangka WTO bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan dunia

86

Dandy Satria Iswara, Indonesia dan WTO, Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin), (Jakarta : Direktorat Kerjasama Bilateral, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2007), hlm. 19.

87

Sulistyo Widayanto, Negosiasi Untuk Mengamankan Kepentingan Nasional di Bidang Perdagangan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2007), hlm.4.

88

Alfons Samosir, Catatan Singkat Tentang World Organization, (Jenewa-Swiss : Atase Perdagangan Repulik Indonesia, 2003), hlm. 3.

(9)

yang mengatur masalah-masalah perdagangan agar lebih bersaing secara terbuka, fair dan sehat. Hal tersebut tampak dalam prinsip-prinsip yang dianut oleh WTO yaitu prinsip Non-discrimination, Transparency, Stability and predictability of trade regulations, Use of tariffs as instruments of protection dan Elimination of unfair competition. Terkait dengan prinsip predictability of trade regulations89, dalam prinsip ini dikemukakan bahwa pemerintah suatu negara yang menjadi anggota dari WTO dapat melakukan pengaturan yang akan membatasi atau mengatur mengenai bidang perdagangannya sendiri apabila terdapat hal-hal khusus (special circumstances). Hal-hal khusus tersebut antara lain apabila dalam menegakkan “fair competition”, suatu negara terpaksa perlu membuat suatu kebijakan berupa peraturan atau tindakan (state action) mencegah terjadinya tindakan subsidi, dumping dan pengenaan safeguard.90

WTO merupakan organisasi perdagangan Internasional dengan tujuan utama adalah untuk meliberalisasikan perdagangan Internasional dan menjadikan perdagangan bebas sebagai landasan perdagangan Internasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, pembangunan dan kesejahteraan umat manusia. World Trade Organization (WTO) akan membantu penerapan dan beroperasinya semua persetujuan dan instrumen hukum yang telah dirundingkan dalam Putaran Uruguay dimana persetujuan plurilateral menjadi forum untuk perundingan,

89

http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/fact2_e.htm, diakses pada 25 Juli 2009.

90

Freddy Josep Pelawi, Penyelesaian Sengketa WTO dan Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2007), hlm.1.

(10)

mengadministrasikan Understanding on Rules and Procedures Governing the

settlement of Disputes, Trade Policy Review Mechanisme (TPRM) dan bekerjasama

dengan International Monetary Fund dan International Bank for Reconstruction and

Development. Dalam pasal XVI ayat 4 dan 5 91 persetujuan perundigan WTO

dinyatakan, bahwa setiap anggota harus menjamin keselarasan undang-undang, aturan-aturan dan prosedur-prosedur administratif nasionalnya sendiri. 92 Tujuan lainnya pembentukan WTO adalah sebagai satu upaya untuk mendorong terciptanya liberalisasi perdagangan dan menghasilkan aturan-aturan perdagangan multilateral yang transparan, adil dan predictable.93

Liberalisasi perdagangan ditandai salah satunya dengan penurunan atau bahkan penghapusan hambatan perdagangan berupa tarif maupun non tarif. Proses liberalisasi melalui konsesi tarif diatur dalam Marrakesh protokol sebagai dokumen hukum (legal document) yang mensahkan berlakunya konsesi tarif yang diikat oleh tiap-tiap negara anggota WTO pada tanggal 15 April 1994 dan berlaku sejak WTO efektif berlaku yaitu 1 Januari 1995. Semua konsesi tarif ini sifatnya sangat mengikat

91

Ayat 4 : Setiap anggota harus menjamin keselarasan dari Undang-Undangnya, Aturan-aturan dan prosedur-prosedur administratifnya dengan kewajiban-kewajibannya sebagaimana yang terdapat pada lampiran Persetujuan-persetujuan. Ayat 5 : Tidak diperkenankan mengajukan keberatan terhadap setiap ketentuan dari Persetujuan ini. Keberatan-keberatan terhadap setiap ketentuan-ketentuan dari Persetujuan Perdagangan Multilateral hanya dapat diajukan untuk ketentuan-ketentuan-ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Persetujuan tersebut. Keberatan-keberatan terhadap satu ketentuan dari Persetujuan Perdagangan Plurilateral diatur oleh ketentuan-ketentuan dari Persetujuan tersebut.

92

Bismar Nasution, Peraturan Tentang Jasa Di Bidang Keuangan (Bank, Non Bank) Pasca GATT-GATS/WTO Dalam Kaitannya Dengan Ketentuan Perdagangan Di Indonesia, ( Medan : Universitas Sumatera Utara, 2007), hlm. 1.

93

Aprilia Gayatri, Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO, (Doha Development Agenda), (Bandung : Universitas Padjadjaran 2008), hlm.1.

(11)

(binding) sehingga tiap anggota tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang untuk merubahnya.94

GATT yang berlaku sejak 1948 bukanlah suatu organisasi dan hanya merupakan persetujuan multilateral atau "treaty" yang berisi ketentuan dan disiplin dalam mengatur perilaku negara-negara dalam kegiatan perdagangan internasional. Tujuan utama GATT adalah memelihara suatu sistim perdagangan yang terbuka, bebas, dan kompetitif. GATT terdiri dari 38 Artikel yang memuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hambatan tarif maupun non-tarif dalam perdagangan. Adapun prinsip dasar GATT adalah:

a. Perdagangan antar negara dilakukan secara non-diskriminasi;

b. Penggunaan instrumen tarif dan menghindari kebijaksanaan perdagangan yang tidak transparan;

c. Adanya kondisi bagi perdagangan yang stabil dan dapat diramalkan melalui pengikatan tarif;

d. Penyelesaian perselisihan perdagangan melalui proses konsultasi dan konsiliasi secara terus menerus.95

Hambatan perdagangan penting untuk dihapuskan karena tanpa hambatan dapat mendorong arus pergerakan barang dan jasa (flow of goods and services). Bila arus perdagangan international lancar, maka secara otomatis volume maupun nilai

94

Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional, Catatan Ringkas Tentang Proses Liberalisasi Perdagangan Berdasarkan WTO Agreements, ( Jakarta : Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2003), hlm.1.

95

Direktorat Hubungan Perdagangan Multilateral dan Regional, World Trade Organization Sebagai Lembaga Pelaksana Dalam Mewujudkan Liberalisasi Perdagangan Dunia, ( Jakarta : Departemen Perdagangan RI, 2008), hlm.10.

