• Tidak ada hasil yang ditemukan

Andi Ishak dan Afrizon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Andi Ishak dan Afrizon"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI DAN TINGKAT ADOPSI PETANI PADI TERHADAP PENERAPAN

SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA BUKIT PENINJAUAN I,

KECAMATAN SUKARAJA, KABUPATEN SELUMA

Andi Ishak dan Afrizon

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Jl. Irian, Km, 6,5 Bengkulu, Indonesia e-mail: bptp-bengkulu@litbang.deptan.go.id

(Makalah diterima, 6 Juli 2011 – Revisi Desember 2011)

ABSTRAK

Adopsi teknologi pertanian oleh petani sangat ditentukan oleh kebutuhan dan kemampuan petani menerapkan teknologi tersebut di lapangan. System of Rice Intensification (SRI) merupakan pendekatan dalam teknik budaya padi yang dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas padi sawah irigasi. Untuk mengetahui persepsi dan adopsi petani terhadap SRI di Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu, telah dilakukan penelitian di Desa Bukit Peninjauan I, Kecamatan Sukaraja. Desa ini merupakan satu-satunya desa di Kabupaten Seluma yang mulai mengembangkan teknologi SRI sejak tahun 2009. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2011 dengan melakukan sensus terhadap 65 petani anggota Gapoktan Bumi Sari, pelaksana program SRI yang dibina oleh Dinas Pertanian Kabupaten Seluma. Data diolah secara deskriptif untuk mengetahui persepsi dan tingkat adopsi terhadap SRI. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi petani dianalisis dengan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh petani memiliki persepsi yang baik terhadap SRI, namun adopsi teknologi petani masih rendah karena 69,23% komponen teknologi SRI belum diadopsi petani sesuai anjuran. Dari 6 komponen teknologi SRI yaitu (1) umur bibit muda, (2) jumlah bibit satu batang per lobang, (3) jarak tanam, (4) pengairan, (5) pendangiran, dan (6) asupan bahan organik, hanya jarak tanam dan pengairan yang diadopsi. Rendahnya adopsi terhadap SRI disebabkan oleh tingginya resiko yang akan dihadapi seperti bibit dipindah ke lapangan masih terlalu kecil (umur 8-15 hari), dan ancaman hama penyakit terhadap penanaman dengan satu lobang satu tanaman. Selain itu pendangiran dan asupan bahan organik tidak diadopsi karena dirasakan petani menambah tenaga kerja dan biaya produksi padi. Adopsi petani terhadap teknologi SRI tidak dipengaruhi secara nyata oleh umur, tingkat pendidikan, luas penguasaan lahan dan tingkat pendapatan.

Kata kunci : Adopsi, persepsi, gapoktan, padi, SRI

ABSTRACT

Perception and the adoption of the application of rice farmers, System of Rice Intensification (SRI)

in the district Seluma

The adoption of agricultural technologies by farmers is largely determined by the needs and capabilities of farmers to implement these technologies in the field. System of Rice Intensification (SRI) is an approach in rice culture techniques that can improve efficiency and productivity of irrigated

in Seluma Regency, Bengkulu Province, has conducted research in the Bukit Peninjauan I, Sukaraja Subregency. This village is the only village in the Seluma regency who began developing the SRI technology since 2009. The experiment was conducted in March to April 2011 with a census of 65 farmer members Bumi Sari Farmer Group, implementing SRI program that organized by Agriculture Office of Seluma Regency. Descriptive data processed to determine the perceptions and level of adoption of SRI. While the factors that influence farmers’ adoption was analyzed by logistic regression. The results showed that all the farmers have a good perception of SRI, but the technology adoption of farmers is still low because 69.23% of SRI technology components have not been adopted by farmers as recommended. Of the six components of the SRI technology i.e. (1) age of young seedlings, (2) one seed per hole, (3) spacing, (4) irrigation, (5) mechanical tillage, and (6) intake of organic matter, only the spacing and irrigation is adopted. The low adoption of SRI caused by the high risk to be faced such as seeds moved into the field is still too young (age 8-15 days after seedling), and pest and disease threats to the plant that only one seed per planting hole. Additionally mechanical tillage and intake of organic material was not adopted because of the perceived increase farmers’ labor and the cost of rice production. SRI farmers’ adoption of technology is not affected significantly by age, educational level, the area of land tenure and income level.