(12)

perdagangan akan meningkat pula. Akibat positifnya adalah meningkatnya atau pesatnya pertumbuhan industri sekaligus dapat menyerap banyak tenaga kerja. Hasil akhir yang dicapai adalah meningkatnya kesejahteraan manusia. “Welfare Through

Trade” adalah suatu istilah yang sejak dulu diyakini bahwa kesejahteraan rakyat

didapat melalui perdagangan.96 Berdasarkan salah satu putaran perundingan di WTO yaitu Putaran Uruguay, negara maju memotong besaran tarif sampai sepertiga sedangkan negara berkembang memotong tarif sampai paling besar hanya 40%. Sebelum Putaran Uruguay, rata-rata tarif produk manufaktur di negara maju adalah 6,2% dan negara berkembang adalah 20,5%. Sesudah Putaran Uruguay, rata-rata tarif di negara maju 3,7% dan di negara berkembang 14,4%. Hambatan non tarif seperti kuota, perijinan dan spesifikasi teknis juga secara bertahap dihapuskan tetapi tidak secepat penurunan tarif.97

B. Tarif sebagai instrumen perlindungan industri dalam negeri

Pada prinsipnya GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tarif (menaikan tingkat tarif bea masuk)98 dan tidak melalui

96

Gusmardi Bustami, WTO dan Perlindungan Industri Dalam Negeri, ( Jenewa Swiss : Duta Besar RI untuk WTO, 2009), hlm. 1.

97

Flora Susan Nongsina, Pos M. Hutabarat, Pengaruh Kebijakan Liberalisasi Perdagangan Terhadap Laju Pertumbuhan Ekspor-Impor Indonesia, ( Jakarta : Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2007), hlm. 2.

98

GATT mengharapkan tarif menjadi satu-satunya alat yang digunakan oleh negara-negara anggotanya dalam melindungi industri dalam negerinya dari persaingan dengan industri luar negeri karena beberapa alasan : (i) Tarif adalah mekanisme yang “kelihatan”, langsung mempengaruhi harga produk impor yang dipasarkan di pasar domestik, (ii) Tarif tidak memerlukan anggaran dari negara, sehingga intervensi negara dalam perekonomian bisa diminimalisir, sebuah dogma kaum liberal, dan anggaran negara bisa disalurkan pada bidang lain yang lebih diperlukan, (iii) Tarif juga diharapkan bisa menjadi alat yang digunakan oleh suatu negara ketika harus membalas praktek perdagangan tidak

(13)

upaya-upaya perdagangan lainnya (non-tarif commercial measures) Perlindungan melalui tarif ini menunjukan dengan jelas tingkat perlindungan yang diberikan dan masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat. Meskipun dibolehkan, penggunaan tarif ini tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan GATT. Misalnya saja, pengenaan atau penerapan tarif tersebut sifatnya tidak boleh diskriminatif dan tunduk pada komitmen tarifnya kepada GATT/WTO. Komitmen tarif ini maksudnya adalah tingkat tarif dari suatu negara terhadap suatu produk tertentu. Tingkat tarif ini menjadi komitmen negara tersebut yang sifatnya mengikat. Karena itu, suatu negara yang telah menyatakan komitmennya atas suatu tarif, ia tidak dapat semena-mena menaikkan tingkat tarif yang telah ia sepakati, kecuali diikuti dengan negoisasi mengenai pemberian mengenai kompensasi terhadap mitra-mitra dagangnya (Pasal XXVII)99.

Prinsip-prinsip yang tertuang dalam GATT tidak melarang tindakan proteksi terhadap industri domestik, tetapi proteksi demikian hanya boleh dilakukan melalui proteksi tarif dan bukan melalui tindakan seperti larangan impor atau kuota impor. GATT memungkinkan negara-negara peserta memperoleh pengecualian (waiver) dari suatu kewajiban tertentu apabila negara yang bersangkutan mengalami permasalahan

adil yang dilakukan oleh negara anggota lainnya, walaupun sebenarnya, tarif memberikan proteksi yang kecil. Hal ini bisa dipahami karena GATT bukan hanya berkeinginan menurunkan tingkat tarif tapi juga menghilangkannya dan mengurangi, sampai pada taraf tertentu.

99

Legal Texts GATT 1947, Artikel XXVII:1, Any contracting party shall at any time be free to withhold or to withdraw in whole or in part any concession, provided for in the appropriate Schedule annexed to this Agreement, in respect of which such contracting party determines that it was initially negotiated with a government which has not become, or has ceased to be, a contracting party. A contracting party taking such action shall notify the CONTRACTING PARTIES and, upon request, consult with contracting parties which have a substantial interest in the product concerned.

(14)

dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Untuk melindungi industri yang masih dalam tahap pertumbuhan (infant industry), berdasarkan escape clause pasal XIX100 GATT mengijinkan suatu negara untuk melarang impor atau tidak memberlakukan konsesi tarif yang diberikannya dalam kerangka GATT untuk selama jangka waktu tertentu. Tindakan tersebut dapat dilakukan apabila negara yang bersangkutan tidak mempunyai pilihan lain dalam menghadapi lonjakan produk impor sehingga mengakibatkan kesulitan terhadap industri dalam negeri.101 Bebarapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :

1. Terdapat perkembangan yang tidak wajar dalam impor produksi yang bersangkutan;

2. Produk tersebut diimpor dalam jumlah yang semakin meningkat;

3. Kuantitas impor yang semakin meningkat tersebut dapat mengganggu produsen barang serupa di dalam negeri.102

Disamping perlindungan melalui tarif, dalam WTO terdapat beberapa agreement yang memuat instrumen perlindungan yang ditujukan untuk industri, yaitu

100

Legal Texts GATT 1947, Artikel XIX:1, If, as a result of unforeseen developments and of the effect of the obligations incurred by a contracting party under this Agreement, including tariff concessions, any product is being imported into the territory of that contracting party in such increased quantities and under such conditions as to cause or threaten serious injury to domestic producers in that territory of like or directly competitive products, the contracting party shall be free, in respect of such product, and to the extent and for such time as may be necessary to prevent or remedy such injury, to suspend the obligation in whole or in part or to withdraw or modify the concession.

101

Penjelasan Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization ( Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.

102

Hata, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO, Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, (Badung : Refika Aditama, 2006), hlm., 65.

(15)

antidumping, subsidies, countervailing measures, dan safeguard. Dalam WTO ketiga instrumen ini terkenal dengan nama “trade remedies”. Tindakan antidumping dikenakan atas suatu barang atau produk yang dijual (diimpor) dengan harga dibawah nilai normal yang disebut sebagai harga dumping. Demikian pula countervailing measures dapat dikenakan terhadap produk yang dijual dengan harga rendah karena disubsidi oleh negara pengekspor. Kedua instrument ini dikaegorikan sebagai instrumen untuk mencegah perdagangan yang dilakukan secara “unfair” yang menimbulkan kerugian serius (serious injury) terhadap industri tertentu di negara pengimpor.

Prosedur untuk melakukan investigasi dumping diatur dalam Agreement on Implementation of Article VI of the GATT 1994 atau yang terkenal dengan nama Antidumping Agreement. Untuk subsidi diatur dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures.

Tindakan safeguards dilakukan bukan untuk melindungi industri dalam negeri dari “unfair” seperti dumping atau subsidi. Tindakan safeguards dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri karena terjadinya lonjakan impor sebagai akibat dari penurunan tarif bea masuk secara signifikan. Terjadinya lonjakan ini pada dasarnya merupakan efek negatif (negative effect) dari hasil suatu perundingan perdagangan. Misalnya, dalam suatu perundingan tarif disepakati penurunan tarif untuk produk tertentu dari 20% menjadi 5%. Akibatnya adalah terjadinya lonjakan impor atas produk tersebut yang mengakibatkan hancurnya industri tertentu di negara pengimpor dan menghambat pertumbuhan industri di

(16)

negara tersebut. Atas dasar ini, suatu negara berhak untuk membatasi impor atas produk tersebut dengan cara mengenakan tingkat tarif tertentu atau kuota atas produk tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Menurut catatan WTO dari ketiga instrument tersebut tindakan antidumping merupakan tindakan yang paling sering digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri. Alasannya adalah bahwa istrumen ini paling fleksible dan paling kecil resikonya. Negara negara yang saat ini sangat banyak melakukan tindakan antidumping adalah Uni Eropa (25 negara), Amerika Serikat, Australia, India, Afrika Selatan, Argentina, Brazil, Mexico, Kanada. Dibandingkan tindakan antidumping, tindakan countervailing jarang dilakukan karena negara anggota WTO pada umumnya tidak lagi memberikan subsidi ekspor kepada industri. Tindakan safeguards dilakukan lebih sedikit dibanding antidumping karena resikonya lebih besar. Berbeda dengan tindakan antidumping , tindakan safeguards yang dilakukan dengan pengenaan kuota harus dinegosiasikan dengan pihak negara supplier mengenai bersarnya kuota yang dikenakan. Apabila ini terjadi, maka sering akan menghabiskan waktu yang cukup lama. Kemudian, tindakan safeguards akan dikenakan kepada seluruh Negara supplier (bukan kepada perusahaan) secara non diskriminasi. Sementara antidumping dikenakan kepada perusahaan perusahaan yang terbukti melakukan dumping. Pengecualian hanya diterapkan kepada impor yang

(17)

dikategorikan sebagai de minimis (impornya hanya 2.5%) yang dianggap dapat dikecualikan sebagai penyebab terjadinya kerugian (serious injury). 103

Dalam tindakan safeguards, dapat saja terjadi permintaan kompensasi dari pihak yang terkena (negara supplier) dan bila tidak dipenuhi dapat dilakukan retaliasi misalnya, tindakan safeguards AS terhadap baja yang dilakukan dengan meningkatkan tarif bea masuk yang mendapatkan tantangan keras dari Jepang, EU dan negara lainnya .104 Indonesia sendiri telah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri dari Akibat Lonjakan Impor (Safeguards), yang ditetapkan tanggal 16 Desember 2002. Keppres mengenai Safeguards tersebut memberikan kewenagan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mengusulkan tindakan pengamanan sementara dalam bentuk rekomendasi pengenaan Bea Masuk sementara kepada Menteri Keuangan. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Keppres Safeguards itu dapat melakukan pengamanan atas ancaman kerugian bagi industri dalam negeri akibat membanjirnya barang-barang impor sejenis atau yang secara langsung menjadi saingan hasil industri dalam negeri.105

C. Ketentuan-ketentuan WTO mengenai pembentukan tarif

Sebagaimana diketahui bahwa prinsipnya World Trade Organization (WTO) merupakan suatu sarana untuk mendorong terjadinya suatu perdagangan bebas yang

103

Gusmardi Bustami, WTO dan Perlindungan Industri Dalam Negeri, (Jenewa Swiss : Duta Besar RI Untuk WTO), hlm.3.

104

Ibid., hlm. 4.

105

Bismar Nasution, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Pada Hukum Indonesia, ( Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003), hlm. 3.

(18)

tertib dan adil di dunia ini. Dalam mendorong perdagangan bebas tersebut WTO memberlakukan beberapa prinsip penting yang menjadi pilar-pilar WTO yaitu :

1. Prinsip Most Favoured Nation (MFN)

Yang dimaksud dengan prinsip Most Favoured Nation ini adalah bahwa semua kebijakan perdagangan internasional dijalankan berdasarkan dengan asas non-diskriminasi dimana antara suatu negara anggota WTO dengan negara anggota lainnya tidak boleh membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Negara anggota tersebut tidak boleh memberikan kemudahan hanya kepada negara tertentu saja terhadap tindakan yang berkenan dengan tarif dan perdagangan ( Pasal I : 1 GATT)106.107 Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.108 Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat (immediatley and uncoditionally) terhadap produk yang berasal atau yang diajukan kepada semua negara anggota GATT. Namun demikian dalam pelaksanaan prinsip ini mendapat pengecualian-pengecualian khususnya dalam menyangkut kepentingan negara sedang berkembang. Pengecualian tersebut sebagian ada yang ditetapkan

106

Legal Texts GATT 1947, Artikel1:1, With respect to customs duties and charges of any kind imposed on or in connection with importation or exportation or imposed on the international transfer of payments for imports or exports, and with respect to the method of levying such duties and charges, and with respect to all rules and formalities in connection with importation and exportation, and with respect to all matters referred to in paragraphs 2 and 4 of Article III,* any advantage, favour, privilege or immunity granted by any contracting party to any product originating in or destined for any other country shall be accorded immediately and unconditionally to the like product originating in or destined for the territories of all other contracting parties.

107

Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), hlm.69.

108

Biro Kerjasama Luar Negeri, World Trade Organization/Organisasi perdagangan dunia, (Jakarta : Departemen Pertanian, 2009), hlm., 1.

(19)

dalam pasa-pasal GATT itu sendiri dan sebagian lagi ada yang ditetapkan dalam putusan-putusan dalam konfrensi-konfrensi GATT melalui suatu penaggalan (waiver) dan prinsip-prinsip GATT berdasarkan Pasal XXV.109 Pengecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Keuntungan yang diperoleh karena jarak lalu lintas (frontier traffic advantage), tidak boleh dikenakan terhadap anggota GATT lainnya (Pasal VI).

b. Perlakuan Preferensi di wilayah-wilayah tertentu yang sudah ada (misalnya kerjasama ekonomi dalam ‘british Commonwealth’, The French Union (perancis dengan negara-negara koloninya) dan Banelux (Banelux Economic Union), tetap terus dilaksanakan namun tingkat batas preferensinya tidak boleh dinaikkan ( Pasal I : 2-4).

c. Anggota-anggota GATT yang membentuk suatu Customs Union atau Free Trade Area yang memenuhi persyaratan Pasal XXIV tidak harus memberikan perlakuan yang sama kepada negara anggota lainnya. Untuk negara-negara yang membentuk pengaturan-pengaturan preferensi regional adan bilateral yang tidak memenuhi persyaratan Pasal XXIV, dapat membentuk pengecualian dengan menggunakan alasan ‘penaggalan’ (Waiver) terhadap ketentuan GATT. Penanggalan ini dapat pula dilakukan atau diminta oleh

109

Legal Texts GATT 1947, Artikel XXV:5, In exceptional circumstances not elsewhere provided for in this Agreement, the CONTRACTING PARTIES may waive an obligation imposed upon a contracting party by this Agreement; Provided that any such decision shall be approved by a two-thirds majority of the votes cast and that such majority shall comprise more than half of the contracting parties.