Keywords: Adoption, perception, gapoktan, rice, SRI

PENDAHULUAN

Adopsi petani terhadap teknologi pertanian sangat ditentukan dengan kebutuhan akan teknologi tersebut dan kesesuaian teknologi dengan kondisi biofisik dan sosial budaya. Oleh karena itu, introduksi suatu inovasi teknologi baru harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya (Suprapto dan Fahrianoor, 2004).

(2)

di Desa Bukit Peninjauan I, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma (Andi Ishak dan Afrizon )

yang pada awalnya diteliti dan dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu di Pulau Madagaskar, dengan hasil yang sangat mengagumkan 8-9 ton per hektar (Berkelaar, 2001). Saat ini SRI telah berkembang di banyak negara penghasil beras seperti Thailand, Philipina, India, China, Kamboja, Laos, Srilanka, Brazil, Vietnam dan banyak negara maju lainnya. SRI

diperkenalkan di Indonesia tahun 1999, penerapan di lapangan oleh para petani di Sukabumi, Garut, Sumedang dan daerah lainnya memberikan lonjakan hasil panen mencapai 6,2-8,2 ton per hektar (Kuswara dan Sutaryat, 2003).

SRI merupakan inovasi teknologi yang menekankan pada peningkatan fungsi tanah sebagai media pertumbuhan dan sumber nutrisi tanaman. Melalui sistem ini kesuburan tanah dikembalikan untuk menjamin keberlangsungan daur ekologis dengan memanfaatkan mikroorganisme tanah sebagai penyedia produk metabolit untuk nutrisi tanaman. Melalui metode ini kelestarian lingkungan tetap terjaga, demikian juga dengan taraf kesehatan manusia karena tidak digunakannya bahan-bahan kimia untuk pertanian (Prayatna, 2007).

Pola SRI dikenal petani di Desa Bukit Peninjauan I Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma pada tahun 2009. Perkembangan dan sosialisasinya gencar pada tahun 2010 oleh Dinas pertanian melalui pembinaan Gabungan Kelompok Tani Bumi Sari di Desa Bukit Peninjauan I. Luas areal penerapan model SRI di desa tersebut pada awalnya 20 hektar dengan jumlah petani 30 orang dan pada akhir 2010 luas areal yang menerapkan SRI mencapai 40 hektar dengan jumlah petani 65 orang. Berdasarkan hasil kajian Dinas Pertanian Kabupaten Seluma (2010), penerapan SRI di Desa ini dalam periode 2009-2010 mampu mencapai hasil padi sebanyak 5-6 ton GKP per hektar, sedangkan sebelum penerapan SRI bekisar 4 – 5 ton per hektar. Walaupun demikian, teknologi SRI belum tentu serta merta diadopsi oleh petani. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan adopsi teknologi SRI oleh petani di Desa Bukit Peninjauan I Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bukit Peninjauan I Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma. Dilaksankan dari bulan Maret sampai bulan April 2011 dengan cara sensus terhadap 65 orang anggota Gapoktan Bumi Sari pelaksana Program SRI.

Kuesioner disusun dengan skala pengukuran interval dengan tipe skala Likert. Persepsi petani terhadap SRI adalah pandangan atau penilaian petani mengenai SRI terhadap kegiatan usahataninya, variabel ini akan digali melalui beberapa pernyataan yang mempunyai 5 alternatif jawaban, (sangat setuju = 5, setuju = 4, ragu-ragu = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1). Persepsi petani dikatakan baik, jika total skor responden > skor median, sedangkan persepsi buruk jika total skor responden < skor median. Skor variabel adopsi teknologi SRI akan diperoleh melalui beberapa pernyataan yang diberi nilai dengan 5 tingkatan berdasarkan penerapan komponen SRI (selalu = 5, sering = 4, kadang-kadang = 3, jarang = 2, dan tidak pernah = 1). Tingkat adopsi teknologi SRI dibedakan dalam 2 kategori adopsi yaitu sesuai anjuran (jika total skor > skor median) dan tidak sesuai anjuran (jika total skor d” skor median).