(20)

suatu negara anggota. Menurut prinsip ini, suatu negara dapat, memohon pengecualian dari kewajiban tertentu yang ditetapkan oleh GATT ketika ekonominya atau keadaan perdagangannya dalam keadaan sulit.

d. Pemberian Preferensi tarif oleh negara-negara maju kepada produk impor dari negara-negara yang sedang berkembang atau negara-negara yang kurang beruntung (least developed) melalui fasilitas Generalized System of Preference ( sistem preferensi umum).110

Perjanjian WTO membolehkan suatu negara untuk meminta pembebasan dari penerapan kewajiban MFN ini. Untuk maksud tersebut, ketika suatu negara meminta kewajiban MFN, permintaan tersebut akan ditinjau setiap lima tahun. Pembebasan dari penerapan MFN ini hanya boleh dilakukan untuk jangka waktu 10 tahun.

2. Prinsip Binding of Tariff

Setiap negara anggota WTO terikat dengan berapa pun besarnya tarif yang disepakatinya. Pembatasan perdagangan bebas dengan menggunakan tarif oleh WTO dipadang sebagai satu-satunya model pembatasan perdagangan (dengan beberapa pengecualian) yang dapat ditoleransi. Perlindungan melalui tarif ini menunjukkan dengan jelas tingkat perlindungan yang diberikan dan masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat. Meskipun dibolehkan, penggunaan tarif ini tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan GATT. Misalnya saja, pengenaan atau penerapan tarif tersebut sifatnya tidak boleh diskriminatif dan tunduk kepada komitmen tarifnya kepada GATT/WTO. Pengaturan GATT yang sangat mendasar adalah pengikatan tingkat

110

(21)

tarif (binding). Produk-produk yang tarifnya sudah diikat (bound item) ini untuk setiap negara didaftarkan dalam suatu dituangkan dalam National Tariff Schedule yang merupakan bagian integral dari General Agreement.

Di dalam WTO, setiap anggota setuju mengkonsesikan pasarnya untuk barang-barang dan jasa dan ”mengikat” (binding) komitmennya. Untuk perdagangan barang, ikatannya berupa tingkat tarif pabean tertinggi, tapi tetap dimungkinkan suatu negara untuk mengenakan bea masuk impor yang lebih rendah daripada komitmen tarif yang diikatnya (binding tariff). Masing-masing anggota mempunyai daftar konsesi yang disebut daftar atau schedule of market access commitment on goods yang berisi tentang komitmen tarif yang diikat, pengecualian dan perlakuan khusus terhadap barang tertentu, serta jadwal aplikasi kuota. Anggota WTO dapat mengubah komitmen tarifnya setelah melakukan negosiasi dengan mitra-mitra dagangnya dan memberikan kompensasi kepada mitra-mitra dagangnya yang dirugikan akibat perubahan komitmen tersebut111.

Salah satu hasil konkret perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay adalah meningkatnya perdagangan dengan bertambahnya komitmen tarif yang diikat (bound tariffs). Hasil yang dicapai dari semua ini adalah tingkat keamanan pasar yang cukup substansial bagi para pelaku usaha dan investor.

Berikut ini adalah gambaran mengenai upaya WTO meningkatkan prediktabilitas dan stabilitas perdagangan internasional. Salah satu caranya adalah

111

Ketentuan mengenai modifikasi komitmen akses pasar perdagangan barang diatur dalam Pasal XXVIII GATT 1994, sedangkan untuk perdagangan jasa diatur di dalam Pasal XXI General Agreement on Trade in Services/GATS.

(22)

membatasi penggunaan kuota untuk menghambat impor. Cara lain adalah meningkatkan transparansi pengaturan perdagangan suatu negara melalui mekanisme notifikasi dan tinjauan kebijakan perdagangan/Trade Policy Review Mechanism

(TPRM) yang dilakukan secara reguler. Banyak pasal dalam Persetujuan WTO

meminta pemerintah negara anggotanya untuk menjelaskan kebijakan dan sasaran yang ingin ditujunya kepada publik dan melaporkannya kepada WTO. Pemantauan kebijakan nasional perdagangan melalui mekanisme notifikasi dan TPRM ini aturan perdagangan suatu negara dibuat jelas, transparan, dan diketahui oleh negara anggota WTO lainnya. Ini adalah sarana untuk meningkatkan keterbukaan ditingkat domestik maupun multilateral.112

Dalam pengurangan tarif ini, WTO mensyaratkan agar pengurangan tersebut dapat diturunkan sampai 40 % (khususnya terhadap produk-produk industri negara-negara maju) untuk jangka waktu lima tahun (tahun 2000). Pada waktu Putaran Uruguay ditutup yaitu tahun 1994, tingkat tarif yang umumnya berlaku adalah sekitar 6,8 %. Dengan tingkat tarif yang menurun demikian diharapkan akan terjadi peningkatan penerimaan produk-produk industri maju yang memperoleh pembebasan bea masuk (yakni 20 % menjadi 4 % di negara-negara maju).

3. Prinsip National Treatment

Prinsip National Treatment terdapat dalam Pasal III GATT dimana menurut prinsip ini, produk dari suatu negara yang di impor kedalam suatu negara harus

112

Lihat Understanding The WTO : The Agreements. Trade Policy Reviews: Ensuring Transparency dalam website wto :

(23)

diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negari. Prinsip ini sifatnya berlaku luas baik terhadap semua pajak maupun terhadap pungutan-pungutan lainnya. Prinsip ini berlaku pula terhadap perundang-undangan dan persyaratan-persyaratan (hukum) yang mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri. Prinsip ini juga memberikan perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau kebijakan administratif atau legislatif.113 Untuk masalah National Treatment ini WTO pernah menangani kasus tentang pengenaan perlakuan yang tidak sama antara produk domestik dengan produk luar negeri berdasarkan undang-undang negara setempat, seperti kasus Alcoholic Beverages Case di Jepang. Dalam kasus ini yang di persoalkan adalah Undang-Undang Pajak terhadap minuman keras di Jepang, dimana pajak untuk impor terhadap miuman keras tersebt lebih tinggi daripada pajak untuk minuman keras produksi dalam negeri yang disebut Shochu. Kasus ini di bawa ke WTO oleh Amerika Serikat, Masyarakat Eropa, dan Kanada. Ditingkat banding WTO memutuskan bahwa dengan mengenakan pajak pada barang impor (minuman keras) lebih tinggi dari pada pajak Shochu, Jepang telah melanggar ketentuan Pasal III ayat 2 114 dari perjanjian GATT.115

113

Ibid,.hlm. 112.

114

Legal Texts GATT 1947, Artikel III:2, The products of the territory of any contracting party imported into the territory of any other contracting party shall not be subject, directly or indirectly, to internal taxes or other internal charges of any kind in excess of those applied, directly or indirectly, to like domestic products. Moreover, no contracting party shall otherwise apply internal taxes or other internal charges to imported or domestic products in a manner contrary to the principles set forth in paragraph.

115

(24)

4. Prinsip larangan restriksi (pembatasan) kuantitatif

Ketentuan dasar GATT adalah larangan terhadap restiriksi kuantitatif baik terhadap ekspor mupun impor misalnya dalam bentuk quota ekspor-impor dan linsensi ekspor-impor. Namun dalam pelaksanaannya hal tersebut dapat dilakukan dalam hal : Pertama, Untuk mencegah terkurasnya produk-produk penting di negara pengekspor; kedua, untuk melindungi pasar dalam negeri khususnya yang menyangkut produk pertanian dan perikanan, ketiga, untuk mengamankan atas peningkatan impor yang berlebihan, keempat, untuk melindungi neraca pembayaran luar negerinya. Pengecualian ini diperluas oleh negara berkembang berdasarkan pasal XVII dimana negara berkembang dapat memberlakukan restriksi kuantitatif untuk mencegah terkurasnya valuta asing (devisa) yang disebabkan oleh adanya permintaan untuk impor yang diperlukan bagi pembayaran atau karena mereka sedang mendirikan atau memperluas produksi dalam negerinya.Hambatan perdagangan non-tarif atau peraturan perpajakan nasional yang diskriminatif dan tindakan-tindakan administratif lainnya sedapat diminimalisir untuk menghindari distorsi perdagangan yang ditimbulkannya.116

D. Batasan-batasan dalam pemungutan tarif

Pada tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya pengurangan tarif. Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an) dibahas mengenai tarif dan Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement). Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tarif secara

116

(25)

progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor terhadap 9 negara industri utama, yang mengakibatkan tarif rata-rata atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan tarif, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup unsur “harmonisasi” yakni semakin tinggi tarif, semakin luas pemotongannya secara proporsional. Pada dasarnya perjanjian GATT/WTO melalui penghapusan hambatan-hambatan non-tarif melalui konversi hambatan non tarif menjadi tarif saja, sedangkan besarnya tarif yang diberlakukan oleh setiap negara anggota diarahkan untuk diturunkan dimana pelaksanaanya tidak boleh lebih tinggi dari “bound rates” (komitmen suatu negara anggota WTO untuk mengikat tingkat tarif tertinggi untuk suatu produk pada tingkat tertentu). Dengan demikian pelaksanaan penerapan tarif terhadap barang impor harus memenuhi persyaratan : 1. Besarnya tarif tidak melebihi ”bound rates”

2. Tarif tersebut diberlakukan tanpa diskriminasi atau disebut MFN basis (Most Favoured Nation) berarti barang impor yang sejenis yang berasal dari semua negara anggota WTO dikenakan tarif yang sama.117

Dalam upaya memperluas akses pasar barang dan jasa terdapat kesepakatan untuk mengurangi dan menghapuskan hambatan tarif yang pada dasarnya telah disepakati pada soal Mid-term Review perundingan Putaran Uruguay yang diadakan pada bulan Desember 1988 di Montreal. Hal yang disepakati soal itu adalah mendorong liberalisasi perdagangan dengan menekankan kepada penurunan tarif tinggi dan eskalasi tarif serta memperluas cakupan tarif yang diikat, dengan target

117

(26)

penurunan tarif rata-rata sekitar 30%. Selanjutnya dalam "Marrakesh Protocol" disepakati untuk menurunkan tarif bea masuk dalam 5 tahap dalam waktu 5 tahun dan dimulai pada saat persetujuan pembentukan WTO berlaku. Semua negara juga harus menghapuskan tata niaga impor produk pertanian serta menggantikannya dengan tarif bea masuk (tarifikasi). Tarif bea masuk untuk produk pertanian tersebut diturunkan sebesar rata-rata 24% dalam jangka waktu 10 tahun baik setelah maupun tanpa tarifikasi.118

Ketentuan tarif dalam GATT menjelaskan bahwa negara anggota WTO dalam keadaan normal tidak dapat menaikkan tarif atas produk tertentu melampaui tingkat yang telah dijadwalkan. Apabila suatu negara ingin menaikkan tarif melampaui tingkat tarif yang telah dijadwalkan (bound tariff), maka harus dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Salah satu prosedur tersebut antara lain dengan memberitahukan kepada The Council for Trade in Goods, dan melakukan negosiasi dengan anggota-anggota lain yang berkepentingan. Dalam praktek perdagangan internasional, terdapat tiga jenis tarif yang umumnya digunakan yaitu ad valorem (atas dasar prosentase atas nilai/harga barang), spesifik (atas dasar kuantitas barang impor), dan gabungan (ad valorem dan spesifik). Pada saat ini yang paling banyak dipakai adalah ad valorem, apabila terdapat tarif spesifik biasanya dikonversikan ke dalam tarif ad velorem.119

118

Direktorat Hubungan Perdagangan Multilateral dan Regional, World Trade Organization Sebagai Lembaga Pelaksana Dalam Mewujudkan Liberalisasi Perdagangan Dunia, , loc.cit.,hlm.6.

119

(27)

E. Hubungan Prinsip Most Favoured Nation (MFN) dengan Perlakuan Khusus dan Berbeda (Special and Differential Treatment/S&D treatment) dan Status Area Perdagangan Regional

Dalam prinsip Most Favoured Nation (MFN) mewajibkan kepada negara-negara yang meratifikasi GATT agar memberikan kebijakan perdagangan didasarkan atas perlakuan nondiskriminatif. Klausul MFN biasanya diikuti oleh dua sifat cukup penting, yaitu:

1. Reciprocal (timbal balik), artinya pemberian MFN ini diberikan dan disyaratkan oleh masing-masing negara. Jadi sifatnya timbal balik;

2. Unconditional (tidak bersyarat), artinya negara anggota lainnya dalam suatu

perjanjain berhak atas perlakuan-perlakuan khusus yang diberikan kepada negara ketiga.120

Pelaksanaan prinsip MFN dapat dikecualikan berdasarkan pada aturan dalam GATT, khususnya dalam menyangkut kepentingan negara sedang berkembang. Menurut prinsip MFN ini, semua negara anggota terikat untuk memberikan negara-negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta yang menyangkut biaya-biaya lainnya. Namun demikian, ada beberapa pengecualian terhadap prinsip ini. Salah satu pengecualian tersebut adalah diatur dalam Pasal XXIV121 yang mengatur bahwa apabila anggota-anggota GATT yang

120

Huala Adolf, op.cit., hlm.8.