Peubah penyusun adopsi yaitu komponen penting dalam penerapan SRI berdasarkan pendapat Berkelaar (2001), Rochaedi (2002), Kuswara dan Sutaryat (2003), (2005), dan Prayatna (2007), yang terdiri atas 6 komponen, yaitu: (1) bibit dipindah ke lapangan (transplantasi) lebih awal 8-15 hari setelah semai, (2) bibit ditanam satu lobang satu tanaman, (3) jarak tanam minimal 30 x 30 cm, (4) kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air, (5) pendangiran atau penyiangan dengan tangan atau alat sederhana, dan (6) asupan bahan organik. Analisis terhadap tingkat adopsi dilakukan secara deskriptif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi petani mengadopsi SRI dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan model regresi logistik untuk mengetahui hubungan antara variabel tak bebas (Y) yaitu adopsi petani terhadap teknologi SRI dan empat variabel bebas (X) yang merupakan data karakteristik responden yaitu umur (X1), tingkat pendidikan (X2), luas penguasaan lahan (X3) dan tingkat pendapatan (X4).

Variabel tak bebas (Y) adalah adopsi petani terhadap teknologi SRI merupakan skala nominal yang memiliki dua kemungkinan yaitu sesuai anjuran dan tidak sesuai anjuran. Untuk itu peneliti menggunakan model regresi logit (Gujarati, 1999) untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Model yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

Yi = Adopsi (1 = sesuai anjuran; 0 = tidak sesuai anjuran)

X1= Umur responden (tahun)

(3)

X2 = Tingkat pendidikan (tahun)

X3 = Luas penguasaan lahan (hektar)

X4 = Pendapatan usahatani padi (Rp/MT) b1 ... b4 = Parameter dugaan (koofisien)

P(Xi) adalah peluang adopsi sesuai anjuran terhadap teknologi SRI, sebagai kebalikan dari 1-P(Xi) sebagai

peluang adopsi tidak sesuai anjuran. Oleh karenanya, ln [P(Xi)/1-P(Xi)] secara sederhana merupakan logaritma natural dari perbandingan antara peluang adopsi sesuai anjuran dengan peluang adopsi tidak sesuai anjuran. Oleh karenanya, koefisien dalam persamaan di atas menunjukkan pengaruh dari variabel Xi terhadap

peluang relatif adopsi sesuai anjuran dibandingkan dengan adopsi tidak sesuai anjuran terhadap teknologi SRI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Responden Keragaan petani pelaksana SRI di Desa Bukit Peninjauan I disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi petani pelaksana SRI di Desa Bukit Peninjauan I.

Pada Tabel 1, terlihat bahwa petani yang menjadi responden berada pada kisaran umur 30-62 tahun, dengan umur rata-rata 44,40 tahun, masih tergolong ke dalam usia produktif sehingga semangat untuk melakukan berbagai aktivitas akan lebih besar Menurut Yuzzsar (2008), umur produktif (16-55 tahun) akan relatif lebih baik produktifitasnya dibandingkan dengan umur lanjut. Pada umur lanjut orang akan lebih sulit menerima teknologi baru dibandingkan dengan umur produktif.

Jika diamati dari rata-rata tingkat pendidikan formal responden yaitu 7,98 tahun atau setara SMP kelas 2, dapat dikatakan masih tergolong rendah. Hal ini akan mempengaruhi pola pikir, termasuk dalam bersikap dan bertindak. Dengan pendidikan formal yang baik tentunya akan dapat membentuk suatu pola fikir yang lebih maju termasuk dalam adopsi terhadap teknologi baru.