121

Legal Texts GATT 1947, Artikel XXIV:4, The contracting parties recognize the desirability of increasing freedom of trade by the development, through voluntary agreements, of closer integration between the economies of the countries parties to such agreements. They also recognize that the purpose of a customs union or of a free-trade area should be to facilitate trade

(28)

membentuk suatu Custom Union atau Free Trade Area tidak harus memberikan perlakuan yang sama kepada negara anggota lainnya.122

Perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) memuat kurang lebih 145 ketentuan khusus, dikenal dengan istilah Special and Differential Treatment (S&D), bagi anggota-anggota WTO yang berasal dari negara-negara sedang berkembang (NSB). Terdapat beberapa komponen pokok dari S&D yaitu : hak-hak khusus dan keistimewaan-keistimewaan; ketentuan-ketentuan (hukum) WTO kepada negara sedang berkembang yang bertujuan untuk memperbaiki ketimpangan. S&D merupakan hak-hak khusus dan keistimewaan-keistimewaan artinya bahwa S&D merupakan klaim-klaim atau hak-hak dan keuntungan-keuntungan, atau perlakuan-perlakuan khusus yang tidak dinikmati oleh pihak lain. Hak-hak khusus dan keistimewaan-keistimewaan tersebut diberikan secara hukum oleh WTO, dan oleh karena itu merupakan instrumen hukum.

Selanjutnya, S&D hanya diberikan kepada negara sedang berkembang, dan tidak kepada negara-negara maju. Lebih jauh, S&D tersebut dimaksudkan untuk mengatasi ketimpangan, khususnya yang disebabkan oleh perbedaan tingkat pembangunan antara negara-negara maju dan negara sedang berkembang. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, beberapa cara dipergunakan seperti pemberian preferensi perdagangan; diterapkannya prinsip non-resiprositas; pemberian masa

between the constituent territories and not to raise barriers to the trade of other contracting parties with such territories.

122

Nandang Sutrisno, Eksistensi Ketentuan Khusus Bagi Negara Berkembang Dalam Perjanjian World Trade Organization, ( Jakarta : Fakultas Hukum UII, 2008), hlm 1.

(29)

transisi yang lebih panjang; dan dikenakannya kewajiban-kewajiban yang lebih longgar. Secara ringkas, S&D dapat didefinisikan sebagai hak-hak khusus dan keistimewaan-keistimewaan yang diberikan kepada negara sedang berkembang oleh Perjanjian WTO, bertujuan untuk mengatasi ketimpangan pembangunan ekonomi, melalui berbagai cara yang sah.

Sekretariat WTO mengklasifikasikan S&D ke dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama, yaitu S&D yang ditujukan untuk meningkatkan peluang perdagangan bagi negara sedang berkembang. The Enabling Clause, misalnya, menyatakan bahwa negara maju dapat memberikan preferensi tarif terhadap produk-produk yang berasal dari negara sedang berkembang, menurut the Generalised

System of Preferences (GSP).123 Kelompok kedua, yaitu S&D yang dimaksudkan

untuk melindungi kepentingan-kepentingan negara sedang berkembang. Sebagai contoh, perjanjian tentang Sanitary and Phytosanitary Measures mewajibkan negara-negara anggota WTO untuk mempertimbangkan kepentingan-kepentingan khusus negara sedang berkembang, terutama dalam mempersiapkan dan menerapkan

Sanitary and Phytosanitary Measures.124 Kelompok ketiga, yaitu S&D yang

memberikan fleksibilitas kepada negara sedang berkembang. Misalnya, Perjanjian Pertanian (the Agreement on Agriculture) memberikan persentase de minimis untuk memperhitungkan jumlah keseluruhan subsidi domestik yang berjalan sebesar 10

123

Lihat Pasal 1 dan 2(a) the GATT Contracting Parties decision of November 28, 1979 on Differential and More Favourable Treatment, Reciprocity and Fuller Participation of Developing Countries, GATT, selanjutnya disebut Enabling Clause.

124

Artikel 10 ayat 1 The Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS).

(30)

persen, lebih tinggi daripada yang diberikan kepada negara-negara maju, yaitu 5 persen.125 Kelompok keempat, yaitu S&D dalam bentuk pemberian masa transisi yang lebih panjang kepada negara sedang berkembang. Perjanjian tentang Trade-Related Investment Measures (TRIMs) memberikan masa transisi kepada negara sedang berkembang pada umumnya selama 5 tahun dan kepada negara-negara terbelakang atau least-developed countries (LDCs), selama 7 tahun.126 Kelompok kelima, yaitu S&D yang berupa bantuan teknis kepada negara sedang berkembang untuk mengatasi kesulitan-kesulitan teknis, financial dan sumber daya dalam melaksanakan perjanjian-perjanjian WTO. Perjanjian tentang Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), misalnya, mewajibkan negara-negara maju untuk memberikan bantuan teknis dan financial kepada negara sedang berkembang dan negara-negara terbelakang dalam rangka membantu memfasilitasi negara-negara tersebut dalam mengimplementasikan perjanjian TRIPs secara penuh.127 Kelompok keenam, yaitu S&D yang khusus diperuntukkan bagi negara-negara terbelakang. Salah satu contoh dari S&D kelompok ini adalah yang termuat dalam Perjanjian Prosedur Lisensi Impor atau Import Licensing Procedures(ILP), menyatakan bahwa dalam mengalokasikan lisensi, pertimbangan khusus harus diberikan kepada importir-importir yang

125

Artikel 6 ayat 4 : The Agreement on Agriculture (AA).

126

Artikel 5 ayat 2, The Agreement on Trade-Related Investment Measures (TRIMs).

127

Artikel 67, The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).

(31)

mengimpor produk-produk yang berasal dari negara sedang berkembang, khususnya dari negara-negara terbelakang.128

Dengan S&D diharapkan dapat memperkecil ketimpangan perdagangan antara negara maju dan negara sedang berkembang seperti yang selama ini di perjuangkan oleh negara sedang berkembang dalam perundingan-perundingan WTO. S&D dapat juga merupakan instrumen untuk tercapainya keadilan dalam perdagangan internasional, hal ini karena S&D telah diintegrasikan ke dalam instrumen hukum, yang di dalamnya keadilan merupakan elemen yang esensial. Dalam konteks ini, konsep keadilan sebagai fairness, sebagaimana tercermin dalam A Theory of Justice dari Rawls, layak untuk dipertimbangkan. Berdasarkan teori Rawls, S&D sebagai instrumen keadilan harus ditemukan justifikasinya dalam teori keadilan egalitarian (the egalitarian theory of justice). Keadilan sebagai fairness, sebagaimana dikemukakan di atas, berasal dari teori liberalisme. Dengan demikian, S&D sebagai instrumen keadilan tidak bertentangan dengan paradigma liberalisme, dan bahkan dapat memperkuat eksistensi liberalisme sebagai paradigma utama GATT/WTO.129

Dalam menjembatani tingkat pembangunan ekonomi diantara anggota WTO yang berbeda maka diadakan suatu Perlakuan Khusus dan Berbeda (S&D treatment) bagi negara berkembang. Perlakuan khusus dan berbeda ini dimaksudkan memberikan kesempatan kepada negara berkembang dalam rangka implementasi persetujuan WTO. Perlakuan khusus tersebut misalnya mengenai masa transisi

128

Artikel 3 : 5(j), The Agreement on Import Licensing Procedures(ILP).

129

Frank J. Garcia, The Law of Peoples: By John Rawls, (Houston Journal of International Law, 2001), hlm. 659, 661.

(32)

penerapan ketentuan WTO dalam peraturan perundang-undangan nasional mereka dan juga penyediaan bantuan teknis dari anggota negara maju serta peningkatan kapasitas bagi para pejabat untuk meningkatkan pemahaman tentang WTO dan implikasinya. Dalam kaitannya dengan Free Trade Area, Persetujuan WTO membolehkan anggota untuk membentuk perjanjian antar pemerintah untuk mendirikan customs union (CU), Free Trade Area/RTA (Regional Trade Agreement), interim agreement menuju ke pembentukan CU dan FTA dan Perjanjian Integrasi Ekonomi (EIA). Dalam membentuk RTA tersebut dijelaskan bahwa masa waktu untuk menotifikasin pembentukannya tidak lebih dari 10 tahun. RTA dewasa ini tidak saja meliputi Perdagangan Barang tetapi juga mencakup perdagangan jasa. Dasar dari pembentukan RTAs dimaksud adalah artikel 24 GATT 1994 untuk perdagangan barang dan artikel V GATS untuk perdagangan jasa yang menjelaskan bahwa article V memberikan anggota WTO dengan perlindungan hukum untuk membentuk EIA.

Terdapat bebarapa komponen penting dalam perundingan perdagangan bebas (FTA) yaitu :130

1. Remove Tariffs (tariff concessions and preferential tariff), Penurunan tarif

didalam FTA bertujuan untuk mengeliminasi tarif untuk “Substantially all Trade”, harus ditinjau besarnya tarif pada bound rate dan tarif pada MFN applied rate. Pada prinsipnya penurunan tarif harus dilakukan secara comprehensive yang bertujuan untuk : meningkatkan daya saing untuk ekspor,

130

Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional, Pengertian Dasar FTA (Free Trade Area), (Jakarta : Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008), hlm.5.

(33)

memperkuat market shares, menciptakan kesempatan baru bagi para produsen agar berminat melakukan penetrasi pasar. Time frame penurunan tarif harus juga ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

2. Remove non-tariff Barriers Menghilangkan hambatan non-tarif yang

bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan hambatan perdagangan sehingga mencapai level perdagangan yang maximum.

3. Rules of Origin Pada prinsipnya mengidentifikasi “nationality” suatu produk,

sehingga dapat dipastikan bahwa hanya produk dari negara yang melakukan FTA saja yang menikmati tariff preferences.131

4. Trade Remedies. Trade Remedies juga komponen dalam perundingan FTA

dan dilakukan apabila ditemukan :

(i) Dumping, maka digunakan anti-dumping (ii) Subsidi, maka digunakan counter failing duty

(iii) Membanjirnya produk import, maka digunakan safeguards

5. Mutual Recognition Agreement (MRA), MRA merupakan pengakuan dari

suatu negara terhadap proses di negara lainnya walaupun belum tentu proses tersebut sama dikedua negara tersebut. Seperti misalnya MRA untuk hasil test

131

Agreement on Rules of Origin yang dihasilkan dari Putaran Uruguay berisi prinsip-prinsip mengenai harmonisasi ketentuan asal barang. Prinsip-prinsip tersebut pada pokoknya menyebutkan bahwa ketentuan asal barang yang ditetapkan suatu pihak/negara hendaknya tidak menciptakan hambatan terhadap perdagangan atau mengganggu kepentingan perdagangan pihak/negara yang lain. Selain itu ketentuan asal barang diterapkan impartial, transparent, predictable, and neutral manner”. Dewan Kerjasama Bea Cukai atau Custom Cooperation Council (CCC) akan membantu dalam melakukan pekerjaan teknis untuk harmonisasi dimaksud Barang yang keseluruhannya dihasilkan dari suatu negara (wholly obtained) adalah barang yang tumbuh, dituai atau dibuat negara tersebut. Suatu barang dapat pula dinyatakan sebagai "wholly obtained" walaupun mengandung material atau komponen impor asalkan dalam jumlah atau kandungan yang minim sekali.

(34)

dan sertifikasi yang dilakukan oleh suatu lembaga yang berwenang disuatu negara terhadap produk tertentu yang akan diekspor, hasil test dan sertifikasi tersebut diakui oleh negara lainnya yang akan mengimpor produk tersebut tanpa melakukan lagi testing dan sertifikasi di negara pengimport.

6. Customs Procedure and Paperless Trading, Prosedur pabean yang baik akan

sangat mendukung pergerakan barang dari suatu negara ke negara lainnya yang melakukan FTA. Penyederhanaan prosedur pabean yang dilakukan secara efektif dan efisien melalui pengiriman informasi dan dokumen secara elektronik (paperless trading), dilakukan guna mencapai perdagangan yang bebas dan terbuka serta menghemat waktu dan biaya.

7. Investment, Tujuannya untuk menciptakan kondisi yang terbaik bagi

peningkatan investasi dan mendorong peningkatan aliran investasi kedua negara. Manfaat yang diperoleh bagi para investor adalah : adanya kepastian dalam lingkungan berusaha, adanya perlindungan yang lebih baik untuk melakukan investasi. Manfaat yang diperoleh dengan adanya FTA dalam trade in goods adalah :

a. Peningkatan market akses

b. Meningkatkan daya tarik untuk melakukan investasi

c. Adanya kepastian yang lebih besar dalam non-tarif measures.

d. Menghindari pengulangan pengujian dan sertifikasi dalam chapter MRA

(35)

Diperlukannya Agreement on Rules of Origin terutama adalah untuk mewujudkan harmonisasi ketentuan asal barang sehingga dapat dihindarkan berbagai hambatan perdagangan yang tidak perlu. Sementara harmonisasi dimaksud belum tercapai maka terdapat pengaturan tentang disiplin pada saat periode transisi sebelum harmonisasi dicapai, dan disiplin setelah periode transisi yaitu pada saat tercapainya harmonisasi ketentuan asal barang. Cakupan Ketentan Asal Barang yang diatur meliputi semua ketentuan asal barang yang digunakan dalam non-preferential commercial policy instrument. Selain itu dicakup pula ketentuan asal barang yang digunakan untuk barang-barang keperluan pemerintah dan untuk kepentingan pengumpulan statistik perdagangan. Sedangkan yang dimaksud dengan "non- preferenhal commercial policy instrument" antara lain adalah penerapan dari:

a. MFN Treatment dibawah Artikel I, II, III, XI, dan XIIl GATT; b. Anti- dumping dan Countervailing duties dibawah Artkel VI GATT; c. Tindakan Safeguard dibawah Artikel XIX GATT;

d. Persyaratan tanda asal barang (marks of origin) dibawah Artikel IX GATT; e. Setiap hambatan kuantitatif yang sifatnya diskriminatif atau kuota tarif.