Luas garapan lahan sawah petani responden antara 0,25-1,0 ha, dengan rata-rata 0,63 ha. Luas lahan tersebut akan mempengaruhi biaya produksi dan

dari selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi. Dari Tabel 1 diketahui bahwa pendapatan petani berkisar antara Rp. 4.200.000 sampai Rp. 16.800.000 per hektar per musim tanam dengan rata-rata Rp. 9.740.800. Selain bertani padi, responden juga berprofesi sebagai buruh tani atau pekerjaan lainnya seperti berdagang, bertukang dan lainnya untuk menambah pendapatan keluarga. Alasan utama berusahatani padi adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

Persepsi Terhadap SRI

Persepsi petani terhadap SRI merupakan pandangan yang dimiliki petani dalam melihat manfaat yang diperoleh dari penerapan SRI yang mereka lakukan. Persepsi yang baik terhadap SRI akan meningkatkan tingkat adopsi teknologi tersebut. Distribusi tingkat persepsi petani disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi petani berdasarkan persepsi terhadap SRI

Dari Tabel 2 diketahui bahwa seluruh petani responden mempunyai persepsi yang baik terhadap teknologi SRI. Hal ini berarti bahwa komponen SRI dianggap baik sehingga dapat menguntungkan dalam kegiatan usahatani.

Tingkat Adopsi Teknologi SRI

Adopsi merupakan penerapan atau penyerapan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru lewat proses penyuluhan (Mardikanto dan Sri Sutarni, 1982). Tingkat adopsi petani terhadap komponen SRI dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 diketahui bahwa petani telah mengadopsi teknologi SRI dengan katagori sesuai anjuran sebanyak 30,77% dan katagori tidak sesuai anjuran sebanyak 69,23%. Hal ini dikarenakan kekhawatiran petani terhadap resiko yang akan dihadapi terutama terhadap penerapan beberapa komponen SRI yang dianjurkan, seperti bibit dipindah ke lapangan masih sangat kecil (umur 8-15 hari), ancaman hama penyakit terhadap penanaman dengan satu lobang satu tanaman, dan pendangiran yang memerlukan tambahan pekerjaan. Akibatnya petani mengadopsisi komponen SRI secara bertahap. Tingkat adopsi petani terhadap komponen

(4)

di Desa Bukit Peninjauan I, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma (Andi Ishak dan Afrizon )

Tabel 3. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi SRI

Bibit dipindah ke lapangan (transplantasi) lebih awal

Petani yang memiliki tingkat adopsi terhadap transplantasi lebih awal (8-15 hari setelah semai) yaitu sesuai anjuran sebanyak 4,62%, sedangkan tidak sesuai anjuran sebanyak 95,38%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani di daearah penelitian belum melakukan pemindahan bibit lebih awal. Pertimbangan petani belum melakukannya karena bibit pada umur tersebut masih kecil sehingga sulit pada saat pencabutan bibit di persemaian dan penanaman bibit di lapangan, sehingga memerlukan ketelitian yang tinggi dan terlalu berisiko terutama pada saat curah hujan tinggi dan lahan tergenang sehingga banyak bibit yang hanyut.

Bibit ditanam satu lobang satu tanaman Seluruh petani responden tergolong dalam katagori tidak sesuai anjuran terhadap adopsi komponen bibit ditanam satu lobang satu tanaman. Pertimbangan petani tidak melakukannya karena takut terhadap serangan hama keong mas. Namun demikian, rata-rata petani di lokasi penelitian sudah melakukan penanaman bibit satu lobang 2-3 tanaman.

Pengaturan jarak tanam

Sebanyak 90,77% petani telah mengadopsi komponen jarak tanam sesuai anjuran, sedangkan hanya 9,23% petani yang tidak mengadopsi jarak tanam sesuai

No Kegiatan dan katagori adopsi Persentase (%) Rata-rata Kisaran Skor Median 1. Umur bibit

Sesuai anjuran Tidak sesuai anjuran

4,62 95,38

7,54 6-10 9 2. Satu lobang satu tanaman

Sesuai anjuran Tidak sesuai anjuran

-

100 1,14 1-2 3 3. Jarak tanam

Sesuai anjuran Tidak sesuai anjuran

90,77 9,23

3,88 3-4 3 4. Pengairan

Sesuai anjuran Tidak sesuai anjuran

87,69 12,31

20,25 18-23 18 5. Pendangiran

Sesuai anjuran Tidak sesuai anjuran

16,92 83,08

5,32 4-7 6 6. Asupan bahan organik

Sesuai anjuran Tidak sesuai anjuran

3,08 96,92

5,11 4-7 6 Total skor teknologi SRI

Sesuai anjuran Tidak sesuai anjuran

30,77 69,23

43,23 38-50 45

anjuran. Hal ini karena lebih mudah diterapkan di lapangan.

Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air

Dari Tabel 3 diketahui bahwa petani yang mengadopsi komponen kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air atau katagori sesuai anjuran sebanyak 87,69% dan yang tergolong pada tingkat adopsi katagori tidak sesuai anjuran adalah 12,31%. Hal ini disebabkan karena kegiatan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di lokasi penelitian berjalan baik. Kelembagaan ini salah satunya berfungsi sebagai wadah pembinaan petani terhadap pengaturan pengairan padi sawah.

Pendangiran

Petani yang mengadopsi komponen pendangiran sesuai anjuran sebanyak 16,92%, sedangkan 83,08% mengadopsi tidak sesuai anjuran. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani di daerah penelitian belum melakukan pendangiran sesuai anjuran teknologi SRI, dimulai sejak tanaman berumur 10 hari setelah tanam, dengan interval waktu 10 hari. Pertimbangan petani belum melakukan pendangiran karena alasan waktu, biaya dan tenaga kerja. Namun demikian, rata-rata petani di lokasi penelitian sudah melakukan penyiangan minimal dua kali dalam satu musim tanam.

Asupan Organik

Petani yang mengadopsi komponen asupan bahan organik sesuai anjuran sebanyak 3,08% dan yang tergolong mengadopsi tidak sesuai anjuran sebanyak 96,92%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh petani responden belum melakukan pemupukan bahan organik sesuai anjuran teknologi SRI yakni menganjurkan pemakaian bahan organik (kompos) 4-8 ton per ha sesuai anjuran setempat. Walaupun hampir seluruh petani responden sudah menggunakan kompos, namun tetap menggunakan pupuk anorganik seperti biasa (Urea 250-300 kg/ha, SP-36 75-100 kg/ha, dan KCl 50-100 kg/ha). Petani responden tidak mengurangi penggunaan pupuk kimia walaupun sudah menggunakan kompos karena merasa bahwa penggunaan pupuk kimia pada budidaya tanaman padi menunjukkan reaksi dalam waktu yang cepat.

(5)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi SRI

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi SRI dalam usahatani padi sawah digunakan fungsi regresi logistik. Hasil estimasi dari fungsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi SRI.

Sumber : Olahan data penelitian

Dari Tabel 4, terlihat bahwa model regresi logit secara keseluruhan dapat menjelaskan adopsi petani terhadap teknologi SRI dengan melihat nilai p-value 0,066 jika menggunakan pengujian dengan taraf 10%. Untuk menguji variabel mana yang berpengaruh nyata terhadap peluang adopsi sesuai anjuran digunakan uji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dengan statistik uji Wald. Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa semua variabel bebas berpengaruh tidak nyata terhadap adopsi petani. Keempat variabel bebas dengan melihat nilai Nagelkerke R² mampu menjelaskan varians ketepatan adopsi sebesar 13,4% dan sisanya yaitu sebesar 86,6% dijelaskan oleh faktor lain.

Persamaan model regresi logit biner adopsi petani terhadap teknologi SRI dapat ditulis sebagai berikut:

P(Xi) adalah peluang adopsi petani yang sesuai anjuran terhadap teknologi SRI, sebagai kebalikan dari 1-P(Xi) sebagai peluang adopsi petani yang tidak sesuai

No Variabel Bebas Koefisien p-value Odds Ratio

1 X1 (Umur) 0,079 0,244 1,082 2 X2 (Tingkat Pendidikan) 0,277 0,306 1,320 3 X3 (Luas Lahan) -4,528 0,416 0,011 4 X4 (Pendapatan) 0,000 0,233 1,000 Konstanta Kelayakan model (Nagelkerke R²) -7,878 0,134 0,066 - - -

anjuran terhadap teknologi SRI. Oleh karenanya, ln [P(Xi)/1-P(Xi)] secara sederhana merupakan log dari perbandingan peluang adopsi sesuai anjuran dengan peluang adopsi tidak sesuai anjuran.