Kriteria asal barang yang ditetapkan hendaknya juga tidak merupakan alat kebijaksanaan perdagangan dan tidak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan kebijaksanaan perdagangan baik langsung maupun tidak langsung. Ketentuan asal barang tidak boleh menimbulkan akibat restriksi, distorsi, dan disruptif dalam perdagangan internasional. Ketentuan asal barang yang diterapkan untuk ekspor dan impor tidak boleh lebih ketat daripada ketentuan asal barang yang diterapkan baik

(36)

untuk keperluan domestik atau tidak serta bersifat non-diskriminatif antara satu Contracting Party dengan lainnya "irrespective of the affiliation of the manufacturers ofthe goods concerned".

Bilamana suatu negara merubah atau memperbaharui ketentuan asal barangnya maka hal itu tidak diterapkan secara retroaktif serta tidak mengesampingkan peraturan atau undang-undang yang ada. Undang-undang, peraturan administrasi dan hukum yang berhubungan dengan ketentuan asal barang akan dipublikasikan bilamana hal itu termasuk subyek yang ditetapkan dan sesuai dengan ketentuan pada Artikel XI: 1 GATT (Publication and Administration of Trade regulations). Setelah harmonisasi ketentuan asal barang dicapai, maka barulah Contracting Parties menerapkan ketentuan asal barang sesuai dengan tujuan sebagaimana yang disebutkan dalam definisi dan cakupan mengenai Ketentuan Asal Barang dalam Agreement ini.132

Dewasa ini terlihat kecenderungan meningkatnya pembentukan RTA dan Bilateral FTA. Ada 259 RTA telah dinotifikasikan ke WTO hingga akhir 2002 meskipun hanya 176 RTA yang berlaku. Sejumlah 70 RTA diperkirakan akan dijalankan walaupun belum dinotifikasikan ke WTO. Dalam pembentukan FTA ini, dari data yang ada bukan hanya diantara negara maju dengan negara berkembang tapi juga diantara negara berkembang itu sendiri. Pembentukan FTA merupakan penghindaran dari penerapan prinsip MFN (non-discrimination) yang ada di WTO.

132

Direktorat Hubungan Perdagangan Multilateral Dan Regional, Partisipasi Indonesia Dalam Perundingan Putaran Uruguay, (Jakarta : Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008), hlm.55.

(37)

Sudah jelas, meskipun dikatakan dengan pembentukan FTA tidak menambah hambatan/ rintangan kepada yang bukan anggota namun dengan adanya kemudahan bagi sesama anggota akan berdampak bagi yang bukan anggota. Sisi positif dari pembentukan RTA adalah akan terciptanya apa yang disebut dengan trade diversion. Misalnya impor suatu produk dengan bea masuk murah maka akan tercipta kreasi untuk membuat produk yang lainnya dan seterusnya. Saat ini, hanya 4 negara yang tidak bergabung menjadi anggota suatu RTA yaitu Hong Kong, China, Macao, Mongolia dan Chinese Taipei.133

Terdapat bebarapa alasan mengapa negara bergabung dalam pembentukan Perjanjian Perdagangan Regional (Regional Trade Agreement/RTA) sejak berdirinya WTO pada tahun 1995, diantaranya :134

1. Alasan ekonomi, maksudnya adalah dalam rangka meningkatkan akses pasar. Hal ini dapat tercapai melalui penurunan tarif yang signifikan dan juga melalui penghapusan rintangan non-tarif. Dengan pembentukan RTA juga ekonomi antar anggota akan semakin terintegrasi. Selain itu persaingan akan lebih bebas dan investasi akan meningkat.

2. Sementara itu alasan lainnya adalah untuk antisipasi keadaan politik yang tidak mendukung, reformasi ekonomi, meningkatkan posisi tawar di fora multilateral, meningkatkan keamanan diantara anggota serta meyakinkan penghargaan dukungan politik.

133

Boris Situmorang, Perjanjian Perdagangan Regional dan WTO, (Jakarta : Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2005), hlm.1.

134

(38)

3. Sedangkan alasan lainnya bagi negara maju adalah program yang lambat dalam agenda multilateral, mendukung kebijakan luar negeri termasuk pembangunan, akses ke pasar yang lebih luas diarea yang bukan perdagangan barang misalnya jasa, HAKI dan Investasi. Sementara bagi negara berkembang lebih menjamin akses ke pasar negara maju, untuk menarik Foreign Direct Investment (FDI) dan transfer technologi, memfasilitasi perdagangan diantara negara tetangga dan dalam kerangka kerja kerjasama regional.

Manfaat bagi anggota dari suatu FTA adalah pasar yang semakin besar, terciptanya efisiensi dan kompetisi untuk produsen domestik akan meningkat, perdagangan akan meningkat, mendatangkan penanam modal asing dan kemungkinan menciptakan diversi perdagangan.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Kepala Dinas wajib menyusun rencana strategis dengan mengacu pada RPJMD Kabupaten, mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP),

Adanya pengaruh yang tidak signifikan diduga disebabkan oleh adanya investasi yang besar dalam persediaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga

SK terlampir 4 Melaksanakan perkuliahan, menguji serta menyelenggarakan pendidikan di laboratorium di fakultas sendiri di lingkungan Universitas (SK Dekan

yang luas. Berbeda dengan endemi yang artinya penyakit yang umum terjadi pada laju konstan namun cukup tinggi pada suatu populasi dan hanya berlangsung dalam populasi

Harahap dan Halim 2009, Analisis Laporan Keuangan., Unit penerbit dan percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.. - Christian,

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persentase konsep diri pada mahasiswa fakultas Ilmu Komputer cenderung negatif, dikarenakan mahasis- wa fakultas Ilmu Komputer

komprehensif, realistis dan dapat diterima oleh manajer medik maupun manajer non-medik. Metode beban kerja ini didasarkan pada pekerjaan nyata yang dilakukan oleh masing-masing

Berdasarkan Kurva Hjulstrom Zona Tengah Sungai Utama Comal memiliki Beberapa Zona proses yaitu: zona deposisi pada lokasi penelitian ke-3, 5, 6, dan 8, zona proses