KESIMPULAN

Dari penelitian ini terlihat bahwa seluruh petani di Desa Bukit Peninjauan I memiliki persepsi yang baik terhadap teknologi SRI, namun masih rendah dalam tingkat adopsi. Sebagian besar petani (69,23%) belum mengadopsi teknologi SRI sesuai anjuran. Dari 6 komponen teknologi hanya jarak tanam dan pengairan yang telah umumnya diadopsi sesuai anjuran, sedangkan komponen lainnya yaitu bibit dipindah ke lapangan umur 8-15 hari, bibit ditanam satu lobang satu tanaman, pendangiran, dan asupan bahan organik belum diterapkan sesuai anjuran. Adopsi petani terhadap teknologi SRI tidak dipengaruhi secara nyata oleh umur, tingkat pendidikan, luas penguasaan lahan dan tingkat pendapatan.Oleh karena itu diperlukan peningkatan intensitas penyuluhan kepada petani pelaksana progran SRI untuk mempersepat proses adopsi teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

Berkelaar, D. 2001. Sistem Intensifikasi Padi (The System of Rice Intensification-SRI): Sedikit Dapat Memberi Lebih Banyak. Bulletin ECHO (terjemahan).

Dinas Pertanian Kabupaten Seluma. 2010. Buku Profil Dinas Pertanian Kabupaten Seluma 2010. Dinas Pertanian Kabupaten Seluma. Tais.

Gujarati, D. 1999. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta.

Kuswara dan A. Sutaryat. 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode SRI (System of Rice Intensification). Kelompok Studi Petani (KSP). Ciamis.

Prayatna, S. 2007. Pertanian Organik: Mengapa Harus SRI (Sistem of Rice Intensification). Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, Kerjasama dengan KTNA Kabupaten Tasikmalaya. Rochaedi. 2005. Usahatani Ramah Lingkungan: Air Hemat, Tanah Sehat, Produksi Meningkat Melalui Metode SRI. Lembaga Pengembangan SRI Jawa Barat. Garut.

Suprapto, T. dan Fahrianoor. 2004. Komunikasi Penyuluhan dalam Teori dan Praktek. Arti Bumi Intaran. Yogyakarta.

Yuzzsar, 2008. Kependudukan dan Kehidupan Keluarga http:// yuzzsar.wordpress.com/ materi-viii/.

Mini Project. Geo-Informatic Center, Asian Institute of Technology (tidak dipublikasikan).

Gambar

Tabel 1.  Deskripsi petani pelaksana SRI di Desa Bukit Peninjauan I.
Tabel 3. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi SRI
Tabel 4.  Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi SRI.

Referensi

Dokumen terkait

Studi kasus ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang Asuhan Keperawatan pada pasien Acute Myocard Infark (AMI) dengan gangguan pola napas tidak efektif yang

Untuk dapat mengemban tugas sebagai sarana pelayanan kesehatan, memperbaiki kondisi internal dan merespon perubahan lingkungan lainnya diperlukan strategi bisnis

Software Engineering Body of Knowledge Software Design Strategies and Methods. Software Design Quality Analysis and Evaluation Software

Al-Razi dan Ibnu Sina adalah salah satu dari sekian banyak dokter Islam yang paling berpengaruh dalam keilmuan ini. Dengan dasar kekhasan pemikiran kedua tokoh

Keunggulan dari salah satu produk TDR yakni Cylinder Block adalah terbuat dari bahan aluminium berkualitas tinggi yang dapat melepaskan panas mesin dengan cepat sehingga suhu

Pelaksanaan perumusan penetapan kebijakan daerah dan penyusunan perencanaan program kegiatan perencanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan, pengembangan adat

Oleh karena itu, dengan memberikan pengertian yang baik tentang inti pendidikan tersebut kepada anak-anak, diharapkan anak akan dapat membawa diri dan menjaga dirinya sendiri

Dari data di atas, terdapat hal yang menarik yaitu pada saat belanja pegawai langsung, belanja pegawai tidak langsung, belanja barang dan jasa serta belanja lainnya terjadi